Wednesday, November 29, 2017

Not as Harmless as It Seems (Part 3 - end)


by Yarra

(Baca artikel sebelumnya: part 1 dan part 2)

3. Nafsu makan
Banyak orang Kristen percaya bahwa nge-drugs, minum alkohol (dalam jumlah berlebihan), dan merokok adalah dosa. Kenapa? Salah satu alasan yang paling sering dikutip adalah karena hal tersebut “merusak bait Allah”.

Tapi yang ini mungkin terdengar konyol: makan berlebihan (glutonny—bahasa Inggris) pun termasuk dosa. 

Hah? Kok, bisa, sih!? :O

Nah, ada beberapa ayat yang dapat kita simak di bawah ini:

“Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila besar nafsumu!” 
– Amsal 23:2

“Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap daging. Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian compang-camping.” 
– Amsal 23:20-21

“Orang yang memelihara hukum adalah anak yang berpengertian, tetapi orang yang bergaul dengan pelahap mempermalukan ayahnya.” 
– Amsal 28:7


Seperti uang, makanan juga adalah bagian penting dari kehidupan kita. Tetapi banyak orang tidak menyadari ini: Kadang-kadang, mereka terlalu sibuk/asyik mengerjakan sesuatu hingga lupa untuk berhenti sejenak dan makan. Asupan makan memang memegang peranan penting dalam kesehatan dan pertumbuhan kita.

Di sisi lain, ada juga orang yang hobinya makan. Mungkin kita termasuk dalam kategori ini: sekalinya udah mulai ngemil, bakalan susah deh, buat berhenti (termasuk aku!). Atau ketika ada buffet, kita makan saking banyaknya sampai rasanya ingin muntah.

Yuk, kita mau sama-sama liat apa yang Firman Tuhan katakan tentang hobi satu ini.

Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus berkata, “’Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” (1 Korintus 10:23) Salah satu kebaikan Tuhan yang bisa kita rasakan adalah betapa banyaknya makanan enak yang bisa kita nikmati. Akan tetapi, ketika kita makan lebih dari seharusnya, apakah itu masih “berguna” dan “membangun”?

Paulus kemudian melanjutkan, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” (1 Korintus 10:31). Semua aktivitas yang kita lakukan, bahkan aktivitas “kecil” seperti makan, sudah seharusnya dilakukan untuk memuliakan Tuhan.

Salah satu yang bisa kita gunakan untuk memuliakan Tuhan adalah tubuh kita. Dalam 1 Korintus 6:19-20 tertulis, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” Karena jumlah dan jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh menentukan kesehatan tubuh juga, sudah selayaknya kita lebih bertanggung jawab dalam merawat bait Roh Kudus ini.

Nafsu makan pun adalah bentuk nyata dari kemampuan kita untuk mengendalikan diri. Jika kita tidak mampu mengendalikan kebiasaan kita dalam hal makanan, apakah kita yakin bahwa mengendalikan diri dalam hal-hal lain yang tidak terlihat secara kasat mata—emosi, bergosip, keuangan, dll.—akan menjadi lebih mudah? Kita tidak boleh membiarkan nafsu makan kita mengendalikan kita, sebaliknya kita harus mengendalikan nafsu makan kita. Ketika kita kesulitan untuk mengendalikan nafsu makan kita, teladanilah Tuhan Yesus. Setelah 40 hari berpuasa dan sedang dirudung kelaparan (Dia mengambil tubuh manusia, afterall), Tuhan Yesus sanggup mengendalikan dirinya untuk tidak jatuh ke dalam pencobaan si jahat (Matius 4:2-4).

Makanan adalah anugerah dari Tuhan yang tidak seharusnya disalahgunakan. Mengingat dampak pola makan yang benar dan sehat dalam memuliakan Tuhan lewat tubuh kita, sudah saatnya kita memastikan bahwa suap makanan selanjutnya akan memuliakan-Nya, dan bukan merusak bait Roh Kudus. 

Mempraktekkan gaya hidup yang sehat bukan hanya agar badan kita menjadi bagus untuk kepuasan kita. Gaya hidup tersebut adalah salah satu bentuk ibadah dan appreciation terhadap bait Allah yang Tuhan berikan kepada kita!

Monday, November 27, 2017

Not as Harmless as It Seems (Part 2)


by Yarra

(Baca artikel sebelumnya di sini)

2. Keuangan
Hal selanjutnya yang sering menjadi tantangan untuk banyak wanita adalah keuangan. Kesulitan untuk mengendalikan diri dalam aspek finansial pun bermacam-macam bentuknya. Mungkin itu dalam hal belanja pakaian, sepatu, makanan, pernak-pernik, de el el. Banyak dari kita, terutama yang sudah berpenghasilan sendiri, seringkali berpikir, “Yaaa~ toh, ini kan, juga uangku yang aku dapatkan dari hasil kerja kerasku sendiri”—tetapi itu tidak sepenuhnya benar. Pada akhirnya kita harus mengingat bahwa segala apa yang kita punya berasal dari Tuhan, dan itu semua hanyalah titipan, bukan kepemilikan. Karenanya, baik itu uang diri sendiri, uang suami, uang orang tua, atau uang siapapun juga, semua itu milik-Nya.

Ketika kita melihat uang dari perspektif demikian, maka kita pun seharusnya menjadi lebih bijak dalam mengelola keuangan dan mengendalikan diri dalam aspek finansial. Ini tidak berarti bahwa saat ini juga kita harus menjual segala kepunyaan kita dan meminta-minta di jalanan. Namun kita harus bisa mengendalikan diri dalam pengeluaran finansial dan sadar terhadap panggilan Tuhan untuk mengelola titipan-Nya dengan bijak.

Mengendalikan diri dalam hal keuangan dimulai dari hal yang cukup sederhana: persembahan dan perpuluhan. Apakah masih sulit bagi kita untuk mengembalikan apa yang memang seharusnya kepunyaan Tuhan? Apakah kita sadar bahwa kita tidak memberi, melainkan hanya mengembalikan? Ya, aku sadar bahwa banyak orang yang masih berargumentasi bahwa perpuluhan adalah suatu keharusan di Perjanjian Lama, namun bukan sesuatu yang diharuskan di Perjanjian Baru. Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah… mengapa begitu sulit bagi kita untuk berpisah dengan 10% dari penghasilan kita? Aku pun tidak dapat menghakimi bahwa semua orang yang tidak memberikan perpuluhan itu salah, kurang rohani, atau lebih mencintai uangnya daripada Tuhan. Tapi justru sebagai seseorang yang juga terkadang kurang disiplin dalam mengembalikan apa yang menjadi milik Tuhan, aku menyadari bahwa terkadang mudah sekali bagi kita untuk kehilangan kendali atas keuangan. Menggunakan uang untuk hal-hal lain jauh lebih menggiurkan daripada untuk dikembalikan kepada Tuhan. Maybe it’s that pretty little bag, atau hangout bersama teman-teman, dst. Namun Firman Tuhan ini sungguh benar: ”Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21). Ketika kita memprioritaskan keinginan kita terlebih dahulu dalam hal keuangan dan hanya memberikan sisanya pada Tuhan, what does it say about our heart?

Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.
(Matius 6:24)

Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
(1 Timotius 6:9-10)


Masih ada satu bagian lagi nih, Ladies. Stay tuned on Pearl’s blog, ya! :)

Friday, November 24, 2017

Not as Harmless as It Seems (Part 1)


by Yarra

Hello, Ladies!

Seperti yang bisa kita lihat, tema tahun ini membahas tentang buah roh. Nah, buah roh yang akan kita bahas pada bulan ini adalah pengendalian diri, alias self control. Seringkali ketika kita berpikir tentang pengendalian diri, mungkin kita berpikir tentang momen-momen “besar”, misalnya ketika Yusuf menolak ajakan Tante Poti untuk bobo bareng, kegagalan Daud dalam mengendalikan dirinya yang berakhir dengan membunuh Uria untuk mendapatkan Batsyeba, dst. Namun sebenarnya, pengendalian diri itu dimulai dari hal-hal “kecil” yang kelihatannya tidak merugikan orang lain—hal-hal kecil yang terlihat “harmless”. Nah, apa saja sih, hal-hal ini?

Sebenarnya banyak sekali~ tapi aku ingin membahas dan membagikan tiga poin yang menurutku cukup menantang untuk kita, kaum hawa ini :p Aku ingin membagikan poin-poin ini bukan karena terasa mudah untukku, namun justru karena aku secara pribadi merasakan betapa sulitnya untuk mengendalikan diri dan betapa pentingnya kita mulai mengakui bahwa Tuhan pun ingin agar kita setia dalam hal-hal yang terlihat harmless ini.

1. Waktu 
Ladies, coba kita pikirkan kembali bagaimana kita menghabiskan kemarin, seminggu terakhir, sebulan terakhir, dst… As far as you can remember, bagaimanakah waktu itu dihabiskan? Apakah waktumu lebih banyak dipakai dengan sia-sia? Karena aku pun begitu. Terkadang, bersaat teduh 30 menit sampai satu jam terasa luamaaaa sekali. Tapi kalau waktu itu dipakai untuk Facebook-an, nonton drama korea, atau TV series… cepatnya minta ampun. Lalu, tanpa disadari, tiba-tiba aku sudah menghabiskan beberapa episode Suits dalam satu hari dan lupa mengerjakan sesuatu yang seharusnya selesai malam itu. Mungkin cara kita memakai waktu dengan sia-sia pun berbeda-beda bentuk dan rupanya; namun deep inside, kita seharusnya tahu apa itu untuk setiap kita. Mungkin itu medsos, drama, browsing, bermalas-malasan, menunda-nunda pekerjaan yang harus kita kerjakan, dll. Dan itu adalah sesuatu yang harus kita perbaiki.

Loh, kalau gitu, berarti kita harus kerja non-stop dan produktif 24/7 dong? Masa kita ngga boleh santai?

Tentu saja boleh. Tuhan pun bukan tuhan yang kejam yang ingin melihat kita bekerja tanpa henti seperti budak. Bahkan Tuhan sendiri memberikan kita teladan dengan beristirahat. Kejadian 2:2-3 berbunyi, “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu”. 

Namun, perlu diingat bahwa pengelolaan waktu juga menjadi salah satu bentuk ibadah kita kepada Tuhan. Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, Paulus menuliskan bahwa “apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kolose 3:23-24). Jika kita menggunakan mindset bahwa semua yang kita lakukan adalah untuk Tuhan, apakah benar kita akan menggunakan waktu kita dengan sia-sia dan tanpa pengendalian diri seperti yang (mungkin) masih kita lakukan saat ini? Ketika muncul kesadaran bahwa kita hanyalah hamba-Nya dan bahwa segala sesuatu yang ada pada kita—termasuk waktu—adalah milik-Nya, maka kita juga akan lebih bijak dalam menggunakan waktu.

Lastly, kita juga harus ingat bahwa hidup kita singkat dan unpredictable. Kalau kita dipanggil menghadap Tuhan sekarang, dapatkah kita mempertanggungjawabkan hidup kita dengan baik di hadapan-Nya? Jika Tuhan memutarkan rekaman hidup setiap ciptaan-Nya, apakah yang akan kita lihat dari rekaman itu? Apakah kita akan melihat hidup tanpa pengendalian diri dalam memakai waktu, atau hidup yang dipakai untuk memuliakan Tuhan?

“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.”
(Efesus 5:15—17)

Wednesday, November 22, 2017

Dewasa dan Menguasai Diri



by Eunike Santosa

Apa yang membedakan anak kecil umur 3 tahun dengan orang dewasa? Jawabannya adalah penguasaan diri. Yang satu, yaitu orang dewasa, bisa mengontrol dirinya, sementara anak kecil belum. Menurut Psychology Today, penguasaan diri adalah hal yang membuat kita berbeda dari kingdom Animalia dikarenakan oleh perbedaan dalam prefontal cortex (bagian dari otak) kita. Bagian otak ini adalah yang mengontrol kemampuan untuk menunda dorongan, impuls atau hasrat demi tujuan jangka panjang. Daripada merespon dengan dorongan sekejap, kita bisa membuat rencana, mengevaluasi opsi alternatif, dan tentunya, menghindari hal-hal yang bisa kita sesali. (1)

Dalam konteks kekristenan, John Piper menuliskan bahwa istilah ‘penguasaan diri’ mempunyai implikasi ‘diri’ sendiri yang perlu ‘dikuasai’. Hal ini berarti bahwa kita mempunyai kencenderungan, hasrat diri yang tidak seharusnya dipuaskan tapi justru harus diperangi, ditundukkan. Yesus sendiri pun mengatakan bahwa untuk mengikuti Dia, kita harus menyangkali diri; dengan kata lain, kita menyatakan bahwa bukan lagi hasratku, namun hasrat-Mu yang harus dipenuhi. 

Kabar gembiranya adalah, sebagai orang Kristen yang sudah dimenangkan, Paulus dalam suratnya ke jemaat Galatia mengatakan bahwa:

Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya (5:24). 

Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan. (5:5). 

...hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. (5:16). 


Dengan kata lain, sebagai orang merdeka yang hidup oleh Roh, kita dimampukan oleh Roh Allah lewat iman, sehingga kita BISA menguasai diri dan menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging. Jadi... logikanya, ga bisa tuh ada alasan untuk mengatakan bahwa kita gak bisa kontrol diri sendiri; secara, kalau seseorang benar-benar sudah hidup dalam Kristus, maka Roh yang ada dalam dirinya akan memampukan dia untuk menolak hasrat diri, termasuk emosi-emosi ga jelas. :)

Hal lain yang bisa kita simpulkan juga adalah, fakta bahwa semua itu adalah karya Roh Kudus harus membuat kita rendah hati. Secara, kemampuan untuk mengendalikan diri datang bukan dari kekuatan kita, tapi karena Roh. Jadi kita tidak boleh sombong oleh karenanya. Allah lah yang perlu dimuliakan, bukan diri sendiri seperti yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat Korintus (1:29-31). (2)

Supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah. Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."

Nah, kemudian, kira-kira dalam hal apa saja kah kita bisa melatih penguasaan diri? Bapak Rick Warren menuliskan bahwa, orang-orang yang bisa menguasai diri, bisa menguasai emosi mereka (baca: ga moody). Sebagai perempuan, sering kita mendengar para pria mengomel kalau kita ini moody, ga jelas, emosian, dsb. Jengkel? Yah, ada benarnya di satu sisi. Namun, jangan jadikan alasan bahwa karena kamu adalah wanita yang adalah makhluk emosional, sebagai pembenaran untuk mengikuti mood atau emosi spontan saja. Ikuti hikmat surgawi: follow your head, control your heart. Kitab Amsal bilang, orang yang tidak bisa menguasai diri adalah seperti kota tanpa tembok, yang artinya tanpa pertahanan. Kalo diserang yah ambruk, kalah, mati. Dan ini bodoh. (3)

A person without self-control is like a city with broken-down walls.

He will die for lack of self-control; he will be lost because of his great foolishness.


Setelah menguasai emosi, penguasaan diri dapat dilanjutkan dengan menguasai kata-kata. Kontrol lidahmu, kemudian kontrol juga tindakanmu. Jangan kehilangan keanggunanmu! Seorang wanita yang bisa mengontrol diri dan kata-kata pastinya bisa memenangkan hati banyak pria bukan? *kedip mata* Kemudian, untuk langkah lebih lanjut, aplikasikanlah penguasaan diri dalam hal menggunakan waktu, uang, dan kesehatan—jangan buang-buang waktu, uang, dan tubuh sehatmu! Sebab hari-hari ini adalah jahat bukan? :)

So prepare your minds for action and exercise self-control. Put all your hope in the gracious salvation that will come to you when Jesus Christ is revealed to the world.





Monday, November 20, 2017

How to Manage Your Busy Day (2)


by Tabita

Post ini merupakan kelanjutan dari post sebelumnya yang bisa kamu baca di sini. Mari kita lanjutkan, setelah poin pertama kemarin: start your day with devotional time.

2. Atur jadwal dan prioritas 
Salah satu kebingungan yang dihadapi semua orang adalah gimana caranya buat bikin jadwal dan set a priority list. Ya apa ya, hayoo? :p

Nah, aku menyarankan temen-temen buat beli buku agenda dan catet setiap jadwal maupun deadline yang harus dikerjain. Buat yang nggak biasa nyatet jadwal, bisa set alarm di gadget. Kalo nggak bisa ngelakuin dua-duanya, hmm... berdoalah biar inget sama jadwal dan tugas yang ada :”) hehe.

FYI, aku juga bukan tipe orang yang suka nyatet jadwal dan deadline, sih. Tapi karena belakangan ini ada banyak hal yang harus kukerjain, jadi mau nggak mau harus nyatet deh (tetep aja sih... buku agendaku nggak kubuka—kecuali kalo baru iseng *lah). Terus waktu aku buka Instagram, ada banyaaaakkkk banget akun-akun yang upload catetan maupun agenda mereka di buku. Unyu-unyu dan rapi pula! Suka lihatnya huahahaha!! Jadilah aku semangat buat nyatet :p Hehe

Gimana dengan prioritas? Hm, kita tahu kan ya, kalo Tuhan harus jadi prioritas terutama kita. Sesibuk dan secapek apapun, hubungan kita dengan-Nya nggak bisa digantiin sama apapun juga. Dengerin lagu rohani sih, boleh (banget); tapi itu nggak cukup buat gantiin SaTe dan BR kita. Persekutuan maupun kebaktian itu harus (sebagai bentuk disiplin rohani kita bareng sodara seiman); tapi itu nggak bisa gantiin esensi (ciehh hahaha) persekutuan pribadi kita setiap hari sama Tuhan.

Buat yang udah berkeluarga (maupun yang masih stay di rumah bareng ortu), keluarga jadi prioritas kedua. Inget: rumah bukanlah kos di mana kita bisa makan, mandi, dan tidur tanpa harus berinteraksi rutin dengan pemilik rumah (ato minimal yang jadi kepala keluarga di situ). Sesibuk dan secapek apapun, jangan lupa buat sapa keluarga kita. Kalo ada waktu luang, sesekali adain kegiatan bareng mereka :)

By the way, aku masih jatuh bangun soal ini. Mana sering dimarahin sama Mama pula haha. Tapi aku mau terus berjuang buat bisa sisihin waktu buat keluarga -- walopun itu artinya deadline dan berbagai tugas di dunia ini numpuk lol!

Studi, pelayanan, dan pekerjaan ini relatif. Tergantung mana yang urgent dan harus masuk list ketiga prioritas. Tetep doain dan minta Tuhan buat tunjukkin ke mana Dia pengen kita pergi. Percuma kita pelayanan mantep jiwa, tapi dalam studi ato pekerjaan kita jadi batu sandungan. Sebaliknya, percuma kita bisa dapet nilai bagus ato dipuji atasan tapi hubungan pribadi kita sama Tuhan nol.

“Kalo pacar masuk mana?”

Pacar masuk ke... nggak tahu, sih :p Yang penting tetep prioritaskan hubungan kita sama Tuhan, tugas dan tanggungjawab lainnya bisa kita kerjain dengan baik, dan hubungan kita sama pacar memuliakan Tuhan (serta jadi berkat buat orang lain, tentunya).

3. Cope With Your Stress! 
Ga salah lho, buat sesekali refreshing and taking a break for a while from our business and routine. Kalo cuma terkurung dalam kesibukan mulu, pasti capek. Ujung-ujungnya jadi stres dan malah ngomel. Waduh, nanti hari-hari kita isinya cuma ngedumel doang kan, repot -.-“ Sebelum ubun-ubun kita meledak saking keselnya, yuk, refreshing sejenak! :)

Setiap orang punya cara coping with stress-nya masing-masing. Ada yang nyuci piring sambil dengerin musik, makan ato minum coklat (katanya sih, bisa ningkatin mood. Dan emang bener :p), istirahat buat “bayar utang” (ini perlu), dan jalan-jalan. Selama itu nggak bikin kita tambah stres ke depannya, coba aja dilakuin! :) Oiya, mungkin kita bisa juga ubah susunan perabot rumah biar jadi semangat lagi (aku udah pernah, dan lumayan ngefek hehe. Tapi jangan lupa: beres-beres rumah kalo ada niat buat memulai dan mengakhiri lol).

So, semangat buat mengatur rutinitas dan kesibukan kita, ya. Jangan sampe apa yang udah Tuhan percayain ke kita malah disia-siakan karena omelan dan stres yang nggak diperlukan :) Have a blessed day! Cheers! 

Friday, November 17, 2017

How to Manage Your Busy Day (1)


by Tabita

Siapapun kita pasti punya kesibukan masing-masing. Baik sebagai mahasiswa, karyawan kantoran, freelancer, guru, maupun pekerjaan lainnya (apalagi ibu rumah tangga (alias IRT) yang kerjanya 24 jam tiap hari). Dan dalam setiap pekerjaan kita tentu dipenuhi dengan tugas maupun tuntutan. Ya, nggak? :p

Yang mahasiswa harus rela begadang (bahkan berhari-hari) buat nyelesaiin tugas di sela-sela ujiannya. Yang kerja juga harus rela lembur biar pekerjaannya nggak tambah numpuk. Yang IRT sibuk terus dari sebelum subuh sampai larut malam buat mastiin suami dan anak-anaknya baik-baik aja. Haduduu~ terus kapan dong, waktu refreshing-nya!? Serasa hidup isinya cuma buat tugas dan nuntasin kewajiban aja. #sigh

Tenang, di sini ada beberapa tips buat mengatasi masalah di atas. But remember: nggak semua cara di sini bisa diterapkan, karena ini adalah cara yang biasa aku lakuin. Caraku belum tentu sama dengan caramu, tapi semoga artikel ini dapat menolong kalian, ya ☺

1. Start a day with a devotional time 
Boleh percaya boleh nggak, tapi aku merasa hari-hariku akan terasa lebih baik setelah aku saat teduh (SaTe) dan Bible reading (BR). :) Well, nggak tahu kok bisa kaya’ gitu, sih... Tapi nggak cuma aku yang ngerasa gitu. Banyak temenku juga ngerasain hal yang sama. Rasanya kalo nggak SaTe gitu, bad mood mulu sepanjang hari.

“Aku nggak pernah SaTe, tuh. Apalagi BR. Buat buka Alkitab aja mager berat. Tapi hidupku baik-baik aja. Aku tetep hepi sepanjang hari hehe.”

Pearlians, SaTe dan BR bukanlah sarana agar hari-hari kita jadi lebih baik. Nggak ada jaminan gitu. Tapi dua hal tersebut adalah disiplin rohani yang kita butuhin buat tahu apa kehendak Tuhan dalam hidup kita. Gimana kita mau tahu kehendak-Nya kalo kitanya aja nggak mau baca Alkitab?

Dulu aku pernah hampir dua minggu nggak SaTe gara-gara banyak tugas yang harus kukerjain. Apalagi BR—ha baca Imamat aja udah ngantuk duluan lol. Awalnya sih, ngerasa bersalah. Lha biasanya SaTe terus tiap hari, kok abis itu nggak? Lama kelamaan jadi keterusan buat nggak SaTe, deh :p Nggak ada perubahan signifikan (wahahaha maaf bahasanya terlalu tinggi karena banyak makalah :p) yang terjadi saat itu.

TAPI, di satu titik aku ngerasa ada something wrong. Hidupku rasanya kosong. Aku mikir, “O, paling gara-gara sibuk nugas sama pelayanan.” (Lah, malah nyalahin pelayanan #huft). Ternyata nggak. Walopun aku jajan coklat dan tidur buat “bayar utang”, tetep aja rasanya ada yang kosong. Sampe akhirnya Tuhan ingatkan lewat kotbah dan teman-teman yang juga punya pergumulan yang sama. And I find the answer: I felt empty because I didn’t let God fill my life totally. Mulai sejak itu, aku jadi semakin taat buat SaTe dan nyatetin rhema apa yang Tuhan kasih :) Dan puji Tuhan, aku juga udah mulai BR Maret lalu (thanks to Ci Lia and Ci Fiona! :D). Iya sih, sampe detik ini aku masih bergumul tentang waktu buat menjaga hubungan pribadi sama Tuhan. Tapi bersyukur banget karena Tuhan kasih sodara-sodara seiman yang menguatkan dan terus ingetin pentingnya having a devotional time with Him :)

Oh iya. Yohanes pun mencatat sebuah peristiwa di mana Yesus meminta air kepada perempuan Samaria—yang dicap buruk oleh banyak orang (silakan baca artikel Ci Sarah tentang peristiwa itu di sini). Di sini Yesus, secara nggak langsung, mau bilang ke kita bahwa Dialah Air Hidup yang selama ini dicari banyak orang yang merasa kosong dan haus secara rohani:

”Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.” Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan. Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)

Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: “Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”

(Yohanes 4:7-10, TB)

So, ketika kita ngerasa kosong dan berusaha cari minuman buat hati kita yang haus, inget kata-kata Blaise Pascal ini, “Satu-satunya yang dapat mengisi kekosongan hati kita adalah Tuhan Yesus Kristus.”

Okee, itu bagian rohaninya yaaa :p Bagian keseharian akan aku bahas di post berikutnya :) See ya! 

Wednesday, November 15, 2017

It is Well with My Soul



by Tabita

Pearlians tentu nggak asing dengan judul hymne di atas. Ya, kan? Hehehe.

Lagu tersebut adalah salah satu lagu favoritku, terutama setelah aku mengetahui peristiwa yang melatarbelakangi terciptanya lagu yang penuh dengan makna itu (kisah tentang It is Well with My Soul dapat dibaca di salah satu artikel Majalah Pearl edisi ke-16, yang berjudul Top 10 Church Hymns yang ditulis oleh Ci Kezia Margaret. Ato bisa juga tanya ke Om Gugel hehe :p). Apa yang dialami si pencipta lagu, H. G. Spafford, bukanlah hal yang mudah. Namun dia tetap dapat menguasai diri untuk tidak menyalahkan Tuhan, bahkan membuat sebuah hymne yang masih dinyanyikan sampai sekarang :)

Ngomongin soal kehilangan orang yang dicintai dan usaha yang merugi, aku jadi inget satu tokoh Alkitab yang juga mengalami hal yang (kurang lebih) sama. Guess who he is? Yapp, he is Job! Kita mengenalnya sebagai Ayub, pria yang saleh dan diberkati Tuhan dengan luar biasa. Tapi ups! Ternyata dia pun mengalami berbagai cobaan dari Iblis (atas seizin Tuhan). Mulai dari Ayub pasal 1 dan 2, di mana Ayub kehilangan harta benda dan anak-anaknya seketika, ditambah borok di sekujur tubuhnya. Belum lagi sang istri yang menyuruhnya untuk mengutuki Tuhan. Bahkan di sepanjang pasal 3 hingga 25 pada kitab Ayub, kita akan menemukan bahwa para sahabat Ayub juga “berlagak” membela Tuhan; bukannya menguatkan teman mereka yang sedang terpuruk. What a tragedy!

Well, sebenernya pada saat Ayub mengalami kemalangan seperti itu, Tuhan sedang mengujinya: apakah Ayub tetap akan setia dan percaya pada Tuhan, atau tidak? And we know the answer: he did. :) TAPI (ada tapinya, nih wkwkwk), dia juga mengandalkan kekuatannya sendiri! Sama seperti empat sahabatnya (Elifas, Bildad, Zofar, dan Elihu), Ayub “berusaha” membela Tuhan, agar dia juga dibela-Nya. Nah, yang gini ini yang nggak boleh kita lakuin -.-“ Siapakah kita, sehingga kita merasa lebih kuat daripada Tuhan? Aku pernah denger temenku bilang gini, “Tuhan nggak perlu dibela, karena justru Dialah yang akan membela kita ketika hidup kita seturut kehendak-Nya”. Dan yaaa itu bener :)

Dear Pearlians, nggak ada yang mengalami kisah hidup yang lebih mengenaskan daripada Ayub. Trust me. Itu artinya, sebenernya kita bisa untuk melalui setiap pergumulan dan cobaan yang kita hadapi bersama Tuhan :) Bahkan Paulus pun mengatakan ini,

“Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”
(1 Korintus 10:13, TB)

Mungkin kalimat ini terdengar klise, tapi percayalah: tangan-Nya akan selalu terulur kepada mereka yang berseru dan menyerahkan seluruh hidupnya kepada-Nya :)

Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. – Ayub 42:2 (TB)

Monday, November 13, 2017

Money Talks


by Poppy Noviana

Siapa diantara kita yang ngga pernah mengalami masalah keuangan? Ada kalanya segala sesuatu mengalami kelesuan, banyak persoalan yang tidak kunjung selesai lalu datang lagi persoalan lainnya. Sebuah kondisi yang membuat banyak pengeluaran harus dilakukan. Tapi, Pdt. Myles Munroe pernah mengajar bahwa Allah tidak memberikan apa yang kita butuhkan saja tetapi apa yang mampu kita kelola. Jadi jangan salahkan siapa-siapa jika suatu ketika mengalami masalah keuangan, mungkin bukan income-nya yang terlalu sedikit tetapi spending-nya yang tidak bisa dikelola dengan benar. Mungkin kita yang belum cukup bijak mengelola pos pengeluaran. Di tengah budaya konsumtif, perlu disiplin dan keteguhan hati agar uang kita digunakan secara benar.

Apa hubungannya dengan tema penguasaan diri yang bulan ini sedang kita tekankan? Oke, ingatkah kita tentang kisah seorang bendahara yang tidak jujur? Ini yang dikatakan Allah kepada murid-murid-Nya dalam Lukas 16. Yes, kisah ini menggambarkan hubungan antara penguasaan diri dan pengelolaan keuangan.

Kita mulai dari sebuah pertanyaan yah, menurutmu apa sih yang penting dalam hidup ini? Mungkin kamu punya banyak aset seperti mobil, rumah atau lainnya. Semuanya adalah harta yang kalian miliki dan ada nilai yang terkandung didalamnya. Hal-hal itu begitu penting sehingga menuntut kita memeliharanya dan mendapat porsi yang terdepan alias prioritas. Demikian juga dengan kisah bendahara yang tidak jujur ini!

"Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungjawaban atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu”.

Dari statement diatas kita tahu bahwa bendahara ini dituduh dan ia bingung harus ngapain setelah dipecat. Padahal, belum tentu sih dia benar-benar menghamburkan milik tuannya. Tapi uniknya dia langsung berpikir untuk mencangkul dan mengemis. Hal yang menurutku merupakan sebuah kegiatan yang kompetensinya pake otot aja, tidak perlu berpikir terlalu keras untuk dapat melakukannya (low skill). Pernah terpikir ngga sih kalau dia bisa aja kasih laporan pertanggungjawaban keuangan ke tuannya? Atau mungkin print out bukti transaksi kalo bendahara jaman now wkwkwkw... Jadi, dugaan sementara, besar kemungkinan kalo sebenarnya ia memang tidak bisa mengelola keuangan tuannya dengan benar. Hal ini membuat dia tidak berusaha bertahan untuk menjadi bendahara saat itu, tapi cerdiknya ia melihat peluang yang lain.

“Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan”.

“Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul”.

“Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang”.

Haaah? Ga jujur tapi dipuji! Well, indikasinya memang tuduhan tuannya di awal belum bisa dibuktikan benar. Tapi di sisi lain, tuannya menyaksikan bahwa orang yang dipecat ini tetap berupaya. Bendahara yang dituduh ga jujur itupun bergegas, mengandalkan hubungan baiknya, dia membuat orang-orang yang berhutang, yang tadinya punya utang minyak dan gandum, sekarang jadi nambah punya utang budi juga. Hal ini bisa menjadi keuntungan baginya untuk jaminan karirnya kedepan.

So anak-anak Tuhan, mengelola keuangan bukan hal sepele. Tuhan lihat keterampilanmu mengelola berkat-Nya. Jadi kuasai dirimu. Keuangan bukan hanya tentang kemana uangmu harus kau keluarkan. Pelajarilah ilmu pengaturan keuangan, gunakan uangmu untuk meningkatkan hubungan dengan orang lain. Tuhan ingin kita lebih cerdik dari seorang bendahara tertuduh yang lemah dalam mengelola keuangan agar pada akhirnya, uang yang Ia berikan bisa kita pakai untuk memuliakan Dia.

Friday, November 10, 2017

Child! Take a Stand and Be Mature!


by Poppy Noviana

Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan apa yang ada padamu. Tenang, ini bukan soal ujian kok, so you can be as honest as you can, hehe...

Menurut pendapatmu, bagaimana respon kamu saat kamu mengalami hal–hal seperti ini: 
a) Pendapatan pas-pasan ditambah kewajiban untuk memelihara orang tua di rumah? 
b) Tidak ada cukup budget untuk jalan-jalan keluar negeri dan punya waktu lebih untuk do something fun karena kebutuhan orang lain? 
c) Menghadapi extra grace person dalam kehidupanmu? 
d) Masuk kantor harus berangkat gelap, pulang kantor juga udah gelap dan paham bahwa aku butuh baca Firman Tuhan tapi kok rasa-rasanya ngga sempat? 
e) Tahu ada saudara yang kurang mampu sedang sakit dan butuh pengobatan? 
f) Dekat dengan orang-orang yang jatuh dalam dosa seksual? 
g) Dituduh melakukan sesuatu yang tidak kamu lakukan, lalu orang yang menuduhmu terbukti salah sehingga ia terancam dikenakan sanksi? 
h) Dilecehkan oleh orang terdekat karena keterbatasanmu? 
i) Difitnah oleh teman sekerja, akibat persaingan yang tidak sehat, padahal kamu orang yang jujur dan rajin? 

Mungkin ada dari kalian yang pernah mengalami kejadian-kejadian diatas atau bahkan lebih parah dari hal itu. Well, seringkali kita dihadapkan pada persoalan-persoalan yang membuat kita menjadi sedih, rendah diri, berduka, marah, tidak berdaya, berusaha bertahan atas sesuatu sampai capek sendiri, dan lain sebagainya. Kenyataan seringkali bertentangan dengan harapan (gap), dan kabar baiknya Allah tahu akan hal ini. God prepares for us, He never failed.

Untuk itu jagalah hatimu, evaluasi harapanmu saat ini, dan mulailah menetapkan harapan yang benar di dalam Dia. Kenapa banget harus di dalam Dia? karena He is the only one yang bisa membuatmu bisa menjawab pertanyaan di atas dengan respon yang tepat dan membuatmu bahagia atas segala gap dalam hidupmu.

Penguasaan diri bisa dilatih bukan ketika ada jawaban dalam setiap harapan, namun karena ada gap maka penguasaan diri untuk menjaga hati, memilih harapan dan membeli kebenaran itu punya alasan untuk dilakukan. Pengetahuan dan pemahaman akan Firman yang bermata dua mengandung janji yang memerdekakan. Pemahaman dan pengalaman pribadi yang cukup di dalam DIA merupakan dasar untuk memiliki respon tepat yang membentuk kedewasaan dalam hidup yang semakin hari semakin ngga mudah. Lihat apa yang diajarkan oleh Yesus:

Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:

"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.

Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.

Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.

Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Semua kata yang di bold di atas mengandung Arahan Respon - Problem - Janji Allah. So What’s Next? Pemahaman dan pengalaman yang selanjutnya perlu kita selami lebih lagi, saat Tuhan mengizinkan ujian-ujian itu datang dalam hidupmu. Harapan-Nya padamu adalah "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Jadi keep up your efforts untuk menguasai hati dan harapanmu yang mulia bersama DIA. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."

Wednesday, November 8, 2017

Self Control In Midst Of Anger



by Poppy Noviana

Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa.

Apa yang pertama kali muncul dalam pikiranmu saat berhadapan dengan orang yang termasuk dalam extra grace required? EGRP atau Extra Grace Required Persons adalah tipikal orang-orang yang sulit dan butuh banyak kesabaran untuk menghadapinya. Intinya, EGRP ini rasanya selalu bikin kita pengen marah. Apakah di sekelilingmu ada tipe orang seperti ini?

Nah, daripada hanya sekedar mengeluhkan mereka, akan lebih bermanfaat kalau kita belajar memberikan respon yang benar. Bagaimana kalau emosi kita di ujung tanduk ketika menghadapi EGRP? Saran saya, masuk saja ke inti kemarahanmu dan ungkapkan dengan cara yang benar. Ingatkah kita pada Musa yang kehilangan kesabaran saat dan terbawa amarah saat memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir? Musa kehilangan kesempatannya untuk mencapai tanah perjanjian karena amarah. Namun, Yesus memberikan ekspresi yang berbeda saat marah di bait Allah. Sifat Yesus memang pencemburu atas apa yang memang Ia miliki. Ia ingin milik-NYA dan bagian-NYA tidak disalah gunakan sehingga tujuan utama-NYA untuk datang ke dunia tercapai.

Pertanyananya, apakah ekspresi Yesus saat itu benar dan tidak berdosa? 

Misalnya saja begini, bayangkan suatu hari kita baru saja melewati sebuah perjalanan jauh dan sangat ingin pulang ke rumah yang nyaman. Di rumah itu ada segala hal yang menjadi kesenangan hati kita, sehingga kita bisa recharge our minds and also have our wonderful time. Karena kebayang indahnya pulang ke rumah, we wish to get there immediately. Tapi kenyataan yang kita temukan justru sebaliknya. Ada orang-orang yang tidak kita kenal membuat rumah kita berantakan. Bagaimana perasaan kita?

Kalau saya, jelas saya akan marah.

Yesus, saat menjelang hari Paskah, Ia berangkat menuju Yerusalem. Perjalanan tidak sebentar, tapi tentu saja Yesus memiliki hati yang siap untuk datang ke rumah-NYA. Ia layak memperoleh kenyamanan dan semua yang Ia bisa miliki didalamnya seperti pujian penyembahan, persembahan, doa dan pengharapan dari setiap orang yang mau datang kepada-NYA. Tapi ternyata, ia menemukan tujuan adanya sebuah rumah ibadah ternyata mulai bergeser. How did Jesus express His feeling?

He was angry!

Apakah Tuhan berdosa? Aku rasa tidak. Kenapa? Karena marah pada sesuatu yang tidak benar is a must! Tapi kita perlu mengekspresikan kemarahan dengan benar.

Firman Tuhan berkata, “Be angry, and do not sin,” 

“Anybody can become angry; that’s easy. But to be angry with the right person... to the right degree... at the right time... for the right purpose, and in the right way... that’s not easy.” But it is possible! A person who always gets angry is a fool, but a person who never gets angry is lacking in moral courage (Aristotle).

Tapi bagaimana caranya?
1. Marahlah tanpa kehilangan pengendalian diri. 
“And don’t sin by letting anger control you” (Ephesians 4:26 – 27-NLT).

Kita boleh marah, tapi jangan biarkan kemarahan menguasai kita. Orang yang membiarkan kemarahan menguasai dia akan jatuh dalam berbagai dosa. Tapi, orang yang bisa mengendalikan kemarahannya, hanya akan mengekspresikan kemarahannya dalam porsi yang tepat, dengan kata-kata yang tepat dan sejauh kemarahan itu diperlukan.

2. Jangan berlama-lama dalam kemarahan. 
Don’t let the sun go down while you are still angry, for anger gives a foothold to the devil.” (Ephesians 4:27 – NLT)

Kalau kita baca di sepanjang Alkitab, kita akan menemukan beberapa kali Tuhan marah karena ketidaksetiaan umat-Nya. Namun, Tuhan tidak pernah berlama-lama dalam kemarahan. Saat kemarahan itu sudah melakukan tujuannya (yaitu mendidik umat Tuhan), Ia tak lagi marah. Orang yang memelihara kemarahan, memberi kesempatan kepada Iblis untuk menapakkan kakinya di hati kita. Marah yang dipelihara akan membuat kita jatuh dalam dosa dendam dan akar pahit.

3. Marahlah ketika sudah tidak ada cara lain. 
“He that is slow to anger is better than the mighty; and he that ruleth his spirit than he that taketh a city.” (Proverbs 16:32 - KJV)

Tuhan tidak melarang kita marah jika memang marah itu perlu. Ada beberapa orang yang baru merespon benar setelah menerima kemarahan. Namun, Allah menghendaki kita terlebih dulu mengendalikan diri dan bersabar. Tentu saja, untuk bisa menahan kemarahan butuh pengendalian diri. Jadi, bisa kita simpulkan, kemarahan adalah resource terakhir, bukan pilihan pertama, untuk menghadapi sebuah situasi.

Intinya perubahan emosi karena penyimpangan kebenaran sah-sah saja. Allah menciptakan segala sesuatu untuk tujuan yang baik, jangan diam dan tetap bergerak untuk kebenaran. Beberapa hal yang memerlukan kemarahan kita misalnya kurangnya ketertiban berlalu lintas, korupsi, pemberontakan terhadap otoritas, ketidakadilan terhadap pihak yang lemah, dan penyebaran berita bohong. Ketika kita marah terhadap hal-hal ini, kita sedang berpihak pada kebenaran karena Allah yang kita sembah adalah kebenaran.

Monday, November 6, 2017

Emotional Affair (Part 3)


by Sarah Eliana

Kemaren kita bahas Do's dalam membangun hubungan yang sehat dengan pasangan. Nah, hari ini kita akan bahas Don'ts supaya kita gak terjatuh dan malah melakukan emotional affair dengan orang lain. 


DON'Ts:
  • Jangan menggunakan waktu dengan satu orang melebihi waktu yang kita habiskan bersama suami.
Of course kalo teman kerja kan, udah pasti kerja bareng and gak bisa dihindari. Tapi kalo udah kerja ya udah, jangan malah pergi-pergi berdua. Ini nih, yang kayaknya sering banget jadi batu sandungan. Abis kerja bareng, "Ah udah malem, istri pasti udah tidur... makanan udah dingin, kita makan dulu deh di warung mie depan kantor. Kan cuman makan mie doank, paling lama juga 30 menit.” Hati-hati!! Kita bisa dekat dengan orang itu kan butuh proses; dari detik ke menit, ke jam, sampai ke hari. Dan ini berlaku gak hanya untuk lawan jenis, tapi sesama jenis juga. Misalnya, para IRT di rumah gak ngapa-apain... akhirnya siang-siang pergi ke mal sama sahabat... eh keterusan sampe malem, deh. Pulang-pulang suami udah diurusin ama pembantu. Gawat toh? So, my point is... jangan sampe kita menghabiskan waktu denga satu orang tertentu melebih waktu yang kita habiskan bersama suami. By the way, spend time ini juga gak berarti hanya face to face lho. Spend time "digitally" lewat chatting just with one specific person juga termasuk spending quality time that can also lead to emotional affairs!

  • Kalo kita udah masuk mulai main rahasia-rahasiaan ama suami, ini artinya lampu merah udah kudu kelap kelip nih.
Misalnya, dengan seizin suami kita pergi reunian SMA sendirian... Eh, waktu pulang hujan, gak ada taksi. Dianter pulang deh, sama mantan kita. Suami tanya, kita jujur, "Oh, dianter pulang sama si itu tuh". Dan suami nggak masalah dengan itu. OK, good. Tapi eits! Minggu depannya si itu tuh, telpon dan kita mulai SMS-an. Trus, suami tanya; dan bukannya bilang, "SMS-an sama si itu tuh", kita bilang, "Bukan siapa-siapa. Cuman teman lama". Yach bener sih teman lama, tapi kenapa gak sebut nama lagi?? Hayoo... kenapa rahasia-rahasiaan???

  • Jangan "berfantasi" tentang orang lain!!
Jangan ngeliat acara masak Farah Quinn, trus berpikir "Ah... seandainya istri aku pintar masak dan seksi kaya’ dia". Harusnya LAMPU MERAH udah langsung kelap kelip di kepala, nih!! Jangan ngeliat suami orang lain trus berpikir, "Seandainya suami aku menatap aku dengan tatapan seperti itu, seandainya suami aku lebih sering tell me that he loves me kaya’ suami si itu... seandainya... seandainya... seandainya...". Gawat nih. Kalo udah berandai-andai, itu artinya you are not satisfied with your spouse or your marriage anymore. Love tank is running on low! Uh oh! Itu artinya kita kudu bertobat, and spend time together lagi... get to know each other lagi. Remember again what you love about your spouse that you decided to marry him/her! =)

  • Jangan berduaan doank dengan lawan jenis (apalagi kalo udah married)!
Termasuk kalo berduaannya "cuman" di dunia maya. Banyak nih, cerita-cerita tentang para IRT yang suami sibuk kerja, istri pun sibuk sendiri di dunia maya "berduaan" dengan orang gak dikenal. "Lah kan gak apa-apa toh? Wong gak kenal... gak bakal pernah ketemu". Jangan salahhhh... Buanyak banget lho, cerita rumah tangga yang berantakan karena istri mencari "emotional closeness" dari orang lain. Jangan kasih celah bagi iblis untuk menghancurkan rumah tangga kita. If you think your husband is not fulfilling your emotional needs, tell him! =)

  • Nah... ini penting nih: kalo istri/suami is telling you that you are not fulfilling his emotional needs, jangan langsung defense mode on.
Misalnya si istri nanya, "Honey, koq kamu gak pernah bilang kamu cinta aku sih?". Jangan langsung galak-galak, "AISHH... aku bukan tipe kaya’ gitu lah… ngapain pake bilang ‘I love you’ segala. Yang penting kan, kamu dicukupi makannya, ada rumah untuk bernaung, dll. Jangan coba-coba ngubah aku dehhh... Aku bukan orang romantis kaya’ gitu. Dari dulu juga kamu kan udah tau". *duengggg* Aku dulu kayak gini nih waktu baru married. Kalo hubby bilang sesuatu tentang aku, aku langsung defense diri aku, "Aku kan bukan orang kayak gituuuu... Jangan coba-coba ngubah aku, deh!! Kalo loe betul-betul cinta aku, loe akan terima aku apa adanya". *huft huft* Itu tuh definisi cinta yang salah "menerima apa adanya". True love changes you to be someone better for God, for yourself, and for your spouse! =)

Alrighty... jadi panjang, nih. Kalo ada yang mo nambah silakannn =D Mari sama-sama keep the fire going in our marriages for the glory of God! =)

Friday, November 3, 2017

Emotional Affair (Part 2)


by Sarah Eliana

Kemaren aku ngebahas tentang "emotional affairs". Kalo belon baca, click HERE ya =) Hari ini aku pengen ngebahas gimana caranya supaya kita gak bergantung secara emosi kepada orang lain selain suami.

DO's:

  • Selalu share good or bad news yang intimate dengan suami dulu.
Setelah itu, baru deh putuskan bersama mau share ke siapa aja dan berapa banyak dari berita itu yang ingin kita share. Baik berita baik maupun buruk ataupun hanya sekedar mau curhat, sampaikan ke suami dulu. Mau suami bisa membantu atau gak, itu urusan belakangan. Yang penting: we open up our hearts to our beloved. We give them the chance to know who we really are inside and out.

  • Spend time with our spouse untuk membangun emotional closeness.
Spend time ini maksudnya betul-betul berduaan doank. Yang udah punya anak, titipin anak ke ortu ato mertua, and go on dates with your spouse, get to know each other, share your thoughts, feelings, mission, vision on a regular basis so that you both stay in the same "chapter" =)

  • Learn each other's love language! =)
Fight everyday untuk memenangkan "hati" suami. Untuk suami-suami, jangan berpikir kalo udah menikah tuh gak perlu lagi "mengejar" istri. Kalo dulu waktu masih pacaran you told her "I love you" 10 kali sehari, sekarang setelah married, jangan berhenti! We women love to hear that =) What I love about hubby adalah saat tiap kali bangun dia pasti bilang, "Good morning, beautiful". Hehehehehehe... atau waktu aku lagi di WC. Bayangin... aku lagi nongkrong di toilet pagi-pagi dengan rambut acak-acakan dan masih 90% ngantuk, trus dia masuk dan ngeliatin aku, trus ngomong, "You know what? You are so beautiful" *gubraks* hahahaha... It sounds cheesy, but I LOVE IT!!! Suami-suami... jangan malu-malu to be cheesy! Chances are your wife LOVES it!! Learn her love language, and express it to her! Para istri, lakukan hal yang sama. Kenali love language suamimu dan sampaikan cintamu padanya dengan 'bahasa' yang ia mengerti :)

  • Yang ini menurut aku penting banget: Dalam hal apapun yang engkau lakukan, lakukanlah dengan membayangkan bahwa suamimu ada di situ bersamamu. 
Kalo lagi chatting ama lawan jenis misalnya, biarpun suami lagi gak ada di tempat, tapi berpikirlah sebelum mengetik, "Kalo suamiku lagi di sini, apakah dia gak bakalan complain seandainya aku menulis, 'Selamat malam, ganteng' kepada orang lain?". Kalau kamu merasa suami gak akan nyaman dengan hal ini, maka jangan lakukan! Atau kalo lagi ada teman kantor (lawan jenis) yang mobilnya rusak, dan kamu mau kasi tebengan ke dia tiap hari sampe mobilnya bener lagi. Before nawarin, mikir dulu, "Will my hubby be ok with this?". Kalau kamu rasa suami gak bakalan suka dengan ide itu, well then sebaiknya jangan dilakukan. 

Aku punya temen kuliah nih, kalo lagi chatting suka kebiasaan manggil orang "say (dari kata ‘sayang’ – ed.)". Kalo cewek sih aku sama sekali gak masalah. Tapi temen aku ini cowok, dan tiap aku online, dia pasti manggil, "Halo, say... apa kabar, cantik?". Duh... gerah aku. So, aku kasih tau dia untuk gak memanggilku seperti itu karena aku sudah menikah dan satu-satunya orang yang boleh memanggilku seperti itu adalah suamiku. Eh... trus dia jawab gini, "Gak apalah. Suami loe lagi gak di deket loe, kan? What he doesn't know, won't hurt him". *gubraks* No, tentu suamiku gak akan tau kalo aku gak kasih tau dia, ya kan? Tapi... Tuhan tahu! And guess what again? My husband is precious in God's sight, and aku harus tunduk 100% sama perintah Tuhan. So, akhirnya teman aku yang satu ini aku block karena dia gak mau berhenti. Panggilan-panggilan sayang, cantik, jelita, manis, dan yang serupa kaya’ gitu bisa menimbulkan unhealthy emotional dependency (P.S.: ini berlaku juga untuk singles lhooo). I didn't want to have any emotional closeness with other men, except my husband, so... I blocked him. Hahaha...

  • PALING penting: berdoalah bersama tiap hari, saat teduh bareng sebagai suami-istri setiap hari karena: 
  1. Bible study dan doa bersama itu membangun kehidupan rohani kalian berdua.
  2. Bible study dan doa bersama juga bisa membangun a healthy emotional dependency on GOD and each other. Soalnya kalo mau berdoa kan, pasti kita share dulu, "Tolong doain ini yaa... aku lagi stres hari ini... soalnya gini gini dan gini". Kita jadi share our hearts and thoughts dengan pasangan (and God), and that gives us both a chance to be in constant communication with each other, which will result in a healthy emotional closeness.
  3. We need to pray on a daily basis supaya Tuhan sendiri yang bantu kita untuk membuat batasan-batasan di sekeliling kita. Tuhan juga yang akan taruh perlindungan di sekeliling kehidupan pernikahan kita supaya kita gak tergoda untuk mencari kedekatan emosi dengan orang lain. 

Wednesday, November 1, 2017

Emotional Affair (Part 1)


by Sarah Eliana

Beberapa hari yang lalu, aku baca post dari Grace yang judulnya "Batasan Emosi dalam Pacaran". Teman-teman yang masih single atau lagi pacaran, I totally recommend to read it HERE. Waktu baca post Grace yang satu itu aku berpikir, gimana dengan yang udah married

Apakah kalo udah married perlu bikin batasan-batasan emosi juga? Menurutku perlu! =) Tapi omong-omong, apa sih itu batasan emosi? Mengutip Jeung Grace, batasan emosi itu rambu-rambu yang kita pegang selama pacaran untuk melindungi hati kita supaya gak terikat secara emosi atau jatuh cinta terlalu cepat dan terlalu dalam dalam pasangan yang BELUM jadi suami istri. Lhooo... kalo gitu, batasan emosi itu cuman perlu untuk orang yang baru pacaran, donk. Masa udah married pake batasan emosi juga!

Well, kalau menurut Firman Tuhan, setelah kita menikah, maka kita menjadi satu dengan suami. Itu artinya suami dan istri menjadi “become one in flesh” (dan emotionally juga tentunya). Di sinilah terjadi perbedaan dalam membuat batasan emosi antara orang yang baru pacaran dan yang sudah menikah. Sebelum menikah, kita perlu membuat batasan emosi dengan pacar. Setelah menikah, kita kudu membuat batasan emosi dengan orang lain! Misalnya nih, setelah aku dan suami menikah, kami berjanji bahwa kalo ada apa-apa pasti share with each other dulu sebelon share dengan orang lain. Kenapa? Yach, karena setelah menikah, kita telah menjadi satu. We are one team. Kalo ada masalah, kami harus datang ke hadirat Tuhan bersama sebagai satu kesatuan. So, in that sense, kalo aku ada masalah, aku share dengan suami, bukan karena aku menganggap dia sebagai 'Tuhanku', tapi karena sebagai kepala keluarga, dia adalah 'imam' dan spiritual leader keluarga yang bertugas membawaku (dan anak-anak kami) dalam untuk menghampiri tahta Tuhan.

Biasanya yach, kita kalo lagi ada masalah terkadang berpikir, "Ah, gak perlu share ama suami deh. Kasian, dia kan lagi banyak pikiran juga di tempat kerja. Lagi capek baru abis pelayanan tujuh hari tujuh malem, dll~". Jadi kita memilih untuk gak share masalah kita ke suami. Kita curhat deh ke teman dekat kita yang lain. Nah, kebayang gak kalo suami kita one day finds out that we had a problem but we never had the respect and trust to share it with him, malah lebih memilih curhat ke orang lain? Kalo aku sih yach, terus terang, kalo si Hans gak mau share ama aku when he has problems (walaupun alasannya karena aku lagi sakit atau aku lagi capek atau aku lagi banyak pikiran), aku pasti terluka banget. Aku pasti berpikir, "He doesn't trust me enough. He doesn't think that I love him enough to set aside my own problems and help him through his". I don't know about you, tapi kalo aku mikir gitu, sih. Nah, my point is setelah married kita harus punya batasan dengan siapa kita harus share our good or bad news first, dan apa aja yang boleh kita share waktu kita decide to share dengan orang lain.

There is a saying untuk cewek-cewek yang isinya adalah bahwa setelah menikah, janganlah sampai kita menelantarkan teman-teman kita. Aku setuju banget sama statement itu; tapi menurutku, setelah married kita pun harus punya batasan dengan teman-teman cewek kita (biarpun sohib karib sekalipun). Kalo masih pacaran, kita harus hati-hati supaya gak bergantung secara emosi dengan pacar kita. Setelah menikah, kita harus hati-hati supaya kita gak bergantung secara emosional dengan orang lain yang bukan suami kita. Kenapa? Because... kalo kita tergantung secara emosional dengan orang lain selain suami ato istri kita, that means we are heading towards emotional affairs! Yup! Apakah emotional affairs sama dengan perselingkuhan "normal"? Well... sama dan beda. 

Bedanya adalah... kebanyakan orang tidak melihat 'emotional affairs' sebagai sesuatu yang salah seperti perselingkuhan fisik. Kebanyakan orang malah gak sadar bahwa ada yang namanya emotional affairs. Persamaannya, emotional affairs bisa membawa pernikahan ke pintu perceraian juga. “Kok, bisa?” Sebagai wanita, kita tau bahwa letak kelemahan kita adalah di hati. Kalo ada yang baik sama kita, rasanya gimanaa gitu. Kalo ada yang bilang kita cantik, langsung terbang ke langit ke tujuh. Kalo ada yang dengerin keluh kesah kita, wahhh... rasanya dikasih perhatian, disayang, pokoknya nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Betul?? Untuk banyak wanita (termasuk kita), apa yang membuat kita jatuh cinta adalah saat seorang pria menunjukkan perhatian lebih ke kita, apalagi waktu kita lagi ada masalah. 

Now imagine this: Kita ada masalah. Tapi bukannya share dengan suami, kita share dengan teman kerja. Satu dua kali mungkin gak masalah. Tapi it builds up, you know. Lama-lama kita ngerasa, “Koq si A lebih ngertiin aku yach daripada suami aku?". Ya iyalahhh... a marriage is built on trust, respect, love, and guess what? COMMUNICATION! Kalo dalam pernikahan gak ada komunikasi, itu bukan suami ato istri namanya... tapi roomates! Inget ini: dari komunikasi, lahir trust... dari trust, lahir respect and love... dari respect and love, lahir closeness... dari closeness, lahir keintiman. Emotional closeness baru bisa dicapai kalo suami istri terbuka satu sama lain dan mau berjuang bersama untuk membangun komunikasi. Bukannya malah membangun emotional closeness ama orang lain, bahkan dengan teman dekat sekalipun.

Tau film “Sex and The City”, kan? Aku gak pernah nonton serialnya di TV sih, tapi waktu itu aku penasaran trus aku nonton filmnya. One thing that's great about the movie is that mereka 4 cewek ini stick by each other through thick and thin. Tapi, yang gak bagusnya apa? Mereka berempat ini have "emotional affairs" with each other. Kalo ada apa-apa mereka larinya ke teman-teman, bukan ke suami. Mengeluhkan tentang suami ke teman-teman. They are so depended on each other emotionally sehingga bagi mereka, persahabatan mereka jauh lebih penting daripada pernikahan mereka.

Girls, akan ada orang-orang yang berkata kepadamu bahwa setelah married pun persahabatan kita harus sama pentingnya dengan pernikahan kita, atau bahkan lebih penting daripada pernikahan kita. Kan, kita udah kenal teman-teman kita lebih lama daripada kita kenal suami kita. Nobody understands us better than our girlfriends, right? It’s not true! Orang-orang yang gak kenal Tuhan mungkin akan memberitahumu bahwa hubungan suami istri itu baru sehat kalo kita GAK share semuanya dengan suami kita. Mungkin ada orang-orang yang berpikir bahwa, “Kalo aku share segala hal ke suami, aku jadi rentan terluka karena dia.”

Yes, waktu kita share semua detail kehidupan kita dengan suami, kita jadi rentan. Suami bisa pake semua informasi yang udah kita share dengannya untuk menyakiti kita, tapi inget ini juga: waktu kita menikah, kita berjanji to love, to cherish, to respect, to TRUST. Remember, dari trust nantinya akan lahir intimacy. Kalo kita lebih memilih untuk mempercayai orang lain dengan pikiran dan perasaan kita, itu artinya kita lebih memilih untuk memiliki intimasi emosi dengan orang lain daripada dengan suami sendiri. That, my friends, is an emotional affair. And guess what? Emotional affair adalah sama salah dan berdosanya dengan perselingkuhan fisik karena Tuhan BENCI perzinahan!

Jangan berzinah
Keluaran 20 : 14

Siapa melakukan zinah tidak berakal budi, 
orang yang berbuat demikian merusak diri
Amsal 6 : 32

Tuhan sangat amat menghormati pernikahan. Ingat Kejadian 2 : 24?

Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan isterinya sehingga keduanya menjadi satu daging.
Kejadian 2:24

Rancangan pernikahan dari Tuhan adalah rancangan yang super indah, Ladies. He wants us to be one with our spouse, He wants us to be one team, and He doesn't want anything or anyone to separate us! Pernikahan adalah cermin dari hubungan Tuhan Yesus Kristus dan umat-Nya... cermin dari hubungan di mana kita memberikan keseluruhan diri kita secara total kepada Tuhan kita. Begitu jugalah pernikahan orang percaya, yaitu pernikahan di mana kita memberikan diri kita secara completely, totally, and fully-emotionally and physically- kepada pasangan kita.

Okay, kita lanjutin di post berikutnya, ya :) Stay tuned!