Friday, August 24, 2018

Trustworthy



by Lia Stoltzfus 

Bulan ini kita membahas tentang karakter trustworthy yang artinya “dapat dipercaya”, honest, dan truthful. Pasal yang muncul dalam hati saya adalah Mazmur 15. Banyak sekali yang kita bisa pelajari tentang trustworthiness dalam pasal ini. 
Mazmur Daud.
TUHAN, siapa yang boleh menumpang  dalam kemah-Mu?
Siapa yang boleh diam di gunung-Mu  yang kudus?
Yaitu dia yang berlaku tidak bercela,
yang melakukan apa yang adil
dan yang mengatakan kebenaran dengan segenap hatinya,
yang tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya,
yang tidak berbuat jahat terhadap temannya
dan yang tidak menimpakan cela kepada tetangganya;
yang memandang hina orang yang tersingkir,
tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN;
yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi;
yang tidak meminjamkan uangnya dengan makan riba
dan tidak menerima suap melawan orang yang tak bersalah.
Siapa yang berlaku demikian, tidak akan goyah selama-lamanya. 
Trustworthiness sangat berkaitan dengan integritas, yaitu keselarasan hati, pikiran dan perbuatan. Dengan menjaga integritas (menjaga kebersihan hati nurani) kita akan menjadi orang yang dapat dipercaya/diandalkan. Berintegritas berarti we are true to God, to ourselves and to others. 

Kalau kita baca ayat-ayat di Mazmur 15, timbul pertanyaan, “Apa ada orang yang seperti itu? Apa saya bisa seperti itu?” 
  • Tidak bercela, melakukan apa yang adil, dan mengatakan kebenaran. 
  • Tidak menyebarkan fitnah, tidak berbuat jahat, dan tidak menimpakan cela pada orang lain. 
  • Tidak memandang hina orang lain dan berpegang pada sumpah walaupun rugi. 
  • Tidak memanfaatkan orang lain untuk mendapat keuntungan (meminjamkan uang dengan bunga atau menerima suap). 
Saya percaya bahwa kalau Tuhan memberi perintah, itu bukanlah perintah yang impossible untuk dijalani. Saya pun sebagai orang tua gak bakal kasih perintah ke anak saya untuk melakukan sesuatu yang saya tau pasti anak-anak saya are not capable to do it. Saya juga percaya yang Tuhan mau dari kita adalah hati yang bersedia taat dengan segera, bukan taat dengan sempurna. Tuhan tau kita manusia, masih daging, kita bisa jatuh, kita bisa buat salah, kita bisa ambil keputusan yang gak benar atau gak sesuai dengan firman. Tapi ketika kita diingatkan oleh hati nurani, atau ditegur oleh saudara seiman atau otoritas, apakah kita punya kerinduan untuk berubah dan membersihkan hati nurani kita? 

Yuk kita lihat bagaimana cara praktis belajar mempraktekkan hidup dalam integritas supaya kita bisa jadi orang yang trustworthy. 

1. Tidak bercela, melakukan apa yang adil, dan mengatakan kebenaran. 
Apa itu adil? 

Adil itu kira-kira seperti ini: saya bekerja pada jam kerja, memberikan kepada perusahaan apa yang jadi hak mereka, mengurus urusan kantor, mengutamakan pekerjaan saya daripada kepentingan pribadi, menunda kesenangan saya (chatting, main game, browsing resep makanan bayi, balas e-mail teman, belanja online, main medsos, dsb) dan memprioritaskan pekerjaan saya. 

Adil itu kalau saya memberikan disiplin yang sama pada anak, tidak memberikan perlakuan berbeda karena saya mungkin lebih dekat dengan si A daripada si B. 

Adil itu kalau saya memberi perlakukan dan kesempatan yang sama pada semua murid saya tanpa membeda-bedakan mereka. 

Apa itu mengatakan kebenaran? 

Menurut Matius 5:37, mengatakan kebenaran berarti jika ya katakan ya, jika tidak katakan tidak. Bukan hanya itu, tapi juga tidak berusaha menyembunyikan fakta atau hanya mengatakan half-truth. 

Susah gak untuk selalu bersikap adil dan mengatakan kebenaran? “Perintah-Nya itu tidak berat (1 Yohanes 5:3),” alias tidak susah. Ada amin? Tidak berat, kalau itu sudah jadi habit. Nah gimana kalo sebaliknya? Kita punya habit berbohong. Kelihatannya ini ‘bohong kecil’ yang gak berbahaya. Kita harus ingat lagi: salah satu bentuk integritas adalah not only being true to God and others, but also being true to yourself. 

Kadang kita suka ngga enakan kalau ditawari makan, lalu biasanya kita menolak dengan bilang, “Engga usah, terima kasih. Saya sudah kenyang, sudah makan tadi di rumah.” Padahal mah perut kruyuk-kruyuk kelaperan. Nah jangan pikir bohong yang model begitu ‘biasa aja’, ‘gak ngerugiin’. Ingat, integrity means wholeness, kesatuan hati, pikiran, dan perbuatan. Kita harus belajar untuk berkata yang benar. Kalau emang merasa sungkan untuk makan di rumah orang, bilang aja, “Ga apa-apa tante, nanti saya makan di rumah aja.” Jangan bilang, “Gak laper,” atau, “Sudah kenyang.” 

Gimana kalo sudah terlanjur ngomong sesuatu yang gak benar... Atau ngomong fakta yang berlebihan? Contohnya, kamu cerita ke teman kamu, “Si A bilang ke aku klo dia blablabla, bliblibli, blublublu...” padahal si A hanya bilang “blablabla dan bliblibli.” Pas kamu lagi ngomong, alarm di hati berbunyi, “Ehhh, itu tidak benar loh...” Saat itu juga, kita harus ralat, “Eh sorry, tadi aku ngomong berlebihan... Sebenernya si A gak ngomong blublublu sih.” Malu gak? Malu pastinya, tapi dengan belajar ngakuin kesalahan, dengan cepat meralat dan berkata yang benar, kita sedang belajar memelihara hati nurani kita bersih. Tanpa kita bersedia meralat, kebiasaan buruk menambah-nambahkan sesuatu/ berkata berlebihan tidak akan hilang. Kita harus belajar memperkatakan kebenaran. 

2. Tidak menyebarkan fitnah, tidak berbuat jahat, dan tidak menimpakan cela pada orang lain. 
Ini artinya kita tidak melakukan sesuatu yang jahat terhadap orang lain. Amsal berkata, “Memikirkan kebodohan (Amsal 24:9) dan merencanakan kejahatan (Amsal 24:8) mendatangkan dosa.” Ayo siapa yang sering kayak gini? “Awas yah kamu, WA ku gak dibalas, nanti giliran kamu nyari aku, aku juga diem aja no respond!” “Oh, jadi kamu begitu. Oke, saya juga bisa lebih sadis dari itu!” Hal seperti ini harus dibuang, meski baru timbul dalam pikiran. Berdoalah, berseru kepada Tuhan, “Tuhan, ampuni saya. Saya terluka dengan perkataannya dan saya jadi banyak mikir yang jelek dan mikir gimana caranya balas dendam. Tuhan, tolong saya... Pulihkan hati saya supaya saya gak berbuat jahat dengan merencanakan sesuatu yang Tuhan tidak berkenan.” Ini namanya orang benar. Bisa aja sepersekian detik dia salah; bisa aja dia ambil keputusan gak benar; tapi pas sadar atau ditegur, dia mau rendah hati dan bertobat. 

3. Tidak memandang hina orang lain dan berpegang pada sumpah walaupun rugi. 
Memandang hina artinya meremehkan dan menganggap orang lain tidak/kurang berharga. Akarnya adalah kesombongan, menganggap diri lebih baik dari orang lain, sehingga orang lain harus ikut keinginan saya, dengerin pendapat saya, dan hormati saya. Orang seperti ini tidak bisa tinggal dan diam di gunung kudus Tuhan karena sikap hatinya yang angkuh. Yuk sama-sama bertobat kalau keangkuhan ini masih ada dalam hati kita. 

Memegang janji walaupun rugi maksudnya menjadi orang yang bisa dipercaya: sekali berjanji pasti akan menepati sekalipun untuk menepatinya orang tersebut harus kehilangan banyak hal/menderita kerugian. Komitmen untuk setia pada janji sangat besar dampaknya. Orang akan kenal kamu sebagai seorang yang setia, yang dapat diandalkan, yang dapat dipercaya. Sekali kamu ngomong, “Ya, saya akan lakukan,” kamu berkomitmen untk mengerahkan segala daya melakukan apa yang telah kamu janjikan. Misalnya dalam dunia usaha. Setelah deal harga, ternyata ada salah hitung biaya produksi; sehingga ketika dihitung ulang, ternyata tidak membawa keuntungan. Kesalahan ada di pihak penjual; tapi waktu itu kita sudah deal dengan pembeli, termasuk masalah harga. Orang yang trustworthy akan berpegang pada janji, dia akan mengerjakan hal tersebut sesuai dengan kesepakatan, bukan dengan sungut-sungut dan terpaksa tapi karena menyadari bahwa ia harus bertanggung jawab atas apa yang telah ia sepakati. 

4. Tidak memanfaatkan orang lain untuk mendapat keuntungan pribadi. 
Tidak berusaha ambil untung dari orang lain ini bukan masalah jualan/dagang ya. Tentunya kalau kita berdagang, kita mau mendapat keuntungan sewajarnya. Mengambil untung dari orang lain yang dibicarakan di sini artinya terus berpikir, “Apa nih, yang saya bisa dapat dari kamu?” Bisa juga mengambil untung dari kesusahan/penderitaan orang lain. Misalnya ada orang yang sangat butuh uang, dan kamu bersedia meminjamkan dengan bunga yang tinggi. Nah, ini tidak boleh. Demikian pula dengan menerima suap. Mulai dari hal yang kecil, misal orang minta tolong kepada kita, “Tolong dibantu [sesuatu yang tidak jujur] deh, nanti gue traktir lu makanan.” 

Ini semua dekat dengan hidup kita sehari-hari, dan kita perlu sungguh-sungguh menjaga diri supaya menjadi orang yang trustworthy. Trust takes years to earn, but only a few seconds to lose. Mari kita belajar membangun karakter ini dengan terus menjaga integritas hidup kita. Apa yang kita katakan, itu pula yang kita lakukan. Apa yang kita ajarkan, itu pula yang kita perbuat. Menghidupi apa yang kita kotbahkan, dan mengkotbahkan apa yang kita hidupi. Your faithfulness in small things matters to God; those very things are the ones that make a difference. 

"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. 
Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar."
(Lukas 6:10)

1 comment:

  1. Ini dalem bgt loh.... sampai segitunya ya. Kaya mengenai kejujuran diri sendiri.

    ReplyDelete

Share Your Thoughts! ^^