Wednesday, March 18, 2015

Melatih Ketaatan Kepada Anak

by Fiona Harjono

Ketika saya menulis artikel ini, sejujurnya saya menulis setiap kalimat untuk diri saya sendiri {dan suami saya sebagai partner saya di dalam menjalani peran sebagai orang tua}. Sebagai orang tua muda yang “baru” memiliki anak selama kurang lebih dua tahun, kami masih banyak belajar untuk bagaimana melatih ketaatan kepada anak-anak kami yang masih batita. Kami masih melakukan banyak kesalahan, kami masih perlu banyak membaca, bertanya dan konsultasi dengan para orang tua yang sudah lebih berpengalaman, dan kami masih sangat perlu banyak berdoa untuk pekerjaan besar ini, karena kami tahu bahwa perjalanan kami dalam melatih ketaatan kepada anak-anak kami masih sangat panjang.
Setiap hari dan setiap saat, hanya dengan kasih karunia Tuhan kami belajar untuk menjadi orang tua yang memiliki hatinya Tuhan. Maka artikel ini saya tulis dari sebuah kerinduan kami untuk terus belajar sebagai orang tua dan memberkati para orang tua lain dengan dorongan semangat dan insipirasi yang kami terima.



Mata yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu, akan dipatuk gagak lembah dan dimakan anak rajawali” {Amsal 30:17}


Perkembangan teknologi yang semakin pesat seiring berjalannya waktu membuat informasi media semakin mudah diakses. Berbagai penawaran menarik dapat kita jumpai di mana pun; dalam gadget, media massa, televisi, radio, papan iklan, dan sebagainya. Para orang tua pun berlomba-lomba untuk memenuhi semua kebutuhan anak-anak mereka dengan segala yang terbaik; mainan, makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya. Tidak ada yang salah di dalam semua pemenuhan kebutuhan jasmani tersebut semuanya masih ada di dalam jalur yang benar, namun para orang tua jangan sampai lupa untuk memenuhi kebutuhan rohani anak-anak; jiwa dan roh mereka.
Ketaatan merupakan salah satu kebutuhan utama jiwa dan roh seorang anak yang wajib diperhatikan para orang tua. Kegagalan orang tua dalam mengajarkan ketaatan kepada anak-anak akan menyebabkan mereka sulit untuk taat kepada Allah, Tuhan dan Juruselamat hidup mereka.

Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang” {Pengkotbah 12:13-14}

Di dalam proses mengajar dan melatih ketaatan kepada anak-anak, para orang tua perlu mengenal anak-anak mereka dan mengerti apa yang ada di dalam hati dan pikiran mereka. Para orang tua tidak dapat mengenal anak-anak mereka dengan baik jika anak-anak tidak berada di dekat orang tua untuk diajar dan dilatih.


Allah sangat Menghargai Ketaatan
Karena ketaatan merupakan sebuah tanggung jawab besar yang harus dikerjakan oleh orang tua, maka para orang tua perlu mengerti prinsip dasar dalam menjalankan tugas dan fungsinya mendidik seorang anak. Hal ini sangat penting untuk dipahami karena Allah sangat menghargai sebuah ketaatan, bahkan sebuah ketaatan lebih berharga daripada banyak persembahan.
Salah satu kisah dalam Alkitab yang bisa kita pelajari adalah kisah Raja Saul; seseorang yang dipilih dan diurapi oleh Tuhan untuk menjadi raja pertama bangsa Israel {1 Samuel 11:15}, bangsa pilihan Allah; seseorang yang gagah perkasa dan membawa bangsa Israel mengalami banyak kemenangan dalam peperangan; namun pada akhirnya Tuhan menolak dia menjadi raja Israel akibat ketidaktaatan.
Ketika tiba waktunya bangsa Israel memberikan korban persembahan kepada Allah, Nabi Samuel, yang memiliki otoritas untuk membawa persembahan kepada Allah, belum juga datang. Akibat desakan rakyatnya, maka Raja Saul mengambil inisiatif untuk membawa persembahan kepada Allah tanpa menunggu Nabi Samuel {1 Samuel 14}. Raja Saul juga tidak taat kepada perintah Allah untuk menumpas habis semua orang dan harta benda bangsa Amalek. Raja Saul membiarkan raja bangsa Amalek tetap hidup dan membawa harta benda bangsa Amalek yang terbaik untuk dijadikan persembahan kepada Allah. Apakah Allah senang dengan korban bakaran tersebut? Tidak. Ketaatan lebih berkenan kepada Allah dibandingkan korban bakaran.
Tetapi jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan”. {1 Samuel 15:22}
Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.” {Hosea 6:6}
Kebenaran ini harus dipahami setiap orang tua agar anak-anak mereka juga menerima prinsip ini sebagai kebenaran, bahwa ketaatan merupakan hal yang penting dan sangat serius di mata Allah. Mengapa ketaatan itu sangat penting?
  1. Ketaatan adalah perintah Tuhan
Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. “ {Efesus 6:1-3}
  1. Ketidaktaatan yang berulang-ulang adalah dosa
Sebab pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah sama seperti menyembah berhala dan terafim…” {1 Samuel 15:23a}
  1. Ketaatan mendatangkan berkat {dan ketidaktaatan mendatangkan kutuk}
Hormatilah ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.” {Efesus 6:2-3}
Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.. Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau” {Ulangan 28:2, 15}
Maka para orang tua perlu mengingat bahwa mengajarkan tentang Tuhan kepada anak-anak diawali dengan mengajarkan mereka mengenai ketaatan. Para orang tua perlu menyadari bahwa Tuhan sudah memberikan otoritas atas anak-anak kita agar kita dapat mengajar dan melatih mereka untuk hidup dalam jalan Tuhan sehingga memimpin anak-anak pada suatu hubungan yang kekal dengan Tuhan. Jika orang tua tidak mampu mengambil otoritas yang diberikan Tuhan secara optimal, maka pihak lain {budaya, media, dan orang lain} yang akan memanfaatkan otoritas itu untuk membentuk hidup anak-anak kita.


Definisi Ketaatan
Definisi ketaatan yang harus diajarkan para orang tua adalah melakukan perintah yang diberikan Tuhan atas hidup anak-anak dengan segera dan tanpa mengeluh.
Ketaatan seperti ini mutlak diperlukan seorang anak untuk bertumbuh di dalam karakter dan cara hidup yang baik. Keberhasilan orang tua di dalam mendidik anak terutama dilihat dari kesediaan anak untuk taat.
Pada saat pengarahan untuk acara penyerahan anak pertama kami di gereja lokal, pemimpin kami sempat mengatakan bahwa ujian terbesar orang tua di dalam hal keberhasilan mendidik anak adalah ketika anak tersebut memilih pasangan hidup; apakah anak kita akan mendengarkan dan taat kepada pendapat kita sebagai orang tua, atau sebaliknya. Keputusan memilih pasangan hidup merupakan salah satu hal utama di dalam hidup seseorang, selain keputusan untuk menerima Tuhan sebagai Juru Selamat pribadi; maka saat itulah para orang tua akan menuai hasil dari apa yang sudah ditaburkan dalam hidup anak-anak.
Tujuan utama para orang tua dalam mengajar dan melatih ketaatan adalah menghasilkan anak-anak yang memiliki karakter Kristus, anak-anak yang Ilahi; yaitu melatih mereka untuk memiliki hati dan pikiran seperti Kristus dan tubuh mereka melakukan apa yang Kristus lakukan.


Mengajar vs Melatih
Di dalam mengharapkan ketaatan anak-anak, para orang tua tidak cukup sekedar mengajarkan ketaatan, namun perlu melatih ketaatan.
Mengajar adalah memberikan kepada anak-anak mengenai informasi dan kebenaran yang mereka perlukan untuk hidup baik atau sukses. Melatih adalah memberikan kepada anak-anak disiplin untuk menerapkan apa yang sudah mereka pelajari.


Proses Melatih Ketaatan
Ketaatan bukanlah sesuatu yang kita peroleh secara langsung, melainkan sesuatu yang harus diusahakan dan dilatih. Orang tua tidak bisa mengharapkan anak-anak mereka secara otomatis taat kepada perkataan orang tua dan Firman Allah jika orang tua tidak pernah melatih mereka melakukan itu.
Karena menjadi orang tua adalah pekerjaan seumur hidup, maka tugas untuk melatih ketaatan kepada anak-anak juga harus dikerjakan selama kita hidup menjadi orang tua dari anak-anak kita. Di sinilah orang tua perlu memahami cara melatih dan mengajarkan ketaatan kepada anak-anak sesuai usia mereka. Orang tua sangat memerlukan kesabaran dan konsistensi di dalam mengajarkan ketaatan.
Tidak ada sebuah metoda cepat dan sebuah rumus pasti untuk membentuk seorang anak yang taat dalam waktu singkat. Allah menciptakan setiap pribadi secara unik; dengan karakter khusus, tingkat kedewasaan yang berbeda, kemampuan yang berbeda, ketertarikan yang berbeda; tidak ada satu orang pun yang sama persis dengan orang lainnya.
Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu” {Amsal 22:6}
Proses mengajar dan melatih ketaatan kepada anak-anak membutuhkan waktu dan tidak dapat dilepaskan dari tindakan disiplin yang kita berikan selama proses itu.
Hal penting yang perlu disadari para orang tua adalah semua tindakan disiplin yang diberikan seharusnya diarahkan kepada hati anak, bukan kepada perilaku anak. Jika kita memperhatikan isi Alkitab, kita akan menemukan bagaimana Allah lebih memperhatikan kepada hati manusia untuk mengasihi dan taat kepada-Nya karena Allah mengerti bahwa kita adalah manusia yang masih dalam proses bertumbuh menjadi dewasa dan membutuhkan waktu untuk memahami semua perintah-Nya.
Maka ketika para orang tua memberikan tindakan disiplin kepada anak-anak, lihatlah kepada hati mereka. Apakah ketidaktaatan mereka akibat dari hati yang memberontak? Apakah mereka lelah? Apakah orang tua mengharapkan lebih banyak dari kemampuan anak-anak sesuai usia mereka?
Saya dan suami pun masih terus belajar untuk memberikan tindakan disiplin yang tepat kepada anak-anak saya. Kami membuat kesalahan dan gagal berulang kali. Namun Firman Tuhan selalu mengingatkan kami bahwa kedewasaan adalah hasil dari sebuah proses.
Maturity is as a result of training, time, growth, heart and will.” {Sally Clarkson}


Keseimbangan antara Disiplin dan Kasih
Tindakan disiplin sangat diperlukan saat para orang tua melatih dan mendorong anak-anak untuk bertumbuh menjadi seperti Tuhan karena hal itu akan membantu mereka untuk menemukan kasih karunia Allah di dalam hidup mereka.
Dalam memberikan tindakan disiplin kepada anak-anak, para orang tua perlu mencari dan meminta hikmat Tuhan setiap hari. Tindakan disiplin bukan hanya sekedar “boleh atau tidak boleh” – memukul, membentak, menghukum -, namun lebih mengenai persoalan untuk mendapatkan hati anak. Kisah kehidupan yang dijalani orang tua setiap hari akan memberikan dampak lebih besar dalam kehidupan anak-anak dibandingkan perkataan dan usaha kita untuk memberikan disiplin kepada mereka.
Yesus melakukan hal yang sama kepada murid-murid-Nya, yaitu memberikan teladan hidup untuk ditaati dan diikuti oleh murid-murid. Para orang tua seharusnya tidak hanya memberitahukan kepada mereka apa yang seharusnya mereka lakukan, tapi juga menunjukkan kepada mereka bagaimana mereka harus melakukan hal itu.
Disiplin adalah persoalan hubungan hati ke hati, sebuah interaksi spiritual yang berkelanjutan.
Tentu hal itu tidak mudah! Menghabiskan banyak waktu, menuntut banyak pengorbanan, dan memerlukan ketekunan. Namun apa yang dilakukan para orang tua akan memiliki dampak yang kekal. Apa pun yang kita lakukan untuk kekekalan, iblis tidak akan suka. Iblis akan membuat para orang tua merasa lelah, merasa gagal, merasa putus ada, merasa bersalah, dan perasaan negatif lainnya.
Kekerasan tidak akan pernah menolong kita untuk memperoleh hati seorang anak. Para orang tua perlu menggunakan hikmat untuk mengerti situasi, hati seorang anak, serta cara terbaik untuk bertindak.
Beberapa kesalahan yang umum dilakukan orang tua di dalam melatih ketaatan kepada anak mereka seperti:
  • Mengancam terus menerus; memberikan rasa takut kepada anak jika tidak taat
  • Menyogok sebagai ganti ketaatan; menawarkan imbalan untuk sebuah ketaatan
  • Negosiasi di tengah konflik; melakukan sesuatu yang menyimpang dari prinsip atau aturan demi ketaatan anak
Jangan pernah mendisiplin berdasarkan satu daftar kaku aturan-aturan tanpa mempertimbangkan keadaan-keadaan yang unik dan special.  Pakailah hikmat dari Tuhan untuk mengaplikasikan disiplin dengan keadilan dan kasih sayang.
Paul M. Landis, di buku The Respponsibility of Parents in Teaching and Training Their Children berkata, “Konsistensi dengan kelembutan, sikap dan suara yang tenang, dan ketegasan, bukannya amarah dengan suara yang tinggi, akan lebih meyakinkan seorang anak tentang ketulusan dan tujuan kita”. 
Beberapa hal yang penting diketahui para orang tua mengenai disiplin:
  • Disiplin adalah sebuah proses jangka panjang yang didasari sebuah hubungan keluarga.
Timotius merupakan salah satu contoh pemuda yang memiliki nenek dan ibu yang sudah memberikan investasi kekekalan dalam hidupnya.
Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.” {2 Timotius 1:5}
  • Allah memberikan kesabaran dan kelapangan hati-Nya untuk membawa manusia ke dalam pertobatan.
Hal inilah yang perlu dilakukan para orang tua secara terus-menerus untuk melatih anak-anak di dalam ketaatan.
Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?” {Roma 2:4}
  • Jangan pernah lelah untuk melatih anak-anak di dalam ketaatan karena akan datang waktunya kita akan menuai apa yang sudah kita tabur.
Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” {Galatia 6:9}


Melatih Ketaatan kepada Anak-anak
Melatih ketaatan kepada anak-anak dimulai dengan hubungan yang baik antara orang tua dan anak. Semakin baik hubungan orang tua dengan anak, maka semakin mudah anak bersikap taat kepada orang tua.
  • Ketika orang tua memberikan sebuah instruksi, maka orang tua perlu mengharapkan anak memberikan respon langsung dan lengkap sesuai dengan apa yang dimaksudkan; tanpa menunda dan tanpa mengeluh.
Jangan pernah takut untuk menetapkan standar yang tinggi dan memelihara standar itu. 
  • Ketika orang tua memberikan sebuah instruksi, jangan sekali-kali memberikan instruksi yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk ditaati atau dilakukan.
Sediakan waktu untuk melatih anak-anak sampai dapat bertindak seperti yang orang tua inginkan mereka bertindak, dan sebagaimana orang tua percaya Tuhan juga menginginkan anak-anak bertindak, bukan sebagaimana orang lain atau budaya yang mengajar dan melatih anak-anak kita untuk bertindak. 
  • Para orang tua harus konsisten dengan instruksi yang diberikan untuk semua keadaan; tentu dengan tuntunan hikmat dari Tuhan yang perlu dicari para orang tua setiap saat.
Konsistensi bukan berarti “melakukan hal yang sama persis kapada setiap anak” atau “mendisiplin dengan cara yang sama persis di setiap keadaan”.  Tidak semua anak mempunyai kepribadian atau emosi yang sama. Konsistensi sebenarnya artinya setiap kali anak memerlukan koreksi, kita sebagai orang tua akan bangkit dan melakukannya, dan tetap ada di situ untuk memimpin dan bertahan lebih lama dari anak kita sampai pesan kita dapat tersampaikan. Berusahalah keras untuk konsisten dengan tidak menutup mata pada hal apapun yang kita tahu bahwa kita perlu melakukan koreksi.
  • Awal pelatihan instruksi sebaiknya dimulai secara pribadi dari dalam rumah; tidak di depan umum atau di tempat lain.
Ketika aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai anak tunggal bagi ibuku, aku diajari ayahku, katanya kepadaku: "Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup” { Amsal 4:3-8 }
  • Berikan waktu dan perhatian di dalam proses melatih ketaatan kepada anak-anak di dalam kegiatan rutinitas sehar-hari.
Bangunlah suatu hubungan dengan mereka yang akan membantu mendorong mereka untuk mau mentaati kamu dan akhirnya Tuhan.  Kepercayaan anak kepada orang tua sangat penting di dalam membantu orang tua untuk melatih ketaatan kepada anak. Maka bangunlah kepercayaan itu setiap hari.
Bahasa tubuh yang bisa kita latih kepada anak-anak dalam merespon sebuah instruksi adalah memberikan jawaban “ya” disertai dengan menatap wajah orang tua pada level mata anak.
Respon seperti ini merupakan salah satu cara yang selalu kami lakukan ketika memberikan instruksi atau menegur anak-anak. Sejak mereka berusia 1 tahun, hampir selalu mereka dapat merespon dengan jawaban “ya” dan menatap wajah kami, meskipun tidak selalu instruksi kami dilakukan secara benar dan tepat. Seringkali kami harus berkali-kali melakukan hal yang sama untuk sebuah instruksi, namun kami yakin bahwa proses pelatihan yang konsisten akan memberikan hasil yang baik.


Kekanak-kanakan dan Kebodohan
Seiring dengan pertambahan usia anak, para orang tua perlu membedakan latar belakang ketidak-taatan yang dilakukan anak; apakah karena sifat kekanak-kanakan {usia masih terlalu muda untuk mengerti instruksi yang diberikan} atau karena kebodohan {hati yang memberontak}
Kekanak-kanakan adalah tindakan yang menunjukkan kepolosan {belum mengerti}, kesalahn yang tidak disengaja dan tidak ada niat memberontak.
Kebodohan adalah kekerasan hati dan pemberontakan, baik secara terang-terangan maupun tidak; artinya ia mengerti kesalahannya dan dengan sengaja melakukannya lagi.
Tahap-tahap tindakan koreksi yang sebaiknya dilakukan orang tua akibat ketidak-taatan karena kebodohan:
  1. Kata-kata peringatan
  2. Isolasi atau time-out
  3. Kehilangan hak atau kesempatan sesuatu
  4. Pukulan ringan
Penting diingat para orang tua bahwa tujuan dari koreksi dan tindakan disiplin adalah agar hati anak berubah, sehingga kebodohan dan ketidak-taatan tidak menetap dalam hatinya dan tidak terulang kembali.
Faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan orang tua dalam memberikan koreksi dan tindakan disiplin kepada anak usia batita:
  1. Frekuensi pelanggaran dalam periode tertentu
  2. Jenis dan alasan pelanggaran anak
  3. Konteks kejadian
  4. Umur dan jenis anak
Sikap orang tua saat melakukan tindakan koreksi dan disiplin kepada anak:
  • Hati yang tenang dan berhikmat
  • Tegas dan mantap
Kegagalan utama orang tua di dalam melatih anak-anak adalah cepat menyerah dan tidak tegas.


Tongkat Didikan
Metoda disiplin dengan menggunakan pukulan dengan tongkat didikan {atau sering dikenal dengan tongkat kasih} memiliki tujuan untuk menimbulkan rasa sakit dengan kekuatan terukur sehingga hati anak mengalami perubahan.
Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya” {Amsal 29:15}
Siapa tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.” {Amsal 13:24}
Jika orang tua memilih untuk menggunakan tongkat didikan dalam tindakan koreksi dan disiplin, maka sebaiknya:
  • Tidak dilakukan dalam keadaan emosi
  • Tidak dilakukan di depan umum
  • Memberi penjelasan kepada anak sebelum ia dipukul {dengan cara yang disesuaikan dengan usia anak}
  • Tongkat dipukulkan pada bagian pantat anak dan harus menimbulkan rasa sakit
Indikasi keberhasilan metoda tongkat didikan sebagai sarana koreksi dan disiplin kepada anak adalah dengan semakin berkurangnya penggunaan tongkat ini ketika usia anak semakin bertambah.


Kesimpulan
Mengajar dan melatih ketaatan kepada anak-anak dapat dirangkum menjadi dua konsep sederhana berikut:
  1. Ketaatan adalah sebuah berkat.
Ketaatan bukan lah sesuatu yang membawa kesulitan di dalam hidup manusia, malah sebaliknya, ketaatan selalu di dalam kebenaran selalu menghasilkan sukacita, damai, dan kebebasan.
Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah. Lagipula hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar.” {Mazmur 19:8-12}
  1. Ketaatan adalah sebuah respon
Tidak hanya ketaatan mendatangkan suatu berkat, namun ketaatan juga selalu menjadi sebuah respon. Kasih karunia Allah tidak menghilangkan sebuah ketaatan, melainkan memberikan kita dorongan untuk memilki respon taat. Kita adalah penerima kasih karunia dan anugerah Allah tanpa syarat, dan satu-satunya respon yang perlu kita miliki adalah dengan taat kepada Allah yang telah menyelamatkan hidup kita.
Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.” {Titus 2:11-14}


Mengajar dan melatih ketaatan kepada anak-anak bukanlah pekerjaan mudah dan singkat; sangat dibutuhkan waktu dan proses terus-menerus tanpa lelah. Tidak ada satu pun rumus singkat untuk menghasilkan anak-anak yang taat secara langsung dan cepat. Namun
Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan mendatangkan sukacita kepadamu.” {Amsal 29:17 }


Referensi:
Artikel “What does Obedience Have to Do with Freedom” oleh Ruth Schwenk via Mom Heart

Artikel “Heartfelt Discipline – And a Giveaway!“ oleh Sally Clarkson via I Take Joy

Artikel “The Balance between Grace and Discipline” oleh Sally Clarkson via I Take Joy
“Raising Godly Tomatoes” oleh Elizabeth Krueger via Godly Parenting Groups
---

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^