Showing posts with label Alphaomega Pulcherima Rambang. Show all posts
Showing posts with label Alphaomega Pulcherima Rambang. Show all posts

Monday, August 9, 2021

Manajemen Waktu




by Alphaomega Pulcherima Rambang


“Kenapa ya waktu berjalan lambat banget??”
“Ya ampun, gak terasa dah jam segini, waktu cepat banget berlalu!”
“Sepertinya aku gak punya waktu buat mengerjakan ini semua, aaarrggghhhhh...!!!”
“Kenapa sih sehari cuma 24 jam?” *konyol*
“Aku terlalu sibuk nih…”
“Aku akan melakukannya kalau punya waktu…”


Pernah berpikiran seperti itu? Aku pernah dong. Hal yang aneh sebenarnya karena kita semua memiliki jumlah waktu yang sama setiap hari. Logikanya, sebenarnya kita memiliki waktu dong untuk melakukan yang perlu kita kerjakan. Kalau kita bilang tidak punya waktu, sebenarnya kita sedang mengakui kalau kita tidak memilih memanfaatkan waktu untuk melakukan aktivitas tersebut. Kita perlu belajar berkata tidak terhadap suatu hal. Ini harus dilakukan, karena saat kita berkata tidak untuk suatu aktivitas, kita sedang berkata ya terhadap aktivitas lain.

Jadi, tantangannya sekarang adalah menentukan bagaimana menggunakan waktu yang kita miliki. Ada beberapa prinsip yang perlu kita pegang dalam mengelola waktu kita. Prinsip ini aku dapatkan dari Buku Peserta KAMBIUM-Bertumbuh Dalam Kristus.

1. Kita adalah pengelola, bukan pemilik waktu

Kata Yesus kepada mereka:”Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”
(Yohanes 4:34)

WAKTU yang ada sebenarnya adalah milik Tuhan, kita hanyalah pengelola. Dan sebagai pengelola, kita wajib menggunakan waktu ini sesuai keinginan sang pemilik, Tuhan.

Pertanyaan yang perlu kita ajukan dalam seluruh kehidupan (dalam menggunakan waktu kita):
  • Apakah ini sesuai dengan kehendak Tuhan? 
Pertanyaan ini akan membuat kita mencari tahu, apakah yang kita lakukan sesuai dengan kehendak-Nya, kita akan menemukan jawabannya melalui firman Tuhan atau melalui doa.
  • Apakah hal ini membuatku semakin serupa dengan Tuhan? 
Ini akan membuat kita memandang Tuhan, melihat karakter dan sifat-Nya, dan belajar melakukan sesuatu seperti yang Dia lakukan, menyelami hati-Nya dan menyelaraskan hidup kita dengan-Nya. Saat kita MEMILIH melakukan satu hal, apakah membuat kita makin serupa dengan-Nya atau ngga, kalo ngga, jangan lakukan!!!

  • Apakah hal ini mengasihi dan memuliakan Tuhan?
Yang kita lakukan di waktu yang dipercayakan-Nya ini, sudahkah menjadi bukti kita mengasihi-Nya? Apa waktu ini sudah kita berikan bagi-Nya atau hanya digunakan untuk kesenangan kita sendiri?

Ini berarti KRISTUS lah pusat dalam kehidupan kita orang percaya, kita melakukan segalanya hanya karena dan untuk kepentingan Tuhan kita. Kalau memang apa yang kita lakukan ternyata tidak ada kepentingan Tuhan di dalamnya, mungkin kita harus berhenti melakukannya ^^ Tiga pertanyaan tadi bisa mulai kita tanyakan ke diri masing-masing saat melakukan sesuatu, supaya kita sungguh-sungguh menggunakan waktu yang ada hanya untuk Tuhan.


2. Keseimbangan penggunaan waktu bukan hierarki (tingkatan) tetapi keseimbangan

Tidak ada tingkatan dimana aspek kehidupan tertentu merupakan hal lebih rohani daripada aspek kehidupan yang lain. Jangan sampai kita memisahkan kehidupan kita jadi rohani dan sekuler. SEMUA hal yang kita lakukan dalam waktu kita bisa jadi rohani/kudus waktu kita melakukan semuanya buat TUHAN. Ini bukan tentang jenis pekerjaan ato kegiatannya, misalkan kita anggap semua yang di luar gereja tu gak rohani! SALAH boooo....!! Check this out:

“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
(Roma 12:1)

APAPUN, SEMUA yang dilakukan tubuh ini bisa menjadi persembahan yang hidup bagi Tuhan, ASALKAN kita melakukannya bagi Tuhan, bagi kemuliaan-Nya, untuk kesenangan-Nya. 

Pernah gak sih bingung, mau ikut KKR ato acara ultah teman? Sepintas, ikut KKR terlihat ‘lebih rohani’ ya? ^^ Tapi, come on... TUHAN melihat hati lhooooo... Don’t forget this!!

Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."
(1 Samuel 16:7)

Kalau kita datang ke acara ultah teman untuk merayakan kebaikan TUHAN dalam hidupnya, mendoakannya dan jadi teman yang menyatakan kasih Kristus baginya, bukankah itu akan sama ‘rohaninya’ dengan datang KKR? ^^V Jangan juga yo, kalo gak ibadah PAKE ALASAN SEMU, “Gak apa-apa milih melakukan yang laen, toh Tuhan kan melihat hati,” Haissss....Justru karena TUHAN tau banget hati kita, kita gak boleh sembarangan beralasan kayak gitu, HE KNOWS OUR HEART!

Setidaknya ada 5 bidang utama dalam kehidupan: (baca sendiri ya ayat-ayatnya ^^V)

1) Kehidupan pribadi (Roma 12:1-2; Efesus 4:17-5:21, 6:10-20; Kolose 3:1-17)

2) Keluarga (Efesus 5:22-6:4; Kolose 3:18-21)

3) Pekerjaan (Efesus 6:5-12; Kolose 3:22-4:1)

4) Tubuh Kristus (Roma 12:3-21, 14:1-23; Efesus 4:1-16)

5) Masyarakat (Roma 13:1-14; Kolose 4:5-6)

Ingat prinsipnya ya, ini bukan masalah tingkatan, tapi keseimbangan. Bayangkan jika setiap hari kita menggunakan waktu untuk pelayanan di Gereja tapi keluarga terlantar. Atau sibuk pelayanan pemuda di PMK tapi kuliah kacau balau. Wah... Itu bukan kesaksian yang benar di tengah dunia ini. Beragama atau pun tidak, percaya Kristus atau pun tidak orang di sekitar kita, sadar ga sadar hidup kita ini adalah surat yang dibaca oleh SEMUA ORANG. Mereka melihat bagaimana kita menggunakan waktu kita, membuat penilaian, dan belajar dari yang kita lakukan (entah belajar meniru ato belajar gak meniru, hahahahaha ^^’). Masih mau menggunakan waktu dengan sembarangan???


3. Lakukan yang penting bukan yang (seolah-olah) genting

Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana. Tetapi Simon dan kawan-kawannya menyusul Dia; waktu menemukan Dia mereka berkata: "Semua orang mencari Engkau." Jawab-Nya: "Marilah kita pergi ke tempat lain, ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." Lalu pergilah Ia ke seluruh Galilea dan memberitakan Injil dalam rumah-rumah ibadat mereka dan mengusir setan-setan.
(Markus 1:35-39)

See? Yesus tahu apa yang penting. Dia sangat peduli dengan hubungan pribadi-Nya dan BAPA-Nya, dan Dia MENYEDIAKAN WAKTU untuk itu (jangan kira Yesus punya waktu lebih banyak dari kita, Dia sama dengan kita, punya waktu hanya 24 jam sehari). Dan Yesus tahu apa tugas-Nya, saat murid-murid ribut karena banyak orang mencari-Nya (minta disembuhkan, dsb.nya), dengan tegas Dia bisa bilang, ”Boy, tugas Gue sekarang ngabarin injil ke kota sebelah, itu yang utama!” (Yesus kita gaul banget yee??? Hehehe). Kalo kita tahu UNTUK APA KITA DI DUNIA, kita pasti tahu apa yang harus dilakukan. Yesus tidak membiarkan manusia mengganggu jadwal-Nya dengan Allah.

Jadi, bagaimana mengelola waktu yang kita miliki? 

Karena itu, perhatikanlah dengan seksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.
(Efesus 5:15-16)

Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja.
(Yohanes 9:4)

Dalam Perjanjian Baru, kata Yunani yang digunakan untuk waktu adalah kronos (54 kali) dan kairos (85 kali). Kronos dipakai untuk istilah waktu yang berurutan secara berkesinambungan, dalam detik, menit, jam, dst. Kairos dipakai untuk istilah waktu yang tepat untuk melaksanakan sesuatu, atau kesempatan. Penatalayanan atas waktu meliputi keduanya, yaitu bagaimana menggunakan setiap waktu dengan bijaksana dan juga bagaimana menggunakan setiap kesempatan yang diberikan Tuhan untuk melakukan sesuatu dengan bertanggung jawab.

Langkah-langkah praktis yang bisa kita ambil : 

1. Susunlah kehidupan doa di sekeliling bidang-bidang utama agar dapat menggunakan waktu (kronos dan kairos) sesuai kehendak Tuhan. 

2. Tentukan sasaran mingguan untuk masing-masing bidang tersebut.

Ada dua macam sasaran:

a. Sasaran kronos : Prioritas penggunaan waktu mingguan yang rutin (dibuat satu kali per periode tertentu.

 Contoh : Buat jadwal Senin-Minggu dengan jam-jam berisi aktivitas yang akan dilakukan selama seminggu. 


b. Sasaran kairos : Prioritas penggunaan kesempatan mingguan yang non-rutin (dibuat satu kali per minggu).
Contoh penggunaan kairos dalam satu minggu :
  1. Kehidupan pribadi : me time (membaca buku, ke salon, spa), belanja bulanan
  2. Keluarga : mengunjungi ortu, menelepon saudara kandung
  3. Pekerjaan : membuat laporan bulanan, input di aplikasi
  4. Tubuh Kristus : menulis artikel, pelayanan musik di Gereja 
  5. Masyarakat : mengunjungi tetangga yang baru mengalami kedukaan, ikut arisan RT

Setelah selesai melakukan kegiatan yang telah ditentukan, kita bisa centang daftar yang telah kita buat. Daftar ini kita perbaharui setiap minggu sesuai rencana kita.

3. Lakukan penjadwalan waktu dari masing-masing sasaran, terapkanlah dengan integritas, dan evaluasilah secara berkala.

4. Setelah melakukan 3 langkah di atas, bagikan evaluasi yang telah dilakukan pada rekan pertumbuhan (misal: saudara KTB, teman cell-group, suami, dll). Berusahalah melakukannya setiap minggu. Lakukanlah disiplin penatalayanan ini bersama-sama.

*

Mengapa kita memerlukan rekan dalam melakukan evaluasi ini? Karena, jika kita hanya melakukannya sendiri, tanpa dievaluasi bersama, ada kecenderungan untuk berkompromi dan gak menepati sasaran-sasaran yang telah dibuat, kita cenderung mencari alasan atas ketidakmampuan kita berdisiplin. Bukan berarti kita menjadi hamba atas jadwal atau sasaran yang kita buat, tapi kita belajar untuk sungguh-sungguh bertanggung jawab atas setiap waktu dan kesempatan yang diberikan Tuhan.

C.S. Lewis berkata,”Dahulukan yang utama, dan kita akan mendapatkan juga yang sekunder; Dahulukan yang sekunder dan kita akan kehilangan baik yang utama maupun yang sekunder”. Terdapat sebuah teknik manajemen yang disebut Matriks Eisenhower yang juga dapat menolong kita mengelola waktu, dengan matriks ini kita memisahkan hal-hal yang kita lakukan dalam empat kategori : 


JANGAN LUPA, yang terpenting adalah berdoa, supaya kita tidak menjadi hamba atas jadwal yang kita buat. Sasaran penatalayanan atas waktu bukanlah mengatur sedemikian rupa ‘jadwal’ dan melakukannya tepat sesuai rencana kita. Tapi bagaimana membuat rencana bersama dengan Tuhan dan menjalankannya juga bersama-Nya. Belajar menikmati waktu dan kesempatan yang ada sebagai petualangan bersama-Nya. Membiarkan-Nya memimpin kita melakukan hal-hal di luar keinginan kita, mendengar suara-Nya dan mengikuti jadwal-Nya. Waktu dan kesempatan ini adalah hanya milik-Nya. AGAIN, kita hanyalah pengelola!!

Monday, March 15, 2021

Mendengarkan Firman Tuhan



by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bacaan : 1 Samuel 15 (Saul Ditolak Sebagai Raja)

Perintah Tuhan kepada Saul melalui Samuel sangatlah jelas, Tuhan tidak berbicara melalui perumpamaan, tafsiran, mimpi, atau bahasa isyarat (apalagi bahasa kalbu). Kurang apalagi? Tapi kenyataannya, Saul tidak taat pada perintah Tuhan. Tuhan marah lalu mengutus Samuel menegur Saul.

Tetapi jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan. Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim. Karena engkau telah menolak firman TUHAN, maka Ia telah menolak engkau sebagai raja."
1 Samuel 15:22-23

Kenapa Tuhan bisa menjadi sangat marah ya? Padahal Saul sudah melaksanakan hampir semua firman Tuhan loh. Saul “hanya” tidak menaati perintah Tuhan dengan tepat – apakah itu kesalahan yang besar? Mengapa Tuhan begitu tidak suka? Sekilas, apa yang dilakukan Saul tampaknya bukanlah dosa besar, bahkan sepertinya di Alkitab banyak lagi tuh tokoh yang melakukan kesalahan lain yang lebih besar, tapi kenapa Tuhan mengganggap dosa Saul sangat besar? Saul dikatakan telah menolak firman Tuhan, karena dia lebih memilih memberikan korban sembelihan dibandingkan mendengar dan memperhatikan Firman Tuhan. Tuhan berkata Saul durhaka dan degil. Bahkan Ia menyamakan pendurhakaan Saul sama seperti dosa bertenung, dan kedegilannya sama seperti menyembah berhala. 

Kedegilan adalah ketidakmauan menuruti nasihat/teguran.

Pendurhakaan adalah perbuatan menentang/membangkang pada perintah. 

Bagi kita, sekilas apa yang dilakukan Saul bukanlah dosa besar, tapi Tuhan melihat hati Saul melebihi apa yang dilakukannya. Segala yang dilakukan Saul menunjukkan sikap hatinya. Yuk, kita lihat, apa makna ketidaktaatan Saul dalam mendengarkan firman Tuhan?

Saat Samuel datang kepadanya, Saul berkata kalau dia telah melaksanakan Firman Tuhan. Saat dikonfirmasi Samuel, ternyata, Saul beralasan kalau rakyatnya yang berinisiatif sendiri (ah, kamu raja Saul, keputusan kan di kamu kok nyalahin rakyat, gemes kan jadinya).

Jawab Saul:”Semuanya itu dibawa dari pada orang Amalek sebab rakyat menyelamatkan kambing domba dan lembu-lembu yang terbaik dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas.”
1 Samuel 15:15

Saul berkata dia telah melaksanakan Firman Tuhan, padahal apa yang dilakukannya berbeda. Ini Saul benar dengar apa kata Tuhan tidak ya? Mendengarkan Firman Tuhan seharusnya bukan sekedar masuk kuping kiri keluar kuping kanan, atau dengar sambil lalu. Mendengarkan Firman Tuhan berarti menaati FirmanNya dan tunduk pada otoritas Firman itu.

Sesungguhnya jawaban Saul saat dikonfirmasi tentang ketidaktaannya tersebut menyatakan beberapa hal :

1. Saul tidak mengasihi Tuhan

Perintah Tuhan sudah jelas, lalu mengapa Saul berimprovisasi? Apa Saul berpikir Tuhan akan lebih senang kalau dia mempersembahkan korban bakaran dan sembelihan dibanding menaatiNya? Ketidaktaatan Saul bukan hanya menunjukkkan kalau dia tidak tunduk pada Tuhan tapi lebih dari itu, dia tidak mengasihi Tuhan. Tindakan Saul menunjukkan bagaimana sikap hatinya yang sebenarnya. Tanda kita mengasihi Tuhan adalah kita taat kepadaNya. Titik.

Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu.
Yohanes 14:15

Barangsiapa memegang perintahKu dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku.
Yohanes 14:21

Jikalau seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firmanKu.
Yohanes 14:23

Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firmanKu.
Yohanes 14:24

Tuhan ingin kita menaati Dia dalam segala hal. Seringkali manusia memakai hikmatnya sendiri, mengira saat dia melakukan ini itu Tuhan akan senang, padahal tidak perlu menggunakan hikmat sendiri, cukup dengar dan lakukan kata Tuhan. Mengasihi Tuhan dengan perbuatan, tidak hanya melalui perkataan. Tidak peduli orang bilang apa, Tidak peduli pandangan orang apa, taat kepada Tuhan sedetail-detailnya. Tidak ada yang namanya taat sebagian. Mendengarkan Tuhan dan tidak menggantikan itu dengan apapun. Misalkan, mentang-mentang pelayanan lalu melakukan dosa? No! Tidak boleh. Ketaatan sebagian sama dengan ketidaktaatan.


2. Saul menyalahkan rakyatnya atas ketidaktaannya

Saul memiliki banyak alasan. Sudah jelas dia tidak taat kepada Tuhan, bukannya mengakui kesalahan dan bertobat tapi dia malah mencari alasan untuk ketidaktaatannya. Okelah, bisa saja ide mempersembahkan korban itu berasal dari rakyatnya, tapi Saul adalah seorang raja. Dia harusnya membuat keputusan yang benar, lagipula dia mendengar langsung Firman Tuhan melalui Samuel. Apa Saul lupa kalau dia tidak bisa menyembunyikan apa-apa dari Tuhan, hati kita aja Tuhan tahu. Saat Tuhan menyatakan kesalahan, entah melalui firmanNya atau orang lain maka sikap yang benar adalah mengakui kesalahan, tidak beralasan, dan segera bertobat!

Siapa mengabaikan didikan membuang dirinya sendiri, tetapi siapa mendengarkan teguran, memperoleh akal budi. 
Amsal 15:22

Inilah yang dikatakan Tuhan degil. Saul tidak mau ditegur. Sikap hati Saul setelah ditegur tidak benar. Ia tidak mengaku, malah beralasan dan menyalahkan orang lain, serta tidak segera bertobat. Saul tidak langsung mengakui dosanya tetapi membuat berbagai alasan. Samuel terus menjawabnya sampai Saul tidak punya pilihan selain mengakui kesalahanya. Yang dikatakan oleh Saul di ayat lain saat tidak punya pilihan selain mengakui dosanya sangat mengerikan:

Berkatalah Saul kepada Samuel:”Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah Tuhan dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka.
1 Samuel 15:24

Jderrr…!!! Terungkap semua, rupanya Saul lebih takut pada rakyatnya dibandingkan pada Tuhan. Saul lebih mendengarkan rakyatnya daripada mendengarkan Tuhan. Saul lebih takut pada manusia dibandingkan Tuhan. Pantas saja dia tidak mendengarkan Tuhan dan lebih mengikuti perkataan manusia.


3. Saul tidak menganggap Tuhan sebagai AllahNya

... dengan maksud untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN, Allahmu; tetapi selebihnya telah kami tumpas.”
1 Samuel 15:15

WHATTT? Bagian ini bikin geleng-geleng kepala dan sedih. Terungkap kalau Saul beranggapan Tuhan adalah Allahnya Samuel saja. Kalau memang itu isi hati Saul yang paling dalam, pantas saja mudah baginya untuk tidak menaati Tuhan, karena baginya Allah adalah Allahnya Samuel, bukan Allahnya. Pantas saja Saul durhaka dengan tidak menghormati Firman Tuhan dan menaatinya. Kalau Saul menyadari dia melayani Tuhan yang adalah ALLAH dan Raja atas hidupnya, tentunya dia tidak akan menganggap remeh setiap FirmanNya. Saul akan berusaha menyenangkan hatiNya dengan ketaatan sempurna. 

Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran.
1 Yohanes 2:4

Ketidaktaatan Saul mendengarkan Firman Tuhan bukan dosa remeh karena sebenarnya bermakna ia tidak mengasihi Tuhan dengan sungguh, ia tidak takut Tuhan dan tidak menganggap Tuhan sebagai AllahNya. Ini adalah peringatan bagi kita semua untuk tidak menganggap remeh setiap ketidaktaatan kita akan firman Tuhan. Jangan sampai kita menjadi seperti Saul. Biarlah ketika kita menerima Yesus sebagai Juruselamat hidup kita, kita mengerti bahwa Yesus juga Tuhan dan Raja yang memerintah setiap bagian hidup kita dan biarlah ketaatan kita sempurna untuk menyenangkan hati Sang Raja.

Monday, January 25, 2021

Hidup dalam Anugerah dan Kekudusan




by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bacaan : Lukas 18:9-14 (Perumpamaan tentang Orang Farisi dan Pemungut Cukai)

Saat membicarakan anugerah, orang Kristen umumnya akan mengingat anugerah terbesar yang telah mereka terima di dalam hidupnya. Anugerah apakah itu? Ya, benar. Anugerah keselamatan. Penebusan Kristus adalah anugerah terbesar dalam hidup orang percaya karena sebenarnya kita tidak layak menerimanya, dosa dan pelanggaran kita terlalu besar. Hanya melalui penebusan Kristus kita layak diselamatkan. Krsistus telah mati supaya kita hidup bagi Dia. Bagaimana seharusnya kita hidup setelah menerima anugerah keselamatan dari-Nya?

“Sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” 
(1 Petrus 1:16 / TB)

“Sebab sudah tersurat: Hendaklah kamu kudus, karena Aku kudus.”
(1 Petrus 1:16 / TL 1954)

Hidup bagi Dia berarti hidup kudus sebagaimana Kristus telah hidup.

Allah ingin kita mengejar kekudusan. Tetapi mengejar kekudusan harus diiringi pemahaman yang semakin mendalam akan anugerah Allah, jika tidak kita akan menjadi ahli Taurat dan orang Farisi yang hanya melakukan kewajiban dan aturan agamawi. Sayangnya, berita anugerah ini hanya dikhotbahkan saat masa pra-Paskah padahal kita membutuhkan khotbah Injil setiap hari, karena kita membutuhkan anugerah-Nya setiap saat. Kita juga perlu memeriksa diri terus menerus supaya tidak menjadi ahli Taurat atau orang Farisi yang “mengajarkannya tetapi tidak melakukannya”. Memeriksa diri memang tidak nyaman, bahkan menyakitkan, tapi perlu dilakukan. Proses memeriksa diri ini yang akan membuat kita menyadari bahwa “saya membutuhkan anugerah Allah seumur hidup saya”.

Pada bacaan kali ini kita akan melihat dua tokoh dalam perumpamaan yang diceritakan Yesus : Pemungut cukai dan orang Farisi. Dua tokoh ini dapat menggambarkan dua sikap ekstrim orang Kristen jika kita tidak berhati-hati :

1. Orang Farisi menggambarkan orang Kristen yang puas terhadap hidup kekristenannya dan merasa dirinya lebih baik dibandingkan orang lain. Kita dapat menjadi seperti orang Farisi ini jika kita berpikir sudah melakukan segala yang yang benar bila dibandingkan dengan orang di sekeliling kita. Ia membenarkan dirinya karena perbuatannya.

Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.
(Lukas 18:11-12)

Orang Farisi ini melakukan disiplin rohani, taat pada Taurat dan melayani. Orang Kristen banyak yang seperti orang Farisi ini. Membandingkan dirinya dengan orang lain lalu merasa apa yang dilakukannya yang telah membuatnya layak di hadapan Allah, lupa bahwa yang membenarkannya adalah karya Yesus di kayu salib. Perasaan membenarkan diri ini akan selalu ada saat kita membandingkan diri dengan orang lain. Dosa yang kita lakukan tidak ada apa-apanya dibandingkan orang lain. Kecenderungan menghakimi orang lain di dalam pikiran pun adalah dosa, tapi apakah kita menyadarinya? Kebanyakan nggak. Biasanya baru disadari setelah terucap. Tanpa sadar kita sudah menjadi seperti orang Farisi ini. Tuhan ingin kita sadar bahwa dosa adalah dosa. Dosa bisa saja berwujud kesulitan kita mengampuni, ketidaktaatan, cepat marah, tidak sabar, semangat menghakimi, ketidakjujuran dan masih banyak lagi. Semua yang mendukakan Allah adalah dosa. Sayang sekali kita sering membenarkan dosa ‘ringan’ sendiri dan menghakimi orang lain seperti orang Farisi. 

2. Pemungut cukai menggambarkan orang Kristen yang merasa bersalah karena selalu jatuh dalam dosa. Ada sebagian besar orang Kristen yang selalu terikat pada dosa-dosanya, kegagalannya untuk hidup kudus, dan ketidaktaatan.

Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.
(Lukas 18:13)

Ya, kita memang orang berdosa seperti si pemungut cukai ini, namun kita tidak boleh melupakan kalau saat menerima penebusan Kristus kita adalah ciptaan baru di dalam Kristus yang telah dimampukan melawan kuasa dosa. Ketika hati nurani kita terusik karena dosa, penting bagi kita tetap mengingat bahwa sekalipun dosa kita tidak terampuni, keadilan Allah sudah terwujud melalui pengorbanan Kristus, hukuman sudah dijalani sepenuhnya oleh-Nya. Kita dapat hidup dengan kesadaran bahwa anugerah Allah melalui Yesus tersedia bagi kita setiap hari. Yang menguduskan kita bukan sekedar rasa sedih atau duka karena dosa, atau pertobatan kita, atau hukuman bagi diri sendiri. Yang menguduskan kita adalah pendamaian karena darah Kristus sudah tertumpah bagi kita. 

“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”
(1 Yohanes 1:9)

Semudah sekaligus sesulit itu, mempercayai bahwa hanya pengakuan dosa cukup untuk membuat Allah mengampuni kita, bukankah terkadang kita meragukannya? Seringkali hati nurani menghakimi dengan lebih kejam, tapi ya, itu cukup bagi Allah. 

Bagian lain yang indah adalah: kematian Kristus tidak hanya memberikan kita anugerah keselamatan, kita tidak hanya bebas dari hukuman dosa tetapi juga dari pemerintahan dosa di dalam hidup kita. Mungkin ada di antara kita yang masih bergumul dalam dosa dan tidak percaya, tapi ini benar. Dosa tidak berkuasa lagi atas kita dan kita dimampukan berkata tidak terhadap dosa karena anugerah-Nya.

“Jika demikian, apa yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah anugerah itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?”
(Roma 6:1-2)

“Kita telah mati bagi dosa” berarti disadari atau tidak kematian ini sudah terjadi melalui persekutuan dengan Kristus. Kristus mewakili kita telah mati bagi dosa, sehingga kita kemudian sama dengan-Nya, hidup bagi Allah. Dosa tidak berkuasa lagi atas kita, kita telah berpindah dari kegelapan ke dalam kerajaan Allah. Persekutuan dengan Kristus memampukan kita berkata tidak terhadap dosa sebagaimana Ia juga berkata tidak terhadap dosa. Jadi, hidup kudus selalu didasarkan atas anugerah yang telah kita terima, bukan pekerjaan kita semata.

Setiap hari anugerah Allah, yakni kemurahan-Nya diberikan kepada kita. Setiap pilihan yang kita ambil, salah atau benar tidak pernah mengurangi anugerah-Nya. Hanya saja, melalui pilihan ini kita menentukan apakah hidup saya akan semakin menyerupai Kristus atau tidak. Menghentikan kebiasaan berbuat dosa dan melakukan kebiasaan yang kudus dimulai dengan menaati Allah setiap hari. Maukah kita menerima anugerah-Nya dan hidup dalam kekudusan hari ini?

Monday, January 11, 2021

What Would Jesus Do?




by Alphaomega Pulcherima Rambang

“Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup.”
(1 Yohanes 2:6)

Slogan WWJD mungkin tidak terlalu sering terdengar sekarang seperti pada tahun 2000 awal. Kepanjangan dari WWJD adalah ‘What Would Jesus Do?’, sebuah pertanyaan singkat yang sebaiknya ditanyakan pada diri sendiri sebelum mengambil keputusan atau tindakan apa yang akan dilakukan. Sebuah pertanyaan yang seharusnya membuat kita berpikir antara melakukan sesuatu atau tidak, seperti apa yang akan Yesus lakukan jika dia berada di posisi kita. Jika kita tidak melakukan seperti yang akan Dia lakukan, jangan-jangan kita tidak mengenal Yesus dengan baik sehingga tidak meneladani Yesus dalam kehidupan kita. Well, pada akhirnya memang kita harus mengenal Dia secara pribadi untuk bisa melakukan seperti yang Yesus lakukan.

"Bayangkan suatu hari Yesus bangun dari tidurnya dan menjalani hidup kita yang sekarang, adakah yang berbeda dari hidup kita?"

Demikian pertanyaan seorang Kakak saat membawa kami dalam perenungan pada persekutuan doa yang aku ikuti di UKM Kristen bertahun-tahun lalu.

Aku ingat kami merenungkan pertanyaan tersebut dan sharing, kira-kira bagaimana Yesus akan menjalani hidup kami. Aku membayangkan jika Yesus akan bangun pagi-pagi sekali, saat teduh, bersih-bersih rumah (Yesus gak mungkin males saat teduh lah ya, hihihi), lalu Ia akan menyiapkan sarapan, duduk sarapan bersama eyangku-mengobrol tentang banyak hal-mendengarkan eyang menceritakan tentang apapun, lalu Ia berangkat kuliah naik motor dengan santai tanpa ngebut sambil ngobrol dengan BapaNya atau bernyanyi-nyanyi - tersenyum melihat mereka yang ngebut. Yesus tidak akan telat tiba di kampus, Ia membantu kawan yang belum mengerjakan tugas - bukan memberi contekan, sesekali Ia bercanda dengan kawan-kawannya-tentunya bukan lelucon kotor yang dikeluarkannya, tidak pula gosip, tapi tanpa begitupun Ia mampu membuat orang lain tertawa, sense of humour Nya terbaik, dst. Yesus menjadi diriku dalam versi terbaik.

Membayangkan Yesus menjalani kehidupanku sangatlah menarik, membayangkan Dia berbicara, kuliah, ikut ujian, pelayanan, dll. Aktivitasnya kurang lebih apa yang aku lakukan TAPI minus DOSA pastiiii... plus hubungan mesra dengan Bapa Surgawi. Saat kita memberikan Yesus tempat istimewa dalam hati dan hidup kita, Dia akan melakukan berbagai hal dengan caraNya, dan PASTI, hidup kita akan berbeda. Aku yang sekarang (memiliki Yesus) akan berbeda dengan aku yang sebelumnya. Tentu saja, yang memimpin adalah Yesus di dalamku, biar Yesus saja yang semakin bertambah dan aku yang semakin berkurang. Kira-kira demikianlah seharusnya hidup kita saat kita telah menerimaNya sebagai Juruselamat kita. KehadiranNya nyata nampak dalam hidup kita. ”Tapi ini sulit, aku gak bisa Tuhan, jeritku dalam hati, kenapa Tuhan tidak membiarkanku seperti ini saja?”

“Tuhan mengasihi kita apa adanya, tetapi Dia tidak akan membiarkan kita seadanya. Dia akan mengubah kita menjadi seperti Kristus.” 
- Max Lucado
Beberapa waktu kemudian aku mendapat kesempatan membaca sebuah buku yang di dalamnya bertuliskan seperti ini : Bagaimana, kalau Yesus menjadi anda untuk satu hari? Max Lucado dalam bukunya ini, Just Like Jesus, mengatakan bahwa untuk menjadi serupa dengan Kristus harus dimulai dari memiliki hati seperti hati-Nya dan hal itu dimulai dengan pembentukan hati oleh Roh Kudus. Kita perlu belajar memiliki hati seperti hatiNya. Ia menjabarkan ciri hati Kristus yang harus dimiliki oleh umat-Nya, yaitu hati yang mengampuni, penuh belas kasihan, mau mendengar, hati yang haus akan Tuhan, haus beribadah, terfokus pada Allah, jujur, murni, penuh pengharapan, bersukacita, dan tabah. Berikut ini beberapa ciri hati Yesus yang harus kita miliki:


HATI YANG MENGAMPUNI

“Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.”
(Kolose 3:13)

Mengampuni memang sulit tapi Yesus melakukannya, mari kita pandang Yesus yang telah memberikan teladan pengampunan terlebih dahulu terhadap kita. Ingat malam dimana Dia membasuh semua kaki murid-muridNya? Yesus bukannya tidak tahu kalau di antara murid-muridnya akan mengkhianati dan menyangkalNya tapi nyatanya Dia tetap membasuh kaki mereka. Dia memberikan anugerahNya kepada mereka yang tidak pantas diampuni TERLEBIH DAHULU. Dia menawarkan kasih dan pengampunanNya tanpa diminta dan memberikannya cuma-cuma. Kupikir, apa yang kita alami tidak lebih menyakitkan dari yang Dia alami, tapi Dia tetap mengampuni yang menyakitiNya. Inilah yang harus kita teladani


HATI YANG MENDENGAR

“Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.” 
(Yakobus 1:22-23)

Yesus dalam khotbahNya berkali-kali mengatakan : Siapa bertelinga hendaklah Ia mendengar. Seperti yang Yesus mendengar BapaNya dan taat, kita sangat perlu dengar-dengaran dengan Firman dan kehendak Allah di hidup kita. Bagaimana cara mendengarkan Tuhan? Dimulai dengan Alkitab yang terbuka dan membiarkan Dia berbicara melalui firmanNya yang berisi kehendak dan isi hatiNya, seperti yang Yesus lakukan. Lalu, lakukan! Semudah sekaligus sesulit itu. 


HATI YANG JUJUR

“Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.” 
(Efesus 4:25)

Pernahkah mendapati Yesus berdusta? Sepanjang hidupnya selama 33 tahun kehidupan Yesus di muka bumi, tak ada cerita tentang kebohonganNya sekalipun keadaan Yesus sangat mendesak. Bagaimana dengan kita? Terkadang kita menambah atau mengurangi kebenaran, berbohong demi kebaikan, berdusta untuk melindungi diri kita, dll, apapun itu namanya, tetap saja kita tidak jujur. Bahkan kita menyampaikan hanya setengah kebenaran dan berkata kita telah jujur. Kita perlu meneladani hati Yesus yang jujur, yang tidak ada dusta 


HATI YANG MURNI

“sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.” 
(Markus 7:21-22)

Hati manusia dipenuhi dengan segala kejahatan, hal-hal terburuk yang ingin dilakukan. Berbeda dengan hati Yesus yang murni. Setiap hari hatiNya dimurnikan oleh firman Tuhan dan Ia menjaga hatiNya sungguh-sungguh supaya tidak ditumbuhi benih yang jahat. Mudah bagi Yesus untuk merasa sombong karena kuasa yang dimilikiNya, tetapi nyataNya Ia mengakui dan menyadari karya Allah di dalamNya dan memuliakan Allah. Yesus memilih apa yang ingin Dia rasakan dengan selektif sehingga tindakanNya juga selektif. Perbuatan dan perkataan kita adalah cermin dari hati kita.


HATI YANG PENUH PENGHARAPAN

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.”
(Roma 12:12)

Yesus berkata bahwa segala sengsara yang harus dialamiNya telah dinubuatkan. Dia melihat tujuan dalam penderitaanNya sebagai pemenuhan rencana besar Allah. Dia tidak membiarkan diriNya mengasihani diriNya atau mengutuki keadaan. Dia tetap berharap pada BapaNya dan meminta namun dengan rendah hati menginginkan kehendak BapaNya yang terjadi karena Ia tahu rancangan Allah adalah yang terbaik.

Kita perlu berlatih agar memiliki hati seperti hatiNya. Allah ingin agar kita menempatkan Kristus sebagai TELADAN atas seluruh hidup kita (Roma 8:28-29). Dia mau kita menjadi serupa dengan gambaran anakNya, lewat segala sesuatu yang kita alami. Melalui pilihan-pilihan yang kita ambil, Dia ingin membentuk hati kita menjadi serupa dengan Kristus.

Sebelum melakukan sesuatu, kita perlu menanyakan pertanyaan penting ini:

Apakah ini membuatku makin SERUPA dengan Kristus?

Monday, November 30, 2020

Belajar dari Silsilah Kristus



by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bacaan : Matius 1 :1-17 ; Lukas 3:23-38

Saat kita membaca silsilah Yesus Kristus pada kedua bacaan tersebut, kita bisa melihat deretan nama. Beberapa di antaranya adalah nama-nama yang banyak dikenal orang, beberapa lainnya tidak banyak dikenal dan dibahas, bahkan ada nama-nama yang baru saja kita dengar. Kenapa ya, nama-nama itu disebutkan di dalam Alkitab? Seberapa pentingkah nama-nama tersebut? Awalnya sewaktu kita membaca deretan nama-nama ini, kita tidak mengerti mengapa nama-nama ini disebutkan dan tidak menyadari bahwa ada dua fakta menarik ketika kita mencermati deretan nama-nama ini :

1. Ada empat nama perempuan yang tercatat dan disebut di dalam Silsilah Kristus selain Maria

(A) TAMAR : Kisah seorang wanita bernama Tamar ini sungguh menyedihkan, setelah menjadi janda dua kali, diberikan janji palsu oleh sang mertua, tidur dengan mertuanya, dituduh dan dianggap sebagai pelacur oleh orang-orang sekitar hingga akhirnya harus menikah dengan mertuanya dan mengandung dua anak kembar bagi Yehuda.

(B) RAHAB : Rahab adalah seorang wanita Kanaan. Mantan perempuan sundal ini tinggal di atas tembok kota Yerikho dan ketika pengintai Israel dikejar untuk dibunuh, Rahab membantu menyembunyikan mereka dan menolong pengintai Israel keluar dari Yerikho dengan selamat.

(C) RUT : seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang Israel dan ditinggal mati oleh suaminya – menjadi janda dan memilih untuk mengikuti mertuanya ke negeri mertuanya, bertemu Boas dan akhirnya menikah dengannya. 

(D) ISTRI URIA : Sekalipun Namanya tidak disebut, kita semua tahu nama dari wanita yang berselingkuh dengan Daud saat masih menjadi istri Uria, suaminya "dibunuh" oleh Daud dengan cara dikirim ke medan perang, menikah dengan Daud lalu anaknya meninggal, hingga melahirkan Salomo. 

Para wanita ini telah mengalami berbagai kepahitan dalam hidupnya, ada yang bahkan hidup dalam dosa, tapi sungguh Allah turut bekerja dalam hidup mereka dan mendatangkan kebaikan dalam hidup mereka. Bukan secara kebetulan kalau dua dari empat nama tersebut bahkan bukan orang Israel, ada suatu pesan khusus tersirat dalam silsilah tersebut yang memperlihatkan bahwa Tuhan menerima bangsa-bangsa non-Israel dalam rencana keselamatan. Siapapun dapat menjadi bagian dari rencana keselamatan dalam Kristus Yesus.

2. Daud adalah Nenek Moyang Yusuf dan Maria

Jika kita membaca dan mencermati silsilah Kristus di Matius dan Lukas secara seksama maka kita akan menemukan bahwa silsilah Yesus yang ditulis dalam Injil Lukas adalah dari garis keturunan Maria (ibu Yesus) dan silsilah Yesus yang ditulis dalam Injil Matius adalah dari garis keturunan Yusuf (ayah Yesus). Menarik ya? Mungkin tidak terlintas di pikiran Daud atau Raja-raja dahulu kalau mereka punya istri lebih dari satu untuk menjaga garis keturunan mereka tetap ada. Apapun alasan mereka, punya istri lebih dari 1 sebenarnya hal yang tidak diinginkan Tuhan. Nah, menariknya dari kisah ini, kita dapat melihat dari sisi luar biasanya Tuhan bahwa Dia Allah yang sanggup mendatangkan kebaikan, bahkan dari kelalaian manusia. Dari banyaknya keturunan Daud (karena dia punya banyak isteri) itulah muncul Yusuf dan Maria. Dan terjadilah ini :

Yusuf berasal dari garis keturunan Yekhonya (anak Yosia). Bisa dilihat di Matius 1. Secara resmi menurut hukum Yahudi, Yesus tercatat sebagai anak Yusuf seperti yang tercatat di Matius 1. Nah, yang menarik lagi, secara biologis di Lukas 3 ada silsilah Yesus yang ditarik dari garis keturunan Maria. Daud juga ternyata nenek moyang dari Maria, tapi dari anak Daud yang bernama Natan. Silsilah di Lukas 3 menyebut nama pria saja sih, tapi silsilah Maria dapat terlihat di situ.

Sungguh dahsyat rancanganNya. Dia sanggup datangkan kebaikan dari kelalaian, keputusan yang salah, bahkan dosa! Tapi ingat, jangan sampai kita menjadi asal dan menganggap remeh kemurahanNya itu, kita harus tetap taat dan turut serta dalam rencanaNya. Sekalipun di masa lalu dan bahkan sampai sekarang kita masih jatuh bangun dalam dosa dan masih berjuang untuk taat sama Tuhan, saat melihat ke belakang, dan melihat apa yang sudah Tuhan lakukan untuk kita ternyata segala luka, kepahitan, bahkan dosa dapat dipakai Tuhan untuk mendatangkan kebaikan, Tuhan sungguh penuh kasih karunia. Kita perlu bersyukur buat segala yang telah terjadi di masa lalu dan mulai memakai ‘masa sekarang’ untuk hidup sungguh-sungguh mendengarkan Tuhan dan taat pada perintahNya. Siapa yang tahu dengan apa yang terjadi di masa depan, siapa tahu Tuhan berkenan memakai anak, atau cucu dari cucu kita untuk menjadi berkat buat bangsa-bangsa. 

Dari nama-nama tersebut, ada beberapa dimana Alkitab menceritakan sejarah kehidupannya, ada pula yang sama sekali tidak diceritakan. Sekalipun kita tidak tahu kehidupan mereka, apakah hidup mereka berkenan di hadapan Allah, tapi Allah sanggup memakai siapa saja. Dari sini, kita dapat belajar untuk :


// HIDUP BENAR SEKALIPUN ORANG TIDAK MEMPERHATIKAN

Ada beberapa nama di dua silsilah Kristus tersebut yang tidak kita ketahui kehidupannya. Tetapi mereka dipilih Tuhan menjadi nenek moyang Kristus. Mungkin kita tidak akan mendapatkan pujian atau perhatian dari manusia ketika kita hidup benar dan berkenan di hadapan Allah, tapi semua itu tidaklah penting ketika kita mendapatkan perhatian dari Allah. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa mendatang, kita juga tidak tahu jika apa yang kita lakukan dapat menjadi berkat untuk orang lain, jadi jangan berhenti untuk melakukan apa yang benar karena Allah melihat dan memperhatikan.


// BERSYUKUR UNTUK SETIAP KESEMPATAN DIPAKAI TUHAN

Bukan kita yang memilih, melainkan Allah yang memilih kita untuk turut serta dalam rencana besarNya. RencanaNya bukan hanya untuk kebaikan kita tetapi juga untuk menjadikan kita berkat bagi orang banyak. Karena itu, kita harus bersyukur untuk setiap kesempatan yang kita terima untuk menjadi berkat bagi orang banyak. 


// MENDIDIK ANAK HIDUP DALAM KEBENARAN DAN PENGENALAN AKAN TUHAN

Anak adalah karunia yang Tuhan berikan untuk setiap orang tua, anak adalah titipan Tuhan sehingga kita harus menjaga dan mendidiknya tumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, Bapa mereka di Sorga. Tanggung jawab ini bukanlah tanggung jawab yang mudah, orang tua harus menyadari bahwa Tuhan akan meminta pertanggung jawaban untuk anak yang telah dititipkan. Mari kita pastikan anak-anak yang Tuhan berikan untuk kita tumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan menjadi pribadi dewasa yang taat dan setia. 

Monday, October 26, 2020

Penjala Ikan Menjadi Penjala Manusia




by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bacaan : MATIUS 4:18-22 (Yesus memanggil murid-murid yang pertama)

Dengan mudahnya, para (calon) murid Yesus meninggalkan pekerjaannya dan mengikuti Yesus. ASLI, begitu mudahnya, seperti gak berpikir. Kira-kira seperti ini kejadiannya:

Yesus : Aku akan membuatmu menjadi penjala manusia. Yuk, ikut Aku!

Para (calon) murid : Ayooo! (meninggalkan jalanya dan langsung pergi mengikut Yesus). 

Gitu doang looooh ^^ Gak ada tuh acara KKR atau penginjilan supaya mereka menjadi orang percaya. Emang sih, sebelumnya Yesus memberitakan injil di Galilea, itupun hanya dengan kalimat yang singkat, padat dan jelas: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"

Nyatanya pribadi Yesus begitu memesona keempat murid pertama itu, sehingga mereka bersedia mengikut Dia. Perjumpaan dengan Yesus dapat mengubah hidup seseorang. Tapi tidak berhenti di situ, dia harus juga memiliki kesediaan untuk mengikut Yesus. Kenapa? Karena perjumpaan dengan Yesus hanya dapat menghasilkan perubahan hidup saat seseorang mau ikut dan mengenal Yesus dari dekat, bukan dari kejauhan. Hanya dengan ikut dan mengenal Yesus dari dekat, bergaul akrab dengan-Nya, maka, kita bisa mengetahui isi hati-Nya, mengikuti teladan-Nya, dan melakukan apa yang berkenan di hati-Nya. Saat itulah hidup berubah.

Para (calon) murid yang awalnya hanya mencari ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, tapi kemudian menjadi penjala manusia, mencari manusia untuk diselamatkan. Dari yang awalnya hanya memikirkan diri sendiri menjadi memikirkan sesama. Meskipun proses ke sana tidaklah sebentar, tapi kita bisa melihat bahwa panggilan Yesus dapat mengubah hidup seseorang. Ketika Yesus yang menjadi Raja atas hidup seseorang, dia akan mengubah fokus, tujuan, cara memperlakukan sesama, bahkan mengalami pembaharuan hidup—yang tidak akan bisa terjadi jika dia berjuang (di dalam keberdosaannya) sendirian. Selain itu, Yesus juga memberikan tujuan baru dan berharga untuk hidup mereka, sehingga mereka mampu melakukan yang lebih besar daripada yang mereka lakukan sebelum mengikut Yesus. Kalau dulu para murid menjala ikan, sekarang mereka memperoleh mandat untuk bersaksi tentang Injil bagi orang lain.

Saat mengikut Yesus, bukan berarti para murid tidak memikirkan hal-hal yang sebelumnya mereka perlukan—seperti makan, minum, dan tempat berteduh; well, they still think about them. Hanya saja, sekarang mereka percaya bahwa Yesus pasti menyediakannya. Mereka memercayai Yesus; sekalipun tidak ada yang tahu sebesar apa rasa percaya mereka awalnya pada-Nya, yang pasti mereka percaya Dia. Bayangkan, mengikuti seorang anak tukang kayu yang menjadi rabbi (guru) dan sanggup mengumpulkan kerumunan orang dalam waktu singkat. Bukan hal yang mudah, Esmeralda! Apalagi jika memikirkan bagaimana cara supaya kebutuhan mereka bisa terpenuhi. Yesus bukan orang kaya, pekerjaan-Nya aja gak jelas, bahkan saat dipanggil pertama kali itu mereka belum menyaksikan kehebatan Yesus. Naah, bagaimana kalo Yesus ini pendusta? Bah!! Apa gak sia-sia tuh mereka menjadi pengikut-Nya? Kalau Yesus bukan penipu, tetapi dianggap gila, apa mereka yang mengikut-Nya tidak dianggap gila juga? Walaupun pada awalnya belum benar-benar memahami makna menjadi pengikut Yesus sepenuhnya pada saat itu, namun mereka—setelah melalui berbagai peristiwa yang menegaskan Yesus adalah Mesias—berani mengambil risiko untuk tetap setia kepada-Nya. Mereka memulai perjalanan mereka sebagai murid dengan iman, meskipun ada yang tidak mengakhirinya dengan hal yang sama. Aku jadi teringat pada kutipan yang baru aku baca akhir-akhir ini (aku lupa dari siapa); intinya adalah: Tidak penting bagaimana kamu memulai, yang penting bagaimana kamu mengakhirinya.

Memang sih, pasti ada pengorbanan dan harga yang harus dibayar dalam sebuah panggilan. Terkadang seseorang harus meninggalkan pekerjaan, harta, bahkan keluarganya. Walau sulit, tapi itu sepadan. Pasti! Suami pertama Elisabeth Elliot yang bernama Jim Elliot—yang meninggal karena ditombak oleh suku Auca di Ekuador—pernah berkata, "Tidaklah bodoh orang yang memberikan apa yang tidak dapat dipertahankannya demi memperoleh apa yang tidak dapat dirampas darinya.” Begitu pula dengan para murid Yesus: mereka meninggalkan keluarga, pekerjaan, dan kehidupan mereka (yang mungkin sudah sangat nyaman untuk dijalani)—bahkan sampai mati—demi mengikut Yesus. Mungkin bagi orang lain, apa yang mereka lakukan itu gila. Tapi mereka telah memilih yang terbaik dan tak mungkin dirampas darinya.

Meski demikian, bukan berarti mengikut Yesus adalah tindakan yang bisa dilakukan dengan gegabah. Tidak. Tentu ada hal-hal tertentu yang harus menjadi pertimbangan kita. Misalnya:
  1. Apakah keluarga kita siap ketika kita menyerahkan diri untuk melayani Tuhan penuh waktu?
  2. Apakah panggilan kita sebagai ibu rumah tangga—khususnya yang tidak bekerja—didukung oleh suami dan penghasilannya yang masih bisa mencukupkan kebutuhan keluarga?
  3. Bagaimana jika kita justru terpanggil untuk bermisi ke tempat-tempat yang berbahaya dan terpencil?
Masih ada banyak contoh lainnya yang bisa kita pikirkan sesuai dengan konteks masing-masing, namun satu hal yang pasti... jika Tuhan sudah membukakan jalan, maka tidak ada seorangpun yang dapat menutupnya—kecuali Dia sendiri yang menghendakinya. Selamat menggumulkan panggilanmu bersama Tuhan, Pearlians!

Monday, September 21, 2020

Mengampuni Karena Diampuni


by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bacaan: MATIUS 18:21-35 (Perumpamaan tentang pengampunan)

Bertahun-tahun yang lalu, aku sangat membenci seseorang. Sulit rasanya mengampuni apa yang dia lakukan. Aku tahu aku akan lebih tenang kalau mengampuni, tapi rasanya gak sanggup. Tuhan ingatkan, “AKU sudah mengampuni kamu, Meg, perbuatlah yang sama baginya.” Tapi aku berdalih, “TUHAN, aku gak mau dia merasa menang setelah apa yang diperbuatnya padaku.” Sampai akhirnya seseorang menegurku, “Meg, ini bukan masalah menang atau kalah. Kamu mau taat ato gak sih? Katanya mau taat…”

Lalu, ayat-ayat yang berbunyi tentang pengampunan melintas di kepalaku. 1 Korintus 13:5 berkata "kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain", dan TIDAK MENGAMPUNI berarti MENYIMPAN KESALAHAN ORANG LAIN.

Tapi Tuhan, aku tidak mengasihi orang ini setelah apa yang diperbuatnya kepadaku. Buat apa mengasihi orang seperti dia? Aku tidak bisa mengampuni dia. Aku membayangkan TUHAN berkata, “Lalu buat apa aku mengasihi kamu?”

"Karena jika kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tapi jika kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu."
(Matius 6:14,15)

"Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah dalam Kristus telah mengampuni kamu."
(Efesus 4:32)

Aku memikirkan bagaimana perasaan KRISTUS waktu Ia harus mengampuni dan mati buat orang sepertiku. Sedangkan aku, hanya disuruh mengampuni, belum disuruh mati buat orang itu saja terasa berat. Kok Kristus mau ya? 

Lalu, lagi-lagi, dengan sabar-Nya Dia berkata, “Meg, ini bukan tentang dia, ini tentang AKU berurusan denganmu sekarang. Segala sesuatu bukan tentang kamu atau dia, segala sesuatu adalah tentang AKU.”

Aku tertunduk dan kehilangan kata-kata. Rasanya hati masih sulit mengampuni, padahal sudah tahu kebenaran firman Tuhan. Aku masih mengeraskan hati.

Pada akhirnya, aku baru bisa mengampuni sepenuhnya saat membaca dan merenungkan bacaan Perumpamaan tentang pengampunan. Perumpamaan ini indah sekali karena dua hal:

Tuhan terlebih dahulu mengampuniku. 

Lalu tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan akan hamba itu, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.
(Matius 18:27)

Sang Raja tahu kalau hambanya tidak sanggup membayar hutangnya, demikian juga Tuhan tahu kalau aku tidak sanggup menanggung dosa-dosaku. Dia tidak harus mengampuniku tetapi Dia berbelas kasihan lalu membebaskanku dan menghapus segala kesalahanku. Dia tidak memperhitungkan kesalahanku. Sang Raja memberikan teladan kepada hambanya bagimana mengampuni. Sama dengan Tuhan. Dia tidak memintaku mengampuni tanpa Dia memberikan teladan kepadaku.

Pengampunan yang telah kuterima dari Tuhan terlebih besar dari kesalahan yang dibuat orang lain kepadaku. 

Raja dalam perumpamaan tersebut membebaskan hambanya dari hutang sebanyak sepuluh ribu talenta, tetapi si hamba ini mempermasalahkan hutang kawannnya yang ‘hanya’ seratus dinar. Menurut kamus Alkitab, 1 talenta sama dengan 6.000 dinar, sedangkan 10.000 talenta sama dengan 60.000.000 dinar.

Bandingkan, hamba tersebut punya hutang 60 juta dinar dan dibebaskan dari segala hutangnya tapi dia tidak sanggup merelakan hutang kawannya padanya yang hanya 100 dinar. Keterlaluan sekali hamba ini. Lah, bagaimana denganku yang sulit mengampuni orang lain, padahal kesalahanku yang begitu banyak telah diampuni Tuhan. Aku juga keterlaluan. Jadi, jika Tuhan telah mengampuni dosa-dosaku yang begitu banyak, kenapa aku mempermasalahkan kesalahan kecil yang dibuat orang lain padaku. 

Mengampuni itu sulit. Gak mudah. Tapi bukan berarti gak bisa. Caranya? Dengan menerima pengampunan Kristus. Gak ada jalan lain. Saat aku sadar kalau aku sangat berdosa. Saat aku ingat betapa banyaknya kesalahanku dan gak ada yang bisa kulakukan untuk menebusnya. Aku teringat anugerah pengampunan-Nya yang besar telah diberikan kepadaku. Aku sadar, Tuhan begitu baik mau mengampuniku. Dia tidak harus mengampuniku tapi Dia mau mengampuni. Saat menyadari anugerah yang kuterima begitu besar, aku dimampukan mengampuni dia yang menyakitiku. Di kemudian hari, saat ada orang yang menyakitiku, aku bisa mengampuni dia karena aku tahu aku sudah diampuni dari dosa dan kesalahan yang jauh lebih besar daripada kesalahan yang dia lakukan padaku. 

Kita tidak dapat memberikan apa yang tidak kita miliki. Jika pengampunan terasa sangat sulit diberikan, mungkin karena kita belum menyadari betapa besar anugerah pengampunan yang telah kita terima dari Tuhan.

Monday, March 9, 2020

Wanita yang Mengurapi Yesus


by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bacaan: Matius 26:6-13, Markus 14:3-9, Yohanes 12:1-8

“Ngapain sih dia beli barang seperti itu? Mendingan dia beli merek ini…”
“Kenapa sih dia melakukan perbuatan sebodoh itu? Harusnya begini…”
“Buat apa sih jalan-jalan melulu? Kan lebih baik uangnya ditabung.”
"Untuk apa pemborosan ini? Kalau minyak itu dijual kan bisa diberikan kepada orang miskin.”

Terdengar familiar? Tidak hanya di zaman Yesus, di zaman sekarang pun masih sering terdengar komentar demikian tentang apa yang dilakukan orang lain. Seolah-olah apa yang dilakukan orang lain gak benar, hanya diri sendiri yang benar. Yesus tidak menginginkan muridnya bersikap julid seperti ini kepada orang lain, bahkan Ia mengkritisi sikap tersebut. Kita bisa lihat contohnya di Alkitab, ketika Tuhan membela seorang wanita yang mengurapi-Nya dari komentar orang-orang. Sebenarnya apa sih yang dilakukan wanita tersebut sehingga Yesus membelanya? 

1. Wanita itu melakukan hal yang baik
Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: "Mengapa kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku.
(Matius 26:10)

Wanita yang mengurapi Yesus itu melakukan hal yang baik, tetapi mengapa tanggapan orang lain bukannya turut senang, malahan diprotes? Tidakkah seharusnya orang lain ikut senang saat melihat orang lain melakukan yang baik? Kalau hati kita tidak senang melihat seseorang berbuat baik, ada yang salah dengan diri kita. Ada yang salah dengan hati kita. Cek dan ricek lagi deh, kalau ada kebencian segera dibuang sebelum membawa kita ke dalam dosa. 

Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu. (Efesus 4:31-32)

Jika yang terjadi adalah kita selalu merasa dapat melakukan yang lebih baik daripada orang lain sehingga tidak suka melihat perbuatan baik orang lain, berarti ada kesombongan yang harus dihancurkan.

Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan; (Amsal 3:7)

Saat seseorang memiliki kesombongan maka dia akan selalu merasa dirinya yang paling benar, keputusan-keputusannya yang paling tepat, pemikirannya yang lebih baik. Sulit baginya membuka hati dan menerima saat orang lain melakukan hal yang berbeda dari yang diinginkannya. Ini berbahaya. Ingat cerita Maria dan Marta? Marta melakukan hal yang baik, tapi sayang sekali dia melakukannya dibarengi rasa iri dan kesal pada Maria yang tidak membantunya dan malah duduk diam mendengar Yesus. Ia merasa lebih baik Maria seperti dirinya yang sibuk melayani Yesus. Sayang sekali bukan, Marta melakukan hal baik tapi kemudian nyinyir. Duh.

2. Wanita itu melakukan yang dapat dilakukannya
Ia telah melakukan apa yang dapat dilakukannya. Tubuh-Ku telah diminyakinya sebagai persiapan untuk penguburan-Ku.
(Markus 14:8)

Sebelum kita mengomentari perbuatan orang lain, mari kita berpikir, “Apakah kita cukup mengenal orang tersebut?” untuk mengomentarinya. Jika dia melakukan yang dapat dilakukannya lalu kenapa kita menuntutnya melakukan hal lain yang mungkin saja tidak dapat dilakukannya. Memangnya apa hak kita mengatur apa yang sebaiknya dilakukan atau tidak dilakukan orang lain? Jika kita dapat melakukannya, bukan berarti orang lain harus melakukan tepat sama seperti yang kita inginkan. Siapa yang tahu, situasi dan kondisi yang mendorong seseorang berbuat sesuatu.

3. Wanita itu memiliki motivasi yang benar
Wanita yang mengurapi Yesus melakukan apa yang dia lakukan tanpa tendensi. Ia hanya ingin melakukan sesuatu yang baik untuk Tuhan. Bandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Yudas. Ia mengritik wanita itu, padahal justru Yudas-lah yang menyembunyikan sikap hati yang salah terhadap uang.

“Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya.”
(Yohanes 12:6)

Yudas gusar melihat wanita itu mengurapi Yesus dengan minyak yang mahal, karena ia berharap minyak itu diuangkan dengan alasan diberikan bagi orang miskin. Padahal sebagai bendahara Yesus dan rasul-rasul, ia ingin bisa mencuri uang hasil penjualan minyak itu. Sebenarnya, dia sama sekali tidak peduli dengan orang yang miskin. Yesus tahu ini.

Saat seseorang memuliakan Tuhan dengan cara A, dan kita memuliakan Tuhan dengan cara B. Terimalah dengan sukacita. Melalui banyak cara Tuhan dapat dimuliakan, yang terpenting adalah sikap hati kita saat melakukannya. Sudah jelas bagaimana hati wanita ini tertuju pada Yesus dan ingin memberikan yang terbaik bagiNya. Yudas? Sekilas dia terlihat ingin melakukan yang baik namun di dalam hatinya adalah keserakahan. Bukan pada Yesus hatinya tertuju. Dua hal sama yang dilakukan dua orang yang berbeda, bisa saja memiliki motivasi yang berbeda.

4. Wanita itu melakukan kehendak Allah
“Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu. Sebab dengan mencurahkan minyak itu ke tubuh-Ku, ia membuat suatu persiapan untuk penguburan-Ku. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia.”
(Yohanes 26:11-13)

Memang aneh apa yang dilakukan wanita itu. Bukan sesuatu yang normal bagi seseorang mencurahkan minyak yang luar biasa mahal pada seseorang yang sedang duduk makan, tapi dia melakukannya. Semua orang yang hadir saat itu terheran-heran melihat kejadian tersebut, tapi Yesus tidak. Yesus memahami apa yang terjadi, bagaimana Bapa-Nya membuat persiapan penguburan-Nya melalui wanita ini. Kita tidak tahu, apakah wanita ini sadar dengan apa yang sedang dilakukannya, atau apa makna yang dimaksudkan Allah, nyatanya wanita ini melakukan kehendak Allah.

5. Wanita ini tulus memberikan yang terbaik bagi Yesus
“Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?”
(Yohanes 12:5)

Wanita ini membeli minyak narwastu yang sangat mahal, sekitar 300 dinar harganya. Di masa itu, 1 dinar adalah rata-rata upah harian pekerja bekerja setiap harinya. Bayangkan, hasil kerja bertahun-tahun dipakainya untuk minyak yang dicurahkan pada seseorang? Wow! Apakah melakukan ini memberikan keuntungan bagi dia? Tidak. Tapi dia tetap melakukannya. Ia mengasihi Yesus dengan tulus. Jika orang lain berhitung (seperti yang saya lakukan) ‘nilai’ minyak narwastu tersebut, wanita ini tidak. Yesus lebih berharga baginya dari segala harta. Hatinya begitu mengasihi Yesus sehingga baginya tidak ada yang terlalu berharga jika diberikan bagi Yesus.

***

Banyak hal tersembunyi dari sebuah perbuatan sederhana seperti mengurapi Yesus. Itulah kenapa tidak seharusnya kita asal memberikan komentar negatif mengenai apa yang dilakukan orang lain. Kita tidak sanggup menilai hati seseorang, hanya Tuhan yang bisa. Hal ini berlaku sebaliknya, komentar negatif dari orang lain sebisa mungkin tidak kita biarkan menghalangi kita untuk tetap melakukan sesuatu, sepanjang yang kita lakukan itu baik, dengan motivasi yang benar, dan kita yakini sebagai kehendak Tuhan. Semua untuk kemuliaan Tuhan.