Monday, April 30, 2018

A Real Woman is..



by Sarah Eliana


"A real woman always keeps her house clean and organized, the laundry basket is always empty. She is always well dressed, hair done. She never swears, behaves gracefully in all situation and under all circumstances. She has more than enough patience to take care of her family, always has a smile on her lips, and a kind word for everyone. Post this status if you, too, have just realized that you might be a man".

Temenku pasang status itu di FB kemaren. It is funny, isn't it? Tapi, menurutku, di belakang kelucuannya ada kebenaran dan rada2 tragis juga gak sih? =P Di jaman modern gini, kita cewek2 selalu meminta persamaan derajat, emansipasi wanita, girl power, diperlakukan sebagai princesses and queens, bla bla bla. Tapi, lucu... kalo we look inside ourselves as women, we have all failed to be real women. Lahhhh... jadi tragis gak sih kita meneriakkan persamaan derajat, emansipasi, dll, padahal kita sendiri belon 100% memahami  apa itu arti menjadi  "a real woman", atau jangan2 kita meneriakkan hal2 yg feminist karena jauh di dalam hati kita takut that we will never have what it takes to be a true woman (makanya mau persamaan derajat? atau sebenernya mau minta supaya kita jadi cowok aje supaya gak perlu susah2 jadi cewek? hihihi).

Btw, status FB di atas itu baru sebagian lho dari apa yg disebutkan di Amsal 31. Udah baca? Coba deh baca lagi. Asli lho kalo baca Amsal 31 itu, rasanya aku pengen nguburin kepala dalem2 ke tanah! Dan tiap kali baca Amsal 31 itu, seperti ada yg berdengung2 di kepala 'You will NEVER be this woman! You will NEVER have what it takes to be a woman God wants you to be!'. HUH! *dengungan setan*


Setelah baca status FB itu, aku melihat keadaan rumahku. Aje gile .... house clean and organized, laundry basket is always empty?? BORO - BORO!! Ada 1 keranjang cucian yang masih teronggok dipojokan. Mainan si DS ada bertebaran di lantai ruang tamu. Always well dressed, hair done?? HA! Jangan bikin aku ketawa! Abis mandiin anak aja udah basah kuyup! Abis nyapu, ngepel, dll udah keringetan lagi. *rasanya lebih terlihat seperti pembantu daripada istri* She never swears, behaves gracefully ... *tertawa dalam hati* Booohooonnng kalo aku gak pernah have a bad day and dalam hati marah2 ... walaupun gak ada yg denger, toh Tuhan denger. Bahkan, kalau mau jujur, pernah koq kata2 tak senonoh keluar dari mulutku *tertunduk malu*. She has more than enough patience for her family, always has a smile, and a kind word?? *jedukin kepala ke tembok* Kalo DS rewel semaleman aja, kesabaranku udah ilang terbang ke kutub selatan sono! Mama ngantuk, Pooohhh ... kamu tidur juga yachhhhh. 

Girls, siapa diantara kalian yg selalu selalu and selalu have more than enough patience for family and more. Siapa yg selalu tersenyum? Siapa yg selalu dan selalu have a kind word for everyone? Ayukk... acung tangan... Mana??

*koq sepi?* 

Yup! The truth is we haven't always been 'a real woman', right? Apalagi kalo baca Amsal 31, rasanya 'Duh, Tuhan, I have failed as a woman, a wife, a mother, AND a Christian'. Just 2 days ago, aku ngomong begitu ke DH. Seharusnya aku dilahirkan jadi seorang pria... or kata2 tepatnya adalah "I think I would make a better man than a woman!". DH ketawa ngakak (yeeeeeee malah ketawa. I was serious lho, Pak), trus dia bilang "Don't beat yourself up. We are all works in progress. You can't be perfect because you are not God, but He is building you up more and more everyday". *air sejuk di hati yg panas hehe* Nah, abis itu... aku diingetin bahwa kalo aku baca Amsal 31, dan memiliki attitude yang salah, itu akan membuat si iblis dengan mudah menggoda atau memasukkan pikiran2 yg gak beres. Tapi, kalo aku baca Amsal itu (and any other verse in the Bible) with the right heart attitude, I will be blessed.

I can look at my messy house and think "Dang! I'm a BAAAAADD wife!". I can look at my laundry basket that is full with dirty clothes and diapers and think "ARGGHH!! Kill me now!!!". or I can say a prayer...

Dear Lord,

Thank you for this sink of dirty dishes; we have plenty of food to eat.
Thank you for this pile of dirty, stinky laundry; we have plenty of nice clothes to wear.

And I would like to thank you, Lord, for those unmade beds; they were so warm & comfortable last night. I know that many have no bed.

Many thanks to you, Lord, for this bathroom, complete with all splattered mess, soggy, grimy towels, and the dirty lavatory; they are all so convenient.

Thank you for this finger-smudged refrigerator that needs defrosting so badly; it has served us faithfully for many years. It is full of cold drinks and enough leftovers for two or three meals.

Thank you, Lord, for this oven that absolutely must be cleaned today; it has baked so many things over the years.

The whole family is grateful for that tall grass that needs mowing and lawn that needs raking; we all enjoy the yard.

Thank you, Lord, even for that slamming screen door. My kids are healthy and able to run and play. Many children cannot.

Lord, the presence of all these chores awaiting me says You have richly blessed my family. I shall do them cheerfully and I shall do them gratefully.

Even though I clutch my blanket and growl when the alarm rings ... Thank you, Lord, that I can hear. There are many who are deaf.

Even though I keep my eyes closed against the morning light as long as possible ... Thank you, Lord, that I can see. Many are blind.

Even though I huddle in my bed and put off rising ... Thank you, Lord, that I have the strength to rise. There are many who are bedridden.

Even though the first hour of my day is hectic with socks that are lost, toast that is burned, tempers that are short, and my children are so loud ... Thank you, Lord, for my family. There are many who are lonely.

Even though are breakfast table never looks like the pictures in magazines and the menu is at times not balanced ... Thank you, Lord, for the food we have. There are many who are hungry.

Even though the routine of my job is often monotonous ... Thank you, Lord, for the opportunity to work. There are many who are jobless.

Even though I grumble and bemoan my fate from day to day and wish my circumstances were not so modest ... Thank you, Lord, for life.
(Author Unknown).

Untukku, I must add to that prayer. Even though Baby Pooh cries needing attention at ungodly hours at night... Lord, thank you for this beautiful precious gift. I still remember when my empty arms ached, and my heart cried out for a bundle of joy to hold.

Dan satu lagi: Eventhough my neighbours fight and scream and yell for the last 9 months, thank you for them, who remind me how gentle and caring my husband is, and how well he treats me. Thank you for my neighbours because somehow their situation gives me a chance to pray and even fast for them, somehow to witness to them (although I still don't know how, but You will show me I'm sure when the time is right). 


"Give thanks in all circumstances, for this is God's will for you in Christ Jesus."

(1 Thessalonians 5:18)

Dear women of God... have you listened to the devil's whisper saying that you are a failure as a woman, a wife, a mother, a Christian? Don't!!! Capture his lies, and replace it with the TRUTH of the WORD of GOD. You are precious in God's eyes, and He loves you. And remember, you are a work in progress... He is still shaping you, molding you to be the woman He wants you to be. Focus on Him, and let Him do His work. Sometimes it's tough. Sometimes you might feel like you hate your life... But keep your eyes on His Cross, and let Him give you the right heart attitude. :) You are not a failure, you are simply a work in progress. He is not done yet, be patient. The Lord sees the end from the beginning.



"He has made everything beautiful in its time. He has also set eternity in the human heart; yet no one can fathom what God has done from beginning to end".

(Ecclesiastes 3:11)

Friday, April 27, 2018

Remember Lot's Wife!


by Alphaomega Pulcherima Rambang

"Ingatlah akan isteri Lot!"
(Lukas 17:32)

Baru kusadari, ini termasuk ayat Alkitab yang singkat selain ‘Tetaplah berdoa’.

Saat membaca judul perikop bacaan Kedatangan Kerajaan Allah (Lukas 17:20-37), aku baru memperhatikan ayat di atas dan terkejut karena menyadari sebuah keanehan. 

Kita disuruh mengingat istri Lot loooo...

Aneh kan? Eh, masih ngerasa gak aneh po? 

Perhatikan ini, emang kenapa harus mengingat istri Lot, emang apa hebatnya, ato apa pentingnya dia sampai kita harus mengingaynya. Kenapa juga gak dibilang:

Ingatlah Daud! 

Ingatlah Musa!

Ingatlah Abraham!

Ingatlah Daniel!

Ingatlah Maria!


Eh, kita malah diminta mengingat istri Lot. 

Nah looo... Baru heran kan? 

Akhirnya, untuk mengingat-ingat istri Lot, aku mencari bagian Alkitab yang menceritakan tentang Sodom dan Gomora (Kejadian 19:1-29) sambil fokus ngeliat Nyonya Lot, dan kenapa Tuhan mau aku mengingat istri Lot ini, dan aku menemukan:

1. Tuhan ingin kita menaati firmanNya
"Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di manapun juga di Lembah Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap." (Kejadian 19:17)

Lari menyelamatkan nyawa. UDAH

Jangan menoleh. #eh 

*Nyonya Lot dah jadi tiang garam*

Ya ampun Nyonya Lotttt... Ngapain noleh ke belakang segala? Gak dengar ya Tuhan bilang apa tadi, lari terus, JANGAN MENOLEH, jangan berenti lari sampe sungai Yordan. Apa sih susahnya, Cuma ga usah noleh doang, ckckckck. Susah banget sih Cuma nurutin Tuhan gitu doang *sigh*.

Eh, sapa yang bilang nurut sama Tuhan tu gampang Meg?

Susah banget kaleee...

Iya ya, emang susah *nunduk*

God reminds me lewat bacaan di atas, kalo menaati Tuhan emang susah. 

Bukan karena apa yang diminta Tuhan sama kita susah tapi kitanya susah nurut alias bebal. Well, you know the answer guys. *sigh*

Perintah Tuhan ke Nyonya Lot gampangggg looooo... Cuma gak usah noleh doang. Bukannya disuruh lari sambil bawa pasir sekarung kok. Tuhan gak mungkin meminta kita melakukan hal yang gak bisa kita lakukan. Dia tahu kita. Dia mengenal kita booo... Jadi kalo kita gak bisa menuruti firmanNya, sudah pasti bukan karena Tuhan nyuruh yang susah, tapi kita yang susah buat taat alias ndableg bin bebal. Melihat kasus Nyonya Lot ini, aku jadi nyadar, betapa sering perintah yang gampang dari Tuhan aja gak bisa kita turutin. Padahal, nyata-nyata dah dibilang kalo perintahNya dilanggar bakal mati lenyap eh... Masi aja gak nurut. 

Udah dikasi tau akibatnya, masih seks bebas.

Udah dikasi tau bisa bikin mati, masih aja nge-drugs.

Seolah-olah kita gak menganggap serius konsekuensi dari pilihan kita.

Seolah-olah kita gak menganggap serius perkataan TUHAN.

Ya kan?

Bukannya istri Lot juga tau kalo dia noleh bisa mati lenyap, kok masih noleh?

LUPA kali Meg...

Maybe. 

Tapi ini urusan hidup mati lo, gimane bisa lupa?

ASLI, aku bener-bener diingetin lagi untuk menanggapi Tuhan dengan lebih serius. FirmanNya harus ditaati, gak boleh diabaikan!

2. Jangan terlalu mikirin harta duniawi
Tetapi isteri Lot, yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang, lalu menjadi tiang garam. Kejadian 19:26

Aku teringat seseorang yang pernah bilang, Nyonya Lot ini menoleh ke belakang karena ingin melihat bagaimana keadaan rumah, tanah dan segala harta yang ditinggalkannya. Dia seperti gak rela gitu lah, hmm... Mirip kayak pesan yang di Lukas ya. Cekidot.

"Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diri-Nya. Barangsiapa pada hari itu sedang di peranginan di atas rumah dan barang-barangnya ada di dalam rumah, janganlah ia turun untuk mengambilnya, dan demikian juga orang yang sedang di ladang, janganlah ia kembali."
(Lukas 17:30-31)

Pas hari Tuhan dah datang tapi masih mikirin harta?

ALAMAAKKKK *tepok jidat*

Looks so silly, huh?

Tapi itu bisa saja terjadi gak sama istri Lot, tapi juga sama kita. Hari Tuhan kita gak tau kapan, dah deket pun kalo kita gak bersedia, kita bisa saja kedapetan sedang ngurusin harta duniawi kita, padahal Tuhan dah di depan mata Tuhan, apa gak serem tuh. Waktu kita mulai mencintai dunia dan segala isinya, bisa jadi juga kita mulai melanggar FirmanNya, menolak mentah-mentah peringatanNya, karena kita menganggap dunia dan isinya jauh lebih menarik *ketok-ketok meja*. Ya Tuhan, tolong jauhkan kayak gitu dariku. Soale aku merinding ngebayanginnya. 

3. Istri Lot menyia-nyiakan kebaikan Tuhan
Dah diluputkan dari Sodom dan Gomora yang mau dimusnahkan, eh... Malah memusnahkan dirinya sendiri. Ckckckck. Kurang baik apa Tuhan, mau menyelamatkan mereka sekeluarga. Masih mau memberi kesempatan, ngapain juga berbuat bodoh, cape duehhhh...

Emang kamu gak pernah Meg menyia-nyiakan kebaikan Tuhan?

#nunduk dalem-dalem

Hiks. Iyaaaa..... T_T 

Aku juga berkali-kali menyia-nyiakan kebaikan Tuhan, menganggap murah pengorbanan Tuhan Yesus. Dalam sehari aja dah berapa kali aku melanggar FirmanNya, gak terhitung kali. Kalo Nyonya Lot dah jadi tiang garam gara-gara mengabaikan satu firman Tuhan itu, jangan-jangan aku bisa jadi garamnya sekalian, huhuhuhuhu....

Gak mauuuuu....!!!
Aku gak mau kayak Nyonya Lot!

Nyonya Lot, mungkin bukan tokoh yang aku anggap penting selama ini. Tapi hari ini aku belajar banyak dari kesalahan yang dia lakukan. Dan aku gak mau jadi Nyonya Lot kedua. Seremmm...

“Tuhan Yesus, aku berterima kasih kalo boleh belajar dari Nyonya Lot hari ini. Aneh, selama ini membaca Firman ini tapi gak nyadar apa yang Tuhan mau. Hari ini aku belajar kalo firmanMu sungguh kaya. Tiap dibaca,Kau selalu berbicara banyak hal yang bahkan gak pernah aku pikir. Terima kasih Tuhan, karena Kau gak pernah putus asa mengajarku. Terima kasih karena aku masih diingatkan kebaikanMu. Engkau sungguh baik. Aku gak mau mengecewakanmu. Mampukan aku Tuhan, I need your grace. Amen”

Thursday, April 26, 2018

Gereja, Dengarlah...


by Tabita Davinia Utomo

Gals, masih inget sama artikel yang ditulis Kak Dhieta bulan Maret lalu, kah? Waktu itu, dia nulis bahwa selalu ada pemulihan bagi mereka yang mengalami sexual abuse (kita akan perluas juga ke sexual harassment). Ternyata, sebagai orang percaya—yang juga adalah gereja—juga bisa menolong mereka untuk pulih dari trauma, lho! Wah, what a good news, ya =) Tentunya ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, Gals. Hehe. 

Untuk mendalami topik ini, Pearl berkesempatan untuk mewawancarai Ibu Cecilia Sagita, seorang psikolog dan konselor dari Lifespring Counseling and Care Center. Well, langsung cuss baca hasil wawancara kami di bawah ini, ya! :) 

1. Sebenarnya, sexual abuse maupun sexual harassment itu apa ya, Bu? 
Kalo sexual abuse itu tindakan kekerasan yang lebih diarahkan pada anak-anak, misalnya eksploitasi seksual, memperlihatkan kemaluan pada anak-anak, memaksa anak untuk memegang kemaluan, memaksa anak melihat atau melakukan kegiatan seksual, stimulasi seksual, dan sebagainya. 

Sementara sexual harassment itu lebih mengarah pada aktivitas atau tindakan seksual yang tidak dikehendaki oleh pihak satunya, tapi dipaksakan oleh pihak lainnya. Hal ini tidak terbatas pada hubungan atau kegiatan seksual, namun juga termasuk ungkapan verbal yang mengundang atau mengarah menuju kegiatan tersebut. 

2. Apa yang bisa orang awam (selain konselor) lakukan untuk membantu teman kita yang mengalami sexual abuse? Ditambah lagi dengan adanya stigma yang berlaku di masyarakat bahwa survivor juga berperan dalam terjadinya abusing itu. 
Justru persepsi negatif (stigma) pendengar, seperti karma, kutukan, atau pakaian si survivor yang mengundang itulah yang harusnya diruntuhkan dulu. Apalagi kalo kita kenal korban sama pelakunya. Besar kemungkinannya kita akan mempertanyakan, “Ah, kayaknya dia nggak mungkin gituin kamu, deh. Baik-baik lho, dia... Mungkin kamunya yang mancing, lha pake baju aja seksi gitu.” Padahal si survivor itu butuh didengarkan, karena dia aja butuh keberanian besar untuk bisa bercerita pada kita. Nah, yang bisa kita lakukan adalah menjadi pendengar (listener) yang baik 

Mendampingi seseorang yang jadi survivor dari sexual abuse maupun sexual harassment itu bukan hal yang mudah, lho. Kita perlu memperhatikan kata-kata yang akan kita sampaikan ke dia. Misalnya, kalo omongan kita udah mengarah, “Kok, bisa?”, atau mencurigai (intrusive) gitu, dia bakal nggak mau cerita. Soalnya dia merasa di-blaming. Padahal kejadian seperti itu bisa terjadi kapan dan di mana aja, jadi kita nggak bisa asal ngomong. 

Ini nih, contoh kata-kata yang nggak dibolehin diucapin ke survivor yang baru cerita ke kita: 
A | Oya aku ngerti. Aku paham prasaanmu. 
     walaupun maksud kita baik ngomong gini, tapi sama aja bohong kalo kita nggak mengalami secara langsung apa yang dia alami dan rasakan.
B | Wah kamu beruntung, ya. 
     Beruntung dari manaaa kalo dia aja masih dalam tahap kemarahan atas kejadian itu. 
C | Tenang aja. Ga bakal kejadian lagi kok. 
     Siapa yang tahu kalo itu bukan kejadian yang pertama? 
D | Eh, emang kejadiannya kayak gimana, sih? Kok, kamu bisa digituin sama that creepy person
     Kita tanya-tanya kejadiannya secara spesifik, padahal bukan psikolog atau konselor.
E | “Lhah, emang kamu pulang jam berapa? Sendirian? Pake rok? Wah, hati-hati, lho kamu, tuh!”
     Hindari judgement dan perkataan lainnya yang bikin mereka malu.

3. Bagaimana kita bisa berempati dan menjadi saluran Tuhan untuk memulihkan dia dari trauma? 
Be there and be a good listener. Hargai dia secara verbal dan nonverbal, baik melalui gerakan, gestur tubuh, dan kontak mata. Support and encourage dia, misalnya tanya, “Ada yang bisa aku bantu nggak untuk selanjutnya?” Soalnya, kadang-kadang ada yang pakai persepsi sendiri, terburu-buru lapor ke orangtua atau hamba Tuhan, atau malah labrak si pelaku. Nah, dampak parahnya ke survivor adalah... dia jadi merasa nggak dipercaya dan dampak-dampak negatif lainnya. 

Tuhan yang memulihkan dia lewat kehadiran kita, bukannya kita berhak khotbahin dia. Tuhan yang bekerja lewat kita ingin agar kasih-Nya diwujudkan dengan cara kitanya jadi pendengar yang suportif. 

4. Bagaimana pendapat Bu Cecilia mengenai awareness about sexual abuse in the church? 
Gereja itu terbentuk dari umat/jemaat. Nah, apakah semua umat itu sadar atau tidak bisa dilihat dari jumlah kasus dan laporan pengaduannya. Walaupun angka pengaduannya meningkat, tapi kasus sexual abuse pun begitu. Kalo di Amerika, 1 dari 5 perempuan dan 1 dari 6 laki-laki mengalami sexual abuse sebelum usia 18 tahun. Dengan kondisi kayak gini, yang berani melapor cuma sepersekian persen—menunjukkan bahwa masih ada banyak yang bungkam (baik anak maupun orangtua). 

Dalam beberapa adegan film yang terkait dengan sexual harrasment pun, kadang-kadang pihak korban merasa enggan untuk melaporkan apa yang menimpa pada dirinya. Dan hal ini menyebabkan banyak kasus yang belum terungkap. Kalo dilihat dari fenomena seperti ini, mungkin negara juga nggak terlalu paham sedetil itu—kalaupun sudah banyak yang berani speak up, masih lebih banyak lagi kasus yang belum terungkap. Regulasinya juga kurang jelas. Jadi yaa... semuanya tergantung ke pribadinya masing-masing. Menurut saya, kalau ada jemaat yang mengalami sexual abuse atau sexual harassment (dan mereka berani speak up), mungkin gereja bakal lebih aware. 

Walaupun konselor punya awareness yang baik terhadap isu ini, tapi kesadaran gereja akan sexual abuse maupun sexual harassment tergantung dari gereja dan pengalaman dari gereja itu sendiri. Mungkin belum sampai bikin program tentang itu. Di sekolah anak-anak gitu juga udah mulai ada sex education yang sebelumnya sempet dianggap tabu. Butuh kesadaran dari pribadi sampai pada akhirnya masyarakat sadar. Ingat, ketika survivor berani untuk berbicara atas apa yang terjadi dan masyarakat mendukung perlindungan terhadap survivor, bukannya meremehkan, maka peluang si pelaku untuk mengulangi perbuatannya akan semakin kecil. 

Apapun yang dipakai seseorang itu adalah haknya. Walaupun ada baiknya setiap orang berpakaian dengan sopan karena tubuh kita adalah milik Tuhan yang juga perlu kita jaga. Tapi, saat menghadapi teman atau saudara yang menjadi korban, kita juga tidak bisa langsung menuduh atau mempersalahkan mereka atas kejadian traumatis yang mereka alami. Gimana mereka mau bicara kalau yang tanya lawan jenis dan cara bertanya-nya aja bikin ilfeel (baca: dibumbui judgement)? 

5. Sejauh apa kami dapat menjadi teman curhat bagi mereka yang terkena sexual abuse, lalu dalam kondisi apa kami perlu merekomendasikan mereka untuk dapat menghubungi konselor profesional? 
Nggak mudah ya, buat si survivor bisa cerita. Jadi gini, sih. Setiap orang punya kemampuan mendengar yang berbeda. Ada pendengar yang marah karena nggak bisa melindungi, atau bingung harus melakukan apa. Tapi ada juga yang bisa mendengarkan dengan baik dan mendampingi si survivor sekaligus menyarankan konselor atau psikolog kalau dibutuhkan. 

Nah, itu. Sebenarnya kita boleh share kalo tau ada konselor atau psikolog yang bisa bantuin dia. Tapi itu hak si survivor buat dateng ke sana. Kalo si pendengar udah overwhelming sama ceritanya si survivor, nggak perlu memaksakan diri. Si pendengar juga perlu tahu keterbatasan sendiri—dengan catatan tetap men-support survivor, ya. Apalagi kalo dia udah mulai nunjukkin tanda-tanda terganggunya keberlangsungan hidup. Misalnya jadi depresi, menarik diri, gonta-ganti pacar, nggak mau keluar rumah. Nah, kita bisa arahin dia buat ke psikolog atau konselor karena udah muncul gejala-gejala depresi seperti itu. Kalau tidak ditolong, bahkan bisa sampai bunuh diri. 

Temen-temen bisa kasih pemahaman tentang profesi konselor atau psikolog ke dia, biar dia bisa mempertimbangkan. Terus juga bisa temeni dia buat dateng ke sana. Itu udah jadi bentuk support yang baik banget buat dia, lho :)). Atau bisa juga nyaranin buat ke pastor, pendeta, ato hamba Tuhan lainnya yang bisa mereka percayai. Yaa di-encourage aja dan jangan dipaksakan. 

6. Pertanyaan terakhir, Bu. Hehe. Kalo si survivornya nggak mau buat konseling gimana? 
Keputusan tetep ada di tangan survivor, bukan kita. Dan selalu inget: jangan ada judgement. Tetep dengerin dia waktu cerita. Tanya ke dia, “Kamu pengen laporin ato nggak? Pengen share ke yang lebih profesional atau nggak?” Tanyain aja gitu. Dampingi dia dalam prosesnya dan cari tahu penyebab kenapa dia jadi tambah kacau. Yaaa memang harus sabaaaar kalo ngadepin temen yang trauma gitu. Perlu diinget juga buat setiap kita yang mendampinginya buat nggak kasih pressure dan terburu-buru dalam ngelakuin sesuatu. Atau kita juga bisa nemenin dia ngelakuin self-care buat relaksasi dan hiburan. Misalnya pergi makan bareng, nonton, olahraga. Nggak usah terlalu dalam menggali traumanya, tapi tetep jadi temen dia :) 

Kadang-kadang, yang takut malah kita sendiri. Dianya yang cerita, tapi reaksi emosi kita yang kaget. Padahal sebenernya, ada saat di mana kita nggak perlu ngomong lama-lama. Orang Indonesia paling bingung kalo si pencerita udah nangis histeris. Ya udah nggak apa-apa. Kasih momen buat dia mencurahkan perasaan. Kalo udah speechless, it’s okay buat ga ngomong apa-apa. Itu wajar. Normal. Reaksinya yang depressed bisa dipahami karena dia trauma. “Iya, nggak apa-apa kok, kalau kamu mau nangis...” 

--**-- 


Well, menarik kan, Gals? =) Aku pun waktu wawancara juga terbukakan oleh fakta-fakta baru; dan menurutku, cara seperti ini juga bisa kita terapkan pada orang lain yang butuh hati dan telinga kita. Bukan cuma yang abis kena sexual abuse maupun sexual harassment. Who knows, kalau waktu kita mendengarkan cerita orang lain, dia akan mengurungkan niatnya untuk bunuh diri karena dia nemuin Tuhan lewat kita? So, ayo kita belajar buat lebih peduli lagi pada orang-orang di sekitar kita, Pearlians! :) 

Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, 
dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. 
(Amsal 17:17, TB)

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bagi teman2 yang mungkin butuh konseling atau ingin bertanya lebih lanjut bisa menghubungi: 

- ALAMAT -
Komplek Ruko Gading Bukit Indah,
Jl. Raya Gading Kirana, RT.18/RW.8,
Klp. Gading Bar., Klp. Gading,
Kota Jkt Utara,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta
14240

- JAM KERJA -
09.00--17.00

- TELEPON -
+622129574201

Monday, April 23, 2018

Proverb 31 Woman: A Possible Journey


by Glory Ekasari


Siapa yang masih single dan punya "checklist" kualitas-kualitas yang kalian harapkan dari calon suami kalian kelak? Atau, siapa yang sudah menikah dengan seorang pria yang, sekalipun ganteng, pandai, rajin, lucu, dan sebagainya, tetap tidak sanggup memenuhi semua kriteria dalam checklist kalian dulu? Hayo ngakuu...

Kita, kaum wanita, pada umumnya punya sejumlah kriteria yang kita inginkan dari calon suami. Tapi, seberapapun rempongnya kita membuat checklist seperti itu, kita justru akan menemukan bahwa dalam Alkitab tidak ada daftar sistematis dalam 1 pasal khusus untuk pria. Yang ada justru checklist bagi kaum wanita, yaitu dalam Amsal 31:10-31, dan list-nya super high profile pula!


Mari kita perhatikan hal-hal penting yang sering luput dari perhatian pembaca teks ini. Jangan buru-buru ngeri karena tingginya tuntutan yang dipaparkan di dalamnya. Bila perintah tertentu ditulis dalam firman Tuhan, itu berarti Dia sanggup memberi kita kemampuan untuk melakukannya.

Pertama, kriteria untuk seorang istri yang cakap ini diberikan oleh seorang wanita. Memang Lemuel yang mengucapkan Amsal ini, tapi ibunyalah yang mengajar dia (31:1). Wanita tersebut telah mendidik dan membesarkan seorang raja; tapi di balik suksesnya itu dia tetaplah wanita, yang mengetahui kesulitan dan tantangan seorang wanita. Yang ia sampaikan adalah hikmat yang berasal dari pengalaman dan perenungan selama bertahun-tahun. Dia juga tahu bahwa perlu bertahun-tahun bagi seorang wanita untuk akhirnya disebut "cakap". Kualitas karakter tidak didapatkan dalam 1-2 tahun, atau "dari sono-nya", melainkan selama bertahun-tahun pembentukan diri. Pendek kata, don't be discouraged; all things are possible.

Selanjutnya, tersirat dari teks ini, adalah tentang kodrat seorang wanita. Dia tidak memiliki natur maupun tugas untuk mencari dan memilih pria idaman; sebaliknya, seorang wanita dicari dan dipilih oleh pria yang tertarik oleh kualitas kepribadiannya. Banyak wanita tidak memahami hal ini. Mereka mencari pria yang memenuhi kriteria mereka, lalu mempersiapkan resepsi pernikahan, gaun pengantin, rumah tinggal, dan sebagainya. Tapi, setelah itu mereka kecewa karena suami mereka tidak sesuai harapan. Mereka kecewa, karena mereka mempersiapkan segalanya untuk pernikahan; segalanya, kecuali diri mereka sendiri. Mereka tidak sadar bahwa firman Tuhan dengan jelas menyatakan bahwa pria memang jauh dari sempurna, maka ia perlu ditolong. Sang istrilah yang seharusnya menolong dia dan bukannya menuntut. Tugas kita, para wanita, adalah mempersiapkan diri agar memiliki kualitas yang layak untuk melayani Allah dan suami kita kelak, sementara para pangeran Allah di luar sana mencari seorang istri yang cakap.

Jadi, seperti apa gerangan wanita yang cakap dalam Amsal 31:10-31 ini? Ada tiga kualitas mencolok yang harus kita perhatikan.

1. Wanita yang cakap itu rajin
Suatu kali, seorang teman saya memasang display picture di messenger-nya. Gambarnya adalah seorang pria yang pening, memegang kepalanya, dan terdapat tulisan: "Bangun pagi aja susah - gimana bangun rumah tangga?" Saya tertawa, sekaligus merasa miris memikirkan kenyataan ini. Bagaimana bisa jadi istri yang cakap, kalau selama masih lajang saja hidup dalam kemalasan?

Rajin adalah sifat yang mencolok sepanjang Amsal 31:10-31. "Ia bangun kalau masih malam," demikian ayat 15, "lalu menyediakan makanan bagi seisi rumahnya." "Ia senang bekerja dengan tangannya," kata ayat 13. "Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal." Ini bukan berarti sang istri yang cakap itu hobi memasak atau menjahit, tapi ia memperhatikan kebutuhan rumah tangganya. Pada masa di mana pakaian dan makanan dalam keluarga harus disediakan sendiri oleh sang ibu, ia tidak membiarkan keluarganya tidak terurus; ia memastikan mereka makan dan berpakaian dengan baik.

"Wanita" dan "malas" adalah dua kata yang tidak cocok disandingkan bersama. Seorang wanita diciptakan Tuhan untuk menjadi orang yang rajin, suka bekerja, dan memperhatikan kebutuhan orang lain, terutama keluarganya. Kita bisa - dan harus - melatih diri menjadi wanita yang rajin dan produktif mulai dari sekarang.

2. Wanita yang cakap itu cerdas

Dalam keluarga Kristen hanya ada satu istri, yaitu satu ibu dari anak-anak. Kita mungkin tidak pintar-pintar amat dalam hal akademis, tapi kita bisa jadi yang terbaik dalam peran kita dalam keluarga.

Dalam keluarga, suami berperan sebagai breadwinner atau pencari nafkah. Tapi, bila pendapatan tersebut tidak dikelola dengan baik, keluarga itu bisa bangkrut! Siapa yang berperan besar dalam mengatur ekonomi rumah tangga? Tentu saja sang istri. Sebuah penghargaan besar disampaikan bagi istri yang cakap dalam ayat 11: "Hati suaminya percaya kepadanya; suaminya tidak akan kekurangan keuntungan." Berapa banyak suami yang pergi bekerja dengan hati tenang karena ia percaya istrinya sanggup mengatur rumah tangga dan mengurus anak-anak mereka? Semoga suami kita kelak salah satunya.

Menarik sekali bahwa dalam teks ini juga disebutkan tentang usaha rumah tangga dan investasi properti yang dilakukan sang istri untuk keuntungan rumah tangganya. Bagaimana dia punya waktu dan dana lebih untuk usaha dan investasi?? Jawabannya jelas: ia cerdas dalam mengatur sumber daya dan kebutuhan rumah tangganya.

3. Wanita yang cakap itu takut akan Tuhan

Kita tentu hafal ayat 30: "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi istri yang takut akan Tuhan dipuji-puji." Siapa yang mengucapkan kalimat ini? Sang suami, demikian kita ketahui dari ayat 28. Laki-laki cenderung mementingkan karakteristik fisik; namun setelah bertahun-tahun pernikahan, sang suami menyadari bahwa istrinya istimewa - karena sang istri takut akan Tuhan.

Salomo tanpa ragu berkata, "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan" (Ams 1:7). Apakah tujuan hidup kita adalah untuk menyenangkan Tuhan dan melakukan kehendak-Nya? Jika ya, pelan tapi pasti, karakter kita akan diperbaharui, makin serupa dengan Yesus. Dan suatu hari kelak, sang suami akan memuji: "Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi engkau melebihi mereka semua."

Masih banyak yang bisa dibahas tentang Amsal 31:10-31. Saya berharap kita mau membaca dan merenungkan ayat-ayat dalam teks ini, berdoa meminta Tuhan mengubah karakter kita, dan mulai mendisiplin diri kita untuk menjadi wanita yang rajin, cerdas, dan takut akan Tuhan. Bagi yang single, jangan lupa bahwa hidup kita ini adalah untuk Tuhan, bukan untuk menikah atau untuk suami. Hiduplah untuk Tuhan. Biarlah kualitas karakter kita mengkilap begitu rupa, lebih cemerlang dari permata, sehingga baik orang-orang di sekitar kita maupun suami kita kelak diberkati dengan kehadiran kita dalam kehidupan mereka.

Saturday, April 21, 2018

When Your Life Seems Better than Mine



by Leticia Seviraneta 

Waktu masih kecil, kita familiar dengan peribahasa seperti, “Rumput tetangga selalu lebih hijau dari rumput sendiri.” Artinya, kehidupan atau kepunyaan orang lain cenderung kita lihat lebih indah daripada milik kita sendiri. Nah, sekarang ini, kita tidak perlu keluar rumah atau bahkan keluar pagar untuk mengintip kehidupan tetangga. Dengan berkembangnya social media, kita cukup membuat satu klik dengan jari kita, lalu kehidupan orang lain yang bahkan tidak kita kenal dapat kita lihat dengan mudahnya. Hal ini membuat kita juga untuk dapat dengan mudah membandingkan diri sendiri dengan orang lain. 

Banyak yang tidak sadar bahwa yang biasa di-post oleh orang lain adalah hal-hal yang bagus. Semua foto atau video terlihat begitu sempurna karena sudah dipilih dengan teliti, diedit, melalui serangkaian proses yang panjang hingga akhirnya diunggah. Jarang sekali yang mengunggah foto waktu belum mandi, sedih, marah-marah. Bila kita tidak sadar tentang hal ini dan menganggap semua unggahan mereka adalah 100% realita kehidupan mereka 24 jam, kita dapat dengan mudah menjadi iri hati, tidak puas, hingga akhirnya tidak bersyukur dengan apa yang kita punya. Hidup tidaklah seindah foto-foto di Instagram, ladies!

Tidak sedikit orang yang akhirnya menjadi lebih boros dan membeli barang-barang yang sebenarnya di luar kemampuan mereka, hanya demi foto OOTD (Outfit of the Day) dengan stylish outfit serta tas branded. Banyak yang menjadi semakin konsumtif, karena sekarang mencari segala sesuatu begitu mudah dan membelinya pun bahkan tidak perlu keluar dari rumah. Bila semuanya tidak melampaui pendapatan sih sah-sah saja. Namun, sangat disayangkan bila ada yang sampai terjerat hutang karena mengikuti tuntutan gaya hidup. 

Lalu apakah kita tidak boleh memiliki dan menggunakan social media? Tentu saja boleh! Saya sendiri adalah pengguna social media yang sangat aktif dan memiliki online shop di instagram. Pekerjaan saya mengharuskan saya untuk terus update dengan perkembangan yang terjadi di instagram. Namun saya sadar, Instagram bisa membuat seseorang tidak pernah merasa cukup dan mengingini kehidupan orang lain. 

Sikap seperti itu tentu saja tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Mengapa? Karena dengan membandingkan kita membuka gerbang untuk perasaan tidak puas dan iri hati. Sementara, Tuhan mengkehendaki kita untuk selalu mengucap syukur dalam segala hal. Obat dari ketidakpuasan adalah dengan mengucap syukur akan apa yang kita sudah punya. 

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” – (1 Tesalonika 5:18)

Ketidakpuasan yang tidak ditanggulangi akan menimbulkan iri hati yang merupakan salah satu buah kedagingan. Iri hati tidak dapat dianggap sepele karena berdampak besar dalam kehidupan kita. 

“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” – (Yakobus 3:16)

Tuhan kita adalah Tuhan yang lebih melihat dan mementingkan apa yang terjadi di hati kita, jauh melebihi apa yang nampak di luar. Seorang wanita yang menjadikan Tuhan sebagai sumber kepuasan sejati akan mampu menaklukkan segala godaan untuk membanding-bandingkan, menjadi tidak puas dan iri kepada orang lain. 

Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. – (1 Petrus 3:3-4)

Lalu bagaimana sich cara supaya kita dapat mengendalikan attitude kita terhadap kehidupan orang lain yang jauh lebih ‘wah’ kelihatannya dibandingkan kita? 
1. Kembangkan rasa syukur dan belajar untuk berkata cukup 
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Jadi, kalau ada makanan dan pakaian, itu sudah cukup.” – (1 Timotius 6:6-8) 

Banyak wanita yang memiliki kesulitan untuk berkata ‘cukup’. Misalnya, meskipun di lemari ada banyak baju, tetap saja merasa tidak punya baju untuk dipakai. Sulit berkata cukup tidak bisa dipandang sebelah mata. Paulus mengingatkan, bahwa ibadah, atau dalam terjemahan bangsa Inggrisnya “Godliness”, akan memberikan keuntungan besar bila disertai dengan rasa cukup. Dapat disimpulkan bahwa rasa cukup sangat berdampak terhadap kerohanian. Rasa tidak pernah puas akan membuka gerbang dan mengundang banyak attitude negatif lainnya seperti iri hati yang masuk dalam daftar perbuatan daging di Galatia 5:21. Kita perlu melatih diri kita untuk berkata cukup secara konstan saat dihadapkan pada pilihan untuk merasa tidak puas. Kita perlu melihat kepada apa yang kita sudah punya lebih sering dibandingkan dengan melihat apa yang kita belum punya. Count your blessings and list your treasures! 

2. Kembangkan rasa kagum tanpa harus memiliki
“Setelah Saul dan Daud selesai bercakap, cakap, Daud diangkat oleh Saul menjadi pegawainya dan sejak hari itu ia tidak diizinkan pulang ke rumah orang tuanya. Yonatan putra Saul, telah mendengar percakapan itu. Ia merasa tertarik juga kepada Daud, dan mengasihinya seperti dirinya sendiri. Karena itu Yonatan bersumpah akan bersahabat dengan Daud selama-lamanya. Yonatan menanggalkan jubahnya lalu diberikannya kepada Daud, juga pakaian perangnya serta pedangnya, busurnya, dan ikat pinggangnya.” – (1 Samuel 18:1-4)

Daud baru saja menjadi the new rising star di seluruh wilayah Kerajaan sejak ia mengalahkan Goliat. Namun yang patut dikagumi, Yonatan, yang notabene adalah putra mahkota, calon raja Israel selanjutnya, bersukacita atas pencapaian Daud, bahkan mengasihinya seperti dirinya sendiri, mengikat janji, dan memberikan kepunyaannya yang melambangkan statusnya sebagai anak raja. Sikap Yonatan menunjukkan kebesaran hati yang luar biasa. Ia tidak merasa iri atau tidak aman kalau-kalau Daud akan mengambil takhtanya suatu saat nanti. Yonatan memiliki rasa kagum yang sehat kepada Daud, tanpa keinginan untuk memiliki kejayaan dan penghormatan rakyat kepada Daud. Kita pun dapat menerapkannya juga dalam keseharian kita. Ingatkan diri kita bahwa tentu barang itu bagus, namun bukan berarti itu HARUS kita miliki. Kita dapat mengagumi dari kejauhan tanpa mengharuskan diri kita memilikinya. Ketika kita melihat keberhasilan orang lain, kita dapat mengagumi dan bersukacita juga akan hal itu. Kita tidak perlu harus memiliki keberhasilan yang sama untuk dapat bersukacita. 

3. Unfollow orang-orang yang berkatnya tidak dapat kita rayakan dengan hati besar 
Solusi praktis untuk masalah kecanduan social media yang membuat kita sibuk membandingkan diri dengan kehidupan orang lain adalah cukup dengan unfollow mereka. Bila kita merasa belum kuat dalam menjaga hati kita ketika melihat kehidupan mereka, unfollow mereka saja. As simple as that. Hati kita jauh lebih berharga dibandingkan sekedar menghabiskan waktu untuk melihat hal-hal yang tidak membuat kita bertumbuh. 

Social media dapat menjadi teman, namun dapat juga menjadi lawan. Kuncinya terletak pada bagaimana kita mengelola social media itu sendiri dan menyikapinya dengan tepat. Let’s be wiser and be more focus on keeping the main thing the main thing.

Thursday, April 19, 2018

Still Precious, No Matter What



by Tabita Davinia Utomo

Suatu kali aku bertugas dalam persekutuan pemuda di tahun 2015 dengan tema The Quest of Identity. Pencarian identitas. Awalnya aku galau waktu nyiapin kata-kata pengantar lagu  Hidupmu Berharga bagi Allah. Galaunya karena... aku bingung antara milih video  Tuhan Tidak Tuli -nya kak Yahya (adiknya ci Grace Suryani), ato post  Aku Berharga...  :)-nya ci Cella. Dan di menit-menit terakhir (cieh), aku mutusin buat pake yang kedua. Lebih nyambung sih sama temanya. 

Waktu baca screenshot  dari artikel itu, aku (mencoba) menghayati setiap katanya. Dan di situ aku diingetin lagi, bahwa seburuk-buruknya aku, aku tetep berharga di hadapan Tuhan. Aku bersyukur karena lewat persekutuan hari ini, Dia mengingatkanku bahwa aku (dan kamu) berharga... Sangat berharga. 

Nah, kenapa gitu? Jawabannya ada di tulisan di bawah ini (Thanks Ci Cella. Tulisanmu sangat memberkati hari ini hehe). Kalian bisa membuatnya juga (dengan versi kalian sendiri). :))

Aku berharga, bukan karena kemampuanku  
Aku berharga, bukan karena kepintaran literaturku 
Aku berharga, bukan karena aku bersekolah di sekolah yang terkenal  
Aku berharga, bukan karena aku jadi mahasiswi di universitas terkenal  
Aku berharga, bukan karena aku tinggal di kota yang nyaman  
Aku berharga, bukan karena penampilan fisikku  
Aku berharga, bukan karena orang berkata bahwa aku cantik (sok pede dikit hehe)  
Aku berharga, bukan karena aku mempunyai keluarga yang percaya kepada Tuhan  
Aku berharga, bukan karena disiplin rohani yang aku lakukan  
Aku berharga, bukan karena doa-doaku  
Aku berharga, bukan karena senyuman dan tawaku  
Aku berharga, bukan karena aku menjadi kontributor di majalah Pearl  
Aku berharga, bukan karena tulisan-tulisanku yang memberkati banyak orang (katanya gitu sih)  
Aku berharga, bukan karena aku aktif pelayanan di gereja  
Aku berharga, bukan karena pergumulan tentang pasangan hidupku*  
Aku berharga, bukan karena aku mempunyai banyak teman  
Aku berharga, bukan karena apa yang sedang dan telah aku lakukan  
Aku berharga, bukan karena apa yang orang-orang—atau bahkan aku sendiri, katakan tentang diriku  
Aku tetap berharga, walaupun aku tidak bisa mengerjakan soal fisika dan matematika  
Aku tetap berharga, walaupun aku juga tidak bisa bermain basket  
Aku tetap berharga, di saat aku lupa untuk saat teduh  
Aku tetap berharga, di saat aku melempar boneka karena emosiku (*pukpuk boneka)  
Aku tetap berharga, di saat nggak ada seorang pun yang menemaniku waktu istirahat di sekolah  
Aku tetap berharga, di saat nilai ujianku tidak sesuai dengan apa yang kuinginkan  
Aku tetap berharga, walaupun aku tidak mendapatkan penghargaan saat wisuda SMA kemarin  
Aku tetap berharga, di saat pelayananku tidak dihargai orang lain  
Aku tetap berharga, di saat aku jatuh ke dalam dosa 
Aku tetap berharga, walaupun tidak ada seorang pun yang mencintaiku 
Aku tetap berharga, di saat aku merasa capek untuk berjuang bagi seseorang  
Aku tetap berharga, bahkan di saat aku merasa bahwa aku tidak layak untuk dihargai  
Aku tetap berharga, bahkan di saat aku merasa bahwa Tuhan tidak adil  
Aku tetap berharga, bahkan di saat aku merasa air mata di antara doa-doaku itu sia-sia  
Aku tetap berharga, bahkan di saat aku merasa Tuhan itu jauh dari doaku  
Aku berharga, karena ada Pribadi yang mencintaiku  
Aku berharga, karena Dia mau memberikan nyawa-Nya untuk menebus dosaku  
Aku berharga, karena Dia adalah Bapa dan Sahabatku  
Aku berharga, karena Dia—yang adalah Raja atas segalanya—mengangkatku menjadi anak-Nya... menjadi putri-Nya  
Aku berharga, karena Dia adalah Yesus Kristus; yang mencurahkan darah-Nya yang mahal untuk menyelamatkanku dari hukuman maut 

That’s why... I’m so grateful to be His princess  :) 

Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.
(1 Petrus 1:18-19) 

*by the grace of God, sejak 2016 lalu, si doi udah resmi jadi calon ph-ku. :) Naik setingkat lah statusnya. Hehe. 

Monday, April 16, 2018

Women & Social Media


by Marcella Flaorenzia


"Gue lagi BT sama loe!!" 

"I feel lonely..." 

"Koq ada sih orang nyebelin kayak loe??" 

"Gue capek..." 

"Dasar orang gak tau diri!!" 


Seberapa sering sih kita liat kalimat-kalimat yang semacem itu muncul di social media? Kita liat di status BBM orang, di Twitter, Facebook, Path, bahkan di blog juga ada kali ya, haha... Atau mungkin kita sendiri yang seringkali post kalimat-kalimat yang kayak begitu? Hmm.. 

Zaman sekarang, hampir setiap kita gak bisa lepas dari yang namanya social media. Beda banget ya sama zaman waktu aku masi sekolah dulu and belom ada yang namanya internet. Pas baru punya email aja rasanya udah norak banget, hahaha... But sekarang, dalam 1 HP aja kita udah bisa punya banyak channel social media. Bukan cuma tulisan, tapi juga foto! Instagram, Path dkk. yang makin nge-trend aja tuh sekarang :) 

Gak ada yang salah sama social media, but seringkali kita-nya yang kebablasan (khususnya para wanita nih, hihi...) Social media yang harusnya bisa kita pake buat sesuatu yang positif and membangun, malah kita pakai buat hal yang negatif, buat curcol yang seharusnya gak perlu kita umbar ke media, or buat pembuktian diri (gue juga bisa lho kayak loe!) hmm... apa nih maksudnya?! 

Lewat post kali ini, aku mo coba share beberapa hal yang Tuhan lagi ajar juga ke aku hari-hari ini, gimana supaya aku bisa pake social media dengan lebih wise, as a Godly woman... Gimana supaya kita gak jadi sama or ikut-ikutan sama cara dunia and justru bisa glorify God's name :) Simak baik-baik ya, and kalo merasa ketegur, langsung bertobat! haha...


1. Aku inget 1 artikel di majalah online Leslie Ludy yang membahas tentang blog. Banyak orang (wanita) mulai pake blog sebagai tempat untuk mereka curhat. Mereka ceritain tuh semua perasaan mereka, pas lagi BT, kesel dsb. dan bisa dibaca seluruh dunia, haha... Padahal sebagai wanita, kita seharusnya bisa "menyimpan rahasia". Ada hal-hal yang cukup kita curahin ke Tuhan aja, atau ke sahabat kita. Ada perasaan-perasaan yang harusnya kita tulis ke buku diary pribadi kita, dan bukan ke blog atau ke social media. Kita bisa mulai balik lagi ke journal pribadi kita dan curhat pribadi ke Tuhan: "Tuhan, aku lagi kesel banget nih sama si ini... tolong aku supaya aku bisa tetep mengasihi dia..." Hal ini juga akan hindarin kita dari gosip and konflik sama orang yang bersangkutan :) 

"When she speaks she has something worthwhile to say, and she always says it kindly."
(Proverbs 31:26, MSG)

Aku rindu mulai hari ini, kita bisa post kata-kata yang lebih berguna and membangun di social media kita. Kalo lagi BT, lagi ribut sama pacar, lagi kesel sama ortu, lagi cape karena macet di jalan, dll... jangan biarin seluruh dunia tau perasaan kita, haha... biar kita juga bisa punya privacy yang lebih dalem lagi sama Tuhan... kita bisa punya "secret things" sama Tuhan and Dia bisa bicara secara pribadi sama kita :) Beside that, orang-orang juga akan lebih menghargai kita and gak pusing tiap kali baca status-status kita, wkwkwk... Mulai sekarang, tiap kali mo post sesuatu, coba mikir dulu: "Hmm... hal ini perlu ga ya untuk di-post??" :) 

2. Aku tertarik pas baca satu status di FB ci Sarah, yang bunyinya begini: 

A University of Georgia study: "Narcissists are using Facebook the same way they use their other relationships — for self-promotion with an emphasis on quantity over quality." 

Bukan cuma Facebook... but seberapa sering kita pake social media untuk pembuktian diri? Atau istilah gampangnya, buat narsis? haha... *aku juga perlu angkat tangan dan bertobat* wkwkwk... seringkali kita post something yang fokus-nya udah lebih ke diri kita sendiri, dan bukan berfokus ke Tuhan. Sekarang aku juga mulai belajar, tiap kali mo post something aku harus mikir dulu: "Apa tujuan aku post ini ya? Just to impress others? Or to inspire others and bring glory to God?" (wow, dalem yak... hahaha...) 

Ada satu statement bagus yang aku dapet dari Hanna Carol, dia bilang: 
We don't live to impress, but to inspire. As life is not a competition, but a completion. 

Ngapain kita post something di social media, kalo tujuannya cuma buat buktiin kalo diri kita ini jauh lebih baik, lebih cantik, lebih hebat, lebih jago, bahkan lebih rohani dan lebih segala-galanya dari orang lain? Liat orang post foto makanan di Instagram/Path (kan paling banyak tuh ya foto makanan kalo di social media, wkwkwk...) kita langsung merasa tertantang... "gue juga bisa kali foto makanan kayak gitu, bisa lebih bagus malah..." atau misalnya, mulai muncul perasaan-perasaan kayak: "duh... blog gue koq gak bisa sebagus dia punya ya?" or "gue musti punya follower yang banyak nih! Follower Twitter, Instagram, Blog, sama friends di FB juga... harus lebih dari dia pokoknya!!" Nah loh, koq malah jadi competition ya... hehe... padahal Firman Tuhan ajarin, kita harus bisa saling merendahkan diri, dahuluin orang lain karena kita ini cuma hamba... bukan saling bersaing untuk jadi yang nomor satu, jadi yang paling terkenal or paling hebat (padahal belum tentu hebat ya, kan cuma hebat di social media doang, belum tentu di dunia nyata nya, wkwkwk...) 

Aku mau belajar untuk jadi wanita seperti di Amsal 31... kita gak perlu berusaha mencari pujian dari orang lain, kita gak perlu tunjukin kehebatan and kebaikan kita... karena percayalah, kalo memang kita sungguh-sungguh melakukannya untuk Tuhan, orang-orang yang akan liat sendiri and pujian itu akan dateng dengan sendirinya :) 

"Many women have done wonderful things, 
but you've outclassed them all!" 
Give her everything she deserves! 
Festoon her life with praises!"
(Proverbs 31:29,31, MSG)

Aku mau supaya lewat social media, aku bisa menjadi berkat buat banyak orang... bukan supaya orang-orang bisa melihat "aku" tapi mereka bisa melihat Kristus yang hidup dan bekerja di dalamku. Mereka bisa melihat pekerjaan tangan Tuhan... gimana Tuhan pakai seorang Cella yang gak bisa apa-apa ini, bisa dipake untuk kemuliaan Tuhan... seorang Cella yang udah lamaaa menantikan pasangan hidup (wkwkwk...) akhirnya bisa ketemu juga, semua karena kuasa Tuhan... aku mau bisa jadi kesaksian kalo "Tuhan aku lho yang hebat dan bukan aku..." jadi harus kejar and kagum sama Tuhan-nya ya, hehe... He is a great God indeed! 


3. Last but not least... kalo kita gak pake social media dengan wise, itu bakal hancurin banyak relationships di dalam hidup kita. Inget, relationship itu jauh lebih penting daripada social media! haha... Kalo pas lagi ngumpul-ngumpul, atau lagi nge-date, please berusaha untuk fokus sama orang yang ada di depan kita dan bukan sama orang di dunia maya, wkwkwk... Akibatnya, kita malah jadi ga ngobrol sama orang yang ada di deket kita... Orangtua sibuk BBM-an, anak-anak sibuk main games di iPad... bener-bener tragis :( We have to enjoy our time with the people around us...

Wow, what a great lesson ya... So, it's good kalo kita bisa coba ambil waktu buat "puasa" dari social media... matiin internet untuk sementara... and percayalah, hidup kita akan jauh lebih tenang, haha... mulai cut aplikasi-aplikasi yang kayaknya gak perlu (karena udah kebanyakan!) and pake beberapa yang penting aja :) 

I hope this post will help you, girls, to have a better life, hehe... and open our minds to think more about this: "What God wants me to do today?" and "What kind of woman God wants me to be?"

Saturday, April 14, 2018

Istri Bukan Pembantuuuu...


by Grace Suryani Halim

Kalau kata temen-temennya emak engkong saya, menikah itu buat punya anak. Supaya punya anak yang banyak! Ada lagi yang bilang, menikah biar punya temen. Biar ada yang ngurusin, ada yang ngerawat, ada yang masakkin. Kalau denger ada co ngomong dia pengen kawin biar ada yang ngurusin, ada yg nyiapin baju deelel, pasti saya langsung bilang ama dia, “Cari pembokat selusin aje! Kalau bosen tinggal pecat”

Itu salah satu paragraf yang gue tulis di buku The Puzzle of Jomblo Life. Istri TIDAK SAMA dengan PEMBOKAT!! En gue yakin dengan gue nulis begitu akan ada banyak wanita-wanita laen yang setuju dengan gue! Iya ngga ?!?! :P We’re indeed his helper but we’re not his maid!! Mari semua yang setuju katakan AMEEENN! 

Jadilah selama awal kami menikah, kalimat itu yang ada di dalam hati gue. Istri BUKAN pembantu. En krn di Sg, kami tidak punya pembantu so gue harus lakukan semua kerjaan rumah tangga, tapi di otak gue tetep bilang, “Oke, I’ll do all of this, but I’M NOT A MAID!!” En jadilah sekalipun gue ngerjain kerjaan rumah, gue selalu bilang, “I’m not a maid” en I’m always remind Tepen that I’m not his maid. 

Kadang ngga cuman berhenti di situ, tapi malah gue meminta Tepen untuk membantu gue dalam melakukan pekerjaan rumah tangga dengan alasan, “We don’t have a maid, hunny.” Dan di dalam hati gue bilang gimana, “And remember I’m NOT YOUR maid.” Sebenernya dalam hidup berumah tangga, suami membantu pekerjaan rumah tangga sih oke banget, en Tepen tuh sangat-sangat helpful dalam kerjaan sehari-hari. Tapi karena gue selalu mikir gue bukan pembokat, ngga jarang gue justru jadi lupa posisi gue yang sebenernya, be Tepen’s helper. Alih-alih jadi helper, gue malah sering minta dia bantuin gue en... (ini parahnya) kalo die lupa melakukan, gue marah. Parah deh gue...

Akhirnya Babe tegor gue lewat sebuah buku, Created To Be His Helpmeet. Itu buku jauh-jauh dibeli ama temen gue di USA, trus dikirim dari Thailand!! So yah gue baca en baru baca kira-kira 1/3 buku, gue merasa buku ini keterlaluan. >.< Kenape? Krn dia mengutip sebuah ayat yang sangat jarang dikutip lagi,

“Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan diciptakan karena laki-laki.”
(1 Kor 11: 8-9)

En dia banyak sekali menekan para wanita untuk bener-bener ambil posisi menjadi penolong. Gue pas baca berulang kali bengong trus bilang, “GILA YANG BENER AJEEE!! Masak gue harus begini!!” >.< 

Trus suatu pagi, ketika gue bergumul tentang apa memang bener gue harus lakukan itu semua, Tuhan ingetkan 1 ayat di hati gue.

“...Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan”
(Filipi 2 : 6)

Gue kaget loh. Pas Tuhan ingetin ayat itu. Ayat itu bukan ayat yg asing buat gue. Gue dah pernah dapet ayet itu pas bergumul soal persiapan pernikahan (ada ceritanya di TMCC), but gue tersentak pas sadar, Yesus itu SETARA dengan Allah Bapa!!

Tuhan Yesus itu sejajar, setara, kedudukannya sama dengan Allah Bapa!! Tapi Tuhan Yesus kagak bilang, “Kenapa mesti gue yang turun ke Dunia?!?!”, “Kenapa mesti gue yang mati??!”, “Kenapa kagak Allah Bapa aje?!,” “WHY ME?!?!! Not fairrrrr!”

Justru sebaliknya, Tuhan Yesus malah tidak ‘mempertahankan’ kesetaraan-Nya, justru malah mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang pembantu, dan menjadi sama dengan manusia, sebagai manusia, Ia merendahkan diri-Nya, dan TAAT sampai MATI, bahkan sampai mati di kayu salib. 

Tuhan Yesus yang SETARA dengan Allah Bapa, tapi Dia tidak keberatan untuk merendahkan diri-Nya. Dia tidak keberatan mengambil rupa seorang pembantu. Dia tidak keberatan...

Trus kenapa gue yang cuman manusia ciptaan berani-beraninya berulang kali mengingatkan suami gue bahwa gue ‘sejajar’ sama dia?!

Pagi itu gue bener-bener ngerasa malu dengan Babe, dengan Tuhan Yesus. Dia yang Tuhan aja kagak belagu, siapa gue berani belagu??

Gals, kita idup di zaman di mana wanita dibombardir dengan kata ‘emansipasi’ dan ‘kesetaraan gender.’ Sampe kadang kita sendiri tanpa sadar jadi terlalu menekankan pada kesejajaran sampe kita lupa, siapa kita yang sebenernya. Sampe kita lupa, buat apa Tuhan menempatkan Hawa di sisi Adam.

Gue percaya kita diciptakan sejajar. Laki-laki maupun perempuan diciptakan dalam rupa Allah. Tapi, liat Tuhan Yesus!! Dia sejajar ama Bapa, tapi Dia berani untuk menundukkan diri-Nya kepada Bapa, Dia mau menjalankan visi Bapa, Dia taat, bahkan taat sampai mati... Kalo kita bilang kita mau jadi serupa dengan Yesus, yah Yesus seperti inilah yang harus kita teladani!!

Yesus yang rela menjadi hamba. Yesus yang rela menjadi pembantu. Yesus yang rela taat.

Coba renungkan sebentar gals. Selama ini kita lebih mau jadi kayak Yesus, atau jadi kayak Iblis yang selalu pengen setara dengan Allah (padahal dia ngga setara loh!!)?? 

Buat gue pribadi, gue menulis ulang Filipi 2: 6 itu. Grace yang sekalipun setara dengan Tepen, tidak menganggap kesetarannya dengan Tepen sebagai milik yang harus dipertahankan ataupun dikatakan terus menerus. Melainkan mengosongkan dirinya, dan mengambil rupa seorang pembantu. Dan sebagai pembantu, ia taat seumur hidupnya.

Sebagai istri, tugas kita memang ngga hanya beres-beres rumah. But jangan lupa beres-beres termasuk di dalam tugas istri. :p


Sg, 22 oktober 2010

Dear Babe,
Glek... You know what I’m thinking... ini mah GILA. Ini zamannya emansisapi nek, loe kok malah jadi balik ke zaman ibu Kartini?!?!! Gila ajee.

Tapi Tuhan, ikut Kau itu memang gila menurut dunia. :p Mengampuni musuh, itu ngga masuk akal. Percaya kepada manusia yang mati disalib, itu gendeng. Tunduk pada suami?!!? Sami mawon, liat sikonnya donks. Kalo suami bae okelah, kalo suami jahat, ngapain!?!? Hormatin suami, yah liat-liat dulu donk, suaminya pantas dihormatin ngga?! Suaminya bisa kerja ngga? Suaminya mau bantu buang sampah ngga? Kalo ngga... yah ngapainn!! Tapi itu kata dunia, Be. Bukan kata-Mu. En kalo suruh pilih, sekalipun gila mending ikut Babe lah.

20 thn lebih ikut Kau, sekalipun sering kali kagak masuk akal en bercucuran air mata, akhirnya hanya ikut Babe yang bikin bahagiaaa. Ceilaaa. Hehehe.

Btw Be as usual, You know that I'm weak. Nulis begini sih gampang, Be. Melakukannya yg susah. Hehehe. So yah, need Ur help. *wink wink* really really reaaaallyy need Ur help untuk jadi apa yang Tuhan udeh tetapkan buatku. :D