Wednesday, May 24, 2017

Live in Peace



by Yunie Sutanto

Saat kita meninggal, pada nisan kita tertulis Rest in Peace. Saat kita hidup, bisakah kita Live in Peace juga? Seberapa banyak dari kita yang hidup dengan perasaan tenang, tentram, damai sejahtera, menikmati hidup one day at a time, living in peace? Hmmm... jangan-jangan live in panic lebih pas untuk hidup kita.

Dunia maya begitu menyita perhatian kita. Antrian chats Whatsapp menunggu direspon. Antrian notifikasi Facebook rasanya tidak sabar untuk dibaca. Antrian comments Instagram wajib dibalas satu per satu. SMS yang harus dibalas pun bejibun. Belum lagi email. Grup alumni di LINE pun demikian menyita waktu. Rasanya isi pikiran dalam satu hari saja sudah terbombardir oleh sekian banyak hal.

Peace? Are we sure we can still live in peace?

Suara yang mana yang harus kita dengarkan? Apakah kita sudah memilih dengan benar? Whose voices are we listening to?
Seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya (Lukas 3:4)
Setiap keputusan dan tindakan kita banyak sekali dipengaruhi oleh suara-suara yang kita dengarkan. To live in peace, we should choose wisely! Curhat pada orang yang salah bisa memperkeruh keadaan. Saat hidup kita seolah padang gurun, keputusan yang mana yang harus dijalani? Suara siapa yang kita dengarkan? Apakah kita mencari kehendak Tuhan? Apakah kita mendengarkan suara-suara yang menuntun pada kebenaran?
Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya (Yesaya 32:17)
Kebenaran selalu berbuahkan damai sejahtera. Saat hati dan pikiran mulai kehilangan damai sejahtera, artinya ada area dalam hidup kita yang sedang tidak benar. Lantas, bagaimana untuk tetap hidup dalam kebenaran?
"Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.

Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat." [emphasis added] (Mar 4:3-8)
Tuhan Yesus mengajarkan tentang empat jenis tanah hati. Kita fokus membahas tanah hati yang kedua dan ketiga: tanah berbatu-batu dan tanah semak duri.
Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad. (Mar 4:16-17)
Tanah yang berbatu-batu itu tidak banyak tanahnya, lalu benih kebenaran pun segera tumbuh. Tanah yang tipis, penuh batu akan mempersulit akar tertancap. Tanah hati yang penuh batu harus dibuang dulu batu-batu kerasnya supaya lebih banyak ruang untuk pertumbuhan akar! Adakah area dalam hati kita yang masih keras seperti batu? Kebiasaan lama yang sudah membatu dan sulit berubah? Padahal sudah tahu merokok itu salah, namun untuk melakukan hal benar, stop merokok kok sulit sekali? Adakah memori masa lalu yang susah terpatri jadi monumen di hati kita? Sindrom gagal move on? Masih terus ingat si mantan padahal sudah jadi istri orang? Masih inget mendiang papa yang sudah lama meninggal dan menyalahkan keadaan? Batu-batu yang berasal dari masa lalu harus dibuang dari tanah hati kita. Untuk hidup dalam damai sejahtera, kita harus berdamai dengan masa lalu kita.
Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah (Mar 4:18-19)
Tanah semak duri ialah tanah yang dipenuhi kekuatiran sehingga benih tersebut terhimpit pertumbuhannya. Ada pertumbuhan benih yang nampak, tapi tanpa buah. Petani pasti akan mencabuti semak duri dari tanaman, agar tidak terganggu pertumbuhannya. Saat rasa kuatir menguasai hati kita, tidak ada damai sejahtera! Rasa kuatir menguras energi pikiran kita. Masa depan kita di tangan Tuhan, jika kita terus kuatir berarti kita tidak meletakkan harapan kita pada Tuhan. Kita mencoba dengan kekuatan sendiri. Orang yang kuatir seperti kursi goyang, yang tidak bergerak ke arah manapun, hanya bergoyang di tempat. Kuatir bagaimana anak-anak jika sudah besar nanti, kuatir jika suami sakit parah, kuatir jika bisnis tidak ramai lagi... Untuk bisa hidup dengan damai sejahtera, kita harus berdamai dengan masa depan!
Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang (Amsal 23:18)
Percaya pada Tuhan Yesus dan jalani hidup kita one day at a time! Kebenaran selalu berbuahkan damai sejahtera. Agar tetap hidup dalam kebenaran, jaga hati dengan segala kewaspadaan! Jaga apa yang didengarkan telinga kita! Suara-suara apa yang masuk? Pastikan benih firman Tuhan yang tumbuh subur di tanah hati kita, bukan semak duri, bukan lalang!

Percaya pada janji dan penyertaan Tuhan:
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11)
Tuhan Yesus selalu menyertai kita melalui setiap musim hidup kita. Kita bisa melalui keadaan yang sulit karena Tuhan menyertai dan menguatkan. As His disciples, we can live in peace.
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu (Yohanes 14:27)

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^