by Mekar A. Pradipta
Siapa
sih yang ngga pengen lulus kuliah langsung kerja? Kalo bisa sih
langsung kerja di perusahaan impian dengan gaji yang cukup buat beli
semua kebutuhan plus
keinginan kita. Tapi kata orang, zaman sekarang cari kerja susah
euy.
Persaingan semakin ketat dan tuntutan dunia kerja juga semakin
tinggi. Sarjana aja sekarang banyak yang susah cari kerja. Makanya
ngga heran kalo job
fair
biasanya penuh banget.
Ngga
enak emang rasanya belum punya kerja. Mungkin kalo sebulan – dua
bulan masih bisa kita hadapin. Tapi, kalo sudah menginjak hitungan
tahun, aduuuhhh... rasanya dunia sudah tidak nyaman lagi ditinggali.
Begini salah, begitu salah, kesini salah, kesana salah. Rasanya semua
orang liat kita dan tanya, “Eh, sudah lulus ya? Sekarang kerja
dimana?” Belum lagi kalo ada yang bilang, “Sekarang si Weleh
sudah kerja di perusahaan multi nasional loh. Si Kucrit juga udah
jadi PNS. Kamu gimana?”
Aduh,
itu jleb! jleb! jleb! rasanya… Lebih jleb! lagi kalau ternyata
teman-teman yang sudah kerja itu, dulu di kampus tidak sepintar atau
serajin kita yang cum
laude
atau bahkan summa
cum laude.
Hmmm, kok rasa-rasanya Tuhan itu tidak adil ya…
Guys,
kadang emang rasanya pengen ngelempar balok sama orang-orang yang
ngga sensitive
dengan keadaan kita. Kadang kita juga pengen protes-protes sama
Tuhan, kok kayanya orang-orang gampang banget dapat kerja, tapi kita
ngga. Tapi, dalam segala hal, yang penting adalah respon. Kalau
mungkin ada di antara kita yang masih bergumul dengan pekerjaan…
yuk, yuk, kita belajar memberikan respon yang benar.
Nah,
sebelum lanjut… Ayo kita bikin kesepakatan dulu. Kita percaya kan
kalau perkataan itu benar-benar punya kuasa? Mereka yang
memperkatakan yang baik akan memakan buah yang baik juga. Jadi, mulai
sekarang, daripada menyebut diri kita
jobless
– ngga punya kerja alias pengangguran, lebih baik kita sebut diri
kita job
seeker
– pencari kerja, seseorang yang sedang dalam proses akan punya
kerja. Kenapa pencari? Karena di Firman Tuhan pun dibilang, setiap
orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat
dan
setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.
Kalau
kita masih bergumul dengan pekerjaan, keep
in our mind that you’re not jobless, you’re a job seeker.
Selalu ada harapan bagi para pencari kerja. Orang-orang boleh bilang
mendapat pekerjaan itu sulit, tapi sulit bukan berarti mustahil.
Lagipula, bagi Tuhan kan ngga ada yang mustahil…
Kembali
ke soal respon yang tadi dibahas, Firman Tuhan menyediakan tuntunan
mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap. Di
Alkitab memang ngga ada cerita soal sosok pencari kerja, tapi, kalo
dipikir-pikir, Daud itu juga kurang lebih keadaannya sama lho.
Masyarakat memandang dia ‘luntang-lantung ga ada juntrungannya”,
tapi you
know what…
di mata Tuhan apa yang dia alami itu adalah proses yang penting
banget buat mempersiapkan Daud sebelum dia mendapatkan karirnya:
menjadi seorang Raja. Begitu juga dengan Yusuf, mimpinya yang terang
benderang itu seakan hilang ketika dia justru terjebak di penjara.
Tapi, ketika tiba waktunya, Tuhan promosikan dia. Ngga
tanggung-tanggung, Yusuf dipromosikan dari narapidana jadi perdana
menteri!
Kadang
Tuhan memang mengijinkan proses penantian dalam hidup kita. Tentu
saja bukan karena Dia jahat, tapi karena Dia punya tujuan bagi kita,
biasanya untuk membentuk karakter atau mempertajam ketaatan kita.
Menantikan Tuhan dengan tenang, penuh damai sejahtera dan sukacita,
tanpa kehilangan iman percaya, adalah tanda kedewasaan rohani. Bagi
Allah, memberikan pekerjaan yang tepat bagi kita semudah membuat bumi
dan langit, tapi Dia tidak ingin kita hanya memperoleh pekerjaan
saja, namun juga apa yang kekal: pengenalan akan Allah dan karakter
yang diubahkan seperti Kristus.
Jadi,
saat kita masih berstatus pencari kerja, gimana dong biar kita ngga
gelisah, ngga over
sensitive dengan
apa kata orang, ngga kehilangan pengharapan dan tetap bisa menjalani
masa penantian dengan berlimpah damai sejahtera? Bagaimana menjalani
masa-masa sebagai job
seeker
dengan passion,
seakan masa-masa itu tidak ada bedanya dengan tantangan-tantangan
lain yang pernah kita hadapi dalam kehidupan?
Pertama, melekat
kepada Allah.
Allah
adalah sumber damai sejahtera yang sejati. Roma 15:33 mengatakan
“Allah,
sumber damai sejahtera, menyertai kamu sekalian!”
Kristus bahkan meninggalkan damai sejahtera bagi kita. Damai
sejahtera yang Ia berikan adalah damai sejahtera surgawi, yang ngga
sama dengan yang diberikan dunia (Yohanes 14:27). Dengan damai
sejahtera itu, kita dimungkinkan untuk tidak gelisah dan gentar hati.
Menjauh
dari Allah pada masa sulit, berarti memutus aliran damai sejahtera
bagi hidup kita. Dalam masa penantian akan pekerjaan, tetaplah
menjaga hubungan pribadi dengan Allah. Kalau selama ini kita
melayani, jangan mundur dari pelayanan. Tetaplah membuat Allah
sebagai yang pertama dalam hidup kita. Waktu luang yang ada menjadi
investasi yang baik untuk membangun disiplin rohani, apakah itu
kebiasaan berdoa atau membaca Firman.
Jangan biarkan
pergumulan membuat kita kecewa kepada Allah dan berhenti mengejar
hadiratNya. Kita seharusnya ingat kalau di luar Kristus, kita tidak
bisa berbuat apa-apa. Melekat kepada pokok anggur yang benar adalah
apa yang paling kita butuhkan agar kita tetap bertahan pada masa
sulit.
Kedua,
pertahankan iman dan pengharapan.
Yesaya 26:3
Yang
hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia
percaya.
Dari
ayat ini kita bisa belajar bahwa hati yang teguh mendapat perhatian
khusus dari Allah yaitu dijagai dengan damai sejahtera.
Pertanyaannya, bagaimana memiliki hati yang teguh? Ternyata
jawabannya sederhana, percaya kepada Allah.
Firman
Allah menyediakan banyak janji yang layak kita percayai. Akitab
menyediakan lebih dari 1260 janji yang pasti bisa diaplikasikan dalam
situasi kita saat menantikan pekerjaan. Kenyataannya, kadang kita
sulit memiliki hati yang teguh karena kita lebih mendengarkan apa
kata orang, apa kata pikiran kita, daripada mendengarkan apa kata
Firman. Si jahat sering memanfaatkan kondisi kita dengan mengirimkan
kekuatiran dan kegelisahan. Tapi, panah-panah si jahat itu bisa
dipadamkan dengan perisai iman, lalu kita balas menyerang dengan
pedang roh yaitu Firman Tuhan.
Pada masa-masa sulit
seperti mencari pekerjaan, penuhilah hati dan pikiran kita dengan
Firman Allah. Nikmatilah bagaimana Firman Allah itu sungguh-sungguh
berkuasa meneguhkan hati kita.
Lalu,
kenapa kita harus tetap berharap? I Korintus 9:10 mengatakan “Atau
kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu
pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik
dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya.”
Dari
ayat ini kita bisa belajar bahwa pengharapan adalah bahan bakar yang
penting untuk melakukan proses di hari ini agar kita mendapatkan
hasilnya di kemudian hari.
Tanpa
pengharapan, kita akan menganggap semua yang kita lakukan sia-sia.
Akibatnya, kita menjadi tidak bersemangat atau bahkan berhenti
berproses dan pada akhirnya tidak menikmati hasil apa-apa. Padahal,
Firman Tuhan bilang, “...masa
depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.”
(Amsal 23:18)
dan
“pengharapan
tidak akan pernah mengecewakan.
(Roma 5:5).
Pengharapan memungkinkan kita mendapatkan apa yang seharusnya kita
dapatkan di masa depan.
Ketiga, bersabar.
Mungkin mendengar
kata sabar justru membuat kita makin emosi kali ya. Mungkin ada yang
bilang, “Enak aja nyuruh orang sabar… Kurang sabar apa lagi coba?
Udah lama banget nih sabarnya…” Hayooo, kalau masih
bersungut-sungut seperti itu, sebenarnya kita belum bersabar lho.
Mungkin
selama ini banyak yang udah keluar masuk ruang wawancara, atau malah
ada yang sampai hafal gimana caranya gambar pohon dan rumah yang
bagus waktu tes psikologi. Rasanya sudah melakukan yang terbaik, tapi
tetap saja pekerjaan yang didambakan itu tidak didapat.
Mungkin
selama ini kita merasa sudah berdoa dan berusaha, tapi belum ada
hasil apa-apa. Bersabarlah dan tetap berdoa. Pegang janji Allah bahwa
mereka yang mencari akan mendapat dan bahwa Allah akan memenuhi
segala keperluan kita. Kalau burung pipit dan bunga bakung saja Tuhan
perhatikan, apalagi kita?
I Petrus 5:7, MSG
So be content
with who you are, and don’t put on airs. God’s strong hand is on
you; he’ll promote you at the right time. Live carefree before God;
he is most careful with you.
Dalam
masa menantikan pekerjaan yang dari Tuhan, ingat bahwa Tuhan itu
membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Pegang janji-Nya. Kalau
ayat diatas kita masukkan dalam konteks pergumulan pekerjaan, jadi
kaya gini…
So be content
with your condition as a job seeker, and don’t put on airs. God’s
strong hand is on you; he’ll give you job at the right time. Live
carefree before God; he is most careful with you.
Kalau
kita udah lakukan bagian kita, saatnya untuk menyerahkan hasilnya
kepada Allah. Dia Allah yang lebih dari tahu kebutuhan kita. Dia tahu
kapan waktu yang yang tepat untuk kita memperoleh pekerjaan.
Kesadaran bahwa Allah berdaulat penuh atas hidup kita mendatangkan
damai sejahtera yang mellimpah, karena kita tahu ada Allah yang
bekerja di balik layar untuk kita.
***
Nah,
kalo udah punya sikap hati yang benar, ada beberapa prinsip penting
yang perlu kita hidupi selama kita menjadi pencari kerja.
Pertama,
berusaha tidak menjadi beban
2 Tesalonika 3:10
Sebab, juga waktu
kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu:
jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.
Ya ampun, ayat ini
menusuk banget ya… Masa sih pencari kerja disuruh puasa makan sama
om Paul. Wah, tentu saja ngga begitu ya. Lewat ayat ini, Paulus
menasehati jemaat Tesalonika agar tidak menjadi beban bagi orang
lain. Yuk, lihat di ayat sebelumnya…
Sebab
kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami,
karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti
orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang
dan malam supaya jangan menjadi beban siapapun di antara kamu.
Belum
bekerja, memposisikan diri kita untuk bergantung pada orang lain.
Misalnya, bergantung pada orang tua, saudara atau bahkan teman.
Apakah salah dengan itu? Tentu saja tidak, namanya juga kita masih
bergumul dengan pekerjaan. Namun, kita mesti berusaha agar kita tidak
menjadi beban buat mereka.
Lalu bagaimana
supaya tidak menjadi beban?
Seperti
kata Paulus, tidak makan roti orang dengan percuma. Simpel saja,
lakukan apa yang bisa kita lakukan. Kalau kita masih tinggal dengan
orang tua, kenapa kita tidak membiasakan diri bangun pagi dan take
over
pekerjaan rumah tangga yang selama ini dikerjakan mama? Atau,
bagaimana dengan menemani keponakan kita belajar agar di malam hari
kakak perempuan kita bisa beristirahat?
Banyak yang bisa
kita lakukan. Tergantung apakah kita mau atau tidak.
Kedua,
bijaksana dengan gaya hidup
Pergumulan
yang paling sering dihadapi ketika kita masih berstatus pencari kerja
adalah soal keuangan. Berhubung kita belum punya pemasukan sendiri,
seharusnya kita sadar untuk mengelola keuangan dengan baik.
Janganlah
kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada
padamu karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan
membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan
engkau.”
Prinsip
ini tentu saja tidak hanya berlaku ketika kita mencari pekerjaan.
Namun, terlebih lagi di masa pencarian ini, supaya kita tidak menjadi
beban bagi orang lain, akan lebih baik kalau kita sedikit berhemat.
Tidak lucu rasanya kalau uang dari orang tua kita habiskan untuk beli
barang-barang yang bukan merupakan prioritas.
Omong-omong
soal keuangan, kalau kita punya ketertarikan dengan dunia bisnis,
tidak ada salahnya mencoba bisnis dengan modal kecil dan resiko
minimal. Beberapa orang yang saya kenal mencoba bisnis berjualan
pulsa, menjual aksesoris, atau membuka jasa penerjemahan. Mungkin
hasilnya memang tidak banyak, tapi paling tidak kita belajar
bertanggung jawab dengan hidup kita.
Ketiga, jadilah
produktif.
2
Tes 3:11
Kami
katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib
hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak
berguna.
Status
pencari kerja bukan alasan untuk bermalas-malasan. Belum mendapat
pekerjaan tidak membenarkan kita untuk bangun siang dan makan tidur
aja tiap hari. Belum lagi menghabiskan waktu di depan facebook,
stalking
kanan kiri atau nonton televisi dari pagi sampai pagi lagi.
Posisi
kita sebagai pencari kerja seharusnya dipandang sebagai waktu ekstra
dari Allah untuk mengerjakan berbagai hal yang berguna. Waktu luang
yang kita gunakan seharusnya dapat dipakai untuk mengembangkan diri
sendiri, memberkati orang lain, dan tentu saja mendekatkan diri
dengan Allah.
Apakah waktu luang
yang kita miliki sebagai pencari kerja kita habiskan untuk hal-hal
yang tidak berguna?
Ada
banyak yang bisa kita lakukan kok. Kita bisa belajar mengerjakan soal
TPA agar kita lebih siap saat mengikuti seleksi PNS. Atau, bisa juga
mengambil kursus keterampilan tertentu, agar kapasitas kita
meningkat. Kursus English
for business
akan sangat berguna kalau kita ingin kerja di perusahaan multi
nasional. Atau, mereka yang belajar di bidang keuangan bisa mengambil
kursus perpajakan yang akhir-akhir ini banyak dibutuhkan.
Lulus
SMA atau kuliah bukan berarti kita berhenti belajar. Kalau memang
mengambil kursus berbayar agak sulit karena kondisi keuangan yang
terbatas, internet dan buku adalah sumber yang melimpah dengan
pengetahuan-pengetahuan baru. Daripada tidur-tiduran sambil menyesali
keadaan, lebih baik pergi ke perpustakaan, mengikuti seminar atau
berdiskusi dengan orang-orang yang jauh lebih berpengalaman.
Yang
tidak kalah penting, spend
your time with people you love the most during this period.
Percayalah kalau ketika kita sudah bekerja, menghabiskan waktu
bersama dengan orang-orang yang kita sayangi bisa jadi sangat sulit.
Kebanyakan waktu kita sudah habis di kantor dan di perjalanan.
Daripada menyesali keadaan kita, manfaatkan waktu luang yang ada
untuk menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita.
***
Finally,
masa mencari pekerjaan adalah masa yang sangat krusial karena itu
menyangkut visi kita di masa depan. Pada masa-masa ini, kita
seringkali dihadapkan pada keputusan-keputusan sulit. Misalnya,
diterima di perusahaan yang sebenarnya tidak terlalu kita inginkan,
sementara perusahaan yang kita incar justru tidak memberikan respon
yang positif. Apa yang harus kita lakukan?
Pada
masa-masa ini kita pasti punya harapan dan cita-cita, jenis pekerjaan
dan kriteria perusahaan yang ingin kita dapatkan. Semua itu tidak
salah, namun dalam setiap fase yang kita lalui, kita seharusnya tetap
terbuka dengan kehendak Allah.
Senior
di kampus dulu punya keinginan untuk masuk angkatan bersenjata.
Selepas SMA dia mendaftar ke Akademi Militer namun gagal. Setelah itu
dia memutuskan kuliah Sarjana dengan harapan bisa menjadi perwira
karier setelah wisuda. Dia menjalankan rencana tersebut, namun
lagi-lagi dia gagal menjadi tentara. Sampai pada akhirnya dia
memutuskan untuk meletakkan cita-citanya dan mencoba seleksi pegawai
negeri. Saat ini, dia bekerja di salah satu Kementerian dan memiliki
jenjang karir yang baik.
Seorang
teman juga pernah lama tidak bekerja karena dia hanya mau bekerja di
perusahaan multi nasional. Namun, dia selalu menghadapi kegagalan
sehingga akhirnya dia menerima tawaran untuk bekerja di perusahaan
nasional. Ternyata, perusahaannya ini mengasah dan mempertajam
kemampuannya sebagai seorang engineer.
Perusahannya ini kemudian menjadi batu loncatan yang baik untuk
mendapatkan yang dia inginkan: bekerja di perusahaan multi nasional.
Saya
tidak sedang menyarankan agar kita menyerah dan mengambil pekerjaan
apa saja yang di depan mata. Memang benar bahwa ketika Allah sudah
membuka pintu tidak akan ada yang sanggup menutupnya. Namun, ketika
Allah menutup sebuah pintu, bisa jadi memang karena apa yang ada di
balik pintu itu bukanlah yang terbaik untuk kita dan Allah memiliki
rencana lain. Bukankah Firman Allah mengatakan, sejauh langit dari
bumi sejauh itulah rencana Allah dan rencana kita. Bagian kita adalah
terbuka dengan rencana Allah, tetap mencari kehendak-Nya, dan yang
paling penting taat pada tuntunan-Nya.
Selamat
mencari dan menanti pekerjaan. Yang terbaik sudah Allah sediakan!