Monday, October 1, 2018

SHARING SESSION: Loving Through Submissiveness


by Tabita Davinia Utomo

Sepanjang bulan Oktober ini, kita akan belajar bersama tentang submissive. Menurut Cambridge Dictionary(1), submissive berarti allowing yourself to be controlled by other people or animals (mengizinkan diri dikendalikan oleh orang lain atau hewan—yah, tentunya di sini kita nggak akan belajar untuk dikontrol oleh hewan ya. Hahaha). Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, submissive berarti ketaatan atau ketundukan kita pada orang lain. Dalam artikel ini, yang akan menjadi “tujuan” dari ketaatan kita adalah suami—selain kepada Tuhan, tentunya. 

Sebagai seorang single (dan belum pernah merasakan kehidupan pernikahan walaupun ingin *lho *malah curhat), rasanya kurang pantas bagi saya untuk menjabarkan secara terperinci mengenai ketaatan seorang istri. Karena itu, saya mencoba menanyakan hal tersebut pada beberapa wanita Kristen yang saya kenal, dan inilah jawaban mereka… 

“Dalam pernikahan Kristen, istri tunduk pada suami itu seperti tunduk pada Kristus. Bentuk ketundukan istri pada suami itu mau mengikuti keputusan-keputusan suami yang sesuai dengan Firman Tuhan.” 
(Rika Agustina, wife of B and mom of E)

“Being submissive to my husband is all about respect. It’s nothing to do with slavery, it’s everything to do with me doing my role as a wife.” 
(“Tunduk kepada suami saya adalah menghormati dia. Ini bukan ‘perbudakan’, tetapi sesuai dengan peran saya sebagai isteri.”) 
(Nova Nathalie, wife of A and mom of R & J

“Menurutku being submissive itu harus dari sikap hati yang bersedia menyerahkan hak. Soal penyerahan hak itu aku banyak belajaaar banget. Prinsipnya mau atau engga, bukan bisa atau engga. Banyak isteri dari kepercayaan lain yang secara jasmani sangat tunduk pada suami. Kalau kita kenal Tuhan, seharusnya kita bukan menekankan pada hal-hal jasmaninya, tapi sikap hati. Mau nggak menyerahkan hak terlebih dulu: hak dihargai, hak didengarkan, dan sebagainya. Kalau nggak bisa menyerahkan hak tersebut, kita akan susaaaah submit kepada suami, karena pasti akan mengejar dan menuntut hak sendiri. Tapi kalau hati udah rela, nggak mikirin hak sendiri, kita akan lebih mudah submit. Dalam menyerahkan hak kita kepada Tuhan, kita percaya kalau Tuhan juga memperhatikan kepentingan kita kalau kita taat sama perintah submit kepada suami/otoritas. Salah satu bacaan di Alkitab yang mengingatkan aku tentang hal ini ada di Yesaya 8.” 
(Fiona Hardjono, wife of F and mom of 2F

“Berusaha sehati sepikir dengan suami. Memberikan kesempatan pada suami bertumbuh melalui keputusannya dengan tunduk pada setiap keputusan suami sepanjang gak bertentangan dengan Firman Tuhan.” 
(Alphaomega Rambang P., wife of M and mom of 2S

“Menurut aku, submissive pada suami itu artinya menghargai suami sebagai otoritas, pemimpin, dan kepala dalam keluarga. Memang dalam rumah tangga pasti ada yang namanya perbedaan pendapat. Itu wajar, tapi jangan sampai sikap hati kita melawan atau memberontak. Meskipun kita merasa suami mengambil keputusan yang salah, atau ada pendapat yang gak sesuai dengan Firman Tuhan, tetep jaga sikap hati kita. Jangan merasa sok rohani, atau lebih hebat... Bawa suami kita dalam doa, belajar untuk tenang, biar Tuhan yang bekerja dalam hati suami kita. Submit bukan berarti kita lemah, justru there is power in submission, lho. Banyak suami yang gak mengenal Tuhan akhirnya diubahkan karena sikap istrinya. Dan inget: ketika kita submit kepada suami, kita juga sedang mentaati Firman Tuhan.” 
(Marcella Falorenzia, wife of DM and mom of G & (future) baby J


Ternyata submissive bukan cuma soal istri-yang-harus-tunduk-pada-suami, lho. Dua hamba Tuhan yang saya tanyai mengatakan bahwa ada sisi yang harus diperhatikan saat berbicara tentang submissive pada suami. 

Yang pertama adalah Kak Glory Ekasari, wife of C (yaps, penulis dan features editor Pearl). Dia juga bilang kalau ketundukan adalah salah satu kebutuhan suami dari istrinya: 

Konsepnya begini. Kalau kita disuruh jinjing plastik belanjaan supermarket, kita nggak mikir panjang. Asal memasukkan tangan ke lubang jinjing, angkat. Tapi kalau kita mengangkat kantong kertas wadah telur paskah yang ditempel pakai lem glukol, pasti kita bakal angkat pelan-pelan karena takut lepas. Jadi bagaimana perlakuan kita ke barang itu tergantung pengetahuan kita. Barang itu kayak gimana dan kebutuhannya apa, perlu dipegang dengan lembut, atau kasar juga nggak apa-apa. 

Lalu apa yang perlu di-handle dengan hati-hati dengan para suami? Ego mereka. Nggak ada metode yang pasti berhasil buat meng-handle para suami, karena tiap cowok beda-beda; tapi mereka semua punya satu kebutuhan yang sama: istri yang tunduk sama mereka. Itu kebutuhan. Bukan cuma keinginan. Maka Tuhan suruh para istri memenuhi kebutuhan itu. 

Contohnya: waktu aku berantem sama suami, Tuhan ingetin aku, “Hai istri, tunduklah pada suamimu,” dan aku langsung berhenti jawabin dia (apalagi bentak dia), dan aku dengerin dia ngomel sampai selesai. Setelah suasana adem, aku minta maaf (terlepas dari siapapun yang salah). Aku mengakui (lewat perbuatan) kalau aku tunduk sama dia, aku menghormati dia, dan aku nurut sama dia. Nah, dia ternyata seneng kalau istrinya tunduk begitu. Dia seneng, aku juga seneng. Dan lain kali, dia berusaha menyenangkan aku juga karena aku udah menyenangkan dia. Win-win solution. Ego para cowok itu perlu di-handle dengan hati-hati, dan Tuhan tahu itu. Makanya kita, para cewek, disuruh tunduk. 

Berikutnya dari Kak Keshia Hestikahayu Suranta, wife of A and mom of 2N, pengerja khusus Komisi Anak di GKI Coyudan yang juga peduli pada kaum muda. Nah, sebelum lanjut baca ke pendapatnya, kita buka Efesus 5:21-33 dulu, yuk! Di sini, Kak Keshia menggunakan Alkitab BIMK (Bahasa Indonesia Masa Kini) sebagai acuannya. Lanjutttt~ 

Untuk menghormati Kristus, hendaklah kalian tunduk satu sama lain.
(Efesus 5:21 BIMK) 


Perhatikan sejak ayat 21. Teks ini diawali dengan sebuah pemahaman bahwa konsep tunduk itu dilakukan oleh keduanya. Saling (alias “tunduk satu sama lain”), menjadi kata kunci pertama yang mesti dipegang ya… Jika suami dan istri sudah saling tunduk, maka barulah mereka akan menjalankan perannya masing-masing dalam rumah tangga. 

Istri: tunduk kepada suami. Artinya adalah ketundukan pada suami yang didasari dengan tujuan untuk menghormati Kristus. Ini juga prinsip yang harus dipegang suami dalam mengasihi istri: seperti KRISTUS mengasihi jemaat. Percayalah, tugas suami ini lebih susah lho, daripada tugas istri. 

Jadi tunduk pada suami adalah sebuah kesadaran dan kerelaan, bukan kewajiban dan paksaan. Dan suami yang “layak” mendapatkan sikap itu dari istri adalah suami yang juga sudah dan akan terus mengasihi istrinya seperti Kristus. Nah, kasih Kristus pada umat-Nya itu buesar buanget, lho. Suami harus berani mengorbankan segalanya, bahkan kehilangan dirinya sendiri demi mengasihi istri. Suami seperti itulah yang layak mendapatkan sikap tunduk dari istrinya. Karena suami yang mengasihi hingga seperti itu adalah suami yang tidak mementingkan dirinya sendiri, sehingga pasti dalam semua “bimbingannya” pada istri, dia melakukannya dengan hikmat dan kebijaksanaan yang berasal dari Kristus. Manis, yaa. 

Tapi percayalah, dalam prakteknya ini sungguh tidak mudah, tapi sangat berharga untuk terus menerus belajar melakukannya bersama. Berdua. Dari situ juga, iman suami dan istri akan bertumbuh. 

Whoaa! Mantap juga ya, arti submissive bagi para istri sekaligus (calon) ibu—dengan latar belakang masing-masing—di atas! :) Bisa buat bekal bagi kita, para single ladies, juga yang akan menjadi istri suatu hari nanti hehehe. Semoga dari sharing yang telah disampaikan mereka dapat menjadi penyemangat kita untuk mengasihi (calon) suami kita melalui ketundukan yang berdasarkan pada firman Tuhan, ya.

1 diakses pada tanggal 2 September 2018, pukul 20.53 WIB, di https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/submissive#translations 

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^