Monday, March 13, 2017

Joy vs. Happiness



by Poppy Noviana


Apa sih, perbedaan dua hal di atas? Secara fisik sih, terlihat sama, bahkan bisa dibilang mirip. Contoh: wajahnya sama-sama sumringah, matanya sama-sama berbinar-binar, hidungnya kembang kempis, kakinya melompat-lompat dan reaksinya menari-nari.

Lantas apa dong, bedanya?

Beberapa fakta dapat menggambarkannya. Salah satunya adalah dari seseorang yang tidak pernah bahagia di dalam hidupnya, sekalipun ia kaya dan cakap secara fisik. Dia merasa happy saat menghabiskan waktu dan uangnya untuk berfoya-foya, namun tetap saja dia akan kembali murung dan hampa.

Sebaliknya, seseorang yang hidup sederhana bisa lebih bahagia dan merasakan kehidupan yang utuh sepenuhnya. Bahkan dia bisa bersyukur saat ditimpa kesukaran, bisa memberi saat dia sendiri membutuhkan sesuatu, dan—yang lebih ekstrem lagi—dia bisa tersenyum kepada musuh yang menganiayanya. Kok, bisa gitu ya? Well, inilah yang disebut dengan sukacita (joy).

Matius 5:3-12 (TB) berkata begini,
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Anjuran berbahagialah di atas merupakan suatu kondisi yang diajarkan dalam Alkitab—namun tidak dapat dicerna dengan mudah dengan logika. Sangat berkebalikan dan sukar dipahami. Sukacita (joy) yang sebenarnya àdalah berasal dari dalam diri manusia yang diputuskan secara sadar oleh individu tersebut. Sukacita seharusnya bersifat kekal karena kondisi apapun tidak dapat mempengaruhi seberapa besar sukacita yang dapat kita terima dan rasakan dari Allah. Maka bersukacita dan bersyukurlah, sebab Allah menghendakinya.

Berbeda dari sukacita,  kebahagiaan (happiness) berasal dari luar diri manusia dan merupakan sebuah akibat yang dipengaruhi atas sesuatu atau seseorang. Kebahagiaan bersifat sementara karena tergantung pada suatu hal.

Kebenaran lainnya yang dapat kita renungkan adalah, “Hati yang gembira adalah obat (Amsal 17:22). Bagaimana mungkin dalam kesakitan dan kondisi tidak baik, Allah malah menyuruh kita untuk memiliki hati yang gembira?

Itu artinya Allah tahu persis bahwa kegembiraan dan sukacita itu bukan berasal dari luar tapi dari keputusanmu untuk bergembira dalam hati. Memang terlalu banyak alasan untuk merampas sukacita itu dari dalam hati dan ini merupakan kesukaan ilah-ilah zaman ini melalui roh-roh pemecah belah dan perpecahan yang mengintimidasi hati dan pikiran kita. Namun ingatlah, terlalu banyak kebenaran dan juga bukti yang dapat disadari untuk membantu kita bersukacita dalam hidup ini yang telah dianugerahkan oleh-Nya.

Filipi 4:8 (TB) pun berkata, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

Dan ini doaku untukmu, dear readers, “Bersukacitalah  sekali lagi kukatakan bersukacitalah”. Amin.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^