Monday, June 7, 2021

Harga Mati Sebuah Kemenangan



by Nidya Mawar Sari

Artikel ini mengacu pada Matius 4:1-11

“Hari ini masak apa?” adalah sebuah pertanyaan yang tidak pernah selesai dalam hidup saya sebagai ibu rumah tangga—yang salah satu jabatannya adalah menteri dalam negeri urusan dapur. Rasanya indah sekali jika akhir minggu tiba, karena saya bisa libur dari urusan memikirkan menu hari itu (akhir minggu adalah jadwal kami boleh membeli makan di luar).

Urusan makan memang jadi kebutuhan paling utama, ya (khususnya bagi yang sudah berkeluarga, karena urusan ini bukan hanya melibatkan diri sendiri, tapi juga pasangan maupun anak-anak). Selain itu, kita juga sering mendengar orang berkata, “Makan dulu yuk. Kalau laper ga bisa mikir.” Suara keroncongan di perut memang sangat mengganggu. Apalagi keadaan lapar juga sangat memengaruhi emosi kita. Itulah alasan ketika perut kita sudah terisi dengan pas (baca: sudah kenyang), maka kita bisa lanjut fokus beraktivitas. Emosi yang tadinya sempat tidak bisa dikontrol akhirnya bisa mulai dikendalikan lagi karena pikiran kita juga sudah diberi asupan makanan.

Nah, keadaan lapar ini (bahkan lebih ekstrim, sebenarnya) juga pernah dirasakan oleh Tuhan Yesus. Setelah Ia dibaptis, Roh Kudus membawanya ke padang gurun. Di sana Ia berpuasa selama 40 hari, dan Ia juga dicobai oleh Iblis disana. Ada empat hal yang bisa kita pelajari tentang Iblis dan trick-nya saat mencobai kita. Yuk, kita lihat satu per satu:

1. Iblis memakai kesempatan saat kita lemah.
Hal pertama yang menjadi bahan cobaan Iblis adalah soal perut. Iblis mengambil keadaan Yesus yang lapar sebagai satu kesempatan mencobai Yesus untuk mengubah batu itu menjadi roti. Hmm.. sangat menggiurkan ya, dan mungkin terlihat benar juga usulnya. Hati-hati! Terkadang usul Iblis itu terlihat benar dan baik untuk kita, padahal sebenarnya justru menjerumuskan dan jika tidak segera disadari, kita akan semakin terjebak dan tidak ingin keluar dari sana.

2. Iblis memakai frase “kalau Kau anak Allah” untuk mengawali dua dari tiga pencobaan yang dia berikan.
Perikop sebelumnya menceritakan peristiwa pembaptisan Yesus dan ada kejadian yang sangat spektakuler di sana. Allah Bapa memberikan deklarasi, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Nah, Iblis memakai ungkapan “kalau Kau Anak Allah” untuk mempertanyakan, “Masa’ iya Anak Allah bisa lapar? Lakukan sesuatu dong, supaya ga menderita.” Bukankah hal semacam ini juga sering Iblis pertanyakan kepada kita? “Katanya kamu anak Allah yang disayang, kok kamu hidupnya masih menderita?” Hati-hati (lagi)! Ini adalah bentuk manipulasi Iblis yang rentan membuat kita meragukan iman kepada Allah dan tidak ingin lagi memercayai-Nya!

3. Iblis tahu Firman Allah, tapi dia memutarbalikkannya.
Strategi yang sama Iblis pakai pada saat dia memelintir perintah Tuhan kepada Adam dan Hawa di Taman Eden.

4. Iblis hanya bisa memberikan usul untuk melakukan apa yang seharusnya tidak kita lakukan.
Kitalah yang menentukan pilihan kita, mau taat kepada siapa: kepada Allah atau Iblis. Secara teori, mudah bagi kita untuk berkata bahwa seharusnya kita taat kepada Allah, tetapi natur manusia yang telah tercemar oleh dosa membuat kita tidak lagi merindukan Allah dan menyenangkan hati-Nya. Kalaupun bisa berbuat baik, itu semata-mata karena anugerah Allah sendiri.

-

Kita sama-sama tahu bahwa Tuhan Yesus menang telak dari Iblis dalam peristiwa ini. Mungkin kita berpikir bahwa sudah pasti Tuhan Yesus menang, kan Dia Tuhan. Namun, dalam perikop ini dituliskan Tuhan Yesus menang bukan seperti sulap. Ada beberapa hal yang menjadi poin penting yang bisa kita, manusia biasa, usahakan untuk menang juga atas pencobaan. 

1. Dalam Lukas 4:1 ditulis, “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus…” Sebelumnya kita membahas kalau saat itu Dia sedang lapar, tapi di perikop ini kita bisa tahu bahwa meskipun lapar, Dia penuh dengan Roh Kudus. Kalau kita biasanya kebalikannya ya. Penuh secara jasmasni, tapi kosong dalam roh. Inilah satu hal penting yang harus kita punya saat kita mau menang dalam pencobaan. Kita tidak bisa hanya peduli soal perut lalu berharap kita bisa menang melawan pencobaan. 

2. Tuhan Yesus selalu melawan Iblis dengan senjata yang paling ampuh, yaitu Firman Tuhan. Setiap kali menjawab Iblis, Tuhan Yesus selalu mengatakan “Ada tertulis..” Inilah hal kedua yang kita perlu untuk melawan segala macam cobaan, tipuan dan godaan Iblis. 

3. Pencobaan mengenai rasa lapar ini sebenarnya bukan hanya dialami oleh Yesus, namun juga bangsa Israel yang menuju ke Kanaan setelah keluar dari perbudakan di Mesir. Tentu Pearlians masih ingat bahwa mereka mengembara di padang gurun selama 40 tahun karena ketidakpercayaan mereka atas janji penyertaan Allah (tepatnya setelah 12 pengintai itu kembali dari Kanaan dan memberikan informasi mengenai tanah tersebut). Nah, bangsa Israel juga dikenal sebagai bangsa yang tegar-tengkuk dan lebih mementingkan roti daripada Firman Allah. Ada buktinya dari peristiwa pemberian manna: mereka menyisakan manna saat Allah telah berfirman agar mereka tidak menyisakannya untuk keesokan harinya (karena pasti akan membusuk); dan mereka mencari manna pada hari Sabat padahal Allah telah berfirman bahwa Dia tidak akan menurunkan manna pada hari tersebut (karena itu, Dia memerintahkan bangsa Israel untuk mengambil manna dua kali lipat dari kebutuhan mereka pada satu hari sebelum Sabat). Berbeda dari Israel, Yesus lebih mementingkan Firman Allah—bahkan Dia menggunakannya untuk melawan Iblis yang sedang mencoba memutarbalikkannya. Tidak heran jika Yesus disebut sebagai Israel yang sejati, kan, karena Dia bisa menggenapi ketaatan kepada Allah—sesuatu yang tidak bisa digenapi oleh bangsa Israel?


Jesus fought this battle as a Spirit-filled and Word-of-God filled Man. Kehadiran Roh Kudus dan Firman Tuhan adalah harga mati bagi kita dalam menghadapi pencobaan-pencobaan. Hal ini juga berlaku bagi anak-anak kita. Sebagai seorang ibu, pasti kita mau anak-anak kita tidak kelaparan, bukan? Kita pastikan mereka mendapat asupan makanan yang cukup untuk pertumbuhan mereka dan daya tahan tubuh untuk melawan virus penyakit. Namun, pertanyaannya adalah apakah kita sudah memastikan anak-anak kita juga penuh dalam roh dan Firman Tuhan sehingga mereka bisa bertumbuh dalam iman dan kuat melawan pencoban-pencobaan yang datang pada mereka? Apakah saya sebagai ibu sudah memberikan teladan dalam hidup dalam Roh dan Firman? Kiranya Tuhan senantiasa memampukan kita untuk senantiasa hidup dalam Roh dan Firman-Nya.