by Azaria Amelia Adam
Tentang kemurahan hati, saya belajar hal penting dari Tante saya yang dua kali menyekolahkan anak dari SMA sampai Perguruan Tinggi. Saya punya keluarga besar yang hidupnya tidak seberuntung saya. Ada sepupu yang tidak berkesempatan untuk melanjutkan sekolah, dua diantaranya disekolahkan oleh Tante saya. Lalu, apa istimewanya menolong keluarga?
Ceritanya seperti ini, setelah lulus SMP, sepupu saya disekolahkan ke jenjang SMA oleh Tante saya. Tante saya menanggung semua biayanya, mulai dari pendaftaran, SPP, buku, seragam, dan uang saku. Sepupu saya yang berasal dari sebuah kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) disekolahkan di salah satu sekolah swasta di Surabaya. Ya, pastinya fasilitas pendidikannya jauh lebih baik. Tetapi, entah kenapa, nilai akademis mereka kurang memuaskan. Untungnya, sepupu yang pertama berhasil lulus SMA dan disekolahkan lagi ke perguruan tinggi di Kupang. Tetapi dalam perjalanan kuliahnya, ternyata dia sering bolos dan akhirnya terancam drop out. Sepupu yang kedua, tidak bisa melanjutkan sekolah karena nilai ujian yang tidak melewati passing grade ke perguruan tinggi.
Beberapa kali saya pernah spontan bicara kepada Tante saya, “Ngapain sih Tante kasih sekolah orang-orang seperti itu? Mereka kayak gak berterima kasih udah disekolahin di tempat bagus. Liat aja caranya mereka, ngga pernah belajar, malas banget. Udahlah ngga usah lagi Tante sekolahin sepupu-sepupu yang kayak gitu”. Tetapi tetap saja, ada lagi sepupu lain dari NTT, diajak ke Surabaya untuk disekolahkan. Kata Tante, “Lebih baik kita bantu keluarga kita yang membutuhkan”.
Saat itu saya jadi tambah kesal mendengar jawaban Tante. Oke, memang kita harus saling menolong, tapi kalau dua kali tidak ada hasilnya, buat apa? Daripada menyekolahkan sepupu yang tidak bisa berterima kasih, masih banyak orang lain yang ingin sekolah. Tetapi setelah mempelajari ciri kasih yang murah hati, saya mengerti, justru perbuatan itulah yang Tuhan ingin kita lakukan.
Dalam Galatia 5, buah roh kemurahan adalah perbuatan yang digerakkan karena kepedulian akan orang lain, keinginan untuk melakukan kebaikan bagi orang lain. Kemurahan dimulai dari kepedulian, berbelas kasih kepada orang lain. Jika Tuhan menginginkan kita memperhatikan sesama manusia (Amsal 12:10).
Kemurahan hati membutuhkan usaha. Jujur saja lebih mudah kita mengikuti keinginan daging daripada keinginan roh (Galatia 5:16-17). Rasa mementingkan diri sendiri lebih mudah muncul secara natural. Berbeda dengan kemurahan hati yang meletakkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Seperti yang dikatakan dalam Filipi 2:3-4, “dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga”
Firman Tuhan menegur saya dengan keras, jika kamu hanya bermurah hati pada orang yang baik, lalu apa jasamu? Apa yang membedakan pengikut kristus dengan orang biasa? Bahkan dalam ‘standar normal’ orang berdosa pun tahu bagaimana berbuat baik untuk orang yang dianggap menguntungkan baginya (Lukas 6:32-34).
Sekarang jika kita melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain tetapi tidak dibalas dengan rasa terima kasih, secara manusia kita pasti jengkel dan rasanya tidak mau lagi menolong mereka. Tetapi bermurah hati untuk orang yang baik saja tidak cukup, jika kita ingin disebut pengikut Kristus. Kita perlu berbuat lebih dari standar normal dunia.
Firman Tuhan jelas memberikan standar yang lebih tinggi untuk pengikut Kristus: berbuat baik kepada semua orang, bahkan yang jahat sekalipun. Yesus mengajarkan agar kita mengasihi dan berbuat baik kepada musuh kita. Memberikan pinjaman dengan tidak mengharapkan balasan. Dengan melakukan semua itu, baru kita layak disebut anak-anak Tuhan Yang Maha Tinggi. (Lukas 6:35).
Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati (Lukas 6:36)
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^