Saturday, April 21, 2018

When Your Life Seems Better than Mine



by Leticia Seviraneta 

Waktu masih kecil, kita familiar dengan peribahasa seperti, “Rumput tetangga selalu lebih hijau dari rumput sendiri.” Artinya, kehidupan atau kepunyaan orang lain cenderung kita lihat lebih indah daripada milik kita sendiri. Nah, sekarang ini, kita tidak perlu keluar rumah atau bahkan keluar pagar untuk mengintip kehidupan tetangga. Dengan berkembangnya social media, kita cukup membuat satu klik dengan jari kita, lalu kehidupan orang lain yang bahkan tidak kita kenal dapat kita lihat dengan mudahnya. Hal ini membuat kita juga untuk dapat dengan mudah membandingkan diri sendiri dengan orang lain. 

Banyak yang tidak sadar bahwa yang biasa di-post oleh orang lain adalah hal-hal yang bagus. Semua foto atau video terlihat begitu sempurna karena sudah dipilih dengan teliti, diedit, melalui serangkaian proses yang panjang hingga akhirnya diunggah. Jarang sekali yang mengunggah foto waktu belum mandi, sedih, marah-marah. Bila kita tidak sadar tentang hal ini dan menganggap semua unggahan mereka adalah 100% realita kehidupan mereka 24 jam, kita dapat dengan mudah menjadi iri hati, tidak puas, hingga akhirnya tidak bersyukur dengan apa yang kita punya. Hidup tidaklah seindah foto-foto di Instagram, ladies!

Tidak sedikit orang yang akhirnya menjadi lebih boros dan membeli barang-barang yang sebenarnya di luar kemampuan mereka, hanya demi foto OOTD (Outfit of the Day) dengan stylish outfit serta tas branded. Banyak yang menjadi semakin konsumtif, karena sekarang mencari segala sesuatu begitu mudah dan membelinya pun bahkan tidak perlu keluar dari rumah. Bila semuanya tidak melampaui pendapatan sih sah-sah saja. Namun, sangat disayangkan bila ada yang sampai terjerat hutang karena mengikuti tuntutan gaya hidup. 

Lalu apakah kita tidak boleh memiliki dan menggunakan social media? Tentu saja boleh! Saya sendiri adalah pengguna social media yang sangat aktif dan memiliki online shop di instagram. Pekerjaan saya mengharuskan saya untuk terus update dengan perkembangan yang terjadi di instagram. Namun saya sadar, Instagram bisa membuat seseorang tidak pernah merasa cukup dan mengingini kehidupan orang lain. 

Sikap seperti itu tentu saja tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Mengapa? Karena dengan membandingkan kita membuka gerbang untuk perasaan tidak puas dan iri hati. Sementara, Tuhan mengkehendaki kita untuk selalu mengucap syukur dalam segala hal. Obat dari ketidakpuasan adalah dengan mengucap syukur akan apa yang kita sudah punya. 

“Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” – (1 Tesalonika 5:18)

Ketidakpuasan yang tidak ditanggulangi akan menimbulkan iri hati yang merupakan salah satu buah kedagingan. Iri hati tidak dapat dianggap sepele karena berdampak besar dalam kehidupan kita. 

“Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” – (Yakobus 3:16)

Tuhan kita adalah Tuhan yang lebih melihat dan mementingkan apa yang terjadi di hati kita, jauh melebihi apa yang nampak di luar. Seorang wanita yang menjadikan Tuhan sebagai sumber kepuasan sejati akan mampu menaklukkan segala godaan untuk membanding-bandingkan, menjadi tidak puas dan iri kepada orang lain. 

Perhiasanmu janganlah secara lahiriah, yaitu dengan mengepang-ngepang rambut, memakai perhiasan emas atau dengan mengenakan pakaian yang indah-indah, tetapi perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. – (1 Petrus 3:3-4)

Lalu bagaimana sich cara supaya kita dapat mengendalikan attitude kita terhadap kehidupan orang lain yang jauh lebih ‘wah’ kelihatannya dibandingkan kita? 
1. Kembangkan rasa syukur dan belajar untuk berkata cukup 
“Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Jadi, kalau ada makanan dan pakaian, itu sudah cukup.” – (1 Timotius 6:6-8) 

Banyak wanita yang memiliki kesulitan untuk berkata ‘cukup’. Misalnya, meskipun di lemari ada banyak baju, tetap saja merasa tidak punya baju untuk dipakai. Sulit berkata cukup tidak bisa dipandang sebelah mata. Paulus mengingatkan, bahwa ibadah, atau dalam terjemahan bangsa Inggrisnya “Godliness”, akan memberikan keuntungan besar bila disertai dengan rasa cukup. Dapat disimpulkan bahwa rasa cukup sangat berdampak terhadap kerohanian. Rasa tidak pernah puas akan membuka gerbang dan mengundang banyak attitude negatif lainnya seperti iri hati yang masuk dalam daftar perbuatan daging di Galatia 5:21. Kita perlu melatih diri kita untuk berkata cukup secara konstan saat dihadapkan pada pilihan untuk merasa tidak puas. Kita perlu melihat kepada apa yang kita sudah punya lebih sering dibandingkan dengan melihat apa yang kita belum punya. Count your blessings and list your treasures! 

2. Kembangkan rasa kagum tanpa harus memiliki
“Setelah Saul dan Daud selesai bercakap, cakap, Daud diangkat oleh Saul menjadi pegawainya dan sejak hari itu ia tidak diizinkan pulang ke rumah orang tuanya. Yonatan putra Saul, telah mendengar percakapan itu. Ia merasa tertarik juga kepada Daud, dan mengasihinya seperti dirinya sendiri. Karena itu Yonatan bersumpah akan bersahabat dengan Daud selama-lamanya. Yonatan menanggalkan jubahnya lalu diberikannya kepada Daud, juga pakaian perangnya serta pedangnya, busurnya, dan ikat pinggangnya.” – (1 Samuel 18:1-4)

Daud baru saja menjadi the new rising star di seluruh wilayah Kerajaan sejak ia mengalahkan Goliat. Namun yang patut dikagumi, Yonatan, yang notabene adalah putra mahkota, calon raja Israel selanjutnya, bersukacita atas pencapaian Daud, bahkan mengasihinya seperti dirinya sendiri, mengikat janji, dan memberikan kepunyaannya yang melambangkan statusnya sebagai anak raja. Sikap Yonatan menunjukkan kebesaran hati yang luar biasa. Ia tidak merasa iri atau tidak aman kalau-kalau Daud akan mengambil takhtanya suatu saat nanti. Yonatan memiliki rasa kagum yang sehat kepada Daud, tanpa keinginan untuk memiliki kejayaan dan penghormatan rakyat kepada Daud. Kita pun dapat menerapkannya juga dalam keseharian kita. Ingatkan diri kita bahwa tentu barang itu bagus, namun bukan berarti itu HARUS kita miliki. Kita dapat mengagumi dari kejauhan tanpa mengharuskan diri kita memilikinya. Ketika kita melihat keberhasilan orang lain, kita dapat mengagumi dan bersukacita juga akan hal itu. Kita tidak perlu harus memiliki keberhasilan yang sama untuk dapat bersukacita. 

3. Unfollow orang-orang yang berkatnya tidak dapat kita rayakan dengan hati besar 
Solusi praktis untuk masalah kecanduan social media yang membuat kita sibuk membandingkan diri dengan kehidupan orang lain adalah cukup dengan unfollow mereka. Bila kita merasa belum kuat dalam menjaga hati kita ketika melihat kehidupan mereka, unfollow mereka saja. As simple as that. Hati kita jauh lebih berharga dibandingkan sekedar menghabiskan waktu untuk melihat hal-hal yang tidak membuat kita bertumbuh. 

Social media dapat menjadi teman, namun dapat juga menjadi lawan. Kuncinya terletak pada bagaimana kita mengelola social media itu sendiri dan menyikapinya dengan tepat. Let’s be wiser and be more focus on keeping the main thing the main thing.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^