Monday, July 10, 2017
A Testimony : He is Jehovah Rapha
by Azaria Amelia Adam
Sore hari di bulan November 2016, saat aku sedang menjalani jadwal jaga IGD seperti biasa, ada seorang gadis berusia 19 tahun diantar keluarganya karena kecelakaan motor. Sejujurnya, waktu menerima pasien tersebut, aku agak kesal. Ternyata, cedera di kepala gadis itu disebabkan karena dia tidak memakai helm. Tapi, sebagai dokter, tentu saja aku tetap wajib melayani. Aku dan tim di IGD segera melakukan penanganan pertama untuk gadis tersebut. Oksigen dan infus sudah terpasang, obat-obatan emergensi sudah diberikan. Setelah pemeriksaan lengkap, kami tahu gadis ini mengalami perdarahan di kepala. Kesadarannya semakin menurun. Tanpa operasi darurat, gadis itu tidak akan selamat.
Sayangnya, rumah sakit tempat aku bekerja tidak memiliki fasilitas penunjang CT Scan yang dibutuhkan untuk penentuan lokasi operasi. Meskipun awalnya aku cenderung menyalahkan gadis itu, belas kasihan muncul saat aku sadar pasien ini seorang gadis muda, baru 19 tahun, dengan cedera kepala. Gadis ini mengalami jenis perdarahan di kepala yang, aku tahu, jika dioperasi kemungkinan sembuhnya besar. Rasanya tidak akan bisa pulang jaga dengan lega jika tidak memastikan pasien ini dapat tindakan yang terbaik.
Akhirnya, pasien itu bisa kami rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas CT scan dan ahli bedah saraf. Btw, aku bekerja di Kupang, NTT, yang hanya punya satu ahli bedah saraf. Aku sampaikan ke keluarga bahwa pasien sudah berada di tempat yang tepat dan segera dioperasi. Aku juga memberitahu bagaimana cara mengurus asuransi kesehatan agar beban keluarga lebih ringan. Aku bersyukur sudah melakukan tugasku, berdoa menyerahkan semuaya pada Tuhan, dan pulang dengan tenang.
Dua bulan kemudian, aku dapat kejutan. Gadis yang aku tolong, datang ke IGD bersama tantenya. Menurut cerita, setelah operasi, dia sempat koma selama 3 minggu. Tapi, Tuhan berikan kesembuhan dan pemulihan. Tidak ada kata-kata yang bisa melukiskan betapa senangnya aku hari itu. Aku tidak berhenti bersyukur, menitikkan air mata sambil memuji Tuhan. Inilah perasaan terbaik bagi seorang dokter, melihat senyum pasien yang sembuh dari fase kritis.
Satu hal yang aku sampaikan kepada gadis itu, “Tuhan sudah menyelamatkan kamu dari maut. Bahkan, biaya perawatan seluruhnya diberikan Tuhan lewat asuransi. Maka, berikan sisa hidupmu untuk Tuhan”.
Bagiku yang seorang tenaga kesehatan ini, hari itu adalah salah satu hari terbaik yang Tuhan ijinkan terjadi. Suatu peringatan buat aku agar selalu melakukan yang terbaik untuk setiap pasienku, satu per satu, apapun kondisi dan prognosisnya. Kita tidak tahu, mujizat apa yang Tuhan akan lakukan kepada mereka. Bagaimana pengalaman bersama Tuhan akan mengubah hidup mereka, siapa yang tahu?
Inilah kesaksian hidupku.
Aku memuji Tuhan sang Jehovah Rapha, yang dengan kemurahan-Nya telah meneguhkan setiap perbuatan tanganku (Mazmur 90:17). Amin
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kesaksiannya begitu memberkati..gud Lak buat majalah pearl ya...selamat juga buat beasiswanya..God bless you Azaria
ReplyDelete