Monday, July 1, 2019

Mikhal: Kegagalan Seorang Isteri


by Femmy Kowel 

Saya dan suami sudah menikah selama 15 tahun dan saat ini kami dikaruniai dua orang anak berusia sebelas tahun (laki-laki) dan sembilan tahun (perempuan). Saya pernah merasa gagal menjadi seorang isteri ketika masak tempe oseng sampai gosong waktu awal-awal kami menikah. Saya juga sempat merasa gagal banget jadi isteri yang baik kalau bicara tentang cara mengurus anak-anak, berbenah rumah, dan detail hidup rumah tangga lainnya. Why? Karena sedari kecil saya dididik mama untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah tangga—saya hanya diharuskan belajar dan berprestasi secara akademik. Akhirnya saya bertumbuh jadi wanita yang hanya peduli dengan sekolah dan karier. Saya pikir ini kegagalan terbesar seorang isteri. 

Tapi lambat laun, Tuhan merubah pola pikir saya sehingga saya benar-benar belajar dan berjuang menjadi cakap mengurus rumah tangga saya. Dan saya pikir saya sudah berhasil. Dalam Amsal 31:10-31, kita dapat membaca bagaimana ciri-ciri seorang isteri yang cakap. Di situ diuraikan bagaimana seorang isteri harus mempunyai kerohanian, jiwa dan tubuh yang kuat, bagaimana ia harus melayani suaminya dan anak-anaknya, bagaimana ia punya hati untuk membangun ekonomi keluarga dan punya kemampuan sosialiasi yang baik dengan lingkungan sekitar dan insting sosial yang luar biasa, yang berlandaskan kasih. 

Tapi kisah Mikhal ini menyadarkan saya arti kegagalan menjadi seorang isteri yang sesungguhnya. Jujur, saya jarang banget dengar nama Mikhal dibahas di dalam khotbah-khotbah atau diskusi-diskusi pendalaman Alkitab di manapun. Oleh karena itu saya bersyukur diberi kesempatan untuk lebih mengenal Mikhal dan mendapatkan pelajaran berharga dari hidupnya. Tuhan memberikan sebuah contoh yang baik mengenai bagaimana seorang isteri dapat dengan sukses meruntuhkan rumah tangganya. 

// SIAPAKAH MIKHAL? 
Mikhal adalah anak perempuan bungsu dari Raja Saul, hasil pernikahannya dengan Ahinoam. Kakak perempuannya yang tertua, puteri Saul, bernama Merab. Sejak awal kita mendengar tentang dia dalam Alkitab, Mikhal sudah hidup dalam lingkungan kerajaan yang berkecukupan dan pastinya mendapat pendidikan yang baik, terutama dalam adat istiadat orang Israel. Kemungkinan besar Mikhal sudah diajarkan bagaimana harus taat kepada perintah Allah Israel sejak masa kecilnya. Mikhal pasti juga diajarkan bagaimana pendidikan kewanitaan menurut kebiasaan bangsa Israel pada saat itu. Mengenai hal berumah tangga, saya tidak tahu apakah waktu itu para puteri raja harus melewati proses perjodohan yang ketat menggunakan protokol kerajaan atau mereka bebas memilih pasangan sesuai keinginan mereka. Tapi Alkitab mencatat bahwa Mikhal adalah seorang perempuan yang berani menentukan siapa pria yang akan menikahinya. Daud, panglima baru Israel yang masih muda dan berprestasi, memikat hati Mikhal. Memang sih, secara penampilan dikatakan bahwa Daud itu adalah seorang pria yang elok rupanya, alias tampan, tapi saya percaya Mikhal bisa melihat Daud lebih daripada itu. 

Daud yang saat itu makin ngetop karena keberaniannya mengalahkan tentara Filistin, pasti tampil mempesona dihadapan wanita manapun, termasuk Mikhal. Perasaan Mikhal pasti galau banget waktu dia mendengar bahwa Merab, kakak tertuanya, yang akan dinikahkan dengan Daud. Tapi akhirnya Mikhal bersorak kegirangan waktu mengetahui bahwa Merab akhirnya malah dinikahkan ayahnya dengan Adriel, orang Mehola. Tanpa menunggu lama lagi, Mikhal langsung mengatakan kepada ayahnya bahwa ia mencintai Daud. Mikhal pasti tahu bahwa ayahnya tidak menyukai Daud, tapi dia toh nekat minta dinikahkan dengan Daud. Saul memberikan syarat yang maha sulit bagi Daud untuk menikahi puterinya: Daud harus memberikan kepadanya seratus kulit khatan (organ reproduksi laki-laki) dari tentara Filistin. Ini berarti Daud harus melalui sebuah pertempuran yang sengit. Tapi Daud tahu bahwa Mikhal mencintainya. Daud melihat bahwa Mikhal adalah sungguh-sungguh perempuan yang baik, yang tidak materialistis dan berani ketika jatuh cinta pada dirinya. Akhirnya, bukan hanya seratus kulit khatan tentara Filistin yang dibawa Daud kepada Saul: Daud membawa dua kali lipat—200 kulit khatan tentara Filistin—kepada Saul! Dengan pencapaian yang diberikan Daud, Saul tak dapat menolak untuk memberikan anaknya Mikhal kepada Daud. Dan akhirnya merekapun menikah. 

Pernikahan mereka bukannya tanpa tantangan, karena Mikhal tahu bahwa ayahnya sangat membenci Daud. Sebagai isteri prajurit, ia juga harus setia pada suaminya yang sering maju berperang melawan musuh untuk membela Israel. Mikhal bahkan pernah menyelamatkan nyawa Daud ketika Saul berusaha membunuh suaminya itu. 

Lantas, dimana letak kegagalan Mikhal sebagai seorang isteri? 

// MIKHAL GAGAL TUNDUK KEPADA SUAMINYA
Selama Daud berpindah-pindah tempat melarikan diri dari Saul, Saul telah mengambil Mikhal dari rumahnya dan memberikan anak perempuannya itu kepada Palti bin Lais. Selama bertahun-tahun itulah Mikhal terpisah dari Daud. Lewat proses yang panjang, Daud akhirnya diberikan kemenangan oleh Tuhan atas musuh-musuhnya, termasuk raja Saul. Beberapa tahun setelah Saul tewas dalam peperangan, Daud resmi menjadi raja atas seluruh bangsa Israel dengan pengurapan yang diberikan Tuhan. Dan Daud mengingat Mikhal, isterinya. Oleh karena itu Daud memerintahkan Abner bin Ner (mantan panglima kerajaan Saul) untuk mengambil Mikhal kembali dari Palti bin Lais, untuk kembali bersama Daud. Saya melihat ada kebesaran hati Daud untuk menerima kembali isterinya, dan ingin kembali membina rumah tangga bersamanya. 

Namun sangat disayangkan, Mikhal pada akhirnya tidak mengerti arti cinta suami yang sebenarnya dalam berumah tangga. Sebuah insiden terjadi ketika Daud pulang membawa tabut perjanjian Tuhan ke Yerusalem. Pada waktu itu Daud memuji Tuhan dengan menari-nari dan bernyanyi dengan penuh semangat dihadapan seluruh bangsa Israel, karena ia bersukacita bahwa tabut perjanjian Allah akhirnya sampai di Yerusalem. Pada saat itu Daud hanya berpakaian efod dari kain linen (seperti orang sekarang memakai sarung tanpa baju). Mikhal menganggap apa yang Daud lakukan tidak pantas untuk dilakukan seorang raja. Saat Daud kembali, ia serta-merta merendahkan suaminya. 

Ketika tabut TUHAN itu masuk ke kota Daud, maka Mikhal, anak perempuan Saul, menjenguk dari jendela, lalu melihat raja Daud meloncat-loncat serta menari-nari di hadapan TUHAN. Sebab itu ia memandang rendah Daud dalam hatinya. 
(2 Samuel 6:16)

Ketika Daud pulang untuk memberi salam kepada seisi rumahnya, maka keluarlah Mikhal binti Saul mendapatkan Daud, katanya: “Betapa raja orang Israel, yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!”
(2 Samuel 6:20)

Setelah itu, Alkitab mencatat bahwa Mikhal binti Saul tidak mendapatkan anak seumur hidupnya. Itulah akhir kehidupan Mikhal yang ditentukan Allah, akibat dari kegagalannya untuk tunduk kepada Tuhan dan suaminya. 

// REFLEKSI BAGI PARA ISTERI
Ladies, sebagai seorang isteri, tunduk dan taat kepada Allah dan suami adalah suatu perintah yang harus kita lakukan. Isteri diciptakan sebagai penolong (Ibrani: ezer) bagi suaminya. Sebuah rumah tangga ilahi adalah refleksi hubungan Tuhan dengan umat-Nya, dimana kasih Bapa dan pengampunan-Nya nyata dalam hubungan antara suami dan isteri. Tunduk kepada suami adalah hal yang mutlak harus dilakukan seorang isteri yang percaya kepada Kristus. Bagaimana bentuk penundukan diri kepada suami yang diinginkan Tuhan? 

1. Jadilah tiang doa bagi suami; doakan dia secara rutin
Ambil waktu khusus yang nyaman bagimu untuk mendoakan suami. Isi doa kita terutama terus meminta kepada Tuhan agar suami kita semakin mengenal Dia dan bertumbuh dalam kebenaran firman Tuhan. 

2. Biarkan suami melakukan perannya sebagai pria dan suami 
Jangan mengatur-ngatur suamimu dan memperlakukannya seperti anak kecil. Sebagai isteri, kita boleh memberikan masukan dengan cara-cara yang baik, tapi janganlah kita memerintah suami dan mendikte dia apa-apa saja yang harus dia lakukan. Tidak semestinya isteri dominan dalam mengatur rumah tangga, karena isteri itu penolong, bukan kepala. Biarkan suami kita yang ambil keputusan dan kita bersama-sama mendoakan keputusan tersebut. Belajarlah untuk sepakat, terutama dalam mendidik anak-anak. Hargai suami dan segala pendapatnya dan pendapatannya, support segala talentanya untuk menghasilkan rejeki. Jangan remehkan gajinya. Dalam satu kapal hanya boleh ada satu kapten! 

3. Layani suami dengan kasih dan ketulusan 
Kita harus melayani suami, baik kebutuhan rohani dan jasmaninya. Kebutuhan rohani contohnya menolong suami untuk menjadi teman diskusi dalam mengenal Allah, teman berdoa, maupun teman dalam pelayanan, seperti Akwila dan Priskila. Kebutuhan jasmaninya misalkan kebutuhan seksual, makan dan minum, kebersihan kamar dan pakaian, dll. Apabila kita tunduk kepada suami, kita akan tunduk melayani dia dengan setulus hati kita. 

***

Saya mau berdoa untuk kita semua agar kita menjadi isteri-isteri yang dimampukan Tuhan untuk tunduk dan taat kepada Tuhan dan suami. Ketika ada kesepakatan dalam rumah tangga, dimana suami dan isteri sukses menjalankan perannya masing-masing, maka ada berkat Tuhan yang tercurah dalam rumah tangga mereka. Keluarga yang ilahi adalah keluarga yang hidup dalam berkat Tuhan, bukan kutuk, untuk menjadi saksi di tengah-tengah dunia yang semakin gelap ini. Amin.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^