Monday, January 29, 2018

Berbeda



by Glory Ekasari

Ketika saya dan (calon) suami ikut katekisasi pranikah, salah satu hal yang terus ditekankan dalam pelajaran kami adalah bahwa pria dan wanita itu berbeda. Perbedaan itu membuat mereka saling tertarik untuk menjadikan lawan jenisnya pasangan hidup, tapi juga berpotensi menjadi sumber masalah ketika mereka tinggal bersama. 

Saya dan suami melihat artikel dalam website Brightside tentang perbedaan antara pria dan wanita. Sangat menarik, karena penjelasannya berupa gambar-gambar, dan mengandung kebenaran yang nyaris paripurna. Beberapa saya tampilkan di sini:






Semua infografis di atas menunjukkan poin yang mirip: wanita itu kompleks dan banyak terpengaruh emosi, sedangkan pria itu sederhana dan cenderung mengutamakan hal fisik. Ini yang sering jadi sumber konflik. Bagi wanita, pria malas dan tidak peka. Bagi pria, wanita ribet dan sensitif. 

Perbedaan tersebut makin terasa setelah menikah. Dua orang tinggal serumah, tidur sekamar, berbagi ranjang. Lawan jenis. Lawan—dalam hampir segala hal. Waktu saya SMA, seorang teman cowok berkata, “Kos cowok itu yang penting ada tv, Pl*ystation (bawa sendiri), dan kabel sambungan listrik.” Yang lain, seperti baju kotor, nanti kalau sudah kehabisan baju baru dicuci satu potong. Satu. Nyuci jeans? Jangan tanya berapa bulan sekali (kalau ingat). Rekor hal ter-ngeri yang pernah saya lihat di kontrakan cowok (kecoa, laba-laba, dkk sudah tidak termasuk ngeri lagi, btw) adalah… nasi jamuran di dalam rice cooker. Entah sudah berapa abad nasi itu di dalam situ. Dan ga ada yang merasa bahwa itu masalah! 

Sementara itu, kita yang wanita, baca cerita seperti di atas sudah bergidik. Lalu kita menikah dengan kaum pria itu. Gimana gak berantem? 

Hal yang menyelamatkan saya dan suami dari pertengkaran yang terus-menerus adalah: 1) kesadaran bahwa pria dan wanita itu berbeda; dan 2) kesabaran suami saya. 


Pria dan Wanita Berbeda 

Dan berbeda itu tidak selalu berhubungan dengan salah atau benar. Mohon para wanita camkan hal ini baik-baik. Setelah menikah saya menyadari satu hal: saya ini ternyata sangat naggy—saya sering dongkol karena suami saya tidak bertindak sesuai yang saya inginkan. Apakah yang dia lakukan itu salah? Secara objektif: tidak—tapi tidak sesuai dengan yang saya inginkan; dan di mata saya (yang egois), dia salah. Saya tidak tahu bahwa saya punya sifat seperti itu sebelum saya menikah; tapi saya bersyukur karena Tuhan membuka mata saya. Wanita diciptakan Tuhan sensitif, perhatian, rapi, cantik, lembut, multitasking, rajin—dan memang itu semua yang membuat pria tertarik pada wanita: karena mereka tidak memiliki apa yang kita miliki. Mereka sadar mereka butuh penolong, karena itu mereka mencari wanita yang memang berbeda dengan mereka. Pria dan wanita seperti dua kepingan puzzle yang berbeda, yang saling melengkapi. Dua yang sama tidak bisa saling melengkapi, tapi dua yang berbeda bisa. Justru kalau tidak ada perbedaan, tidak terjadi kelengkapan. 

Jadi Tuhan menciptakan perbedaan antara pria dan wanita dengan sengaja. “Menurut gambar Allah, diciptakan-Nya dia: laki-laki dan perempuan, diciptakan-Nya mereka” (Kejadian 1:27). Kita, wanita, diciptakan berdasarkan gambar Allah. Pria, lawan jenis kita, juga diciptakan berdasarkan gambar Allah. Bagaimana mungkin dua jenis manusia yang sangat berbeda ini bisa sama-sama mencerminkan Allah? Melalui pernikahan kudus, dimana kedua belah pihak saling menerima bahwa mereka berbeda, saling melengkapi, dan bersama-sama dapat menunjukkan secara utuh, seperti apa Allah itu. 

Saya tadi berkata bahwa satu hal kedua yang menyelamatkan saya dan suami dari pertengkaran terus-menerus adalah kesabaran suami saya. Bayangkan kalau dia sama seperti saya, yang tidak tahan mendengar omelan dan terpancing emosi: bisa-bisa tiap hari kami bertengkar. Tapi justru karena Tuhan menciptakan dia cuek dan tidak suka ngomel seperti saya, dia bisa mengakomodir kelemahan saya yang sering protes ini. Saya membayangkan kalau saya jadi dia: dulu waktu single, tidak ada yang mempermasalahkan apakah saya menaruh baju kotor tepat di dalam keranjang baju kotor atau tidak; tidak ada yang marah kalau saya lupa minum vitamin; tidak ada yang mengharuskan saya taruh barang ini di sini dan itu di situ, dsb. Setelah menikah, setiap hari saya disalahkan karena tidak bisa membaca pikiran pasangan saya. Saya bisa stress! Hebat sekali suami saya masih bisa santai dan justru menganggap istrinya makin cantik. Aneh memang. Tapi untunglah Tuhan menciptakan pria sesuai gambar-Nya! Kalau sesuai gambar saya... entah seperti apa jadinya pernikahan kami. Saya jadi semakin bersyukur, bersyukur bahwa kami berbeda.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^