by Alphaomega Pulcherima Rambang
Kali ini kita akan mengenal lebih dekat seorang businesswoman yang terkenal di zamannya. Dialah Lidia, seorang penjual kain ungu dari Tiatira. Tidak dicantumkan di Alkitab apakah dia menikah atau tidak. Kita tidak tahu seberapa besar kota Tiatira namun nama Lidia sangat terkenal—hingga keterangan itu yang disematkan oleh penulis Kisah Para Rasul (selengkapnya bisa dibaca di Kisah Para Rasul 16:1-40).
Seorang dari perempuan-perempuan itu yang bernama Lidia turut mendengarkan. Ia seorang penjual kain ungu dari kota Tiatira, yang beribadah kepada Allah. Tuhan membuka hatinya, sehingga ia memperhatikan apa yang dikatakan oleh Paulus. Sesudah ia dibaptis bersama-sama dengan seisi rumahnya, ia mengajak kami, katanya: "Jika kamu berpendapat, bahwa aku sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan, marilah menumpang di rumahku." Ia mendesak sampai kami menerimanya. (Kisah Para Rasul 16:14-15)
Walaupun namanya hanya disebutkan beberapa kali di dalam Alkitab, namun ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari kehidupan Lidia:
1) LIDIA MENDENGARKAN DAN MEMPERHATIKAN PENGAJARAN PAULUS
Hayoo… Siapa pembaca di sini yang (ngakunya) saking sibuk sampai nggak sempat mendengarkan dan memperhatikan Firman Tuhan?
Boro-boro buat merenungkan firman Tuhan Meg, baca Alkitab aja bisa gak sempat. Gimana sempat, bangun pagi dah harus siap-siap buat ngantor, sibuk urusan kantor, macet di jalan, pulang dah tepar, mana sempat lagi baca Alkitab booo!? Belum lagi kalau dah bersuami dan beranak, mana sempat lagi baca Alkitab, hidup sudah diabdikan penuh buat melayani keluarga, Meg!!
Jangankan baca Alkitab tiap hari, bisa ke Gereja seminggu sekali buat dengar firman Tuhan aja dah sujud syukur, lhoo… Rempong banget ngurus bayi dan suami. Apalagi noh, kalau berkeluarga tapi juga kerja kantoran. Mana mungkin ada waktu buat baca Alkitab, Meg!
Lidia? Eike sama dia kagak sama, oi! Lidia mah perempuan zaman dulu yang gak ada kerjaan kaliii... Beda dong sama eike, eike kan wanita karirrrr….
Ehmm… Maaf, kalau boleh aku mengingatkan, Lidia seorang penjual kain ungu looo… Dia nggak nganggur, wong dia seorang pedagang. Tapi waktu ditemui Paulus, Lidia sedang berada di tempat ibadah Yahudi. Lidia bukan bergosip di sana, bukan nongkrong nggak jelas. Lidia sedang beribadah. Lidia memberikan waktunya untuk mendengarkan firman Tuhan yang disampaikan Paulus bersama perempuan-perempuan lain. Jadi, kalau Lidia yang pedagang aja punya waktu untuk firman Tuhan bersama teman-temannya mosok kita gak punya waktu?
Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.
(2 Timotius 3:15-1)
Kita pasti punya waktu untuk melakukan sesuatu yang kita anggap penting. Tiap hari masih makan, kan? Iya lah ya... Kalau nggak makan, kita bisa meninggal. Nah, sama seperti makanan untuk tubuh jasmani kita, kerohanian kita pun bisa mati kalau kita nggak baca dan menghidupi firman Tuhan!
“Trus gimana caranya aku bisa bertumbuh dan komitmen buat baca firman Tuhan, Meg?”
Seenggaknya ada dua hal yang bisa kita lakukan:
A) Berkomitmen untuk selalu mendengarkan dan merenungkan firman Tuhan
Tetapkan waktu terbaik (entah pagi, malam, dll) untuk membaca Alkitab setiap hari—dan mulailah hari ini (jadi jangan ditunda-tunda, ya)! Berdoalah dan minta Tuhan bicara melalui firman-Nya. Perhatikan dan renungkan dengan saksama apa yang dibaca. Kalau kata Ci Lia Stoltzfus, baca maupun mendengarkan firman Tuhan itu seperti bercermin. Kita harus merefleksikan diri kita dengan firman yang dibaca. Kalau ada bagian hidup kita yang dikoreksi oleh firman Tuhan, maka di situlah kita harus berubah.
B) Membutuhkan komunitas yang concern terhadap hal firman Allah
Alangkah baiknya jika ada partner yang sama-sama berjuang untuk merenungkan firman Tuhan bersama. Kenapa? Karena ada semangat yang beda waktu kita tahu ada partner yang juga mengejar pertumbuhan rohani. Selain itu, kita dapat saling mendukung, mengingatkan, dan menegur saat ada yang melanggar komitmennya.
2) LIDIA BERIBADAH KEPADA ALLAH
Bagaimana penulis Kisah Para Rasul tahu Lidia beribadah kepada Allah? Hm, mungkin karena dia melihat aktivitas Lidia di tempat ibadah Yahudi bersama teman-teman perempuannya. Bisa jadi karena dia melihat bagaimana Lidia menjalankan bisnisnya (melalui kejujuran, keramahan, “neraca yang adil” (Amsal 11:1), dan mendasarkannya pada hukum-hukum Allah). Mungkin juga karena sang penulis melihat ketaatan Lidia pada Perintah Allah. Kita tidak tahu persis, tapi yang jelas dia tahu Lidia beribadah kepada Allah.
Bagaimana dengan kita? Bagaimana orang tahu kalau kita beribadah kepada Allah?
A) Saat kita mengasihi
Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku , yaitu jikalau kamu saling mengasihi.
(Yohanes 13:35)
Apakah kasih Kristus nyata dalam diri kita? Apakah kita membuat orang lain merasa dikasihi? Setiap tindakan yang kita lakukan karena mengasihi dan untuk mengasihi orang lain sebagaimana Kristus telah mengasihi.
B) Saat hidup kita berbuah
Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.
(Matius 12:33)
Buah seperti apa yang kita hasilkan? Setidaknya ada tiga jenis buah yang kita hasilkan; yaitu buah karakter (Galatia 5:22-23), buah jiwa (orang-orang yang hidupnya mengenal Kristus melalui pelayanan kita) dan buah pelayanan (pelayanan yang kita lakukan di dalam tubuh Kristus sesuai karunia dan talenta yang Allah berikan).
3) LIDIA BERMURAH HATI MEMBERIKAN TUMPANGAN
Dari Kisah Para Rasul 16:1-40, kita bisa melihat bagaimana Lidia “memaksa” Paulus dkk untuk menumpang di rumahnya. Setelah menyerahkan hidupnya pada Kristus, Lidia bermurah hati melayani Paulus dkk. Wah… Padahal, memberikan tumpangan bagi orang lain bukanlah perkara yang mudah, lho. Siapa pun yang pernah menerima orang lain menginap di rumahnya tahu betapa merepotkannya hal ini. Kita dituntut melayani orang yang menumpang di rumah kita, menyiapkan makanannya, menyiapkan kamar, dan menyiapkan berbagai hal yang diperlukannya sehari-hari! Duh, pasti riweh banget kan?
Walaupun tawaran Lidia (sebenarnya) merepotkan dirinya sendiri, tapi dia menawarkan apa yang ada padanya dengan sukarela. Tawaran ini sebenarnya menunjukkan kepekaan Lidia terhadap kebutuhan saudara seimannya. Paulus dkk. adalah pendatang di kota tersebut, dan pastinya tawaran Lidia sebenarnya merupakan jawaban dari kebutuhan mereka. Bahkan tercatat kalau Lidia “memaksa”, tawarannya bukan basa-basi—tapi benar-benar merupakan bukti dari ketulusan hatinya.
--**--
Omong-omong soal hospitality, aku pernah menulis di Majalah Pearl edisi 25 tentang beberapa cara untuk membuka rumah dan hati kita bagi orang lain sebagai gaya hidup; yaitu:
1) Mengambil inisiatif
Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.
(Roma 12:10)
Berinisiatif berarti membuka pintu bahkan sebelum orang lain mengetuk, memberikan undangan terucapkan maupun tidak terucapkan bagi orang lain untuk masuk ke dalam rumah dan hati kita—tanpa kita tahu apakah undangan tersebut akan bersambut atau tidak. Undangan tersebut dapat berupa senyuman dan anggukan, menolong orang lain tanpa diminta, dan berbagai hal kecil yang menunjukkan kita bersedia menawarkan keramahan. Bahkan pembicaraan sederhana dengan seseorang dapat menunjukkan kepedulian kita. Menawarkan makanan yang kita miliki untuk seseorang yang tidak kita kenal pun dapat menjadi cara untuk membuka perbincangan, hal yang mungkin tidak pernah kita sadari sebelumnya.
Saat kita memiliki inisiatif memulai percakapan dengan orang lain, kita sedang mengetuk hatinya dan kita dapat mulai bertamu menawarkan kasih dan keramahan Kristus kepadanya. Mulailah tersenyum lebih dahulu kepada orang lain. Mulailah menanyakan kabar seseorang bukan sekedar basa-basi, tapi dengan kesungguhan. Mulailah tertarik pada kehidupan seseorang dan menaruh perhatian. Mulailah berinisiatif!
2) Memiliki hati yang tulus
Janganlah menyeret aku bersama-sama dengan orang fasik ataupun dengan orang yang melakukan kejahatan, yang ramah dengan teman-temannya, tetapi yang hatinya penuh kejahatan.
(Mazmur 28:3)
Ladies, sadar atau tidak, kita bisa bermurah hati dalam kepalsuan, lho. Kita bisa mengucapkan perkataan yang ramah tanpa ketulusan. Yang lebih gawat, kita juga selalu bisa berpura-pura mengundang orang lain memasuki hidup kita melalui perkataan, namun jika kita tidak dengan tulus melakukannya… Waduh, hati-hati! Orang lain bisa merasakan ketidaktulusan kita! Bagaimana kita bisa menawarkan kasih Kristus bagi orang lain, jika mereka merasakan kita tidak benar-benar peduli dan hanya berpura-pura saja?
3) Peduli terhadap kebutuhan orang lain
Penduduk pulau itu sangat ramah terhadap kami. Mereka menyalakan api besar dan mengajak kami semua ke situ karena telah mulai hujan dan hawanya dingin.
(Kisah Para Rasul 28:2)
Tanggapan kita terhadap kebutuhan orang lain sudah jelas menunjukkan keramahan dan kasih yang nyata. Ketika kita memilih bertindak melampaui segala perkataan, perlahan tapi pasti, ini akan membuka hati mereka bagi kita. Siapa sih yang tidak akan mau membuka hatinya pada orang yang sudah jelas peduli padanya, gak cuma omong doang?
4) Menjadi orang yang mudah didekati
Kalau mau menjadi orang yang mudah didekati, kita harus meneladani Yesus yang sudah jelas ramah dan mudah didekati. Semua orang dari berbagai kalangan dapat berada di dekatnya. Tidak peduli anak kecil atau orang dewasa, tidak peduli apa pekerjaannya (baik nelayan, pelacur, pemungut cukai, raja, sampai para pembesar), Dia dapat didekati dengan mudah oleh (hampir) semua orang. Hal ini menunjukkan bahwa Yesus tidak pernah membatasi pergaulannya, Dia memilih bergaul dengan semua orang. Dampaknya, kebanyakan orang menyukai-Nya (minus haters-Nya haha) \(“,)/
Apa yang Yesus teladankan pada kita dalam poin ini?
A) Tidak membeda-bedakan orang. Semua sama di mata-Nya
Saat para murid Yesus menghalangi anak kecil yang ingin datang pada-Nya, Dia justru membuka tangan dan hatinya lebar-lebar bagi anak kecil tersebut—bahkan Dia memberkati mereka (Markus 10:13-16). Jelas kan, kalau Yesus mudah didekati?
Seandainya Yesus itu orang yang kaku, jarang senyum, dan sebodo amat, kemungkinan besar anak-anak itu malah takut mendekati Dia. Kenyataannya nggak, tuh. Yesus menyukai semua orang yang mau datang pada-Nya; besar atau kecil, tua atau muda, dan dari latar belakang apapun. Yesus mengasihi mereka semua orang tanpa memandang rupa. Dengan leluasa, Dia berbaur dengan banyak orang, berjalan bersama mereka, mengajar mereka, makan bersama mereka, menyembuhkan, dan menguatkan mereka.
B) Tidak menghakimi orang lain
Saat orang lain mencemooh seorang wanita yang berzinah, Ia mengulurkan tangannya dan menerimanya (Lukas 7:36-50). Jika kita bersikap menghakimi orang lain, ini akan menghalangi kita untuk mendekati dan didekati oleh orang lain. Karena tidak ada orang yang merasa nyaman berada di sekeliling orang yang suka menghakimi orang lain. Orang lain tidak akan mau membuka hatinya pada seseorang yang punya kecenderungan suka menghakimi orang lain. Orang-orang yang dibebani perasaan bersalah perlu merasa leluasa untuk menghampiri orang-orang yang dapat membantu mereka memulihkan hubungan dengan Allah!
C) Lemah lembut dan rendah hati
Kelemahlembutan dan kerendahan hati Yesus membuat orang lain betah berada di dekat-Nya. Ya iya lah! Siapa yang tahan berlama-lama ada di dekat orang yang kasar dan sombong!? -.-“ Sebaliknya, Yesus justru menunjukkan kelemahlembutan, bukanlah kelemahan. Tapi, ladies, kita membutuhkan kekuatan untuk memperlakukan orang lain dengan lemah lembut setiap saat. Oleh karenanya, kita perlu berdoa kepada-Nya untuk senantiasa menguatkan kita dalam bersikap lemah lembut dan rendah hati (Matius 11:28-29).
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^