by Mekar Andaryani Pradipta
Psstt... Tahukah kamu kalau dari artikel-artikel Pearl yang paling banyak dibaca kebanyakan bertema relationship dan singleness. Pokoknya kalau tentang cinta-cinta, Pearlians semangat banget baca dan nge-share artikelnya. Nah, sebentar lagi Pearl akan ngadain sesi khusus Q&A tentang singleness di Instagram. Lewat Q&A ini, Pearlians boleh tanya-tanya, bagi pengalaman atau bahkan curhat.
Tapi sebelumnya, yuk kita belajar dulu tentang bagaimana menikmati masa lajang. Because we know, berdamai dengan masa lajang itu ngga gampang, apalagi kalau seakan-akan kita jadi satu-satunya lajang di tengah teman-teman yang sudah berpasangan. Sampai kapan, Tuhan? Siapa sebenarnya jodohku? Mungkin itu yang ada di pertanyaan kita saat ini.
Tuhan memang kadang bekerja dengan cara yang misterius. Ingat kan bagaimana dia dulu memanggil Abraham, Musa, Yusuf, atau Daud. Kepada mereka, rencana-Nya tidak disingkapkan sekaligus. Begitu pula dengan hidup kita. Ada masa-masa kita bingung tentang rencana Tuhan, lalu gelisah karena Tuhan seakan-akan menempatkan kita di dalam ketidakpastian. Tapi, hey, seperti orang-orang kesayangan Allah di Alkitab, kita punya janji Tuhan yang ya dan amin. Berjalan di dalam janji Tuhan berarti berjalan di dalam kepastian. Bukankah Dia adalah Allah yang setia?
Jadi, kalau Tuhan berjanji bahwa rancangannya adalah rancangan damai sejahtera, maka itulah yang akan Dia lakukan. Tugas kita adalah menanti rancangannya dibukakan dengan sikap hati dan respon yang benar. Apa saja?
1. Menerima rencana Allah: meletakkan keinginan kita atas pernikahan di bawah kehendak Tuhan, apapun itu.
Mari kita uji dengan pertanyaan ini:
Apakah aku bisa menerima jika ternyata Allah menghendaki aku tetap melajang? Aku tahu kalau rancangan Allah adalah rancangan damai sejahtera, lalu jika pernikahan tidak termasuk dalam rencana Allah untuk hidupku, bagaimana responku?
Pertanyaan ini sepertinya sederhana, tapi jawaban yang kita berikan menunjukkan sikap hati yang berserah dan menerima rencana Allah, atau justru masih memegang kehendak kita sendiri.
Ketika Yesus berada di taman Getsemani pada malam sebelum Ia disalibkan, Ia begitu ketakutan dan gelisah. Tapi pada akhirnya dia bisa berjalan menuju Bukit Golgota dengan ketenangan dan ketabahan luar biasa. Mengapa? Karena pada akhirnya Yesus bisa menerima rencana Allah dan melepaskan kehendak-Nya sendiri. Kalau kita bisa memberikan respon yang sama seperti Yesus, maka kegelisahan kita menjalani masa lajang bisa tergantikan dengan ketenangan dan sukacita.
Jawaban kita atas pertanyaan tadi juga mencerminkan bagaimana kita memposisikan pernikahan. Jangan-jangan kita menginginkan pernikahan lebih dari kita menginginkan Allah dan rencana-Nya.
Di Mazmur 73:25, Daud berkata, “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di Bumi.” Baginya Tuhan adalah yang utama, sepanjang Ia punya Tuhan maka Ia tidak kekurangan apapun, bahkan ketika Ia harus hidup dalam penantian atau ketika doanya tidak dikabulkan sekalipun.
Keinginan yang berlebihan terhadap pernikahan cenderung membuat hati kita merasa tidak puas dengan masa lajang kita. Kita merasa tidak utuh dan lengkap. Kita akan dikuasai ketakutan hidup melajang selamanya. Kita juga jadi tidak sabar karena pernikahan menjadi fokus hidup kita.
Percaya atau tidak, salah satu tanda kita siap menikah adalah ketika kita bisa mengatakan bahwa, “Rancangan Tuhan adalah baik. Baik menikah maupun melajang adalah baik jika sesuai dengan rancangan Tuhan. Aku memang menginginkan pernikahan, tapi jika Tuhan menghendaki aku melajang, maka aku akan berkata, “Bukan kehendakku, tetapi kehendak-Mu yang jadi.”
2. Puas dengan Allah: Utuh dan Penuh di dalam Yesus
Ketika kita sudah bisa menerima apapun rancangan Tuhan untuk masa depan kita, kita perlu juga belajar puas dengan Allah. Seperti Daud yang mengatakan, “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”
Media sering mengatakan bahwa orang yang belum menikah berarti belum utuh. Mungkin kita malas datang ke pertemuan keluarga karena harus mendengar orang-orang yang mengatakan hidup kita tidak lengkap tanpa seorang suami.
Semua itu salah. Alkitab menjelaskan ini dengan sangat gamblang di Kolose 2:9-10 (Amplified Bible):
For He is the complete fullness of deity living in human form.
And our own completeness is now found in him.
(Col 2:9-10 / AMP)
Hidup kita lengkap hanya karena Yesus, bukan karena hal lain. As long as you have Jesus, your life is complete. Seperti Daud, hidupmu takkan kekurangan apapun. Repeat: apapun, termasuk cinta. Jesus’ love is more than enough to satisfy us.
3. Menemukan Tujuan dalam Masa Lajang
Menjadi lajang bukan aib. Kalau Tuhan masih menghendaki kita menjalani fase ini, maka hal itu berarti Tuhan punya tujuan baik. Tugas kitalah untuk menemukan tujuan itu. Kadang ada yang merasa dirinya sudah sangat siap untuk pernikahan – usia sudah matang, karakter sudah dewasa, finansial sudah cukup – tapi Tuhan belum juga memberikan jodoh. Lalu mengapa?
Dalam bukunya A Purpose Driven Life, Rick Warren mengatakan bahwa orang yang paling mengetahui tujuan diciptakannya sesuatu adalah penciptanya. Nah, sama dengan masa lajang, Tuhanlah yang paling tahu tujuan dari masa lajang kita, karena Ia yang mengatur musim hidup kita.
Tanpa tujuan, seseorang tidak akan bisa menikmati perjalanannya. Bahkan orang yang melakukan perjalanan tanpa rencana pun sebenarnya memiliki tujuan: menemukan tempat-tempat menarik di perjalanan, atau bertemu dengan orang-orang lokal secara kebetulan. Sekedar menjalani masa lajang akan membuat kita tidak fokus dan menginvestasikan banyak energi pada hal-hal negatif seperti perasaan kesepian, mengasihani diri atau iri dengan orang lain yang sudah berpasangan.
Alkitab sebenarnya sudah memberikan kita gambaran mengenai tujuan masa lajang yaitu agar kita hidup tanpa kekuatiran, fokus pada perkara-perkara surgawi dan mencari perkenanan Tuhan (I Korintus 7:32). Tapi setiap kita sebaiknya mendapatkan arahan spesifik atau rhema pribadi dari Tuhan sendiri mengenai perkara surgawi apa atau perkenan Tuhan dalam hal apa yang dikhususkan untuk hidup kita.
Seorang teman saya yang baru-baru ini menikah, mendapatkan rhema dari Yeremia 29:5 yang mengatakan, “Dirikanlah rumah untuk kamu diami, buatlah kebun untuk kamu nikmati hasilnya, ambillah isteri untuk memperanakkan anak laki-laki dan perempuan”. Melalui ayat ini, Tuhan menuntunnya untuk mengembangkan usahanya, mempersiapkan rumah dan isinya, baru kemudian menikah. Sebuah tuntunan yang tampak sederhana namun memberikan pelajaran mengenai prioritas hidup yang benar bagi teman saya. Ketika saat ini dia sudah menikah, teman saya tidak perlu direpotkan dengan masalah keuangan, malah keluarganya bisa lebih maksimal untuk memberkati orang lain.
Untuk saya pribadi, masa lajang adalah sebuah “extra time” dari Tuhan. Saya melewatkan masa lajang saya dengan kegelisahan tentang pernikahan, sampai akhirnya saya menang di bagian ini. Masa lajang saya saat itu bertujuan untuk membentuk hati dan karakter saya. Saat ini, saya masih lajang, namun tahapnya sudah berbeda. Tuhan memberikan masa lajang ini sebagai kesempatan yang benar-benar saya nikmati untuk menciptakan pencapaian-pencapaian yang memberkati diri saya sendiri dan orang lain.
Apa tujuan Tuhan dengan masa lajangmu saat ini? Bertanyalah kepada Dia yang punya rencana atas masa lajangmu.
Melakukan tiga poin di atas akan menolong kita untuk menikmati masa lajang dengan sukacita dan ketenangan. Menunggu tidak lagi menyiksa karena kita tahu di depan sana Tuhan punya rencana indah, meskipun ada kemungkinan rencana-Nya tidak seperti yang kita harapkan. Ketiga poin di atas adalah prinsip-prinsip hidup yang penerapannya harus kita buat sendiri sesuai konteks hidup kita. Misalnya untuk poin 2, bisa saja penerapannya adalah tidak lagi mencari perhatian dari cowok-cowok dengan mengirimkan pesan singkat sehari lima puluh kali. Atau untuk poin 3, bisa saja penerapannya mulai belajar IELTS untuk persiapan seleksi beasiswa sekolah ke luar negeri.
Kesimpulannya adalah: Don't waste your singleness merely waiting anxiously. Jangan lewatkan masa lajangmu hanya dengan menunggu. Nikmatilah dengan melakukan sesuatu, untuk Tuhan, untuk diri sendiri, untuk orang-orang di sekitar kita, juga untuk pasangan hidup kita di masa depan – jika memang Tuhan menginginkan kita masuk ke pernikahan. Mulailah dengan belajar menerima rencana Tuhan dan menjadi puas hanya karena Allah, lalu dapatkan tuntunan Tuhan tentang apa yang harus kita kerjakan dengan masa lajang kita.