Friday, April 28, 2017

MENDEKAT (Part-3)



by Glory Ekasari

(baca bagian 1 dan bagian 2.)

Tuhan Yesus telah melakukan hal yang mustahil dan tidak masuk akal: Dia datang ke dunia sebagai manusia, Dia hidup dalam ketaatan yang sempurna pada Bapa, Dia mati menanggung dosa kita, dan bila kita percaya kepada-Nya, kita diselamatkan. Ini semua begitu ajaib dan tidak masuk akal, sehingga banyak orang justru sulit percaya. Mengapa Tuhan mau berkorban begitu banyak untuk kita?

Tapi bila itu semua sudah membuat kita takjub, kita harus bersiap untuk lebih takjub lagi. Dalam salah satu percakapan terakhir Yesus dengan murid-murid-Nya, Dia menyebut seorang Pribadi lain yang akan datang bagi mereka.
“Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.” — Yohanes 14:16-17
Janji ini bukan janji baru, melainkan pengulangan dari apa yang dijanjikan Allah ratusan tahun sebelumnya melalui nabi Yeremia dan Yehezkiel. Yeremia bernubuat tentang pembaharuan perjanjian antara Allah dengan umat-Nya (yang digenapi oleh Yesus ketika Dia mati disalib), dan Yehezkiel bernubuat tentang apa yang terjadi pada umat Allah ketika perjanjian itu telah diperbaharui:
“Kamu akan Kuberikan hati yang baru dan roh yang baru di dalam batinmu, dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya.”— Yehezkiel 36:26-27
Bila tadinya kita melihat ke dalam diri kita dan menemukan hati yang rusak oleh dosa dan penuh pemberontakan terhadap Tuhan, Tuhan berjanji bahwa keadaan itu akan berubah. Suatu hari nanti, dari dalam hati kita, akan timbul keinginan dan tekad untuk hidup berkenan di hadapan Tuhan, untuk meniru Yesus dalam ketaatan-Nya kepada Bapa. Ini bisa terjadi karena hati kita diubahkan-Nya, dan karena Tuhan sendiri—bukan sejenis tenaga dalam atau pencerahan apapun, melainkan Dia sendiri—ada di dalam kita. Bukan di sisi kita, bukan di depan kita, tapi di dalam kita. Dan saya suka apa yang Yesus katakan: “Ia menyertai kamu selama-lamanya.” Tuhan yang telah menyelamatkan saya, dan yang sekarang tinggal di dalam saya, tidak akan meninggalkan saya. Selama-lamanya.

Tentu saja saya sadar bahwa hati saya bukan tempat yang layak untuk Tuhan. Tapi sebagaimana kandang yang kotor dan palungan yang sederhana menjadi tempat istimewa karena Yesus hadir di situ, demikian pula hati saya menjadi sumber kehidupan karena Roh Kudus tinggal di dalamnya. Paulus tanpa ragu-ragu berkata pada jemaat Korintus:
“Tidak tahukah kamu bahwa kamu adalah Bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? . . Bait Allah adalah kudus, dan Bait Allah itu ialah kamu.” – 1 Korintus 3:16-17
Setiap kali saya memikirkan hal ini, saya sungguh tidak habis pikir, kenapa Tuhan, yang tidak kekurangan apa-apa, begitu niat berusaha untuk sedekat mungkin dengan saya—yang jelas tidak bisa membalas kebaikan-Nya? Kalau bukan semata-mata karena kasih-Nya, apa lagi alasan yang mungkin?

Korban persembahan sebenarnya adalah usaha manusia untuk mendekat kepada Allah, namun justru Allah yang menyediakan korban yang sempurna—Yesus Kristus, agar Dia bukan hanya bisa dekat, tetapi bahkan tinggal di dalam kita. Sebesar itulah kasih Tuhan bagi kita. Begitu ajaibnya kebenaran ini, sehingga Paulus berkata dengan antusias:
“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia.”— I Korintus 2:9
Maka tidak heran bahwa Paulus, setelah menjelaskan panjang lebar tentang betapa ajaibnya karya keselamatan Kristus dan pekerjaan Roh Kudus bagi orang percaya, membuka nasehatnya kepada jemaat di Roma demikian:
“Karena itu, saudara-saudara, dengan mengingat betapa besar anugerah Tuhan bagi kamu, aku menasehatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itulah yang sesungguhnya Tuhan inginkan dari kamu.”— Roma 12:1

Wednesday, April 26, 2017

MENDEKAT (Part-2)



by Glory Ekasari

(baca bagian sebelumnya di sini)

Banyak orang Kristen ikut-ikutan tidak suka pada orang Farisi dan ahli Taurat karena Tuhan Yesus sering menegur mereka dengan keras. Tapi pernahkah kita berpikir mengapa sampai ada golongan agama seperti ini? Jawabannya, saudara-saudara, tidak lain adalah karena mereka berusaha untuk hidup taat sepenuhnya pada hukum Taurat. Cikal bakal ahli Taurat adalah Ezra, yang memiliki niat mulia:
“Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel.”— Ezra 7:10
Ezra tahu bahwa Israel dihukum keras oleh Tuhan karena ketidaktaatan mereka selama berabad-abad. Dan kalau pembaca membaca kitab Ezra, pembaca akan mengerti betapa seriusnya orang ini merindukan kebangunan rohani di Israel, betapa inginnya dia agar semua orang Israel taat sepenuhnya pada Hukum Taurat.

Ironisnya, justru usaha ini yang akhirnya melahirkan golongan ahli Taurat, orang Farisi, orang Saduki, dan para pemuka agama lainnya—yang akhirnya justru menyalibkan Mesias yang diutus Allah. Bagaimanapun, usaha manusia untuk mendekat kepada Allah tidak membuahkan hasil. Mengapa? Bayangkan seorang rakyat jelata ingin bertemu dengan presiden. Dia bisa berusaha dengan berbagai cara, tapi pertemuan itu tidak akan terjadi kecuali presiden yang menemui dia. Demikian pula halnya dengan kita dan Tuhan. Kita tidak akan mampu sampai kepada Dia dengan usaha apapun—kecuali Tuhan sendiri yang datang menemui kita.

Dan itulah yang Dia lakukan.

Setelah semua usaha manusia untuk mencapai Tuhan gagal, Dia sendiri datang ke dunia dalam wujud manusia. Mengapa Dia tidak datang dalam kemuliaan-Nya? Mengapa justru dalam wujud manusia? Ada misi ganda: Dia akan menjadi manusia yang taat secara sempurna kepada Allah agar, 1) Dia menjadi patokan bagi kita bagaimana hidup taat kepada Allah (dalam Alkitab dikatakan Dia menjadi “yang sulung di antara banyak saudara”) dan 2) Dia menjadi korban yang sempurna untuk menggantikan kita menanggung dosa.

Ketika Tuhan Yesus dibaptis di sungai Yordan, terjadi peristiwa yang menakjubkan. Langit terbuka, Roh Kudus turun atas Yesus dalam rupa burung merpati, dan terdengar suara:
“Engkaulah Anak-Ku yang kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.”— Markus 1:11
Yesus adalah satu-satunya orang yang, secara publik, mendapat pengakuan dari Bapa sebagai Anak yang berkenan pada Bapa-Nya. Dan sampai hari-hari terakhir-Nya di dunia, Yesus menunjukkan bukti dari pujian tersebut: Dia menaati Bapa-Nya dengan sempurna.

Ketika Ia masuk ke dunia, Ia berkata: “Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki—tetapi Engkau telah menyediakan tubuh bagiku; kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak berkenan.” Lalu Aku berkata:
“Sungguh, Aku datang; dalam gulungan kitab ada tertulis tentang Aku, untuk melakukan kehendak-Mu, ya Allah-Ku.” — Ibrani 10:5-7
Yesus, mewakili kita yang percaya kepada-Nya, telah memberikan persembahan yang dikehendaki Allah dari manusia: ketaatan yang sempurna.Karena sepanjang hidup-Nya Yesus taat kepada Allah dengan sempurna, Dia bisa menjadi korban untuk menghapus dosa kita. Setiap manusia punya dosa mereka sendiri yang harus mereka tanggung, dan tidak seorangpun dapat berkorban bagi orang lain. Tapi karena Yesus tidak memiliki dosa, Dia bisa menanggung dosa orang lain. Dan karena Dia adalah Tuhan, Dia berkuasa menanggung dosa setiap orang yang percaya kepada-Nya.
“Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri.” ― Ibrani 10:19-20
Ruang mahakudus, tempat Allah menyatakan diri — tempat yang tadinya tertutup dengan tabir yang mustahil ditembus—sekarang terbuka bagi kita; bukan karena ketaatan kita pada hukum Taurat, tapi karena kasih karunia Allah. Dia sendiri telah membuka jalan bagi kita untuk mendekat kepada-Nya, melalui Yesus Kristus.

Monday, April 24, 2017

MENDEKAT (Part-1)



by Glory Ekasari

Kalau kita pernah membaca Alkitab sampai khatam, mungkin kita pernah merasakan “tersandung” di lima kitab pertama. Kejadian itu seru, karena cerita semua. Keluaran, bagian awalnya seru juga, karena cerita orang Israel keluar dari Mesir. Tapi begitu Imamat... Bilangan... Tidak sedikit yang mengeluh, “Pusing gue,” atau “Ga ngerti sama sekali apa maksudnya.” Waktu sampai di bagian ini, rasanya pengen cepet-cepet Perjanjian Baru aja.

Tapi apakah semua tata cara peribadatan dan hukum-hukum serta sensus penduduk yang dijelaskan sepanjang Imamat — Bilangan sama sekali tidak ada gunanya? Mengapa bagian itu dimasukkan dalam Alkitab?

Kitab Imamat nama aslinya adalah Vayikra, yang artinya kira-kira “Dan Ia (Tuhan) memanggil keluar.” Mulai dari sinilah umat Israel dibedakan oleh Tuhan dari segenap bangsa di muka bumi. Sebuah bangsa harus memiliki Allah yang mereka sembah, dan Tuhanlah Allah mereka. Sebuah bangsa harus memiliki hukum, dan Allah memberi mereka Taurat. Sebuah bangsa harus menyembah Allah mereka dengan cara yang disukai Allah itu, dan Allah menjelaskan dengan detail bagaimana Dia ingin disembah.

Selama mereka mengembara di gurun, ibadah umat Israel terpusat di Kemah Pertemuan. Kemah itu terbagi menjadi tiga ruangan: halaman, ruang kudus, dan ruang mahakudus. Halaman boleh didatangi oleh semua orang Israel yang tahir, ruang kudus hanya boleh dimasuki oleh imam, dan ruang mahakudus hanya boleh dimasuki oleh imam besar. Di ruang mahakudus itulah Allah menyatakan diri di atas tabut perjanjian. Untuk masuk ke Kemah Pertemuan, imam tidak bisa dalam keadaan apa adanya. Ia harus lebih dahulu mandi, membersihkan diri, dan menyembelih serta membakar korban binatang (kambing / domba / lembu) untuk pengampunan dosanya sendiri.

Yang menarik adalah, korban dalam bahasa Ibrani berasal dari kata yang berarti mendekat. Sebenarnya ini adalah ironi, karena Allah yang sempurna tidak mungkin didekati oleh manusia yang tidak sempurna hanya dengan memberi korban binatang. Melalui adanya korban, kita justru diingatkan lagi dan lagi bahwa ada penghalang antara kita dengan Allah, yaitu dosa kita. Kita berbuat salah. Kita tidak berkenan di hadapan Allah. Kita tidak bisa mendekat pada Dia yang kudus. Bahkan setelah korban binatang dipersembahkan pun, hanya imam besar yang boleh masuk ke ruang mahakudus, dan itu pun hanya pada waktu yang ditentukan. Semua orang lain hanya bisa memandang dari halaman dan bertanya-tanya, seperti apa Allah itu. Dengan kata lain, korban binatang tidak membawa makna apa-apa selain mengingatkan kita pada betapa besarnya dosa yang menghalangi kita dengan Allah.

Setelah Israel menjadi kerajaan yang besar dan kokoh, raja Salomo membangun Bait Suci yang sangat megah, dan untuk pentahbisan Bait Suci itu dia memberikan persembahan korban binatang yang spektakuler nilainya: 22.000 lembu sapi dan 120.000 kambing domba! Seandainya persembahan bisa membawa orang masuk surga, Salomo tentu sudah di puncak surga! Tetapi apakah ini yang dikehendaki oleh Tuhan? Ketika raja Saul tidak menaati perintah Tuhan dan berdalih bahwa ia berniat memberi persembahan kepada Tuhan (sebagai ganti ketaatan), nabi Samuel menegurnya dengan keras:
“Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.” — I Samuel 15:22
Persembahan yang Tuhan kehendaki adalah ketaatan yang sempurna. Binatang tidak punya pikiran dan kehendak untuk menyenangkan Tuhan; tetapi manusia memilikinya. Yang Tuhan mau bukanlah binatang yang mati, tetapi manusia yang hidup, yang menaati Tuhan dari waktu ke waktu dalam hidupnya. Namun sama seperti Saul, dan sama seperti orang Israel berabad-abad lamanya, kita gagal memberikan persembahan yang Tuhan kehendaki.

Kisah Israel dalam Perjanjian Lama ditutup dengan kembalinya sisa Israel dari pembuangan di Babel. Dipermalukan, dikecilkan, dan tidak dianggap oleh bangsa-bangsa di sekitar mereka, bangsa ini berusaha kembali pada Taurat dengan sungguh-sungguh. Di titik itu mereka sudah mengerti, bahwa tidak ada korban binatang apapun yang dapat membawa mereka mendekat kepada Tuhan, hanya ketaatan mereka yang (semoga) diterima sebagai ibadah oleh Tuhan. Sebenarnya inilah mengapa hukum Taurat diberikan bagi kita: untuk membuat kita sadar bahwa kita tidak mampu menaatinya.

Sampai akhirnya Tuhan, dalam kasih karunia-Nya yang besar, ikut campur dalam sejarah untuk membuka jalan bagi kita mendekat kepada-Nya.

Saturday, April 22, 2017

Woman, Why Are You Weeping?


by: Poppy Noviana

Malam itu adalah malam yang sangat hangat. Sehari sebelumnya kami berdoa dan tertawa bersama. Saat itu kami hanya berada di sebuah bangsal sederhana, melewati hari demi hari disana. Keesokan harinya adalah saat akhirnya Dokter memberikan ijin operasi pemasangan pen pada bonggol kaki Papa setelah ia dirawat selama tiga minggu.

Namun ternyata hari yang ku nantikan itu adalah saat-saat terakhir kami bisa bersama. Bahkan ketika aku menuliskan artikel ini, aku belum bisa menahan air mataku sendiri meskipun kepergian Papa sudah berlalu enam tahun lamanya. Cukup berat kehilangan seseorang yang begitu dekat dan memiliki ikatan emosional. Mungkin kira-kira seperti inilah kesedihan hati Maria yang kehilangan Yesus sebagai Tuhan sekaligus anak yang pernah dikandungnya. Melihatnya begitu tertekan dalam jiwa dan pikirannya, tentu sulit sekali menahan tetesan air mata untuk tidak jatuh membasahi pipinya.

Malaikat bertanya, "Ibu, mengapa engkau menangis?" Jawab Maria kepada mereka: "Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan.” Kekalutan itu semakin memuncak ketika jasad Yesus tidak dapat disentuh dan dilihat dalam kuburan yang selama tiga hari ini digunakan untuk meletakan mayat-Nya. Namun sesudah berkata demikian, ia menoleh ke belakang dan melihat Yesus berdiri di situ—tetapi ia tidak tahu, bahwa itu adalah Yesus.

Hati seorang wanita sekaligus ibu dan hamba yang begitu mengasihi Yesus ini hancur saat itu. Ia tidak berdaya, bahkan kalut karena kehilangan untuk kesekian kalinya. Kata Yesus kepadanya: "Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?" Bagaimana mungkin seorang yang baru saja kehilangan nyawa seseorang yang dikasihinya dan kehilangan jasadnya ini bisa tertawa? Sebagai manusia hal ini sangat wajar dan alami.

Syukurlah Tuhan Maha Tahu. Saat itu Maria menyangka orang yang berbicara kepadanya adalah penunggu taman, dan berkata kepada-Nya: "Tuan, jikalau tuan yang mengambil Dia, katakanlah kepadaku, di mana tuan meletakkan Dia, supaya aku dapat mengambil-Nya.”

Kata Yesus kepadanya: "Maria!"

Maria berpaling dan berkata kepada-Nya dalam bahasa Ibrani: "Rabuni.” Refleksi dari kisah seorang wanita yang hancur hati dan berakhir sukacita ini seringkali dibawakan pada saat perayaan hari Paskah.

Paskah merupakan perayaan yang sudah ada sejak zaman bangsa Israel dipimpin oleh Musa keluar dari tanah Mesir. Namun pada zaman Perjanjian Baru, Paskah adalah perayaan kebangkitan Yesus dari kematian setelah penyaliban-Nya. Kebangkitan itu adalah tanda bahwa Ia telah mengalahkan maut dan membebaskan kita semua dari hukuman dosa. Ya, kita sudah memperoleh anugerah-Nya, keselamatan dan hidup kekal.

Kata Yesus kepadanya: "Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu."

Maria pergi dan berkata kepada murid-murid: "Aku telah melihat Tuhan!" dan memberitahu apa yang Yesus katakan kepadanya. Wanita yang baru saja menangisi kehilangannya ini pergi kemudian bersaksi kepada murid-murid Tuhan Yesus, sebab tidak ada perkara yang perlu ditangisi lagi. Semua tangisan berganti menjadi sukacita dan pengaharapan baru saat Yesus bangkit dari kematian-Nya. Ia berhasil menundukan maut dan tidak seorangpun yang seperti Dia.

God sent His son, they called Him Jesus
He came to love, heal and forgive
He lived and died to buy my pardon
An empty grave is there to prove my savior lives
Because He lives, I can face tomorrow
Because He lives, all fear is gone
Because I know He holds the future
And life is worth the living, just because He lives

Thursday, April 20, 2017

Bangkit Cake



by: Poppy Noviana

Siapa yang nggak tau kue yang wajib dimakan saat ada acara Imlek, Natal atau Lebaran? Kue kering ini adalah kue dengan kadar air yang minimal, sehingga tahan disimpan lebih lama. Sama halnya dengan cookie, kue kering lebih dikategorikan sebagai kue yang dipanggang. Kue yang akan kita bahas kali ini adalah Kue Bangkit!

Resep ini menjadi spesial pada bulan April ini karena bisa dibilang nama kuenya sangat menginspirasi: BANGKIT. Merayakan hari kebangkitan Yesus tentunya tidak hanya bisa dilakukan dalam setiap hati yang telah menerima keselamatan dari-Nya. Kita juga bisa memeriahkannya dengan penyajian kue bangkit di ruang tamu kita pada minggu ini.

Kue bangkit secara garis besar memiliki dua varian rasa yang paling digemari yaitu kacang dan susu.

Kue Bangkit Susu

Margarine 100 gr
Tepung sagu tani 300 gr, kualitas bagus
Keju parut 50 gr
Gula tepung 50 gr
Telur ayam 1 pcs, ambil kuningnya
Susu cair 2½ gr

Cara Membuat:
  1. Buat terlebih dahulu adonan dengan cara mencampurkan gula halus dengan margarin, lalu mengocoknya secara merata. Kemudian tambahkan kembali dengan bagian kuning telur. Aduk sekali lagi sampai benar-benar merata. 
  2. Berikutnya, masukkan susu cair yang telah disiapkan ke dalam adonan, lalu disusul dengan menambahkan parutan keju. Aduk secara merata. 
  3. Tambahkan juga ke dalam adonan bahan berupa tepung terigu. Aduk sekali lagi secara merata. 
  4. Setelah adonan selesai dibuat, bentuk adonan kue bangkit ini dengan cara dimasukkan ke dalam alat pencetak kue. Cetak adonan ini dengan berbagai bentuk hingga tidak tersisa. 
  5. Kemudian letakkah hasil adonan yang sudah dicetak di atas loyang dengan olesan margarine lalu simpan dalam oven dan panggang hingga menjadi matang. Angkat lalu biarkan dingin. 
  6. Pisahkan kue dari loyang dan simpan dalam toples kedap udara agar teksturnya tetap garing dan renyah. 
Sumber dikutip dari http://resepcaramasak.com/resep-kue-bangkit-susu-spesial-enak-mantap/

Kue Bangkit Kacang

1 kg tepung terigu (segitiga biru)
300 gr gula halus
500 gr kacang tanah (sangrai & tumbuk)
1 sdt garam
400 ml mentega cair
200 ml minyak
6 btr kuning telur (untuk olesan)

Langkah Pembuatan:
  1. Siapkan wadah. Campur semua bahan kering jadi satu. 
  2. Tuang mentega cair dan minyak sedikit demi sedikit, uleni sampai tercampur rata dan kalis. 
  3. Tipiskan adonan diatas plastik. Cetak dan tata di loyang yang telah diolesi mentega. 
  4. Olesi kuning telur. Oven hingga matang (kurang lebih 30 menit). 
Selamat mencoba! Semoga keluarga dan tamu yang datang bersukacita dengan kebangkitan dan kue bangkitnya. Cheers!

Tuesday, April 18, 2017

Siapakah Aku?



by: Poppy Noviana

Pernahkah kita bertanya ke diri sendiri, “Sebenarnya siapakah aku?” Saat aku berkaca setiap pagi sebelum beraktivitas, apakah aku melihat seseorang yang biasa-biasa saja? Apakah aku mengetahui kelemahan dan kekuranganku? Apakah aku melihat semua kapasitas yang sudah Allah anugerahkan? Sudahkah kita bertanya, untuk apa Tuhan menciptakan aku?

Belum lagi, dunia juga punya pendapat sendiri tentang siapa kita. Teman-teman mengomentari penampilan kita. Apa yang kita tampilkan di media sosial juga mempengaruhi pandangan mereka.

Lalu, seberapa sering kita membandingkan diri dengan orang lain? Melakukan sesuatu karena suatu keharusan, supaya kita dapat menjadi seperti orang lain? Padahal, Firman Tuhan mengajak kita untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain.
Memang kami tidak berani menggolongkan diri atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka! (2 Kor 10:12)
Ayat ini juga mengajar kita agar tidak memakai ukuran kita sendiri. Tentu saja, ukuran kita adalah apa yang dikatakan Firman. Oleh karena itu, kita perlu bertanya, “Apa kata Tuhan tentang saya?”

Hidupmu Sangat Berharga.
Bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit. (Lukas 12:7)
Keberadaanmu berarti dan memiliki tujuan.
Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang di uji kemurniannya dengan api sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. (1 Petrus 1:5)
Tuhan mengetahui rancangan-Nya untuk kamu.
Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. (Mazmur 139:13)
Pencipta kita sudah tahu dari awal siapa kita. Bagi dia, kita bukan sebuah kebetulan yang tidak diharapkan. Kelahiran kita direncanakan oleh Tuhan.

Lalu apa yang harus aku lakukan?

Program ulang cara berpikir dengan Firman Tuhan.
  • Belajarlah jujur dengan diri diri kita sendiri tentang bagaimana kita memandang diri kita. Lalu, bandingkan dengan apa kata Firman Tuhan. Segambar dengan Allah, itulah dirimu yang sebenarnya. Seperti Kristus, itulah yang Tuhan inginkan. 
  • Mengenal Tuhan dan intim dengan-Nya akan menolong kita mengembangkan diri. Dengan mengenal pribadi Allah, kita tahu bagian mana dari karakter kita yang perlu diubah.

Monday, April 17, 2017

Dosa Adam & Hawa (Part 2)



by: Grace Suryani

Artikel ini adalah lanjutan dari part 1 yang bisa dibaca di SINI.

"Bukannya yang buat dosa itu Adam dan Hawa ya? Sekarang kita jadi orang berdosa juga gara-gara mereka?"

Ini pertanyaan bagus dan sepertinya masuk akal. Kan gara-gara Adam dan Hawa manusia jatuh ke dalam dosa. Betul, yang menyebabkan manusia jatuh ke dalam dosa adalah Adam dan Hawa. Tapi apakah hanya Adam dan Hawa yang berdosa?

Numpang tanya, guys, Adam dan Hawa berapa kali sih bikin dosa sampe diusir dari Taman Eden? Sepuluh kali? Seratus kali? Atau seribu kali? No, no... Adam dan Hawa hanya melakukan SATU DOSA. Sekali lagi, Adam dan Hawa hanya melakukan SATU DOSA. Satu dosa itu CUKUP untuk membuat Tuhan mengusir mereka dari Taman Eden. Only ONE SIN.

Wah, kalo gitu dosanya Adam dan Hawa berat banget yaaakkk!! Sampe bikin satu dosa saja langsung menyebabkan mereka diusir dari taman Eden!! Dosa apa sih mereka? Membunuh? Mencuri? Berbohong? Berzinah?

Bukan. Dosa yang dilakukan Adam dan Hawa adalah makan buah terlarang. Mereka tidak membunuh, mereka tidak mencuri, mereka tidak berbohong, mereka 'hanya' makan buah terlarang. Singkatnya mereka melanggar SATU firman Tuhan.

Nah ada dua hal yang pengen gue bahas tentang ini.

Pertama, pertanyaan gue, kita selama ini udah bikin berapa dosa? Cuma satu kah? Kalo satu aja cukup melemparkan Adam dan Hawa keluar dari hadirat Tuhan, dosa gue selama seperempat abad lebih pasti lebih dari cukup untuk melemparkan gue ke neraka!

Oke, mari kita berhitung. Kalo seseorang, sebut saja si A, orgnya baeeeek bangeeett dan satu hari dia cuma bikin tiga dosa. Dalam satu bulan, berapa dosa yang dia lakukan? Oke lah hari minggu kan harinya Tuhan, jadi anggap saja dia ngga berdosa seharian. Jadi, 26 x 3 = 78 kali. Setahun berapa? 78 x 12 = 936 kali. Kalo dia hidup sampe 20 tahun aja, trus sangking Tuhan ngeliat orang ini kudus bener lebih baik dibawa pulang ke surga, dia udeh bikin berapa dosa? 20 x 936 = 18.720 DOSA. Nah, kalo dia hidup ampe 70 thn, itu artinya ada 65.520 dosa.

GLEEKK. Orang yang sehari cuma bikin dosa tiga kali sehari kaya minum obat, seumur hidupnya punya 65.520 dosa. Gimana yang sehari bikin sepuluh kali dosa?

So, pendapat bahwa hanya Adam dan Hawa yang berdosa dan kita TIDAK berdosa, itu gugur hehehehe :p Dosa kita lebih banyak oiii ... :p

Memang Adam dan Hawa yang membawa dosa masuk ke dalam duni. Tapi, sadarkah kita, sebagai anak Tuhan yang sudah ditebus, sebenernya kita punya kuasa menolak dosa. Kristus sudah menang atas dosa sehingga sebenernya kita punya kemampuan buat SAY NO terhadap dosa. Tapi apa itu membuat kita semua bisa tidak berdosa? Sadarkah kita bahwa kita sendiri juga SUKA RELA dan kadang SUKACITA kok melakukan dosa!! *forgive us, Lord*

***

Guys, bicara soal pengorbanan Kristus itu bicara mengenai sesuatu yang dalaaaaaammmmmm sekali, yang hanya bisa dimengerti kalo Roh Kudus yang mencerahkan itu dalam hati kita. Tanpa Roh Kudus MUSTAHIL bisa menghargai pengorbanan Kristus.

So, dalam rangka menyambut Paskah ini, mari kita semua berdoa minta Roh Kudus bekerja di hati kita masing-masing sehingga mata kita dicelikkan, hati kita dibukakan akan penderitaan Kristus. Pada akhirnya, pewahyuan Roh Kudus menuntun kita bertemu dengan Kristus yang disalib itu... supaya kita menjadi satu dengan kematian-Nya dan akhirnya dibangkitkan bersama-sama dengan Dia.

Saturday, April 15, 2017

Dosa Adam & Hawa (Part 1)



by: Grace Suryani Halim

"Gimana bisa Yesus mati buat menebus dosa gue? Waktu Yesus disalib kan engkong buyut kita bahkan belum lahir saat itu. Gimana dosa-dosa kita yang belum ada pun membuat Dia disalibkan??"

“Bukannya yang udah buat dosa Adam dan Hawa ya? Skrg kita jadi pendosa, Adam dan Hawa juga penyebabnya?"

Pertanyaan bagus, gals!! Abis baca pertanyaan-pertanyaan itu gue berulang kali doa, tanya Babe, ini gimana ya Tuhan jawabnya?? :p That's why, gue suka kalo dapet pertanyaan yang gue sendiri ngga tahu jawabannya. Pertanyaan kaya tadi mendorong gue berpikir dan semangat buat Tanya-tanya ke Babe.

"Gimana bisa Yesus mati buat menebus dosa gue? Lahir aja belon, artinya kan dosa gue belom eksis."

Guys, untuk menjawab ini kita perlu sadar satu hal. Bapa kita, Tuhan kita itu adalah Alpha dan Omega. Dalam pembukaan kitab Wahyu ada sebuah kalimat

"Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu, dari Dia, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang" (Wahyu 1: 4)

Versi inggrisnya "Grace to you and peace from Him who is and who was and who is to come."

Allah kita itu adalah Allah yang sekarang ADA, dulu ADA, dan yang AKAN ADA. God who is and who was and who is to come. Dia Allah atas waktu. Dia ada di masa lalu, masa kini dan masa datang. Allah sudah tahu semua yang akan terjadi sebelum semuanya terjadi, karena DIA MENGATASI WAKTU.

Jadi ketika Yesus mati di kayu salib, Yesus tidak hanya mati untuk dosa-dosa yang sudah ada (dosa Adam Hawa - sampai dosa Petrus), tapi juga untuk dosa-dosa kita yang BELUM DILAKUKAN. Dalam pengetahuan Tuhan akan masa depan, Dia tau kita akan melakukan dosa-dosa itu

"Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa." Roma 5 : 8

Sederhananya mungkin seperti ini. Pikirkan Bapa itu seperti orang tua yang sayang sama anak-anak-Nya. Nah, ortu zaman sekarang kan rata-rata pada punya yang namanya asuransi pendidikan buat anaknya. Anak masih bayi, bicara aja belon bisa, ortunya udah nyiapin duit buat nanti dia kuliah. Atau kayak gue dan Tepen yang begitu tau gue hamil, langsung bikin kamar bayi, beli box bayi dan sebagainya. Bahkan sebelum gue hamil aja, Tepen udah siapin duit buat nanti biaya gue melahirkan dan biaya bikin kamar bayi. Gue belum hamil loh waktu itu, tapi Tepen udah bilang berapa tabungan yang dia punya kalau sewaktu-waktu kami punya bayi. All is prepared bahkan sebelum bayinya lahir.

Kenapa kita siapin ini itu? Kan bisa aja cari box bayi sesudah bayinya lahir. Bisa aja kan? Ya bisa, tapi kita siapin jauh-jauh hari karena sebagai ortu, kita tahu bayi ini akan BUTUH ITU SEMUA. Dia butuh box bayi, dia butuh kamar, dia butuh baju, dia butuh popok, dia butuh kain bedongan. Nanti gedean dikit dia akan butuh stroller, butuh piring dan sendok sendiri, butuh kursi makan, dan segala macem perlengkapan bayi lainnya.

Bayi gue sadar ngga dia butuh itu semua? Belon lah ... :p Dia mah masih asik berenang, maen-maen di perut gue hehe… But as a parents we've prepared all this because WE KNOW our baby will need that!

Kalo gue yang orang berdosa aja tahu mempersiapkan yang baik untuk anak gue, apalagi BAPA! Dia tahu kebutuhan terbesar kita itu bukan pakaian, bukan rumah, tapi KESELAMATAN. Karena itu sebagai Bapa yang baik, sebelum kita lahir, sebelum engkong buyut kita lahir, sebelum kita SADAR kita akan butuh itu, Tuhan sudah siapkan semuanya ...

Lewat pengorbanan Kristus, Tuhan Yesus sudah mati untuk menebus dosa gue. Dosa gue waktu gue bayi sampe dosa gue nanti waktu umur gue 70 thn, sampe dosa anak cucu gue, semua sudah ditebus, sudah dibayar. LUNAS. Karena Bapa tahu, gue butuh itu, anak cucu gue butuh itu...

Kalo kita mau mengakui dan menerima hadiah Keselamatan itu, dosa kita LUNAS. Tapi kalo ngga mau terima, ya ngga lunas lah, lo bayar sendiri lah ... :p

Sewaktu gue hamil, gue makin sadar betapa Bapa itu luar biasa baik. Dia ngga seperti ortu yang menebak-nebak kira-kira nanti anaknya butuh apa. Sebagai Allah IA TAU PERSIS apa yang kita butuhkan, dan Dia SUDAH sediakan itu!

Lalu pertanyaan selanjutnya,

"Bukannya yang buat dosa tuh Adam dan Hawa ya? Sekarang kita jadi orang berdosa kan juga gara-gara mereka?"

Nah, ini kita bahas 2 hari lagi ya :)

Klik disini untuk part 2

Friday, April 14, 2017

The Other Side of Me



by: Grace Suryani

Gue sangat diberkati dengan khotbah Minggu beberapa waktu yang lalu. Khotbah itu bikin gue berpikir ulang tentang siapa gue sebenarnya. Selama ini, gue selalu mikir kalo gue ini biji mata Allah, the daughter of Almighty God, umat pilihan Tuhan, anak Raja, gereja-Nya, dan suatu saat nanti bersama dengan kumpulan orang percaya lainnya akan menjadi Mempelai Anak Domba Allah. That's me. I always think that I'm beloved, I'm wonderfully made, namaku terukir di tangan Tuhan, and so on and so on.

Itu semua ngga salah. Itu semua biblical. Itu semua memang ditulis di Alkitab. Tapi hari ini, lewat khotbah yang gue dengar, Tuhan menyatakan sisi lain dari siapa gue...

I am the one that killed Jesus...
Because of my sin, God's only begotten SON, Jesus Christ suffered and die...
I am the one that killed Him.


Gue-lah yang membuat Yesus tergantung di kayu salib, setengah telanjang, dipermalukan, dihina, diejek. Gue-lah yang membuat Yesus menderita. Martin Luther pernah bilang bahwa di tiap kantong kita ada paku. Paku yang menancapkan Yesus ke kayu salib... Dan kebenaran itu meremukkan semua ego gue. Gue pikir gue orang baik, gue pikir I'm good enough. But that's not true! I'm the one that killed and made Jesus suffered.

Kalo Bapa bertanya lagi "Siapa kamu?", jawaban gue adalah, "I'm the one that killed Your beloved SON, O Lord. Your Son died because of me... because of my sin. Would You forgive me?"

Kenyataan itu membuat gue jadi sadar betapa besar kasih-Nya. Dia tahu siapa gue. Dia tahu bahwa dosa gue yang menyebabkan Yesus disalib. Dia tahu semua. Tapi bahkan Dia mau mengangkat pembunuh anak-Nya menjadi anak-Nya sendiri... Ia mengangkat orang yang menyebabkan anak-Nya menderita dan menyebut pembunuh itu sebagai biji mata-Nya, pewaris kasih karunia, imamat yang rajani, umat pilihan dan banyak sebutan lain yang menunjukkan kasih-Nya.

Oh, betapa dalamnya kasih-Nya... sungguh takkan pernah bisa kuselami...

Perenungan ini bikin gue inget himne kesukaan gue, judulnya The Love of God
The love of God is greater far than tongue or pen can ever tell;
It goes beyond the highest star, and reaches to the lowest hell;
The guilty pair, bowed down with care, God gave His Son to win;
His erring child He reconciled, and pardoned from his sin.
Refrain:
Oh, love of God, how rich and pure!
How measureless and strong!
It shall forevermore endure—
The saints’ and angels’ song.
When hoary time shall pass away, and earthly thrones and kingdoms fall,
When men who here refuse to pray, on rocks and hills and mountains call,
God’s love so sure, shall still endure, all measureless and strong;
Redeeming grace to Adam’s race—The saints’ and angels’ song.
Could we with ink the ocean fill, and were the skies of parchment made,
Were every stalk on earth a quill, and every man a scribe by trade;
To write the love of God above, would drain the ocean dry;
Nor could the scroll contain the whole, though stretched from sky to sky.
Be, Kau tahu betapa hancur hatiku ketika sadar selama ini aku cuma tahu setengah kebenaran. Aku Cuma tahu tau sisi baik dari diriku di mata-Mu, tanpa sadar bahwa aku juga penyebab anak-Mu mati. Kenyataan bahwa dosaku yang mengirim Yesus mati membuatku sadar betapa dalamnya dosaku...

Tapi sungguh kasih-Mu luar biasa. Kau mengampuni pembunuh anak-Mu bahkan mengangkatnya jadi anak-Mu sendiri. Betapa rasanya kasih-Mu sungguh besar dan tak terselami.

Let Paul's prayer be my prayer too, "Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan." Efesus 3:18-19

Selamat Minggu Prapaskah...

Wednesday, April 12, 2017

Ketika Doa Tidak Terjawab



by Leticia Seviraneta
“Dengarkanlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.”– Mzm 27:7-8 (ITB)
Kita mungkin memiliki saat-saat kita memiliki banyak masalah, lalu kita berdoa meminta pertolongan Tuhan, dan tidak ada respon yang berarti saat itu juga. Ada yang berdoa bagi keselamatan bayinya yang lahir dengan komplikasi, namun akhirnya bayi itu meninggal dunia. Ada yang berdoa untuk kesembuhan dari penyakit kronis, namun tidak kunjung sembuh penyakitnya. Ada yang berdoa untuk pasangan hidup, namun belum bertemu juga setelah sekian lama. Ya, kita menghadapi saat-saat di mana secara natural kita akan mempertanyakan di mana Tuhan? Apa yang seharusnya kita lakukan ketika doa tidak terjawab?

Sebelum kita bahas lebih jauh lagi, kita perlu kembali ke sebuah hal dasar: apa itu doa? Doa bukanlah komunikasi satu arah. Doa bukanlah juga seperti meminta kepada “genie in a bottle” dengan ekspektasi pasti dikabulkan. Doa adalah komunikasi dua arah dengan sikap mengakui bahwa Tuhan adalah sumber dari segalanya dan apa pun jawaban-Nya, baik sesuai harapan kita atau tidak, akan bekerja untuk sesuatu yang jauh lebih baik dari yang dapat kita pikirkan. Tuhan kita adalah Alpha dan Omega, awal dan akhir. Ia ada sebelum kita ada, dan ada jauh di masa depan setelah kita sudah tidak ada lagi di bumi. Oleh karena itu, jelas bahwa Tuhan tahu yang terbaik bagi kita. Rasa percaya kita kepada-Nya akan hal itu yang akan menjadikan kehidupan doa kita tidak monoton dan kita tidak mudah patah semangat ketika mendapat jawaban yang tidak kita inginkan.

Daud, seorang yang berkenan di mata Tuhan, mengalami banyak sekali saat dimana doanya tidak terjawab. Mayoritas isi kitab Mazmur banyak menyingkapkan pergumulan dan keluhan Daud dalam bentuk doa kepada Tuhan. Bagian yang menarik adalah terlepas dari belum dijawab Tuhan, Daud seringkali menutup doanya dengan ungkapan percaya kepada-Nya. “Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!” (Mzm 27:13-14, ITB) Jadi, sesungguhnya doa tidak selalu mengubah keadaan secara instan, namun doa mengubahkan hati kita.

Tuhan kita adalah Tuhan yang lebih peduli kepada proses daripada hasil akhir. Tujuan Tuhan bukanlah pada kebahagiaan yang bergantung pada situasi di sekeliling kita, melainkan sukacita. Sukacita adalah buah Roh yang dihasilkan di situasi yang sebenarnya memberikan kita alasan untuk tidak bahagia, namun karena rasa percaya kepada Tuhan tahu terbaik kita memutuskan untuk bersukacita. Tuhan lebih ingin kita bertumbuh dan berbuah, lebih dari sekedar mengabulkan setiap kemauan kita.

Kalau begitu, untuk apakah kita berdoa? Kembali pada definisi awal, doa sesungguhnya bukanlah komunikasi satu arah, melainkan dua arah. Kita berdoa bukan hanya untuk meminta atau berbicara satu arah, melainkan juga untuk mendengarkan Tuhan. Sederhananya, doa adalah komunikasi dengan Tuhan kita. Kita tidak dapat membina hubungan intim dengan sesama kita tanpa adanya komunikasi yang regular dengannya. Demikian juga dengan hubungan kita dengan Tuhan. Kita membutuhkan doa untuk membina hubungan dengan-Nya.

Kita juga harus biasakan diri kita untuk mendengarkan-Nya sehingga doa kita tidak hanya satu arah saja. Mendengarkan Tuhan bisa melalui membaca firman-Nya dan merenungkan-Nya. Tuhan juga dapat berbicara melalui lagu-lagu pujian, perkataan orang yang lebih dewasa dalam hidup kita, dan melalui suara hati kita yang mengingatkan akan kehendak-Nya dan bersifat membangun. Ini merupakan sebuah skill yang harus dilatih, apalagi kalau kita sudah sangat terbiasa dengan doa satu arah yang hanya untuk meminta. Namun doa merupakan akses kepada Bapa yang terbuka untuk semua anak Tuhan dan tidak hanya terbatas bagi para hamba Tuhan. Kita semua dapat berhubungan pribadi dan mendengarkan suara-Nya! Bukankah itu luar biasa?

Selain karena Tuhan punya kehendak lain dari yang kita doakan, terkadang Tuhan tidak menjawab karena masih ada dosa yang merintangi hubungan kita dengan Tuhan. “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar, tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:1-2, ITB) Doa kita juga dapat tidak terjawab karena kita berdoa dengan motivasi yang salah. “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habisakn untuk memuaskan hawa nafsumu.” (Ibrani 4:3, ITB) Jadi, tentu penting untuk kita senantiasa mengecek hati kita, apakah benar doa kita ini memuliakan Tuhan atau hanya untuk kepentingan pribadi? Lalu bagaimana kah hubungan kita dengan Tuhan? Masih ada dosa kah yang belum kita akui dan bertobat darinya?

Ketika doa kita tidak terjawab, bukan berarti Tuhan tidak mendengar ataupun tidak peduli kepada kita. Ia memiliki rencana yang jauh lebih baik daripada mengabulkan keinginan kita saat itu. Percayalah akan rencana dan waktu Tuhan selalu yang terbaik. Alkitab banyak mencatat orang-orang saleh yang doanya pun tidak terjawab sesuai ekspektasi mereka. Selain Daud, ada Ayub, lalu tidak lain ada pula Yesus Kristus sendiri, sang Anak Allah. Yesus berdoa sebelum disalibkan, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:39, ITB) Namun, pada akhirnya doa Yesus pun tidak terjawab, Yesus bahkan harus mati di kayu salib karenanya. Kita dapat merasakan sekarang dampak kematian Yesus menyelamatkan jutaan jiwa bagi kemuliaan Tuhan pada akhirnya. Tanpa kematian Yesus sebagai hasil doa-Nya yang tidak terjawab, rencana Allah tidak akan digenapi. Yesus telah menjadi jembatan antara manusia dan Bapa yang terputus akibat dosa. Dahulu kita tidak dapat berkomunikasi secara pribadi dengan Tuhan, sekarang ini Tuhan hanyalah sejauh sebuah doa. Satu doa tidak terjawab memberikan implikasi begitu kekal bagi kita semua! Karena itu, janganlah marah atau kecil hati ketika doa kita tidak terjawab, tapi cobalah lihat dengan perspektif Tuhan dan percayalah Tuhan kita tahu yang terbaik bagi kita.
“Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN!”– Mzm 31:25 (ITB)

Tuesday, April 11, 2017

Extraordinary



"EXTRAORDINARY" written by John Bevere

- Book Review by Leticia Seviraneta -

Sebagai manusia, kita cenderung tertarik pada hal-hal luar biasa, unik, ajaib, dan lain dari pada yang lain. Begitu juga dengan buku yang ditulis oleh John Bevere ini, “Extraordinary”. Saya benar-benar tertarik untuk membaca buku ini, dan saya tidak menyesal memutuskan untuk membacanya. John Bevere menyingkapkan banyak sekali kebenaran tentang bagaimana Tuhan merancang kita untuk sebuah kehidupan yang luar biasa. Tidak hanya sekedar unik di mata dunia, namun sebuah kehidupan menyenangkan Tuhan dan melampaui apa yang dianggap biasa.

Hal paling mendasar untuk memiliki hidup yang luar biasa adalah menyadari betul betapa kita dikasihi oleh Tuhan. Lalu berikutnya, kita diingatkan bahwa dikasihi oleh Bapa berbeda dengan menyenangkan Bapa kita. Sama seperti tidak ada yang dapat mengubah kasih orang tua kepada anaknya, terlepas dari seberapa nakal anak itu. Namun, ada tindakan seorang anak yang dapat menyenangkan dan juga tidak menyenangkan bagi orang tuanya. Mengetahui ini menyadarkan kita bahwa kita tidak boleh menjadi manja dan hidup seenaknya hanya karena kita tahu Tuhan mengasihi kita.

Lalu pertanyaannya sekarang, bagaimana cara untuk menyenangkan Tuhan? Berbeda dengan persepsi orang Kristen kebanyakan, cara menyenangkan Tuhan tidak lah berasal dari kekuatan kita sendiri melainkan dari kekuatan kasih karunia-Nya. Ini sesuatu yang baru bagi saya pribadi, karena kita memang tidak terbiasa memperlakukan kasih karunia sebagai sebuah kekuatan. Kasih karunia seringkali kita pandang sebagai kebaikan Tuhan yang telah kita terima di saat kita tidak layak mendapatkannya. Namun, di dalam buku ini John Bevere mengungkapkan banyak kebenaran Firman yang menunjukkan bahwa kasih karunia juga merupakan sebuah kekuatan aktif untuk memampukan kita menjalani hidup luar biasa yang Tuhan kehendaki.

Bagi yang masih bergumul dengan dosa-dosa lama, dijelaskan juga mengapa kita demikian dan apa yang harus kita lakukan untuk lepas dari dosa lama. Yup! buku ini juga akan memberikan langkah-langkah praktikal bagaimana untuk lepas dari belenggu dosa. Tidak ada yang dapat hidup luar biasa bila ia masih membawa bagasi dosa yang banyak. Oleh karenanya, untuk menjalani hidup yang luar biasa di dalam Tuhan, kita pun harus hidup berkemenangan atas dosa. Dijelaskan bahwa dulu sebelum mengenal Kristus kita tidak memiliki kekuatan atas dosa, namun sekarang dosa sudah tidak lagi memiliki kuasa atas kita dan kita punya pilihan untuk tetap mau tunduk pada dosa atau berjalan bebas dengan kasih karunia.

Di buku ini juga dibahas seperti apakah iman sejati itu dan bagaimana cara untuk menumbuhkan iman kita. Secara keseluruhan, di dalam buku Extraordinary ini, John Bevere banyak menyingkapkan kekuatan tersembunyi dari hal-hal yang kita pikir mungkin sudah kita tahu, namun ternyata kita selama ini hanya tahu di permukaan saja. Seperti berlian memiliki berbagai facet, demikian juga halnya dengan kasih karunia, iman dan kekuatan untuk hidup luar biasa bersama dengan Tuhan. Membaca buku ini seperti menjadi pembuka mata kita akan suatu sudut pandang baru yang fresh, Alkitabiah, dan mengubahkan hidup kita secara pribadi.

Get ready to live an extraordinary life with God!

Monday, April 10, 2017

Die to Live



by Leticia Seviraneta
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” – Yohanes 12:24
Masa Paskah adalah masa di mana kita mengenang kematian dan kebangkitan Kristus. Ya, kekristenan sangat unik karena hanya di dalam kekristenan lah diajarkan bahwa Tuhan mati bagi manusia dan bangkit kembali demi menyelamatkan mereka. Tema kematian dan kebangkitan Kristus senantiasa mewarnai seluruh Alkitab kita, baik di Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Namun sayangnya, sedikit dari kita mengetahui kekuatan dari kematian dan kebangkitan Kristus untuk kita alami di kehidupan kita sehari-hari. Yesus tidak hanya mati dan bangkit supaya kita mengenangnya di saat Paskah saja. Ia mati dan bangkit untuk memberikan kepada kita kekuatan menjalani hidup yang sepenuhnya baru setiap hari.
“Tahukah Saudara-saudara bahwa pada waktu kita dibaptis, kita dipersatukan dengan Kristus Yesus? Ini berarti kita dipersatukan dengan kematian-Nya. Dengan baptisan itu, kita dikubur dengan Kristus dan turut mati bersama-sama dengan Dia, supaya sebagaimana Kristus dihidupkan dari kematian oleh kuasa Bapa yang mulia begitu pun kita dapat menjalani suatu hidup yang baru.” – Roma 6:3-4, BIS
Saya pribadi menyukai kata “dipersatukan” pada ayat diatas. Ketika kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi kita, kita sesungguhnya telah dipersatukan dengan-Nya. Kita telah menjadi satu tubuh dengan Kristus. Roh Kudus tinggal di dalam diri kita. Pernikahan manusia di bumi merupakan cerminan kesatuan Kristus dengan jemaat. Sama halnya seperti dua telah menjadi satu di dalam pernikahan, demikian juga kita dengan Kristus telah menjadi satu. Kematian Yesus membawa kematian atas kuasa dosa di dalam diri kita. Kebangkitan Yesus memberi kita kuasa untuk menjalani kehidupan yang baru, yakni hidup yang bebas atas kuasa dosa dan segala ikatan.

Tetapi kalau begitu, mengapa kita masih aja sering jatuh ke dalam dosa yang sama? Mengapa seringkali kita merasa sulit untuk berubah? Hal ini dikarenakan kehidupan kita yang baru di dalam Kristus juga membutuhkan partisipasi aktif dari pihak kita. Kita perlu secara konstan memutuskan tidak lagi menuruti keinginan daging kita, melainkan mengejar keinginan Tuhan. Istilah jargonnya kita memasuki proses yang dinamakan “sanctification.” Sanctification berasal dari kata Yunani “hagiasmos” yang artinya kekudusan dan keterpisahan. Sederhananya, ini adalah sebuah perjalanan bertumbuh untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus. Ini berarti kita mengejar kedewasaan rohani, yang ditandai dengan buah-buah karakter Kristus dalam hidup kita. Proses ini akan semakin progresif seiring dengan tingkat ketaatan kita terhadap kehendak Tuhan sebagaimana telah diungkapkan dalam Firman-Nya. Jadi, sesungguhnya kita telah dibebaskan dari kuasa dosa, namun kita tetap harus membuat keputusan untuk tidak hidup seperti kita masih di bawah kuasanya. Jangan lupakan bahwa kita telah menikah dengan Kristus, kita telah bersatu dengan-Nya, dan kita memiliki tubuh serta hidup baru yang berbeda dengan sebelumnya.
“Demikianlah hendaknya kamu memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus. Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya. Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang, yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran. Sebab kamu tidak akan dikuasai lagi oleh dosa, karena kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia.” – Roma 6:11-14, ITB
Kita ditebus Kristus untuk menjalani hidup yang tidak lagi berbau kematian, melainkan hidup yang benar-benar hidup. Berita baiknya, kita tidak ditinggalkan di dunia ini untuk berusaha mencapai kekudusan dengan kekuatan sendiri. Kita diperlengkapi dengan Roh Kudus yang akan menjadi sumber kekuatan kita untuk hidup berkemenangan. “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yoh 14:25-26, ITB) Yang perlu kita lakukan adalah terus menerus terhubung dengan Yesus dan menimba kekuatan dari Roh Kudus di kala kita lemah dan tergoda untuk berdosa. Kita pun harus senantiasa sadar betapa besar kuasa yang Tuhan sudah berikan dalam hidup kita, bahwa kita telah bersatu dalam kematian dan kebangkitan-Nya. Dengan demikian, kita akan dapat menjalani hidup yang benar-benar baru.

Saya tahu betul tidak mudah untuk mengubah kebiasaan lama. Apalagi kalau kita sangat menyukai kebiasaan lama kita tersebut. Seorang yang terbiasa memendam kesalahan yang orang lain perbuat kepadanya harus belajar mengampuni dan melepaskan segala rasa sakit hati. Seorang yang suka bergosip, harus belajar untuk hanya mengeluarkan kata-kata yang membangun. Seorang yang egois, harus belajar mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri. Seorang yang terikat dosa seksual, harus belajar untuk menjaga kekudusan tubuhnya dan tidak menggunakan untuk memuaskan nafsu sesaat. Semuanya tidak mudah, namun akan lebih mudah bila kita mau membuat keputusan secara berkelanjutan untuk berkata tidak dan melakukan hal lain yang berkenan bagi Tuhan. Kita tidak bisa hanya berkata tidak namun tetap tidak produktif melakukan hal lain. Karena bila energi kita kurang tersalurkan, besar kemungkinan kita dapat kembali ke dosa lama. Kita perlu mengalihkan energi kita ke sebuah aktivitas lain yang kita tahu betul lebih berguna, lebih produktif, dan tentunya memuliakan Tuhan. Temukan bagi dirimu kegiatan yang akan mengalihkan pikiran serta energimu untuk mematahkan siklus dosa lama. Bagi yang sulit mengampuni, dapat mengambil langkah kecil untuk berdoa rutin untuk yang menyakiti dia. Bagi yang terikat dosa seksual, dapat mengambil langkah untuk menghindari setiap situasi yang membuatnya tergoda, mengalihkan energi baik dengan berkumpul dengan teman-teman yang membangun, berolahraga, pelayanan di gereja, dsb. Roh Kudus akan senantiasa memberikan kita kekuatan, namun dari pihak kita pun harus taat terhadap tuntunan-Nya. Yuk, mulai menggunakan kekuatan yang Tuhan sediakan supaya kita benar-benar hidup seperti yang Tuhan kehendaki. Semoga Paskah hadir di keseharian kita, dan bukan hanya menjadi event melainkan sebuah lifestyle :)

Yesus mati supaya kita bisa hidup. Hidup yang penuh kemenangan atas kuasa dosa.
Kita mati supaya Yesus bisa hidup. Hidup yang akan memancarkan Yesus ada dalam diri kita.

Sunday, April 9, 2017

The Joy of Waiting



by Felisia Devi

Menunggu adalah hal yang tidak mengenakan, betul apa betul? Buat saya, menunggu rasanya sangat tidak nyaman. Makanya saya selalu berusaha untuk tepat waktu saat berjanji dengan siapapun.

Kalau dipikir-pikir, Tuhan juga lumayan sering lho membuat kita dalam posisi menunggu. Banyak firman Tuhan yang mengajar kita untuk menantikan Dia dan menunggu waktu Tuhan.

Menjaga attitude saat menunggu itu ngga gampang, apalagi tetap bersukacita saat menunggu. Selama ini Tuhan banyak mengajar saya untuk ‘suka’ menunggu. Banyak orang mengira, bersukacita cuma layak dilakukan ketika kita sudah mendapatkan jawaban doa. Tapi Daud memberi teladan yang berbeda.

“Aku gembira atas janji-Mu, seperti orang yang mendapat banyak jarahan.” (Mazmur 119:162)

Aneh memang Daud ini. Banyak orang akan bersukacita kalau sudah ada bukti, bukan cuma janji. Tapi, Daud sudah bersukacita bahkan sebelum dia menerima penggenapan janji Allah.

Kalau dipikir-pikir lagi, kenapa ya Daud bisa bersukacita kaya gitu?

Kuncinya, Daud mengenal Allah. Daud bersukacita karena dia tahu Allahnya setia dan akan melakukan setiap apa yang Dia janjikan. Dia tahu kalau janji yang keluar dari mulut Allah pasti akan digenapi pada waktunya. Bagiannya adalah menunggu dan setia menjalani proses yang Allah kerjakan dalam hidupnya.

Apapun penantian kita saat ini, biarlah sukacita menjadi buah yang selalu keluar dari hidup kita. Menunggu memang tidak nyaman, tapi bukan berarti ketika menunggu kita fokus pada penantian itu sendiri dan bersungut-sungut kepada Tuhan.

Banyak hal yang dapat kita lakukan saat menantikan Tuhan. Sama halnya dengan praktik menunggu dalam hidup keseharian. Walaupun suka kesel saat menunggu, saya belajar untuk melakukan hal-hal yang berguna dan bukan sekedar menghabiskan waktu. Misalnya, saya berdialog sama Tuhan, merenungkan firman Tuhan, baca buku (saya selalu bawa buku kemana-mana), mengamati keadaan sekitar untuk memperkaya bahan tulisan... Pokoknya saya berusaha untuk memanfaatkanwaktu. Tidak melakukan apapun akan membuat saya fokus padapenantian dan kadang menyerahkan pikiran saya pada kekuatiran yang membuat sukacita saya hilang.

Mempertahankan sukacita saat menunggu memang tidak mudah, tapi semakin kita mengenal Allah, semakin kita tahu penantian kita tidak akan pernah sia-sia. Mari kita pakai masa penantian kita untuk semakin mengenal Allah. Saya percaya pengenalan itu akan makin menambahkan sukacita di hati kita saat menantikan Dia.

Happy waiting!