by Poppy Noviana
Ini kisahku.
Dokter : Hasil pemeriksaan menunjukkan kamu harus dioperasi, tidak ada opsi lain untuk sembuh.
Me : Fisioterapi, melalui pengobatan, atau apapun?
Dokter. : Tidak bisa mba.
Me : Huffft...
Kehidupan yang tadinya baik-baik saja mulai berubah karena sebuah vonis dokter yang cukup mengagetkanku sore itu. Semuanya berantakan dan menakutkan karena aku diharuskan melakukan operasi ACL. Operasi ACL adalah sebuah operasi rekonstruksi lutut yang harus dilakukan pada seorang yang menderita kerusakan pada ligamennya (otot kaki). Biaya yang diperlukan pun tak tanggung-tanggung, mencapai ratusan juta; dan proses recovery-nya memakan waktu panjang sampai sekitar dua bulan.
Aku merasa kacau.
Kekacauan pertama terjadi di pikiranku saat mengetahui aku harus dioperasi. Tuhaaaaaan... apa yang harus aku hadapi ini?
Kekacauan kedua terjadi pada aktivitasku sehari-hari yang tadinya bisa mandiri. Sepertinya setelah operasi nanti aku belum tentu bisa lagi mengurus kebutuhanku sendiri. Yang paling aku pikirkan adalah persoalan kantorku yang letaknya cukup jauh dari rumah. Tiap hari, aku memerlukan 1-1,5 jam untuk dapat sampai ke kantor. Lalu bagaimana setelah aku operasi nanti?
Kekacauan ketiga adalah keuangan yang sudah cukup banyak dihabiskan untuk melakukan beberapa proses pemeriksaan seperti MRI dan kunjungan ke dokter.
Sungguh, energiku sangat terkuras untuk melalui persoalan ini.
Namun aku belajar untuk berserah kepada Tuhan agar aku bisa melalui semuanya. Bukan berarti aku mampu dan tidak takut, tapi ketika aku berserah, ada satu kedamaian yang Tuhan letakan di dalam hatiku untuk tetap percaya pada jalan yang harus kutempuh ini.
Bahkan ketika aku menuliskan ini, Tuhan mengajarkan suatu rhema tersendiri dalam hatiku: kekacauan hidup yang aku hadapi hari-hari ini bukanlah sebuah kekacauan yang sesungguhnya. Kekacauan yang sebenarnya adalah ketika aku mulai meninggalkan jam doaku dengan kesibukanku, ketika aku mulai mengganti aktivitas dan pikiranku hanya untuk memenuhi kepuasan dunia dan kesibukan pekerjaan yang tidak pernah berakhir. Hidupku kacau ketika dan karena aku semakin jauh dan menjauh dari-Nya.
Semua kejadian dan vonis dokter ini membuatku kembali dan bergantung lagi sepenuhnya ke dalam tangan-Nya. Aku seperti seorang anak yang perlu ditanggung, perlu digendong dan dipeluk, aku perlu diberikan rasa aman dan diperhatikan, aku perlu Tuhan.
Ia menjawabku dan menanggung segalanya. Sampai hari ini ketika aku masih belajar berjalan setelah operasi, Ia tetap menuntunku dan memberikan ketenangan di dalam hatiku yang terdalam.
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^