by Leticia Seviraneta
“Dengarkanlah, TUHAN, seruan yang kusampaikan, kasihanilah aku dan jawablah aku! Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.”– Mzm 27:7-8 (ITB)
Kita mungkin memiliki saat-saat kita memiliki banyak masalah, lalu kita berdoa meminta pertolongan Tuhan, dan tidak ada respon yang berarti saat itu juga. Ada yang berdoa bagi keselamatan bayinya yang lahir dengan komplikasi, namun akhirnya bayi itu meninggal dunia. Ada yang berdoa untuk kesembuhan dari penyakit kronis, namun tidak kunjung sembuh penyakitnya. Ada yang berdoa untuk pasangan hidup, namun belum bertemu juga setelah sekian lama. Ya, kita menghadapi saat-saat di mana secara natural kita akan mempertanyakan di mana Tuhan? Apa yang seharusnya kita lakukan ketika doa tidak terjawab?
Sebelum kita bahas lebih jauh lagi, kita perlu kembali ke sebuah hal dasar: apa itu doa? Doa bukanlah komunikasi satu arah. Doa bukanlah juga seperti meminta kepada “genie in a bottle” dengan ekspektasi pasti dikabulkan. Doa adalah komunikasi dua arah dengan sikap mengakui bahwa Tuhan adalah sumber dari segalanya dan apa pun jawaban-Nya, baik sesuai harapan kita atau tidak, akan bekerja untuk sesuatu yang jauh lebih baik dari yang dapat kita pikirkan. Tuhan kita adalah Alpha dan Omega, awal dan akhir. Ia ada sebelum kita ada, dan ada jauh di masa depan setelah kita sudah tidak ada lagi di bumi. Oleh karena itu, jelas bahwa Tuhan tahu yang terbaik bagi kita. Rasa percaya kita kepada-Nya akan hal itu yang akan menjadikan kehidupan doa kita tidak monoton dan kita tidak mudah patah semangat ketika mendapat jawaban yang tidak kita inginkan.
Daud, seorang yang berkenan di mata Tuhan, mengalami banyak sekali saat dimana doanya tidak terjawab. Mayoritas isi kitab Mazmur banyak menyingkapkan pergumulan dan keluhan Daud dalam bentuk doa kepada Tuhan. Bagian yang menarik adalah terlepas dari belum dijawab Tuhan, Daud seringkali menutup doanya dengan ungkapan percaya kepada-Nya. “Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!” (Mzm 27:13-14, ITB) Jadi, sesungguhnya doa tidak selalu mengubah keadaan secara instan, namun doa mengubahkan hati kita.
Tuhan kita adalah Tuhan yang lebih peduli kepada proses daripada hasil akhir. Tujuan Tuhan bukanlah pada kebahagiaan yang bergantung pada situasi di sekeliling kita, melainkan sukacita. Sukacita adalah buah Roh yang dihasilkan di situasi yang sebenarnya memberikan kita alasan untuk tidak bahagia, namun karena rasa percaya kepada Tuhan tahu terbaik kita memutuskan untuk bersukacita. Tuhan lebih ingin kita bertumbuh dan berbuah, lebih dari sekedar mengabulkan setiap kemauan kita.
Kalau begitu, untuk apakah kita berdoa? Kembali pada definisi awal, doa sesungguhnya bukanlah komunikasi satu arah, melainkan dua arah. Kita berdoa bukan hanya untuk meminta atau berbicara satu arah, melainkan juga untuk mendengarkan Tuhan. Sederhananya, doa adalah komunikasi dengan Tuhan kita. Kita tidak dapat membina hubungan intim dengan sesama kita tanpa adanya komunikasi yang regular dengannya. Demikian juga dengan hubungan kita dengan Tuhan. Kita membutuhkan doa untuk membina hubungan dengan-Nya.
Kita juga harus biasakan diri kita untuk mendengarkan-Nya sehingga doa kita tidak hanya satu arah saja. Mendengarkan Tuhan bisa melalui membaca firman-Nya dan merenungkan-Nya. Tuhan juga dapat berbicara melalui lagu-lagu pujian, perkataan orang yang lebih dewasa dalam hidup kita, dan melalui suara hati kita yang mengingatkan akan kehendak-Nya dan bersifat membangun. Ini merupakan sebuah skill yang harus dilatih, apalagi kalau kita sudah sangat terbiasa dengan doa satu arah yang hanya untuk meminta. Namun doa merupakan akses kepada Bapa yang terbuka untuk semua anak Tuhan dan tidak hanya terbatas bagi para hamba Tuhan. Kita semua dapat berhubungan pribadi dan mendengarkan suara-Nya! Bukankah itu luar biasa?
Selain karena Tuhan punya kehendak lain dari yang kita doakan, terkadang Tuhan tidak menjawab karena masih ada dosa yang merintangi hubungan kita dengan Tuhan. “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar, tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:1-2, ITB) Doa kita juga dapat tidak terjawab karena kita berdoa dengan motivasi yang salah. “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habisakn untuk memuaskan hawa nafsumu.” (Ibrani 4:3, ITB) Jadi, tentu penting untuk kita senantiasa mengecek hati kita, apakah benar doa kita ini memuliakan Tuhan atau hanya untuk kepentingan pribadi? Lalu bagaimana kah hubungan kita dengan Tuhan? Masih ada dosa kah yang belum kita akui dan bertobat darinya?
Ketika doa kita tidak terjawab, bukan berarti Tuhan tidak mendengar ataupun tidak peduli kepada kita. Ia memiliki rencana yang jauh lebih baik daripada mengabulkan keinginan kita saat itu. Percayalah akan rencana dan waktu Tuhan selalu yang terbaik. Alkitab banyak mencatat orang-orang saleh yang doanya pun tidak terjawab sesuai ekspektasi mereka. Selain Daud, ada Ayub, lalu tidak lain ada pula Yesus Kristus sendiri, sang Anak Allah. Yesus berdoa sebelum disalibkan, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:39, ITB) Namun, pada akhirnya doa Yesus pun tidak terjawab, Yesus bahkan harus mati di kayu salib karenanya. Kita dapat merasakan sekarang dampak kematian Yesus menyelamatkan jutaan jiwa bagi kemuliaan Tuhan pada akhirnya. Tanpa kematian Yesus sebagai hasil doa-Nya yang tidak terjawab, rencana Allah tidak akan digenapi. Yesus telah menjadi jembatan antara manusia dan Bapa yang terputus akibat dosa. Dahulu kita tidak dapat berkomunikasi secara pribadi dengan Tuhan, sekarang ini Tuhan hanyalah sejauh sebuah doa. Satu doa tidak terjawab memberikan implikasi begitu kekal bagi kita semua! Karena itu, janganlah marah atau kecil hati ketika doa kita tidak terjawab, tapi cobalah lihat dengan perspektif Tuhan dan percayalah Tuhan kita tahu yang terbaik bagi kita.
Sebelum kita bahas lebih jauh lagi, kita perlu kembali ke sebuah hal dasar: apa itu doa? Doa bukanlah komunikasi satu arah. Doa bukanlah juga seperti meminta kepada “genie in a bottle” dengan ekspektasi pasti dikabulkan. Doa adalah komunikasi dua arah dengan sikap mengakui bahwa Tuhan adalah sumber dari segalanya dan apa pun jawaban-Nya, baik sesuai harapan kita atau tidak, akan bekerja untuk sesuatu yang jauh lebih baik dari yang dapat kita pikirkan. Tuhan kita adalah Alpha dan Omega, awal dan akhir. Ia ada sebelum kita ada, dan ada jauh di masa depan setelah kita sudah tidak ada lagi di bumi. Oleh karena itu, jelas bahwa Tuhan tahu yang terbaik bagi kita. Rasa percaya kita kepada-Nya akan hal itu yang akan menjadikan kehidupan doa kita tidak monoton dan kita tidak mudah patah semangat ketika mendapat jawaban yang tidak kita inginkan.
Daud, seorang yang berkenan di mata Tuhan, mengalami banyak sekali saat dimana doanya tidak terjawab. Mayoritas isi kitab Mazmur banyak menyingkapkan pergumulan dan keluhan Daud dalam bentuk doa kepada Tuhan. Bagian yang menarik adalah terlepas dari belum dijawab Tuhan, Daud seringkali menutup doanya dengan ungkapan percaya kepada-Nya. “Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!” (Mzm 27:13-14, ITB) Jadi, sesungguhnya doa tidak selalu mengubah keadaan secara instan, namun doa mengubahkan hati kita.
Tuhan kita adalah Tuhan yang lebih peduli kepada proses daripada hasil akhir. Tujuan Tuhan bukanlah pada kebahagiaan yang bergantung pada situasi di sekeliling kita, melainkan sukacita. Sukacita adalah buah Roh yang dihasilkan di situasi yang sebenarnya memberikan kita alasan untuk tidak bahagia, namun karena rasa percaya kepada Tuhan tahu terbaik kita memutuskan untuk bersukacita. Tuhan lebih ingin kita bertumbuh dan berbuah, lebih dari sekedar mengabulkan setiap kemauan kita.
Kalau begitu, untuk apakah kita berdoa? Kembali pada definisi awal, doa sesungguhnya bukanlah komunikasi satu arah, melainkan dua arah. Kita berdoa bukan hanya untuk meminta atau berbicara satu arah, melainkan juga untuk mendengarkan Tuhan. Sederhananya, doa adalah komunikasi dengan Tuhan kita. Kita tidak dapat membina hubungan intim dengan sesama kita tanpa adanya komunikasi yang regular dengannya. Demikian juga dengan hubungan kita dengan Tuhan. Kita membutuhkan doa untuk membina hubungan dengan-Nya.
Kita juga harus biasakan diri kita untuk mendengarkan-Nya sehingga doa kita tidak hanya satu arah saja. Mendengarkan Tuhan bisa melalui membaca firman-Nya dan merenungkan-Nya. Tuhan juga dapat berbicara melalui lagu-lagu pujian, perkataan orang yang lebih dewasa dalam hidup kita, dan melalui suara hati kita yang mengingatkan akan kehendak-Nya dan bersifat membangun. Ini merupakan sebuah skill yang harus dilatih, apalagi kalau kita sudah sangat terbiasa dengan doa satu arah yang hanya untuk meminta. Namun doa merupakan akses kepada Bapa yang terbuka untuk semua anak Tuhan dan tidak hanya terbatas bagi para hamba Tuhan. Kita semua dapat berhubungan pribadi dan mendengarkan suara-Nya! Bukankah itu luar biasa?
Selain karena Tuhan punya kehendak lain dari yang kita doakan, terkadang Tuhan tidak menjawab karena masih ada dosa yang merintangi hubungan kita dengan Tuhan. “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar, tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu.” (Yesaya 59:1-2, ITB) Doa kita juga dapat tidak terjawab karena kita berdoa dengan motivasi yang salah. “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habisakn untuk memuaskan hawa nafsumu.” (Ibrani 4:3, ITB) Jadi, tentu penting untuk kita senantiasa mengecek hati kita, apakah benar doa kita ini memuliakan Tuhan atau hanya untuk kepentingan pribadi? Lalu bagaimana kah hubungan kita dengan Tuhan? Masih ada dosa kah yang belum kita akui dan bertobat darinya?
Ketika doa kita tidak terjawab, bukan berarti Tuhan tidak mendengar ataupun tidak peduli kepada kita. Ia memiliki rencana yang jauh lebih baik daripada mengabulkan keinginan kita saat itu. Percayalah akan rencana dan waktu Tuhan selalu yang terbaik. Alkitab banyak mencatat orang-orang saleh yang doanya pun tidak terjawab sesuai ekspektasi mereka. Selain Daud, ada Ayub, lalu tidak lain ada pula Yesus Kristus sendiri, sang Anak Allah. Yesus berdoa sebelum disalibkan, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki.” (Mat 26:39, ITB) Namun, pada akhirnya doa Yesus pun tidak terjawab, Yesus bahkan harus mati di kayu salib karenanya. Kita dapat merasakan sekarang dampak kematian Yesus menyelamatkan jutaan jiwa bagi kemuliaan Tuhan pada akhirnya. Tanpa kematian Yesus sebagai hasil doa-Nya yang tidak terjawab, rencana Allah tidak akan digenapi. Yesus telah menjadi jembatan antara manusia dan Bapa yang terputus akibat dosa. Dahulu kita tidak dapat berkomunikasi secara pribadi dengan Tuhan, sekarang ini Tuhan hanyalah sejauh sebuah doa. Satu doa tidak terjawab memberikan implikasi begitu kekal bagi kita semua! Karena itu, janganlah marah atau kecil hati ketika doa kita tidak terjawab, tapi cobalah lihat dengan perspektif Tuhan dan percayalah Tuhan kita tahu yang terbaik bagi kita.
“Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, hai semua orang yang berharap kepada TUHAN!”– Mzm 31:25 (ITB)
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^