by Azaria Amelia Adam
Kita sudah sering belajar tentang Kasih. Masing-masing pengertian kasih di 1 Korintus 13:4-7, sudah banyak dibahas. Kita sudah mengerti seperti apa kasih itu, apa saja ciri kasih, bagaimana caranya kita mengasihi dan seperti apa standar kasih di mata Tuhan. Lalu sekarang pertanyaannya adalah: kepada siapa kita harus menunjukkan kasih itu?
Salah satu hukum yang terutama berkata, Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39). Itulah hukum yang terutama dan tidak ada hukum lain yang melebihinya (Markus 12:31). Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan (Markus 12:33). Ibadah kita bisa menjadi sia-sia jika tidak ada kasih di dalam diri kita.
Ahli Taurat pada zaman itu pun mempertanyakan, kira-kira siapa yang pantas untuk kita kasihi? Siapakah sesama kita? Apakah itu keluarga kita? Sahabat, teman di tempat kerja atau semua orang yang baik sama kita? Lalu siapa yang dimaksud Yesus sebagai sesama kita?
Sekarang, coba kita lihat perumpamaan yang diajarkan Yesus tentang siapa sesama yang wajib kita kasihi. Perumpamaan tentang Orang Samaria yang murah hati. Seorang turun dari Yerikho dan menjadi korban penyamun. Setelah dirampok dan dipukuli, dia ditinggal begitu saja di jalan. Dari 3 orang yang lewat di jalan itu, bukan imam atau orang Lewi yang menolongnya, tetapi seorang Samaria. Imam dan orang Lewi sudah jelas adalah orang yang paham betul tentang hukum taurat. Tetapi bukan mereka yang berhasil menjalankan hukum terutama, melainkan seorang Samaria. Orang Samaria mungkin tidak menghapal semua hukum taurat, tetapi dia mengerti kasih melebihi segala hukum. Hatinya tergerak oleh belas kasihan sehingga bukan hanya membalut luka dan pergi, dia bahkan menaikkan orang itu ke atas keledai tumpangannya, diantar ke penginapan dan menanggung biaya perawatannya.Jika kita bandingkan, tentu kasih yang dimiliki orang Samaria ini melebihi kasih yang dimiliki orang Lewi dan imam. Sehingga ketika Yesus bertanya, siapakah sesama orang yang menjadi korban penyamun, jawabannya adalah orang Samaria. Kasih akan sesama harusnya tidak membeda-bedakan.
Kalau kita hanya mengasihi orang yang baik kepada kita, apa jasa kita? Semua orang pasti sayang dengan orang yang baik pada mereka. Ekstrimnya, pembunuh bayaran pun bisa mengasihi orang yang baik padanya. Orang yang tidak mengenal Kristus pun bisa melakukan itu.
Kristus pun mau mati buat semua orang. Semua orang sekalipun mereka belum menerima-Nya sebagai juru selamat. Kalau kita hanya bisa mengasihi orang yang seiman dengan kita, apa bedanya kita dengan orang lain yang tidak mengenal Kristus?
Memang ada ayat yang berkata kita perlu mengutamakan saudara seiman kita dibanding orang lain. Tetapi Firman Tuhan berulang kali menekankan, tambahkanlah kasih akan semua orang (2 Petrus 1:7). Semua orang tanpa membeda-bedakan.
Yesus juga memberikan perumpamaan tentang standar perbuatan kasih yang dituntut-Nya pada penghakiman terakhir. Dua kali Yesus berkata pada Matius 25 tentang penghakiman terakhir; sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan kepada salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (ayat 40 dan 45).
Artinya, jika kita melakukan sesuatu hal yang baik untuk seorang yang paling hina ini, artinya kita melakukannya untuk Tuhan. Saat itu saya mencoba mempelajari apa yang Yesus maksud dalam kata “yang paling hina.” Dalam terjemahan New King James Version (NKJV) kata “hina” disebut sebagai “the least.” Bahasa Yunani dari “The Least” adalah elachistos, yang artinya yang terkecil dalam urutan status sosial, prioritas atau penilaian di mata manusia. Artinya, The Least adalah orang-orang yang tidak diperhitungkan, yang dianggap sebelah mata, yang terabaikan.
Coba bayangkan kondisi seorang korban penyamun dalam perumpamaan tadi. Sudah kehabisan uang karena dirampok, dipukuli sampai setengah mati, kemudian ditinggal tergeletak di jalan entah sampai berapa lama. Bayangkan luka-luka memar, robek dan lecet di wajahnya, serta darah yang menetes lambat kemudian mengental. Orang Lewi dan imam pun mengabaikannya, seolah tidak ada untungnya mereka menolong orang itu. Bukankah dia termasuk golongan “the least.”
Jadi, apakah sekarang kita wajib pergi ke seluruh pelosok kota mencari orang yang sekarat untuk ditolong?
Mungkin “the least” masa kini tidak lagi orang miskin kesakitan yang ngetok-ngetok pintu praktek dokter, mohon belas kasihan untuk diobati. Kadang kita juga bertemu orang “the least” masa kini yang dalam penilaian manusia adalah orang yang tidak layak ditolong. Mereka bukan orang miskin yang hidup sangat susah. mereka bukan orang yang datang dengan penampilan baju lusuh dan kotor. Mereka bukan orang yang meminta-minta. Mereka bisa beli baju bagus, bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Tetapi mereka pernah melakukan perbuatan yang tidak baik kepada kita. Pernahkah kita berpikir, kalau tidak ada untungnya menolong mereka?
Orang Samaria juga mendapat perlakuan yang tidak baik dari orang Yahudi. Orang Samaria dianggap sebagai orang yang murtad karena pernikahan campur dengan bangsa yang bukan Yahudi. Tetapi, orang Samaria tidak membalas perbuatan jahat itu, menunjukkan belas kasihannya dan sukses melakukan tindakan penuh kasih kepada golongan “the least.”
Dunia mengajar kita untuk membalas setiap perbuatan jahat yang dilakukan oleh orang lain terhadap kita. Siapa pun yang menyakiti dan melukai kita harus dibalas dengan setimpal. Kalau bisa, pembalasan itu lebih kejam dari pada perbuatan.
Tetapi sebagai orang percaya kita diajar untuk mengasihi musuh kita. Tuhan mengajar kita untuk berbuat baik dan mendoakan orang-orang yang menganiaya dan membenci kita. Dikatakan, "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu." (Matius 5:39-40).
Tapi tetaplah berbuatlah baik untuk mereka. Karena sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang dimaksud Yesus dalam golongan “the least.” Dan karena untuk itulah, kita dipanggil; yaitu, untuk menyatakan kasih Kristus kepada semua orang.