Monday, December 7, 2020

Yohanes Pembaptis - Pelari Garis Depan Raja




by Leticia Seviraneta

Peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis dalam Lukas 1:5-80 merupakan penggenapan dari nubuat yang telah ada sebelumnya. Peristiwa kelahiran itu sendiri adalah sebuah mujizat, karena dia lahir dari pasangan Zakaria dan Elisabet yang mandul dan keduanya telah lanjut umur. Mereka merupakan keturunan Harun, yang dikhususkan untuk menjadi imam besar dari seluruh suku Israel. Ketika Yohanes telah lahir, Zakaria menjadi penuh dengan Roh Kudus dan bernubuat, “Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.” (Luk 1:76-79) Nubuat Zakaria merupakan pesan pertama Tuhan setelah ia berdiam diri dari bangsa Israel selama 400 tahun! Dan alangkah menakjubkannya nubuat ini berbicara mengenai seseorang yang mempersiapkan kedatangan Mesias. 

Sebelumnya, Yesaya telah menubuatkan tentang kedatangan Yohanes Pembaptis juga.

Ada suara yang berseru-seru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN sendiri telah mengatakannya.”
(Yesaya 40:3-5)

Apa pentingnya peranan seorang Yohanes Pembaptis tepat sebelum Yesus memulai pelayanannya di bumi? Konteksnya adalah Yesus merupakan seorang Raja di atas segala raja yang datang ke bumi untuk mengerjakan karya keselamatan, pengampunan dosa manusia, serta menyatakan kemuliaan Allah. Seorang raja ketika berkunjung ke suatu tempat, selalu ada persiapan yang dibuat. Jalan-jalan di desa diratakan, kondisi lingkungan sekitarnya diperindah, semua demi kenyamanan raja tersebut. Demikian juga halnya dengan kedatangan Tuhan Yesus. Yohanes Pembaptis berperan sebagai seorang yang mendahuluinya untuk mempersiapkan hati bangsa Israel untuk menyambut-Nya. Ketika hati mereka sudah siap, maka mereka dapat melihat kemuliaan Allah yang tersingkap dalam pelayanan dan pribadi Yesus Kristus. Setiap pekerjaan Allah yang hebat dimulai dari persiapan yang hebat juga. Dan Yohanes Pembaptis ini lah yang menggenapi pelayanan penting ini!

Yuk, kita lihat bagaimana Yohanes Pembaptis melakukan persiapan hati bagi umat Israel sebelum Yesus memulai melayanannya. 

Pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun. Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan."
(Luk 3:2-6)

Baptisan Yohanes merupakan baptisan yang membuat bangsa Israel sadar bahwa mereka berdosa dan perlu kembali ke jalan Allah yang benar. Ketika pelayanannya menjadi semakin besar, dan orang-orang mulai bertanya-tanya apakah ia adalah Mesias, Yohanes selalu menyangkalnya dan merujuk kepada Seorang yang lain. Ia adalah seorang forerunner sejati dari Raja atas segala raja, ia tidak mencuri kemuliaan dari sang Raja sendiri.

Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.”
(Luk 3:15-16)

Kemudian ketika Yesus sudah memulai pelayanannya dan membaptis orang banyak juga, muncul perselisihan di antara murid Yohanes.

Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: "Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.” Jawab Yohanes: "Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.
(Yoh 3:26-30)

Dengan pernyataan ini, Yohanes memakai gambaran kata bahwa ia hanya lah seorang “groomsman”, dan Yesus lah mempelai laki-lakinya. Ketika mempelai laki-laki datang hendak menikahi mempelai wanita, peranan sahabat mempelai laki-laki tidak akan iri terhadapnya melainkan bersukacita. Yohanes Pembaptis sejak semula sadar betul akan panggilannya, dan ketika ia harus mundur dari lampu sorot atau “spotlight” dalam pelayanannya, ia pun melakukannya dengan sukacita. Ia dengan tulus mendukung pelayanan Yesus agar semakin besar. Sebuah sikap kerendahan hati yang luar biasa!

Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari kehidupan Yohanes Pembaptis:

1. Setiap rencana Tuhan yang besar disertai dengan persiapan yang panjang

Tidak hanya kelahiran Yohanes Pembaptis dinubuatkan jauh sebelum terjadi, bahkan ketika ia telah lahir pun hidup Yohanes Pembaptis didedikasikan untuk pelayanannya jauh sebelum itu dimulai.

“Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel.”
(Luk 1:80)

Padang gurun (secara literal) sering berulang kali dipakai oleh Tuhan menjadi tempat untuk melatih para nabi-Nya. Ingat nabi Elia (1 Raja-raja 19)? Padang gurun tentu bukanlah tempat yang nyaman. Persiapan Tuhan seringkali jauh dari kata kenyamanan. Di mata Tuhan, pertumbuhan kita lebih utama dari kenyamanan. Dan pertumbuhan iman justru terjadi di tempat yang paling tidak kita harapkan terjadi. Iman kita bertumbuh di tengah situasi sulit, tekanan, penderitaan, dan kesesakan. Ketika kita menemukan panggilan Tuhan atas hidup kita, seringkali ada jeda waktu yang cukup lama hingga panggilan tersebut terwujud. Jeda waktu tersebut sebenarnya adalah masa persiapan kita sehingga kita bertumbuh dewasa dan cukup kuat untuk menjalankan panggilan tersebut. Namun seringkali kita tidak sabar dalam masa tersebut dan keburu menyerah di tengah jalan sebelum rencana Allah menjadi nyata dalam hidup kita. Itulah mengapa penting untuk kita menyadari signifikansi dari masa persiapan dan menjalaninya dengan tekun. Yesus pun baru memulai pelayanannya di usia 30 tahun. Dengan demikian ia menjalani masa persiapan selama 30 tahun! Tidak ada pertumbuhan dan persiapan yang instan. Semakin besar rencana Allah atas hidup kita, maka semakin dalam persiapan yang perlu dijalankan juga. 


2. Mengenali panggilan Tuhan atas hidup kita mencegah kita untuk iri akan keberhasilan orang lain

Setiap kita memiliki panggilan spesifik yang Tuhan sudah sediakan bagi kita. Panggilan Tuhan tidak selalu bersifat glamour dan dilihat banyak orang. Panggilan Tuhan dapat terlihat kecil dan “biasa”, bahkan tersembunyi di rutinitas kita sehari-hari. Misalnya saja, ada yang dipanggil Tuhan untuk menjadi ibu yang mengajarkan nilai-nilai kerajaan Allah kepada anak-anaknya. Sementara yang lain, dipanggil Tuhan untuk menjadi karyawan teladan di perusahaannya. Dari segi jumlah orang yang dipengaruhi, pelayanan itu nampak begitu kecil dibandingkan seorang pendeta yang berkhotbah di mata banyak orang. Namun di mata Allah kuantitas bukanlah yang utama. Tuhan selalu melihat hati. Satu jiwa itu berharganya bagi-Nya. Ketika kita merangkul panggilan Tuhan atas hidup kita, kita tidak akan terjebak untuk mengasihani diri apalagi iri akan pelayanan orang lain yang kesannya lebih “wah”. Sama seperti Yohanes Pembaptis yang tahu betul siapa jati dirinya. Ia dengan rendah hati bersukacita atas pelayanan Yesus. Selama sama-sama memuliakan Tuhan, kita tidak seharusnya merasa kecil hati akan apa yang kita kerjakan dan membandingkannya dengan pelayanan orang lain. Di mana pun kita berada, apa pun panggilan kita, mari kita kerjakan dengan setia, untuk kemuliaan Tuhan saja.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^