Wednesday, March 15, 2017

Where Joy is at?



by Glory Ekasari


Di rumah saya ada seorang tukang kebun yang juga membantu jaga malam di gereja. Tiap kali orang tua saya mendapat makanan dari acara yang mereka hadiri, kami sering memberikan sebagian untuk dia. Tapi lama-lama kami sadar bahwa kalau diberi lauk daging atau ayam, dia tidak pernah makan. Usut punya usut, ternyata dia.... sakit gigi! Anehnya, dia tidak mau ke dokter gigi, katanya karena takut. Jadilah sakit gigi itu dipelihara sekian lama.
Menurut saya sih aneh. Ke dokter gigi memang terkesan seram (maaf ya yang dokter gigi), tapi daripada terhalang makan, ya lebih baik menahan ngilu dan sakit sekejap lah. Toh setelah itu gigi jadi sehat lagi, rasa sakit hilang secara permanen, dan kita bebas makan apapun yang kita mau.
Kadang kita juga begitu dalam mencari kebahagiaan. Kita justru menghindari tempat di mana kebahagiaan dan sukacita ada, seperti orang yang tidak mau giginya diobati dan memilih tetap sakit gigi. Aneh, memang. Tapi tentu kita lalu bertanya, “Memangnya di mana ada sukacita?”
Kata dunia, sukacita itu adanya di sekitar teman-teman. Atau, kalau tidak punya teman, sukacita itu ada di berbagai macam kesenangan yang mereka tawarkan. Atau bisa juga seks, seks menawarkan kebahagiaan, katanya. Oh, uang juga bisa membawa sukacita! Being on the top of the world juga pasti dong, membawa sukacita. Apa itu betul? Raja Salomo menulis panjang lebar tentang segala kekayaan dan kenikmatan yang dia nikmati—uang, kemegahan, penundukan dari raja-raja lain, hiburan, seks, bahkan hobi berkebun—dan dia berkata, “Aku tidak menghalangi mataku dari apapun yang ingin dilihatnya”—sounds a lot like hedonism. Kesimpulannya? “Segala sesuatu adalah kesia-siaan.”
At the end of the day, it’s just you―yourself. And what will you do with that empty heart burdened with sorrow? What can other people do for you, when the problem is not with your body, but with your soul? “Find happiness inside you,” they say. Where?
Suatu kali ketika mama saya berkhotbah di gereja tempat kami beribadah, dia membagikan kesaksiannya dan menyimpulkan demikian, “Saudara, kalau Saudara ada masalah, jangan tinggalkan Tuhan, jangan libur ke gereja. Justru cari Tuhan! Datang ke rumah Tuhan, dengarkan firman Tuhan, berdoa dan cari Tuhan lebih sungguh-sungguh lagi.”
“Cari Tuhan lebih sungguh-sungguh lagi.” Banyak orang malas dalam persekutuan mereka dengan Tuhan. Berdoa sebentar dan tidak merasakan apa-apa, berhenti berdoa. Kita perlu belajar dari tokoh-tokoh Alkitab yang bersikeras bertemu dengan Tuhan secara pribadi. Daud menyukai frasa “siang dan malam”, yang menunjukkan kesungguhannya dalam mencari Tuhan. Paulus dan Silas yang dipenjara di Filipi, bukannya nelangsa dengan nasib mereka atau tidur nyenyak, malah memuji Tuhan di tengah malam—sampai terjadi mujizat bagi mereka dan keselamatan bagi kepala penjara. Menjelang pertemuan dengan Esau, Yakub bergumul secara fisik dengan Malaikat Tuhan, karena dia begitu ngotot, sehingga terucap kata-kata yang terkenal, “Aku tidak akan melepaskan Engkau sebelum Engkau memberkati aku.” Kapan terakhir kali kita berkata demikian kepada Tuhan? Sebagaimana lirik sebuah hymne yang terkenal:
Savior, Savior, hear my humble cry
While on others Thou art calling,
Do not pass me by!
Semua orang yang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh menemukan-Nya, karena itu adalah janji-Nya. Kalau ada janji yang diulang-ulang dalam Alkitab, dan yang terlalu sedikit kita manfaatkan, itu adalah janji Tuhan bahwa mereka yang sungguh-sungguh mencari Dia pasti menemukan-nya:
“Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;
Apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.”

—Yeremia 29:13
 “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” —Matius 6:33
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” —Lukas 11:9
Apa yang kita temukan ketika kita akhirnya bertemu dengan Dia? Daud memberitahu kita apa yang dia temukan ketika berhadapan dengan Tuhan:
“Di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah.”
“Sukacita berlimpah-limpah.” Bukan hanya “ada sukacita”, tetapi “ada sukacita berlimpah-limpah”!

Dan Tuhan terus-menerus memerintahkan kita untuk mencari Dia dengan sungguh-sungguh karena Dia tahu hanya Dia yang dapat menjawab kebutuhan hati kita yang terdalam. No, happiness is not inside you; it is in God’s presence. He doesn’t let people go from His presence empty handed, He sends joy together with them.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^