Wednesday, August 8, 2018

A Woman of Power


by Glory Ekasari
Seorang pria muda pusing. Sejak menikah, berat badannya makin lama makin susut karena banyak pikiran. Dia baru saja pindah dari rumah kontrakan untuk menumpang tinggal ke rumah bibinya. Dengan penghasilan yang hanya cukup untuk hidup sehari-hari, tidak mungkin dia menyewa rumah lain. Tetapi sekarang isterinya bertengkar dengan sang bibi karena masalah sepele, dan sang isteri terus merengek dan marah-marah, minta pindah rumah. Mau pindah ke mana? Uang dari mana? Jawaban sang isteri mudah saja, “Pinjam aja dulu ke bosmu, pinjam ke kakakmu, pinjam aja, gampang.” Tidak tahan menghadapi keributan terus-menerus dari isterinya, sang suami akhirnya mengalah dan mencari pinjaman uang untuk mengontrak rumah. Pembayarannya? Entahlah, dipikir karo mlaku - dipikir sambil jalan. 
Ketika saya mendengar cerita itu, saya hanya bisa diam dan menaruh iba kepada sang suami. Sudah hidup pas-pasan, setelah menikah malah makin tidak bahagia. Dan siapa yang menyebabkan itu? Wanita yang seharusnya menjadi penolongnya. 

Amsal 31:10-31 seperti sebuah permata berwarna mencolok dalam Alkitab. Ada satu pasal yang menggambarkan seorang wanita yang ideal, pendamping yang sempurna, yang didambakan setiap pria. Selain bentuk puisinya yang unik (puisi akrostik, yaitu tiap ayat dimulai dengan urutan abjad Ibrani), isinya pun tidak kalah menarik. Kita melihat ayat 10 yang memulai rangkaian puisi tersebut: 

Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? 
Ia lebih berharga dari pada permata. 

Isteri yang cakap, atau dalam bahasa aslinya ishshah khayil, secara literal adalah “wanita yang kuat”, a woman of power. Zaman sekarang, power bagi kita berarti menaklukkan orang lain di bawah kekuasaan kita, lebih kuat dibanding orang lain, lebih dipandang dibanding orang lain. Tetapi Amsal menulis bahwa wanita yang kuat ini justru adalah seorang penolong; dia tidak berada di atas suaminya, tetapi kekuatannya nyata ketika dia menolong suaminya. Ayat-ayat berikutnya menunjukkan seperti apa kekuatan wanita ini. 

Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan. 
Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya. 

Mungkin pembaca pernah mendengar curhatan cowok yang berkata, “Aku pusing di rumah, jadi aku jalan-jalan terus.” Dalam kalimat yang kedengarannya sepele dan biasa ini, terkandung sebuah rahasia penting: laki-laki mendambakan rumah yang nyaman bagi dia, di mana dia bisa tenang; dan ketika ada konflik yang tidak kunjung selesai, secara insting dia akan melarikan diri. Memang cowok itu tenaganya kuat, tetapi cewek staminanya jauh di atas cowok; dan sayangnya ini juga benar dalam hal cekcok. Cowok tidak kuat berlama-lama bertengkar, sementara kita seperti baterai Energizer—“I can do this all day!” Karena itulah ketika rumah mereka tidak nyaman, ketika mereka merasa tidak diterima atau dihargai oleh isteri, mereka kabur. 

Karena itu hal pertama yang disebutkan tentang isteri yang cakap, alias wanita yang kuat, adalah suaminya berbahagia hidup bersama dia. Ini, saudari-saudariku, adalah indikator pertama keberhasilan seorang isteri. 

Kata orang, di balik seorang pria yang sukses, ada seorang wanita yang mendukungnya. Tanpa rasa tenang dan betah di rumah, sulit bagi seorang pria untuk berkonsentrasi dalam apa yang dia kerjakan. Wanita adalah mahkluk yang multitasking: dia bisa bekerja, sambil mengurus anak, sambil memikirkan rumah, sambil ini dan itu. Pria tidak demikian. Mereka butuh konsentrasi penuh, dan untuk berkonsentrasi penuh, mereka harus yakin bahwa ada orang yang back up hal-hal yang tidak bisa mereka tangani. Padahal hal-hal yang tidak bisa mereka tangani itu begitu banyak, mulai dari urusan rumah tangga sehari-hari sampai merawat anak! Disitulah peran wanita sebagai penolong sangat berharga. Ketika seorang isteri menjalankan perannya sebagaimana mestinya, sang suami bisa melesat maju dalam hidupnya, karena dia punya strong support system: seorang wanita yang kuat, yang cakap. 

Tapi kenyataannya ‘kan seringkali kita, wanita, justru merasa lemah. Kita merasa menderita dengan keadaan kita yang kurang diperhatikan suami, dengan banyaknya pekerjaan yang menumpuk di rumah maupun tempat kerja, dengan beratnya beban mengurus anak. Kita merasa tidak adil bila suami “tidak berbuat apa-apa” dan “hanya bekerja”, sedangkan kita merasa tidak bahagia. Melihat wanita-wanita lain yang melenggang santai dan bisa piknik tanpa beban rasanya membuat iri. Kita merasa tidak bahagia; kita ingin juga mengejar kebahagiaan. Disinilah pola pikir yang benar sangat dibutuhkan, dan hanya satu yang dapat meluruskan pola pikir yang keliru: firman Tuhan. 

Orang dunia sibuk mengejar kebahagiaan. Mereka bahkan sampai berontak terhadap moralitas dan kesusilaan demi bisa berbahagia. Ini adalah kesalahan besar, karena kebahagiaan kita bukan tanggung jawab kita; itu adalah tanggung jawab Tuhan. Tuhan sudah berkata, “Berbahagialah orang yang... kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam” (Mazmur 1:1-2). Bagian kita adalah menaati firman Tuhan, dan bagian Tuhan adalah membuat kita berbahagia, sesuai janji firman-Nya! 

Karena itu, menjadi penolong yang baik bagi suami kita ini bukan terutama tentang hubungan kita dengan suami, melainkan tentang hubungan kita dengan Tuhan. Dengan menghormati suami, dengan melayani dia, kita menunjukkan pada Tuhan bahwa kita sungguh mengasihi Dia karena kita menaati-Nya. Ketika kita menaati Tuhan, kita akan melihat dua hal: kuasa Tuhan dinyatakan lewat kita—lewat kesabaran kita, lewat kasih kita, lewat pertolongan kita; dan, kita akan berbahagia. Ketika sang isteri berbahagia karena dia melakukan firman Tuhan, kebahagiaannya itu menular kepada keluarganya. 

Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia: Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua.
(Amsal 31:28-29)

Sumber kekuatan seorang isteri untuk menjadi wanita yang cakap, penolong yang kuat, bukanlah suaminya; sumbernya adalah Tuhan. Bila Tuhan yang tidak terbatas adalah sumber kita, firman Tuhan ini akan menjadi nyata bagi kita: “Hati suaminya percaya kepadanya; suaminya tidak akan kekurangan keuntungan.”

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^