by Septiyana
Saya pernah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengampuni pria yang pernah melukai saya. Saat itu yang saya kerjakan adalah mendoakan dia. Ajaibnya, ketika saya
mendoakan dia bukan dia berubah, dia tetap tidak kembali pada saya. Saya tetap
kehilangan dia, tapi saya mendapatkan Allah kembali. Allah tidak merubah
keadaan, namun Allah mengubah hati saya.
Saat mendoakan orang yang saya
benci sangat tidak mudah, disitulah saya dengan jujur harus mengakui
ketidak sanggupan saya di mata Tuhan. Saat itu saya berkata dengan jujur
"Tuhan saya tidak mampu mendoakan, saya perlu kekuatanMu untuk
mendoakan, Allah Roh Kudus tolong saya" ketika saya tidak dapat berdoa saya
memohon Roh kudus untuk menolong saya Roma 8:26
Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,
bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada
Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Sampai akhirnya saya
dapat kembali pulih, daftar doa saya yang saya coret setiap harinya, jadi lupa
untuk mencoretnya, bahkan untuk mendoakan dia pun lupa. Dan itulah tanda
perlahan-lahan saya mengampuninya.
Soal mengampuni, kita bisa belajar dari Daud, Raja yang mulai memerintah 1010
SM. Meskipun saat itu Daud hanya memerintah di wilayah Yehuda saja, namun pada
tahun 1002 SM Daud memerintah di seluruh bagian Israel. Bahkan nama Daud sangat
masyur hingga saat ini. Sebagai negara yang besar, Israel sampai saat ini masih
menggunakan lambang bintang Daud sebagai simbol negaranya. Ditahun 2000 lalu
ketika perang Israel dan Palestina tidak kunjung berhenti, nama Daud kembali
muncul di Camp David. Nama Daud terus disebut-sebut hingga hari ini.
Bukan hal yang mudah bagi Daud untuk
berada diposisi itu. Jika kita melihat bagaimana perjuangan Daud, kita akan
melihat satu sosok yang berjuang dalam pengampunan. Mulai dirinya yang tidak
dianggap ditengah-tengah keluarganya. Ketika kakak-kakaknya berlatih perang,
Daud di minta menjaga domba-domba. Bahkan ketika akan diurapi menjadi raja, ayahnya pun melupakan Daud. Sungguh kehidupan yang diwarnai dengan
kesedihan. Namun saat itu Daud sudah terbiasa mencurahkan hatinya di hadapan
Allah. Dia terbiasa bercakap-cakap dengan Allah, Daud berkata God is my shepherd
I shall not in want. Psalm 23:1; Tuhan adalah gembalaku aku tidak
menginginkan apapun. Sungguh seorang yang sangat mencintai Allah.
Hingga Daud menjadi dewasa, begitu
banyak musuh Daud disekelilingnya, Saul pun menginginkan kematian Daud. Daud
berteriak kepada Allah untuk melepaskan Daud dari musuh-musuhnya. Terkadang
jika kita membaca kitab Mazmur banyak sekali doa Daud untuk musuh-musuhnya
seperti di Mazmur 52-55 agar musuhnya celaka yang terkadang tidak sesuai dengan
nasehat Yesus "kasihilah musuhmu". Daud menginginkan kematian
musuhnya. Daud terbiasa mengungkapkan isi hatinya kepada Allah. Allah pun
menginginkan hal yang demikian, Allah ingin kita jujur di hadapannya, meratap
dengan bahasa ratapan kita untuk menjangkau Allah kembali. Sampai disatu titik
setiap kali perkabungan Daud ada kalimat pujian yang di naikan bagi Allah, Daud
melampai titik perkabungan dan Allah menggantikannya dengan sukacita. Ia memuji
Allah karena kesetiaanNya. Disetiap ratapan yang dinaikan Daud, di akhir fasal
selalu di akhiri dengan sukacita.
Hingga Daud ditengah pertempuran dan
Allah menyerahkan Saul ketangan Daud, Daud tidak sedikitpun melukai Saul, Daud
menyerahkannya pada Allah. Doa Daud hanya sampai pada Allah, sedikitpun Daud
tidak pernah melukai Saul. Daud hanya mencurahkan isinya pada Allah. Tidak ada
tempat lain selain Allah bagi Daud untuk mencurahkan hatinya. Daud mengakui
dengan jujur semua kesakitan hatinya pada Allah dan hanya Allah yang dapat
membalut setiap luka di hatinya.
Kebencian adalah luka yang harus
disembuhkan, saat itulah kita memerlukan Allah untuk menyembuhkan kita, bukan
orang lain, bukan yang lain. Ada kekosongan dalam hati kita yang itu hanya
dapat diisi oleh Allah sendiri. Kita hanya dapat berharap akan kasih setianya
yang dapat melepaskan kita dari kebencian kita. Kita perlu dilepaskan dari
musuh kita dan dari diri kita sendiri.
Dalam cerita di Perjanjian Baru, ada
cerita Tuhan Yesus yang saat itu berbincang dengan murid-muridNya, dan
murid-muridNya meminta untuk “Teach us to pray” Luke 11:1, Saya sangat senang
dengan kata-kata itu.
Teach:
Ajarlah,
ada satu kerendahan hatian kita
dihadapan Allah, hati seorang murid untuk diajar, Us: Kami, dan
bukan saya. Banyak dari kita memerlukan pengajaran Allah untuk berdoa, To:
Untuk, mereka meminta diajarkan “untuk” berdoa, bukan tentang berdoa, atau teori doa, mereka
ingin satu praktek nyata,
Pray: Berdoa, mereka meminta untuk berdoa, dan
bukan bernyanyi, berbahagia, mengejar hal-hal lain. Mereka ingin berdoa. Ketika
kita tidak dapat berdoa pada Allah untuk mendoakan musuh kita, kita bisa
meminta hal yang sama “Lord, Teach us to pray”.
Mungkin inilah maksud Allah bahwa
kita harus berdoa bagi musuh kita. Sebenarnya Allah sedang memperdulikan sangat
hati kita, Allah sendiri yang dengan caraNya memulihkan hati kita ketika kita
berdoa. Matius 5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu:
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Ketika kita sudah mendapatkan Allah
kembali dan lepas dari kebencian kita, kita dapat bebas hidup dalam pengampunannya,
kembali mengasihi sesama kita, melihat setiap permasalahan orang lain dan
menghibur mereka, dan terlebih tidak fokus pada diri sendiri. Berdamai dengan
Allah itu artinya berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan masa lalu, tak
kuatir akan masa depan dan hidup untuk hari ini untuk menyenangkan hati Allah.