Friday, April 6, 2018

Ibu RT... Oh... Ibu RT


by Natalia Setiadi

Dulu, waktu kecil kalo anak-anak perempuan ditanya, “Nanti kalo udah gede mau jadi apa?” 
Pasti jawabnya kalo ngga “dokter” ya “pramugari”, iya apa iya?

Kayanya ga pernah denger anak kecil jawab “mau jadi kayak mama di rumah” alias jadi ibu RT. Padahal jadi ibu RT itu enak loh...

Kalo jadi dokter mah seringnya kudu jaga malem, dimarah2in pasien or temen kerja (dokter laen or perawat yg merasa dirinya lebih senior), risiko ketularan penyakit2. 

Jadi pramugari juga emangnya enak? Penampilan sih keren, kerjaan juga terbang2 mulu, tapi tau ngga sih pramugari juga kudu mungutin sampah di pesawat, belom lagi risiko pesawat jatuh! (amit2...)

Nah jadi ibu RT mah enak. Kerja di rumah, ga usah ribet dandan, ga usah buru2 mandi pagi, saban malem bisa tidur cukup (asal bisa bagi waktu), kadang malah bisa plus tidur siang, ga stres kejebak macet jalanan (at least sebelom anak2 mulai masuk sekolah), gak ada boss galak or klien reseh yang kudu “dijilat”, dll. Hati senang dan tenang krn bisa ngawasin anak2 dg mata kepala sendiri, ga kuatir anak dibawa kabur suster or diapa2in ama pembantu. 

Lantas kenapa ya, profesi ibu RT ini kok gak populer2 amat?

Mungkin krn di zaman milenium ini sejak orok SEMUA anak udah dicekokin pola pikir bahwa sukses diukur dari pencapaian seseorang dalam hal karir, status, pasangan, banyaknya harta, atau nama besar&kemasyuran. 

“Liat tuh, si A, hebat! Umur baru 20an udah keliling dunia jadi pembicara di mana2, suaminya tuh brand ambassador kolor terkenal, wuih duitnya pasti segunung…” 

atau

“Ih si B itu aneh ya, prestasi segudang, karir cemerlang, tapi udah punya anak kok malah resign, padahal pasti duitnya lebih dari cukup buat ngegaji suster & pembokat?” 

atau 

“Yah, ngapain sekolah tinggi2 sampe ke luar negri segala, kalo ujung2nya cuman jadi ibu rumah tangga? Pembokat gue noh lebih pinter, ga pake susah2 sekolah, toh sama2 mendarat di dapur juga…”

So, jadi ibu RT identik dengan TIDAK MENCAPAI APA2 dalam hidup alias tidak sukses.

Padahal KESUKSESAN MENURUT TUHAN ADALAH KALO SESEORANG MENGGENAPI MAKSUD&TUJUAN DIA DICIPTAKAN. Karena saat kita dipanggil Tuhan, harta, status dan pasangan hidup tidak bisa dibawa ke akhirat!

Alasan kedua, mungkin akibat emansipasi yang keblinger. 

Dengan segala hormat dan rasa terima kasih yang mendalam kepada ibu Kartini yang udah buka jalan buat perempuan2 Indonesia sehingga bisa maju&menikmati berbagai kesempatan yang dulu ga pernah bisa disentuh oleh perempuan, sepertinya perempuan2 zaman sekarang TERLENA. 

Alih-alih menikmati kesetaraan dengan pria dalam hal kesempatan sekolah, kerja dan aspek2 lain dalam hidup, perempuan2 sekarang kok pada pengen MENYAMAI, malah ada yang begitu bernafsu mau membuktikan bahwa dirinya bisa MELEBIHI laki-laki. Memang bener, dalam hal prestasi, pencapaian, kemampuan, de el-el memang BANYAK perempuan yang bisa lebih dari laki-laki; ini sih tentu aja ga salah, tapi rasanya tujuan mula-mula emansipasi itu bukan supaya perempuan2 berbondong-bondong melupakan kodratnya sebagai perempuan. Kesetaraan jender dan persamaan derajat TIDAK SAMA dengan menyamai laki-laki dalam segala bidang.

Karena sejak awal Tuhan emang menciptakan laki-laki dan perempuan BERBEDA. SEPADAN, tapi berbeda. Sepadan dalam arti yang satu tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain. Berbeda secara fisik, mental, dan beda juga “job description”-nya. Perbedaan itu tujuannya supaya keduanya saling melengkapi, saling mengisi, saling menolong, en sama-sama berusaha mewujudkan tujuan penciptaannya.

Dan para ibu RT terkadang dianggap mengkhianati cita-cita emansipasi atau menyebabkan kemunduran dalam perjuangan kaum wanita di dunia.

Padahal, waktu menciptakan perempuan, Tuhan bilang begini nih: 

“Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja. 
Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” 
(Kejadian 2:18)

Jadi perempuan itu diciptakan UNTUK laki-laki dan KARENA laki-laki. Untuk setiap perempuan dengan panggilan untuk hidup melajang, Tuhan punya rencana dan rancangan tersendiri yang unik, so kalo timbul pertanyaan tentang the gift of singleness, tanya Tuhan aja ya, jangan tanya saya ;)

Tapi secara umum, pakemnya adalah perempuan diciptakan untuk menolong laki-laki dalam mencapai tujuan penciptaan mereka, yaitu mempermuliakan Tuhan Penciptanya dalam menggenapi rancangan Ilahi-Nya buat umat manusia. 

Bukan berarti ibu-ibu bekerja itu salah, SAMA SEKALI BUKAN itu maksud saya loh ya! Saya percaya setiap orang, perempuan maupun laki-laki, punya PANGGILAN masing-masing dalam hidupnya. Panggilan yang khusus yang beda dengan panggilan hidup orang lain. 

Beberapa teman saya adalah ibu-ibu bekerja full time yang SANGAT BERDEDIKASI, anak-anaknya terurus dengan baik, suaminya berbahagia dan dicintai, rumah tangganya diberkati. My utmost salutation goes out to them, krn menyeimbangkan kerjaan full time dengan keluarga sama sekali tidak gampang dan ada pergumulannya sendiri. Tapi ini cerita yang berbeda ya. Sekarang tulisan ini ngebahas serba-serbi ibu RT dulu :P

Yang saya mau bilang adalah: 
JADI IBU RT PUN ADALAH SATU PANGGILAN HIDUP, YANG TIDAK KURANG KEREN, TIDAK KURANG MULIA, TIDAK KURANG BERMAKNA DIBANDING PANGGILAN-PANGGILAN HIDUP YANG LAIN. 
Curhat nih, jadi ibu RT tuh buanyaaak banget loh pergumulannya, di antaranya: 
  • Miskin penghargaan, baik dari orang lain maupun dari diri sendiri. Gak dapet gaji, gak dapet nama besar, gak dapet cuti, gak dapet tatapan penuh rasa terima kasih selain dari suami (itu pun kalo suaminya cukup peka!) dan anak-anak. Yang ada bete krn seharian ngurusin anak, jenuh karena kerjaan RT yang NEVERENDING, gak ada abisnya, ga ada “me time”, de el el, de es te termasuk menanggung occupational hazard alias luka-luka akibat kerja RT (luka bakar, kesayat pisau, kesetrum, or memar2), aish... T.T
  • Adanya stigma yang melekat erat pada profesi ini: Ibu RT identik dengan perempuan yang kayanya gak cukup pintar untuk kerja or lanjutin sekolah atau gak cukup berprestasi. 
--> Well untuk yang satu ini, saya bisa bilang, saya pinter kok! Hahahahah... At least saya pinter berkelit kalo anak udah mulai cari celah untuk memanipulasi ibunya ;)
  • 3Bergumul dengan kurangnya aktualisasi diri. Pergumulan ini terutama dirasakan oleh para ibu RT yang (DULUNYA) berprestasi, atau sangat diharapkan oleh keluarganya.
  • Adanya kekecewaan orangtua atau keluarga yang lain dengan pilihan para ibu RT untuk tidak bekerja dan berkarya.
  • Para ibu RT yang pernah bekerja atau menjalankan profesinya, merindukan “the glory of the moments” ketika menjalankan profesi, pekerjaan atau panggilannya dan kepuasan batin yang didapat dulu. 
  • GERAH (BANGET) dengan komentar2 miring dari orang-orang yang menyayangkan keputusan mereka untuk jadi ibu RT.
--> Sekedar catatan: kalo saya dapet 1 ember setiap kali orang berkomentar “Kenapa ga kerja? Sayang udah sekolah tinggi2..” atau sejenisnya, ember2 saya kayanya cukup buat nampung luapan lumpur Lapindo... # lebay #
  • Perlu KOMITMEN yang kuat, KETEGUHAN HATI dan dukungan penuh dari suami dan anak2 untuk menjalani panggilan sebagai ibu RT dengan PENUH SUKACITA dan KEPUASAN BATIN. 

Tapi, meskipun banyak onak duri (cie ileh... bahasa pujangga nih), you know what, wahai ibu2 RT? 

What you do MATTERS and makes a HUGE DIFFERENCE!

Apa yang kamu lakukan itu SANGAT BERARTI dan membuat PERBEDAAN BESAR!

Bukan cuman buat suami, anak dan keluarga, tapi juga bagi kerajaan Surga, krn kita ini punya tugas berat: mencetak generasi penerus yang Ilahi bagi Tuhan, yang kelak pada gilirannya bakal meneruskan ajaran Tuhan kepada keturunan mereka. 

Ini kata firman Tuhan tentang panggilan sebagai istri dan ibu:


Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? 
Ia lebih berharga daripada permata…
Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, 
pula suaminya memuji dia: 
Banyak wanita telah berbuat baik, 
tetapi kau melebihi mereka semua.
Kemolekan adalah bohong 
dan kecantikan adalah sia-sia, 
tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji. 
Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, 
biarlah perbuatannya memuji dia 
di pintu-pintu gerbang!
(Amsal 31:10, 28-31)

So, jadi ibu RT (baca: istri) yang saleh tuh ADA PENGHARGAANnya loh, dari Tuhan sendiri! Nantikan saja...

Akhir kata, izinkan saya mengutip kalimat dari khotbahnya Nancy Leigh de Moss, seorang penulis buku laris dan pengajar Firman Tuhan yang juga punya program radio untuk para wanita kristen:

what I am doing in writing books and teaching, having a daily radio program for women—I consider those things a great privilege and a calling from the Lord as He has given me the gift of singleness at least for this season of my life. This is my calling and mission and purpose. But I will say that what you are doing, those of you who are married and have children, in being wives and mothers is NO LESS SIGNIFICANT a calling and ministry than the calling God has put into my life. 

I want to be your cheerleader. I want to say, “Go for it! Thank you for what you’re doing to serve the Lord and consider that a high calling and ministry.

1 comment:

  1. Thank you artikelnya bagus :) saya juga baruu Jadi ibu rt, merasa diberkati dgn artikel ini

    ReplyDelete

Share Your Thoughts! ^^