by Tabita Davinia Utomo
Apakah setelah membaca judul di atas, ada yang teringat dengan slogan iklan salah satu merek susu? Hehe… Tenang, di sini kita nggak akan bahas tentang susu, kok (saya tahu bahwa salah satu pergumulan the mommies adalah biaya susu yang melangit). Anyway, bicara soal susu, ada seorang wanita yang menggunakan sebuah cairan—susu juga termasuk cairan, kan—yang dimilikinya hingga tetes terakhir, sebagai bentuk ketaatan imannya pada Tuhan. Namanya memang tidak tercantum di Alkitab, namun tindakannya menunjukkan bahwa dirinya tetap beriman pada Jehova Jireh, Allah yang menyediakan, meskipun sebenarnya dia bisa saja menanggalkan imannya saat itu juga. Well, can you guess who is this woman? Jawabannya ada di dalam 2 Raja-raja 4:1-7.
Dia adalah seorang janda miskin yang kedua anaknya terancam dijadikan pelunas utang.
(1) Salah seorang dari isteri-isteri para nabi mengadukan halnya kepada Elisa, sambil berseru: “Hambamu, suamiku, sudah mati dan engkau ini tahu, bahwa hambamu itu takut akan TUHAN. Tetapi sekarang, penagih hutang sudah datang untuk mengambil kedua orang anakku menjadi budaknya.” (2) Jawab Elisa kepadanya: “Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Beritahukanlah kepadaku apa-apa yang kaupunya di rumah.” Berkatalah perempuan itu: “Hambamu ini tidak punya sesuatu apapun di rumah, kecuali sebuah buli-buli berisi minyak.” (3) Lalu berkatalah Elisa: “Pergilah, mintalah bejana-bejana dari luar, dari pada segala tetanggamu, bejana-bejana kosong, tetapi jangan terlalu sedikit. (4) Kemudian masuklah, tutuplah pintu sesudah engkau dan anak-anakmu masuk, lalu tuanglah minyak itu ke dalam segala bejana. Mana yang penuh, angkatlah!” (5) Pergilah perempuan itu dari padanya; ditutupnyalah pintu sesudah ia dan anak-anaknya masuk; dan anak-anaknya mendekatkan bejana-bejana kepadanya, sedang ia terus menuang. (6) Ketika bejana-bejana itu sudah penuh, berkatalah perempuan itu kepada anaknya: “Dekatkanlah kepadaku sebuah bejana lagi,” tetapi jawabnya kepada ibunya: “Tidak ada lagi bejana.” Lalu berhentilah minyak itu mengalir. (7) Kemudian pergilah perempuan itu memberitahukannya kepada abdi Allah, dan orang ini berkata: “Pergilah, juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu.”
(2 Raja-raja 4:1-7)
By the way, kisah tentang janda miskin ini memiliki overview-nya sebagai berikut:
- Sang janda meminta tolong pada Elisa karena anak-anaknya akan dijadikan pelunas utang (ayat 1 | a)
- Sang janda hanya memiliki satu buli-buli minyak (ayat 2 | b)
- Elisa menyuruh sang janda untuk meminta banyak bejana pada tetangganya, menutup pintu setelah dia dan anak-anaknya masuk ke rumah, lalu mengisi semua bejana dengan minyak (ayat 3-4 | c)
- Sang janda menaati Elisa (ayat 5 | c’)
- Minyak berhenti mengalir setelah semua bejana terisi penuh (ayat 6 | b’)
- Elisa menyuruh sang janda menjual minyak yang didapatnya untuk membayar utang sekaligus memenuhi kebutuhan hidup keluarganya (ayat 7 | a’)
Tidak diceritakan bagaimana wanita ini bisa menjadi janda, namun kita dapat mengetahui bahwa almarhum suaminya adalah salah satu dari rombongan nabi yang taat kepada Tuhan (ayat 1). Belum pulih dari dukacitanya, penagih utang suaminya datang dan ingin menjadikan anak-anak mereka sebagai budak—untuk melunasi utangnya. Tidak ada yang dimilikinya selain sebuah buli-buli (botol kecil) berisi minyak. Pada zaman itu, seorang janda hampir tidak mungkin menghidupi keluarganya, karena lingkungan yang sangat patriarki dan nyaris semua pekerjaan membutuhkan tenaga pria. Hm, bisa dibayangkan betapa bingung dan sedihnya sang janda, kan? Nggak ada barang di rumahnya selain sebotol minyak (bisa diperkirakan bahwa semua barang yang ada sudah terjual demi melunasi utang)!
Mengetahui keadaan tersebut, Elisa memerintahkan sang janda untuk meminta banyak bejana dari para tetangganya, menutup pintu setelah keluarganya masuk ke rumah, lalu mengisi bejana-bejana itu dengan minyak yang dimilikinya. Tidak dijelaskan juga berapa banyak bejana yang diperoleh sang janda, namun buli-buli yang ukurannya lebih kecil dari bejana itu mampu memenuhi seluruh bejana yang ada di rumahnya. Setelah tidak ada bejana lagi, barulah minyak itu berhenti mengalir (ayat 6). Kemudian saat ditanya apa yang harus dilakukan sang janda terhadap bejana-bejana yang penuh itu, Elisa menjawab, “Juallah minyak itu, bayarlah hutangmu, dan hiduplah dari lebihnya, engkau serta anak-anakmu.” (ayat 7)
Kalau memerhatikan overview di atas, kita akan dibuat nggak habis pikir dengan cara Tuhan yang merangkaikan kisah kehidupan sang janda ini. Kisahnya hanya tercatat sebanyak tujuh ayat; dimulai dari kebingungannya membayar utang, ditutup dengan berlimpahnya minyak yang dimiliki sehingga dia dapat menjual semuanya untuk melunasi utang—bahkan sisanya bisa memenuhi kebutuhannya! Inilah uniknya Alkitab, Pearlians, yang menceritakan kepada kita bagaimana Tuhan berkarya dengan luar biasa melalui hal-hal yang sering kita anggap sederhana.
…dan cara-Nya yang tidak terduga juga bisa terjadi dalam hidup kita masing-masing.
Sebagai manusia, entah berapa kali kita memiliki harapan bahwa Tuhan akan menyelesaikan semua permasalahan kita dengan cara yang kita mau; tanpa peduli bahwa Dia punya rencana tersendiri—yang membawa kita ke level iman yang lebih tinggi. Ini juga yang dialami sang janda miskin yang meminta pertolongan pada Elisa. Kalau menurut logika, mana mungkin minyak yang hanya satu botol kecil itu memenuhi banyak bejana? Iya, memang nggak akan bisa kalau bukan karena Tuhan yang turut campur dalam kehidupan wanita itu, kan?
Mungkin saat ini ada banyak pergumulan yang kita hadapi, bahkan rasanya semua pintu telah tertutup dan terkunci. Mau didobrak sekeras apapun, pintu-pintu itu tetap tidak akan terbuka…
…tapi apakah kita telah bertanya pada Tuhan, pintu mana yang seharusnya kita lewati?
Kalau dibandingkan dengan semua bejana permasalahan kita, rasanya kita hanya sekecil buli-buli minyak itu, Pearlians. Tapi seperti sang janda yang berserah kepada Tuhan hingga tetes terakhir minyaknya, iman kita kepada-Nyalah yang mendorong kita untuk melalui pergumulan-pergumulan itu bersama-Nya. Hari ini kita akan menganggap kalimat ini klise, namun “suatu hari nanti, ketika kita menoleh ke belakang, kita akan terkagum dengan cara Tuhan yang tetap mengasihi dan menopang kita hingga tetes terakhir iman kita kepada-Nya.”
Apakah Pearlians mendengar suara Tuhan yang memanggil kita?
Dia memanggil kita dan bertanya,
“Anak-anak-Ku, mana imanmu?
Masihkah kamu tetap ingin percaya kepada-Ku,
dan menyerahkan seluruh kehidupanmu kepada-Ku?
Maukah pengharapanmu yang hancur itu Aku pulihkan lagi,
hingga kelak kamu memuliakan Aku melalui kisah hidupmu yang Kuperbarui?”