By: Leticia Seviraneta
“When you remember the why, you will eventually do with purpose”
Memasuki bulan Desember, sebagian dari kita mungkin mulai tenggelam di dalam kesibukan untuk mempersiapkan Natal dan liburan akhir tahun. Latihan pelayanan di gereja, terlibat dalam kepanitiaan, terlibat dalam kegiatan charity ke panti-panti, menghadiri berbagai Christmas dinner dengan lingkungan pertemanan yang berbeda-beda, menghadiri kebaktian Natal beruntun, lalu pergi liburan bersama keluarga dan seterusnya. Daftar ini bisa bertambah panjang sekali... menjadikan bulan Desember sebagai bulan paling hectic sepanjang tahun kita. Namun sebagian dari kita ada juga yang merasakan excitement di bulan ini. Kita menyukai dekorasi yang mulai bertebaran di mal-mal, mulai mendekor rumah juga dengan pohon natal dan ornamennya, mulai memikirkan hadiah untuk orang-orang yang kita kasihi dan sebagainya. Satu moment Natal dapat memberikan kesan yang berbeda-beda bagi setiap orang. Namun sebelum kita terbawa arus “hectic” ini mari kita mengingat sejenak makna Natal sehingga Natal kita menjadi berarti dan tidak membuat kita kelelahan.
Kita tidak terbiasa untuk mengenang sesuatu. Keseharian kita mendorong kita untuk terfokus kepada hal-hal yang harus dikerjakan saat ini dan di masa depan. Hari-hari kita dimulai dengan to-do-list dan bukan diisi dengan things-to-be-remembered. Kita bergerak dengan tempo yang sangat cepat di era sekarang ini. Sayangnya, hal yang serupa juga terjadi di moment Natal. Bahkan pada saat kelahiran Yesus, yang merupakan Natal pertama, orang-orang terlalu sibuk dan tidak memberi ruang bagi-Nya.
“Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.”
(Lukas 2:6-7)
Di kitab Lukas 2, diceritakan latar belakang yang mewarnai kelahiran Yesus. Kaisar Agustus mengeluarkan perintah untuk menghitung jumlah seluruh rakyatnya (sensus penduduk). Semua orang diwajibkan mendaftarkan diri di kota asal mereka. Yusuf, yang tinggal di Nazaret di Galilea, kemudian menempuh perjalanan menuju kota Betlehem di Yudea. Maria yang ikut dengannya untuk mendaftarkan diri sedang mengandung tua dan sudah hampir genap waktunya untuk melahirkan. Jarak Nazaret menuju Betlehem sekitar 11 km, namun bila rute yang diambil tanpa melewati daerah Samaria, maka jaraknya menjadi 150 km. Lalu daerah Yudea merupakan dataran tinggi dibandingkan dengan Galilea. Untuk mencapai kota Betlehem, harus dilakukan pendakian setinggi 760 meter, sebuah pendakian yang berat bagi perjalanan keluarga Yusuf ini. Jadi, dapat dibayangkan betapa lelahnya Yusuf dan Maria saat itu. Mereka menempuh perjalanan tersebut beberapa hari dan ketika sampai di kota Betlehem, Maria sudah akan melahirkan. Betlehem bukanlah kota besar. Pada masa itu kemungkinan hanya ada satu tempat penginapan di kota. Karena orang-orang dari berbagai penjuru negara datang untuk keperluan sensus, tempat penginapan pun penuh. Pemilik tempat penginapan pasti sangat sibuk melayani tamu-tamunya. Ketika melihat Yusuf dan Maria datang, ia menolak mereka karena tidak ada kamar tersisa lagi. Namun ia menawarkan kandang hewan ternak sebagai tempat mereka untuk bermalam. Singkat cerita, demikianlah Yesus lahir dalam kondisi sederhana, dibaringkan di atas palungan yang merupakan tempat makan hewan ternak. Natal pertama diresponi manusia dengan tidak memberi ruang bagi-Nya karena terlalu banyak hal-hal lain yang lebih diprioritaskan dan memenuhi jadwal kita. No room for Jesus. Will you make a room for Him?
Natal sesungguhnya bukanlah tentang barang-barang ataupun kegiatan, melainkan tentang Seseorang, yaitu Yesus Kristus. Natal adalah moment untuk mengingat kelahiran Yesus Kristus dan berdampak secara signifikan sampai saat ini. Natal adalah moment untuk meresponi kasih Allah yang diwujudkan dalam pemberian terbesar-Nya kepada manusia. Natal merupakan bagian dari rencana keselamatan Allah yang mencapai klimaksnya pada pengorbanan Yesus di atas Kayu Salib dan kebangkitan-Nya (Masa Paskah). Natal tidak dapat terpisahkan dari Paskah.
Yesus merupakan penggenapan ratusan nubuatan di Perjanjian Lama mengenai kedatangan Mesias yang akan mematahkan kutuk dosa yang datang dari zaman Adam dan Hawa. Yesus merupakan kulminasi dari rencana keselamatan Allah yang sudah direncanakan-Nya sejak dahulu kala.
“And I will put enmity between you and the woman, and between your seed and her Seed; He will bruise your head, and you shall bruise his heel.”
(Gen 3:15, NKJV)
“After he has suffered, he will see the light of life and be satisfied; by his knowledge my righteous servant will justify many, and he will bear their iniquities. Therefore I will give him a portion among the great, and he will divide the spoils with the strong, because he poured out his life unto death, and was numbered with the transgressors. For he bore the sin of many, and made intercession for the transgressors.”
(Isa 53:11-12, NIV)
Kita yang seharusnya hidup tanpa harapan karena kita mengalami kutuk dosa dan tidak dapat kembali kepada Tuhan dengan kekuatan sendiri menjadi berpengharapan yang pasti karena Yesus telah mendamaikan kita dengan Allah. Ia telah menanggung dosa kita dan membuat kita dibenarkan hidupnya di hadapan Allah. Kita telah dibebaskan dari kuasa dosa dan memperoleh kebebasan untuk melakukan kehendak Allah. Betapa berharganya pemberian Tuhan bagi kita!
Kristus telah menjadi hadiah yang terbesar dari Allah. Tidak ada hadiah Natal yang mampu melampaui kasih Allah melalui Yesus. Karena Yesus merupakan esensi dari Natal dan hadiah Natal itu sendiri, apakah ini mengubah mindset teman-teman mengenai apa yang harus kita lakukan saat Natal? Hadiah terbesar yang dapat kita berikan bagi orang lain adalah memperkenalkan mereka kepada Yesus. Dan bagaimana kita dapat memperkenalkan Yesus kepada orang lain bila kita sendiri belum terlebih dahulu mengenal-Nya secara pribadi? Bagaimana kita dapat menolong orang lain untuk melihat sosok Yesus yang hidup dalam kita? Jadi untuk dapat merasakan Natal yang sesungguhnya dan mampu memberikan hadiah Natal yang sesungguhnya semua kembali kepada hubungan pribadi kita dengan Yesus.
Kita tidak menjadi dekat dengan seseorang bila kita hanya menjalin hubungan dengannya setahun sekali. Kita menjadi dekat dengan seseorang bila ada komunikasi regular. Kemudian hubungan menjadi semakin bertumbuh dan berbuah ketika kita saling mengerti, saling ingin menyenangkan satu sama lain, dan sama-sama menikmati kebersamaan satu sama lain. Hubungan yang intim akan menghasilkan keserupaan. Hal ini karena keintiman itu akan mempengaruhi cara kita berpikir, berkata-kata, dan berperilaku. Inilah mengapa ada sebuah quote terkenal, “Show me your friends, I will show you your future.” Kita menjadi semakin serupa dengan siapa kita paling banyak bergaul. Keserupaan dengan karakter Kristus ini yang akan menjadi surat terbuka atau Injil yang hidup bagi orang-orang lain di sekitar kita. Banyak orang tidak mengenal siapa Yesus dan tidak tertarik kepadanya karena ia tidak melihat Yesus hadir dan hidup di dalam diri kita.
Untuk moment Natal ini, yuk kita melihatnya tidak sebagai to-do-list lagi, melainkan sebagai moment untuk mengingat dan merayakan Seorang pribadi yang begitu luar biasa, Yesus Kristus, Tuhan kita. Natal dapat menjadi moment untuk membangkitkan semangat kita untuk membina hubungan intim dengan Tuhan Yesus lebih lagi dan menjadi serupa dengan-Nya supaya dapat memberikan hadiah Natal terindah bagi orang di sekitar kita. Bila kita terlalu banyak terlibat dalam berbagai kegiatan di masa Natal hingga mengganggu waktu kita untuk dapat berhubungan pribadi dengan Yesus, marilah kita bijak memilih kegiatan dan belajar berkata tidak terhadap tawaran yang tidak sesuai waktunya. Semua pelayanan itu baik, namun yang terbaik tetaplah hubungan pribadi dengan Yesus (ingat kisah Martha dan Maria, Luk 10:38-42).
Having a Christmas spirit is having Christ lived out through you.
-Leticia Seviraneta-
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^