Monday, January 19, 2015

Motherhood: Our Unique Calling

by Natalia Setiadi


Saya adalah seorang SAHM S(tay-at-Home-Mother), mama dari seorang anak cowo berumur 4 tahun, dokter umum, merangkap pekerja rumah tangga, sopir, babysitter, sekaligus pekerja paruh waktu di rumah.
Ini kisahku… :)

Dengan idealisme setinggi bintang waktu persiapan merit, saya en (calon) suami mereka-reka rencana:
Saya: Nanti kalo udah nikah & punya anak, saya mau kerja sedikit aja ah Yank, kan mau konsen ngurus anak & rumah tangga …
(Calon) Suami: Iya, setuju, kan jadi provider itu tugasnya cowo, tugas kamu jadi home maker. Kamu boleh kerja kalo kamu mau, tapi kalo mau jadi SAHM juga aku mendukung.


*** Fast forward 5 tahun***

Dari niat semula yang mau kerja/praktik part-time sambil ngurus anak dan RT, saya malah kecemplung jadi SAHM alias a Stay-At-Home Mom. Dan ternyata jadi SAHM itu sungguh tidak mudah. Buat saya, jadi SAHM adalah sebuah perjalanan penyangkalan dan perendahan diri, sebuah proses pembentukan dan pembelajaran, dengan jatuh bangun yang tidak terhitung lagi. Selain membesarkan anak, jadi SAHM juga mengecilkan ego pribadi saya.

Awalnya dengan alasan anak saya masih minum ASI, dengan dukungan suami saya memutuskan untuk tidak bekerja sampai anak saya berumur 1 tahun. Lalu mundur jadi 2 tahun (meskipun sudah stop ASI). Lalu mundur lagi, dan lagi, terus… sampai sekarang. Waktu pindah ke kota tempat tinggal saya sekarang, sebenernya saya mulai kepepet untuk kerja lagi. Kerja praktik beneran, bukan kerja dari rumah seperti yang selama ini saya lakoni, sebagai penerjemah buku-buku rohani dan kedokteran. Karena suami saya back to school, saya harus cari penghasilan supaya dapur bisa tetap ngepul. Tapi rupanya Tuhan punya rencana lain, somehow sampe sekarang saya masih di tempat yang sama, jadi SAHM. Masih kerja part time ala kadarnya. Tapi dengan beberapa pergumulan tambahan dan pola pikir yang sudah berevolusi.

Di tahun-tahun pertama, saya masih susah menerima kenyataan dan menjalani panggilan saya sebagai SAHM. Banyak peperangan batin mulai dari beban finansial, rasa jenuh, tidak adanya aktualisasi diri, sampe self worth yang berkurang drastis. Rupanya tanpa saya sadari dulu saya diam-diam menyombongkan kemampuan dan pencapaian saya walopun ga ada yang istimewa. Makanya kerasa banget waktu Tuhan rontokin satu persatu segala hal yang bisa saya banggakan. Bahkan seiring berjalannya waktu, beberapa hal yang bisa saya banggakan sebagai seorang ibu juga dirontokin oleh Tuhan. Setelah dilepaskan dari segala hal yang berpotensi bikin saya jadi besar kepala, saya baru menyadari nilai diri saya yang mendasar. Saya BERHARGA, bukan karena apa yang saya lakukan atau yang saya punya, tapi saya berharga karena Tuhanlah yang membuat saya dengan jari tangan-Nya sendiri. Dia bergirang karena saya, tanpa saya perlu melakukan apa-apa. Saya ga perlu jungkir balik membuktikan bahwa saya wanita karir yang sukses dan pintar atau ibu yang hebat, saya SUDAH BERHARGA! Sebuah pelajaran yang mahal, yang mungkin tidak bisa saya petik kalau saya tidak bergumul jadi SAHM.

Ia bergirang karena engkau dengan sukacita, Ia membaharui engkau dalam kasih-Nya, Ia bersorak-sorak karena engkau dengan sorak sorai.” (Zefanya 3:17b)

Dengan menjadi SAHM saya belajar mengesampingkan kepentingan dan ambisi pribadi saya, dan mulai mengambil peran sebagai my dear husband’s helpmeet alias PENOLONG bagi suami saya. Dan sebagai MAMA PURNA WAKTU buat putra kecil saya yang istimewa. Tuhan sendiri yang memperbaharui visi dan misi saya, dan Dia bahkan mengadakan kebangunan dalam rumah tangga kami.

Di momen-momen terindahnya, bisa jadi MAMA yang tinggal di rumah adalah anugerah yang LUAR BIASA bagi saya. GA ADA kesenangan duniawi lain yang bisa menandingi kenikmatan jadi seorang mama. Bisa menghabiskan waktu bareng anak saya sepanjang hari, dengerin celotehnya sampe kuping rasanya udah keriting, bisa peluk dia sesukanya, liat dia tumbuh dan berkembang jadi bisa ini dan itu, semakin kenal kepribadian dan kesukaannya yang unik, merawat dan menghibur kalo dia sakit, menyimak kelucuan dan keanehannya, ketawa guling-guling dengerin komentar-komentarnya, marah-marah liat kebengalannya, dan terutama jadi tempat curahan ekspresi rasa sayangnya yang sederhana. Hati saya lumeerrrrr denger kata-kata “I love you, Mama” atau dikasih ciuman basah atau dinyanyiin lagu “Kasih Ibu”. Duh… Gak cukup kata-kata buat menggambarkan KEPUASAN BATIN dan rasa syukur yang mengalir deras. Rasanya seperti dapet tiupan angin surga kalau anak saya bilang sama teman atau gurunya di sekolah, “Itu mamaku!” dengan bangga dan mata berbinar-binar. Dan setiap dia datang kepada saya untuk minta dicium setelah jatuh, it feels MAGICAL! A simple mommy kiss bisa ngilangin rasa sakit, seperti morfin, betapa luar biasanya potensi yang Tuhan anugerahkan buat para mama…

Dengan jadi SAHM, saya juga ga perlu kuatir anak saya dibawa kabur suster atau diapa-apain sama pembantu. Ga merasa bersalah karena kurang memberi perhatian atau waktu buat anak saya, karena saya tau saya udah POL memberi diri buat anak saya, sampe mengorbankan semua yang lain (asal jangan mengorbankan papanya ya, karena suami kudu harus jadi prioritas nomer satu setelah Tuhan).

Meskipun begitu, pahit getirnya jadi SAHM banyak juga. Saya ngga tau bagaimana dengan Anda, karena situasi dan pengalaman setiap orang berbeda-beda. Tapi dari sharing dengan beberapa teman sesama SAHM, rata-rata curhatnya senada seirama deh.

Para SAHM tentu tahu betul betapa pedesnya komentar orang-orang tentang profesi SAHM. “Sayang ih, udah sekolah tinggi-tinggi kok CUMA jadi ibu rumah tangga dan balik lagi masuk dapur?” atau “Jangan-jangan dulu kuliah buat nyari jodoh doang ya?” -.-‘

Banyak juga yang sotoy (sok tau) nyuruh-nyuruh saya, “Kenapa gak cari kerja aja, atau buka praktik di rumah kan gampang bisa sambil ngurus anak?” Asal tau aja, dokter umum yang kerja di RS tuh WAJIB jaga malem beberapa kali dalam seminggu. Memangnya anak saya itu anak cicak yang bisa sendirian di rumah sepanjang malem tanpa nyari mamanya? Dan buat saya sore-malem di rumah adalah satu-satunya kesempatan buat spend quality time bareng suami yang super-duper-sibuk-banget sampe kadang-kadang berhari-hari gak pulang, bahkan nanti ada waktunya dia harus berbulan-bulan tugas di kota/pulau lain. Bagi saya quality time sangat krusial buat kestabilan keluarga, jadi harus diusahakan ada dan dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Ada juga yang beranggapan kalo SAHM itu pemalas yang gak mau kerja, maunya duduk-duduk santai aja di rumah. (Wah, saya bisa denger koor ibu-ibu RT tanpa PRT: “Santai? Santai dari Hongkong??”) Atau SAHM itu orang-orang yang gak berotak atau gak berpendidikan atau gak keterima kerja di mana-mana.

Setelah 5 tahun jadi SAHM, Puji Syukur sekarang saya sudah cukup mahir berimprovisasi dengan keterampilan baru saya, yaitu MENEBALKAN KUPING dan MENEBALKAN MUKA. Tiap ada yang komentar begini begono, langsung saya keluarin jurus itu. Sayangnya saya belum berhasil melatih keterampilan MENEBALKAN DOMPET. Ntar kalo udah berhasil saya akan share lewat rubrik ‘kesaksian’, saya janji… ;)

Dengan nyaris tidak bekerja (apalagi suami back to school ya otomatis ga bisa kerja juga), kami pun sukses ngalamin pergumulan finansial. Setiap hari saya bersyukur buat saluran-saluran berkat yang Tuhan terus bukakan buat kami. Ada dukungan dari keluarga, dan setiap kali dibutuhkan, ada aja yang ngasih kerjaan. Puji Tuhan sampe sekarang walopun mepet dan harus pinter-pinter ngatur bujet, ditambah sedikit deg-deg-pyar kalo lagi ada pengeluaran-pengeluaran mendadak yang tak terduga, semua berjalan dengan baik.

Kukatakan ini bukanlah karena kekurangan, sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. … Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:11, 12a, 19)

Selain pergumulan finansial dan makan hati karena komentar-komentar miring, ada juga saat-saat saya rinduuuu banget pengen menjangkau pasien-pasien yang membutuhkan pelayanan saya. Ada saatnya saya meratapi mimpi-mimpi yang hilang. Ada saatnya saya iri melihat teman-teman saya yang udah bisa begini dan begitu. Ada saatnya saya merasa sayang banget karena bertahun-tahun sekolah susah payah tapi ilmunya dibiarin menguap begitu aja. Ada juga saatnya iblis menyerang saya dengan rasa bersalah dengan mengingatkan segala usaha, biaya dan harapan yang udah diinvestasikan oleh orangtua saya. Dan baaanyakkk lagi … Kalo harus disebutin semua, bisa jadi novel deh, dan saya bisa dijitak ibu editor :P Biasanya serangan iblis ini terjadi di masa-masa PMS, hahaha… sounds familiar?

Meskipun jadi SAHM adalah perjalanan yang bittersweet, jauh di lubuk hati saya tahu dan yakin 1000% bahwa memang inilah panggilan Tuhan buat hidup saya, setidak-tidaknya untuk sekarang. Kalau ke depannya ternyata Tuhan panggil saya untuk bekerja atau melayani di luar rumah, ya dengan segenap jiwa raga saya akan nurut. Tapi untuk sekarang, saya bisa bilang bahwa saya berada persis di tempat yang Tuhan inginkan buat saya. Memang sih, terkadang saya masih suka mengeluh dan bersungut-sungut, masih jatuh bangun. But you know what, dengan amat sangat baiknya, Tuhan memahami perjuangan saya. I don’t deserve it, tapi Tuhan bahkan kasih janji-janji yang SANGAT menguatkan:

Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya.” (Mazmur 126:5-6)
Aku akan memulihkan kepadamu tahun-tahun yang hasilnya dimakan habis oleh belalang pindahan, belalang pelompat, belalang pengerip, tentara-Ku yang besar yang Kukirim ke antara kamu.” (Yoel 2:25)

WOW. Saya amini janji-janji itu!
Sekedar info, di Indonesia ada batasan umur untuk dokter umum yang mau lanjutin sekolah spesialis. Makanya semakin lama waktu yang saya habiskan jadi SAHM, makin kecillah kemungkinan saya bisa lanjutin sekolah lagi seperti impian masa lalu saya. So dalam hal karir, tahun-tahun yang saya isi dengan menjalani panggilan sebagai SAHM ini praktis adalah tahun-tahun saya yang paling berharga. Tapi bahkan ini pun tidak luput dari perhatian Tuhan. Dia JANJI AKAN MEMULIHKAN tahun-tahun itu. W.O.W. !!

Di zaman akhir ini Iblis lagi giat-giatnya berusaha mengacaukan rancangan ilahi Tuhan dalam lembaga pernikahan dan keluarga. Liat aja, sekarang banyak perempuan yang malu kalo jadi SAHM, banyak anak yang telantar karena orangtuanya sibuk sendiri, bahkan semakin banyak keluarga yang orangtuanya terdiri dari dua bapak doang atau dua ibu doang, semakin banyak anak yang punya bapak dan ibu lebih dari satu atau bahkan lebih dari dua alias sudah kawin-mawin kiri kanan ga jelas lagi. Kacaaauuu…

Saya nggak bilang bahwa semua istri harus jadi SAHM loh ya… Saya mau bilang supaya semua istri dan ibu PEKA dan TAAT dengan panggilan Tuhan buat dirinya, karena setiap panggilan itu unik. Ada yang dipanggil untuk jadi SAHM. Ada juga yang diberi kekuatan, hikmat dan karunia khusus buat kerja atau pelayanan full time di luar rumah sekaligus jadi ibu rumah tangga. Musim kehidupan terus berganti, ada dinamikanya. Mungkin di musim sekarang kita dipanggil jadi SAHM, musim berikutnya karena satu dan lain hal Tuhan arahkan kita untuk jadi ibu bekerja. Atau sebaliknya. Jangan biarkan iblis bikin Anda merasa bersalah karena Anda kerja di luar rumah kalo memang itu panggilan Tuhan buat Anda saat ini! Tapi kalo memang Tuhan memberi beban dan kerinduan di hati Anda, dan memanggil Anda untuk jadi SAHM, kapan pun waktunya, PEKA-lah, GUMULI, dan LAKUKAN itu. HE WILL BE THERE, EVERY STEP OF THE WAY. Dan kami rekan-rekan seperjuangan sudah siap sedia buat jadi komunitas dan support group Anda :)

Perempuan yang bijak mendirikan rumahnya, tetapi yang bodoh meruntuhkannya dengan tangannya sendiri.” (Amsal 14:1)

Mari kita semua, dalam panggilan unik kita masing-masing, jadi perempuan-perempuan bijaknya Tuhan. All glory be unto HIM!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tentang penulis




Natalia Setiadi

Istri dari seorang dokter bernama Ivan. Mama dari seorang anak istimewa berumur 5
tahun. Tinggal di Rantau, kerja freelance sambil menjadi ibu rumah tangga. Nge-blog di
http://nataliasetiadi.blogspot.com, isinya postingan tentang motherhood, pernikahan, anak
berkebutuhan khusus (ADD/ADHD), dll. Silahkan mampir, terutama buat para ortu dari ABK,
ada juga link ke blog-blog ABK. Saya juga rindu untuk bisa sharing dan berkomunitas dengan para ortu ABK yang cinta Tuhan..

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^