by Poppy Noviana
Saya adalah anak pertama dari sebuah keluarga kecil yang terdiri dari Papa, Mama dan seorang adik. Sejak mengalami krisis moneter, keluarga kami merasakan terjadinya perubahan dari segi finansial. Keadaan semakin sulit ketika saya dan keluarga harus menerima kenyataan bahwa Papa di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Hal ini menjadi pukulan besar sekaligus ancaman bagi kami sekeluarga. Masa depan kami sepertinya akan suram. Masih teringat jelas waktu itu saya sedang dalam masa-masa menyelesaikan pendidikan SMP dan mau memasuki tingkat SMU, sehingga sangat banyak biaya yang dibutuhkan untuk biaya daftar ulang dan keperluan lainnya. Sulit rasanya, ditambah lagi posisi sebagai anak sulung yang dituntut untuk bertanggung jawab terhadap keluarga. Puji Tuhan, semua hal sulit yang saya alami merupakan cara Tuhan untuk membentuk karakter dan kedewasaan mental saya.
Kali ini, saya akan membagikan pengalaman yang saya alami dalam peran saya sebagai seorang siswa di sekolah, seorang sahabat di dalam pergaulan, seorang karyawan di kantor dan seorang pelayan di gereja, untuk dapat menyenangkan Tuhan dalam setiap peran yang saya lakukan.
// Menjadi seorang Siswa untuk Menyenangkan Tuhan
Saya sudah mengenal Tuhan sejak kecil. Puji Tuhan saya terlahir di tengah keluarga yang sudah percaya Tuhan. Tetapi ketika saya diperhadapkan pada situasi keuangan yang sulit, hubungan dengan Tuhan menjadi hal yang berbeda buat saya. Saat itu kehidupan saya sebagai seorang kristiani hanyalah sebagai rutinitas. Saya pergi ke gereja dan memiliki kehidupan rohani yang biasa-biasa saja dan tidak bertumbuh, apalagi berbuah. Kesulitan hidup membuat saya merasa tidak sanggup dan menyerah untuk tetap bertahan, sehingga semakin hari hanya Tuhan saja yang dapat saya andalkan dalam setiap pergumulan yang ada.
Pada saat mau memasuki SMU, akhirnya saya bergumul keras karena cita-cita saya untuk masuk sekolah negeri unggulan menjadi harapan yang tidak tercapai. Papa saya lebih mendukung agar saya masuk SMK dengan tujuan bisa langsung bekerja. Menyenangkan sih buat saya secara pribadi, setidaknya saya masih didukung untuk melanjutkan pendidikan. Tapi, tetap saja itu bukan cita-cita yang saya harapkan, dan tuntutan untuk segera bekerja membuat saya jadi tertekan.
Mulai memasuki semester pertama di SMK, saya merasakan bahwa semua yang saya lakukan hanya sekedar untuk menyenangkan Papa. Tidak sama sekali saya lakukan dengan serius, sampai akhirnya saya memperoleh peringkat ke 32 dari 34 siswa. Rasanya malu dan minder jadinya, tetapi rencana Tuhan memang rancangan damai sejahtera, Dia menguatkan saya melalui sebuah kegiatan ekstrakurikuler cheerleaders yang akhirnya saya ikuti, karena hobby saya sejak kecil adalah menari.
Sesuatu yang sangat berharga bagi saya dalam melalui masa itu dan mengubahkan saya adalah ayat-ayat dari kitab Amsal yang mengajar dan menegur dengan tegas. Beberapa ayat yang menjadi kekuatan, dari Amsal 6:6-8 dan 1Timotius 4:12.
“Hai pemalas, pergilah kepada semut, perhatikanlah lakunya dan jadilah bijak: biarpun tidak ada pemimpinnya, pengaturnya atau penguasanya, ia menyediakan rotinya di musim panas, dan mengumpulkan makanannya pada waktu panen.”
(Amsal 6:6-8)
“Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”
(1Timotius 4:12)
Dua peristiwa yang membuat ayat-ayat di atas sangat berharga adalah ayat ini mampu menguatkan saya di saat prestasi saya di kelas hancur akibat motivasi yang salah saat memutuskan untuk masuk SMK. Situasinya adalah ketika persiapan untuk UAN (Ujian Akhir Nasional). Prestasi yang buruk membuat teman-teman sekelas meremehkan saya. Mereka juga tidak sungkan untuk memberitahu saya kunci jawaban untuk digunakan sebagai contekan di kelas saat ujian berlangsung. Ada yang mencari bocoran jawaban dan membagikannya, dan ada juga yang berbagi melalui SMS berantai. Tapi melalui situasi ini saya mengambil keputusan untuk belajar tekun. Setiap jam istirahat, saya luangkan waktu untuk membaca kembali pelajaran yang baru dijelaskan oleh guru di kelas.
Selain itu, saya mulai membangun hubungan yang serius dengan Tuhan melalui saat teduh pagi dan renungan malam. Meskipun pada saat itu saya masih bolong-bolong untuk renungan, tapi sungguh motivasi yang salah itu semakin hari semakin bergeser dan akhirnya berubah menjadi sebuah tekad yang utuh. Tekad tersebut adalah keinginan untuk menjadi teladan di tengah-tengah kondisi yang mudah membuat saya kompromi dengan dosa penipuan (menyontek). Bagi saya menyontek adalah menipu diri sendiri, karena bukan hasil upaya keras dari dalam diri melainkan hasil karya orang lain yang dijiplak.
Pada saat itu saya diremehkan dengan opini-opini yang menyudutkan. Bahkan saya dianggap bukanlah seorang siswa yang berpengaruh, karena dari kalangan agama Kristen (minoritas) dan buruk dalam prestasi. Tapi hasil akhir-lah yang membuktikan. Saya mendapat peringkat ke-4 dan lulus dengan predikat sangat baik. Sungguh nyata didikan Tuhan bagi anak yang tidak menolak-Nya dan tidak bosan atas peringatan-Nya.
“Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan Tuhan dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya. Karena Tuhan memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang Papa kepada anak yang disayangi.”
(Amsal 3:11-12)
Yang kedua, adalah ketika saya menjadi seorang anggota cheerleaders di sekolah. Saya merasa sangat malas sebenarnya untuk pergi ke sekolah. Sempat terpikir untuk berhenti saja, tapi dari situ saya berusaha memotivasi diri dengan membeli buku If High School is a Game, dengan maksud untuk merubah mindset, namun hal itu hanya sedikit membantu dan tidak bertahan lama. Akhirnya ketika saya bergumul kepada Tuhan tentang apa yang harus saya lakukan, saya menemukan jawaban, yaitu keputusan untuk masuk keanggotaan cheers. Tuhan mulai membangun karakter rajin dalam diri saya melalui kegiatan ini, karena setiap anggota dituntut untuk berlatih 3 kali seminggu dan selama 4 jam. Belum lagi pemanasan, bentakan keras dari senior dan pegel-pegel seluruh badan karena gerakan-gerakan senam lantai yang tidak mudah.
Melalui ayat Amsal tadi saya diajarkan oleh Tuhan, bahwa semut aja bisa mengatur dirinya, bisa memiliki strategi untuk bertahan hidup menghadapi perubahan musim. Apalagi saya yang diberikan akal budi untuk berpikir dan talenta untuk menari oleh Tuhan, kenapa saya tidak maksimalkan potensi selagi masih muda. Akhirnya menyabet piala demi piala pun kami lakukan, kekompakan tim dan strategi untuk menjaga semangat untuk sekolah saya peroleh seperti halnya semut.
Dari kedua peristiwa yang saya sebutkan di atas, saya mangalami suatu terobosan, didikan Tuhan dan kuasa-Nya bekerja di saat saya mengalami kesulitan hidup. Kesaksian ini adalah rasa syukur, atas apa yang Tuhan izinkan terjadi bagi saya. Terobosan besar dalam diri saya dan pola pikir yang mau berjuang, semuanya bisa saya lakukan karena motivasi untuk menyenangkan Tuhan dalam peran sebagai seorang siswa.
Jadi, terimalah didikan Tuhan dalam diri kalian, jangan menolak dan bosan. Karena Tuhan adalah sumber hikmat dan pengetahuan, sehingga suatu terobosan bisa terjadi dalam diri kita jika kita ada di dalam Dia. Janji Tuhan adalah ya dan amin, oleh karena itu, ingatlah firman Tuhan yang berkata,
“Dengan bermalas-malas takkan tercapai yang diidamkan; dengan bekerja keras orang mendapat kekayaan.”
(Amsal 12:27 / BIS)
Hal yang menghalangi kita untuk berhasil adalah kemalasan dari dalam diri sendiri.
// Menjadi seorang Sahabat untuk Menyenangkan Tuhan
Saya tertarik untuk membahas peran seorang sahabat di sini, karena menjadi seorang sahabat tidak sama seperti seorang teman. Bagi saya, teman itu sebatas hanya "say hello" dan interaksi singkat saat bertemu saja, tidak ada jalinan hubungan yang intim (intim di sini adalah hubungan dekat yang saling mendukung dan percaya satu sama lain). Sedangkan sahabat adalah seseorang yang sangat dekat dan saling membangun rasa percaya, terbuka, dan mendukung dalam suka dan duka.
Talking about pleasing God or pleasing people, seringkali pergaulan yang terlalu bebas membuat kita kompromi dengan dosa. Hal ini diawali dari pengaruh buruk yang merusak kebiasaan baik seseorang, padahal Tuhan yang merupakan Sahabat sejati kita melarang hal itu.
Menarik bagi saya untuk menceritakan mengenai peran sebagai seorang sahabat. Peristiwa ini terjadi saat saya berulang tahun ke-17 dan saya mengundang beberapa sahabat untuk datang. Saat itu saya berkenalan dengan seseorang yang akhirnya menjadi sahabat saya sampai saat ini. Dia adalah seorang wanita yang lebih dewasa dari saya, dan seorang yang aktif dalam pelayanan. Namun yang menyedihkan bagi saya adalah saat saya mengetahui bahwa sahabat saya ini menjalin hubungan gelap dengan seorang pria yang sudah menikah. Sulit bagi saya sebagai sahabatnya untuk menerima hal ini. Apapun yang saya katakan tidak pernah didengar dan berarti baginya.
Pada satu ketika, saat saya janjian dengan dia untuk suatu acara ibadah, kami bertemu dan memiliki waktu bersama untuk bersekutu. Setelah acara selesai, dia mengatakan bahwa dia akan pergi untuk menemui pria itu sehingga dia tidak ikut pulang bersama dengan saya. Saat sampai di rumah dia berpesan pada saya melalui BBM, jika orangtuanya bertanya maka jawab saja kalau kita sedang jalan-jalan. Mungkin hal ini sederhana, tapi bagi saya awal dari kompromi dengan dosa adalah ketika saya menyetujui usulannya untuk membohongi orangtuanya. Saya menolak untuk berbohong, namun dia memohon untuk sekali ini aja. Akhirnya saya memutuskan untuk tetap tidak berbohong. Sederhana sih, tapi saya berusaha untuk waspada dan tidak kompromi dengan dosa kebohongan, karena Tuhan mengajarkan untuk berkata yang benar.
“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”
(Matius 5:37)
Firman Tuhan yang berkuasa seperti pedang bermata dua, sungguh mampu menunjukkan hal-hal yang benar bagi saya untuk bersikap. Karena saya percaya janji Tuhan, ketika kita melakukan perintah-Nya maka Tuhan akan berkenan.
“Jika engkau baik-baik mendengarkan suara Tuhan, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu hari ini, maka Tuhan, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi.”
(Ulangan 28:1)
// Menjadi seorang Pekerja yang Menyenangkan Tuhan
Nah, kali ini lebih ke arah peran sebagai seorang pekerja. Saya percaya bahwa kita bisa menyenangkan Tuhan juga lewat cara kerja kita di kantor. Selain menjadi seorang pekerja yang tidak pernah telat masuk kantor, seorang pekerja yang menyenangkan Tuhan adalah saat ia bisa menjadi terang dan garam di tengah-tengah lingkungan di mana ia ditempatkan. Mengapa demikian? Karena saya merasakan, bahwa bukan hanya atasan, tapi rekan sekerja, bahkan bawahan juga ikut ambil andil dalam menilai kita. Jadi jika kita bisa menjadi terang dan garam di lingkungan kerja kita, betapa disenangkannya hati Tuhan. Anak-Nya dinilai oleh semua orang dan dapat membawa dampak positif bagi lingkungan sekitarnya serta menjadi teladan bagi pekerja yang lain.
Selama 3½ tahun saya menjalani pendidikan di perguruan tinggi swasta di Jakarta. Saat saya lulus dan mulai mengenal dunia kerja, ternyata banyak hal yang dapat membuat saya jatuh dalam dosa. Peristiwa yang saya alami adalah saat saya ditunjuk sebagai seorang tim pendukung untuk mempersiapkan data-data yang akan digunakan untuk audit. Tiba-tiba atasan saya mengutarakan bahwa nilai perolehan audit internal yang dilakukan oleh perusahaan harus diubah. Hal ini menjadi suatu kegelisahan tersendiri bagi saya, apakah saya harus mempertaruhkan reputasi saya di mata Tuhan sebagai seorang yang mau berusaha untuk jujur... Pilihannya, mau kompromi dengan dosa atau tidak?
Awalnya saya menolak, namun saat itu atasan saya mengemukakan alasan-alasannya dan tentu ini adalah hal sulit bagi saya. Akhirnya dalam hitungan jam saya mengambil keputusan untuk mengubah isi nilai di dalamnya, dengan catatan disertai data-data pendukung. Namun tidak dapat dipungkiri peristiwa seperti ini membuat saya merasa bersalah selama beberapa waktu lamanya. Saya memohon pengampunan dan hikmat dari pada-Nya agar saya dimampukan berpikir dengan bijaksana terhadap kebenaran yang sesungguhnya, sehingga dapat saya sikapi tanpa kompromi dan tegas, sekalipun tetap ada resiko. Tapi saya percaya melalui masalah ini, Tuhan memberi jalan bagi saya untuk berbahagia karena janji-Nya.
“Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan surga.“
(Matius 5:10)
// Menjadi seorang Pelayan yang Menyenangkan Tuhan
Suatu pagi, di hari Minggu pada bulan Oktober tahun 2010, waktu itu saya sedang dalam masa-masa penyusunan skripsi untuk mendapat gelar sarjana. Masih teringat jelas, pada hari itu dibuka lowongan untuk menjadi seorang guru sekolah minggu di gereja kami. Keinginan untuk menjadi seorang guru sekolah minggu adalah keinginan yang sudah lama saya pendam, namun itu tidak menjadi target saya di tahun 2010. Saya bergumul kepada Tuhan atas panggilan yang saya rasakan dan akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti program pelatihannya. Saat itu saya rasa merupakan waktu yang sangat tepat karena sudah tidak banyak kegiatan di kampus yang perlu saya hadiri. Kurang lebih selama 3 bulan saya mengikuti program pembelajaran dan puji Tuhan akhirnya saya dipercaya untuk memimpin pujian dan menjadi wakil wali kelas untuk anak kelas 5 dan 6 SD. Hal ini bisa saya lakukan karena pertolongan Tuhan yang meneguhkan panggilan yang saya rasakan.
Sebuah ayat yang menjadi pegangan yang selalu mengisi pikiran saya saat menjalani keputusan yang saya buat tersebut:
“Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28)
Setelah menjadi seorang pelayan Tuhan selama kurang lebih 2 tahun, tentu banyak suka duka yang saya rasakan. Seringkali karena pelayanan ini bersifat non profit, maka banyak orang yang melalaikannya. Satu peristiwa yang saya alami, saat ada seorang pelayan sekolah minggu yang lupa atas tanggung jawabnya, padahal anak-anak sudah datang untuk beribadah. Akhirnya saya yang tidak dijadwalkan harus menggantikannya, padahal saya belum melakukan persiapan. Yang menyedihkan adalah saat saya menanyakan kepada salah satu anak didik saya. Apa kesan dan pesan kamu selama berada di sekolah minggu? Dan saya kaget mendengar ungkapan yang disampaikan. Intinya mereka merasa banyak guru yang tidak siap dan sepertinya tidak serius untuk mengajar mereka. Hal ini menjadi suatu teguran keras. Saya merasa itu adalah saya dan saya akui saat menggantikan pelayan Tuhan lain yang tidak hadir, saya tidak memiliki persiapan apapun. Sedih sih, membayangkan kekecewaan anak-anak terhadap saya dan teman-teman yang juga melayani sebagai guru sekolah minggu. Tapi ini merupakan konsekuensi yang harus kami terima sebagai seorang pelayan dan guru yang mau total dalam melaksanakan perannya.
Dari peristiwa di atas, saya belajar untuk siaga. Mungkin mangkir dari pelayanan atau kurang persiapan tidak akan membuat saya dihukum di depan kelas atau dimarahi oleh pendeta, tapi dengan berlaku demikian saya merasa telah mengecewakan hati Tuhan dan tidak menghargai anugerah yang diberikan-Nya untuk melayani. Oleh sebab itu, saat ini saya mulai untuk mempersiapkan diri dengan lebih baik dan tidak lalai dalam jadwal yang telah dipercayakan, karena ketika saya siap, anak-anak pun akan merasakannya. So, jika ditunjuk lagi untuk menggantikan maka saya akan lebih siap kapanpun dibutuhkan.
Jadi, saya ingin mengajak para pembaca untuk bisa berani mengatakan “tidak” untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Tuhan, dan semakin giat membaca, merenungkan, dan melakukan firman-Nya, agar kita dapat yakin dalam melangkah saat menjalani peran apapun di dalam kehidupan sehari-hari. Keputusan untuk menjalani hidup sesuai dengan firman Tuhan sangat berguna, baik untuk pengambilan keputusan bagi masa depan, dan untuk lingkungan sekitar kita. Untuk itu, jadilah anak Tuhan yang membawa pengaruh positif di manapun kita ditempatkan, dan tidak mudah dipengaruhi oleh hal–hal negatif.
“Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal didalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.”
(Yohanes 15 :10)
Ayat di atas dengan jelas memberi teladan bagi kita. Sebab Tuhan lebih dulu memberi teladan kepada kita dengan menuruti perintah Bapa tanpa kompromi pada apapun.
Mari kawan jadilah sahabat Allah, agar kita dilayakkan untuk tinggal dalam kasih-Nya!
“Kamu adalah sahabat-Ku, Jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”
(Yohanes 15:14)