Monday, November 23, 2020

God’s Love Language




by Leticia Seviraneta

Gary Chapman, penulis buku “The 5 Love Languages”, menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki bahasa kasih—cara yang menunjukkan bagaimana seseorang merasakan bahwa dia dikasihi. Bahasa kasih dari buku Gary Chapman ini digolongkan menjadi lima jenis: kata-kata yang membangun, menghabiskan waktu berkualitas bersama, memberikan hadiah, melayani, dan sentuhan fisik. Pada umumnya, setiap orang memiliki satu atau dua bahasa kasih yang menonjol dari antara lima jenis bahasa kasih ini, dimana orang tersebut akan merasa paling dikasihi. Misalnya, seorang yang memiliki bahasa kasih kata-kata yang membangun, orang tersebut akan sangat bahagia dan merasa bahwa dia disayang/dikasihi ketika dia mendengar kata-kata-kata yang membangun yang ditujukan pada dirinya atau jika bahasa kasih seseorang adalah sentuhan fisik, maka orang tersebut akan sangat bahagia dan merasa dikasihi saat orang-orang yang dikasihinya memberikan sentuhan fisik. Tetapi, apabila sentuhan fisik bukan merupakan bahasa kasih seseorang, maka sentuhan tidak akan membuatnya bahagia, mungkin akan membuat orang tersebut tidak nyaman dengan sebuah sentuhan. Manfaat memahami bahasa kasih seseorang adalah agar kita dapat mengasihi orang lain dengan lebih efektif dengan mempraktikkan bahasa kasih utama yang dimiliki orang tersebut.

Seperti dengan manusia, Tuhan kita juga memiliki bahasa kasih, loh!

Ah, masa’ sih?

Kira-kira apa yang membuat Tuhan merasa dikasihi oleh kita sebagai ciptaan-Nya?

Tapi dengan membahas bahasa kasih Tuhan, bukan berarti kita menganggap Tuhan “butuh” kasih atau seolah-olah kekurangan kasih. Tuhan tidak pernah kekurangan kasih karena Tuhan adalah kasih dan sumber kasih itu sendiri.

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
(1 Yohanes 4:7-10)

Sebagai subyek penerima kasih Tuhan yang begitu besar, maka respon kita seharusnya adalah mengucap syukur dan mengasihi Tuhan dengan segenap hati karena sesungguhnya kita tidak layak untuk dikasihi tetapi dilayakkan untuk menerimanya. Bahasa kasih Tuhan bukanlah kata-kata yang membangun, menghabiskan waktu berkualitas bersama, memberikan hadiah, melayani, ataupun sentuhan fisik seperti yang dibahas oleh Gary Chapman. Lah? Terus apa ya yang membuat Tuhan merasa dikasihi?

Ada beberapa bagian Alkitab dimana Yesus memberitahukan bagaimana cara kita mengasihi Tuhan dan menyenangkan hati-Nya:

1. KETAATAN (OBEDIENCE)

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.”
(Yohanes 14:15)

Yesus langsung memberitahukan bagaimana cara mengasihi Tuhan dan menyenangkan hati-Nya yaitu bila kita menaati segala perintah-Nya. Eh, tunggu dulu! Semua perintah-Nya? Bukan beberapa perintah-Nya saja? Dengan kata lain, jika kita tidak menaati semua perintah-Nya, kita tidak sedang mengasihi Tuhan! Oh no!! Tapi jangan takut! Tuhan tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna, termasuk kita. Hah? Terus bagaimana, dong? Apakah kita tidak bisa mengasihi Tuhan? Tentu bisa, jika kita mengandalkan Tuhan karena kita tidak sempurna dan tidak layak tetapi disempurnakan dan dilayakkan. Ketaatan pada semua perintahNya dapat terwujud ketika kita terhubung dengan Tuhan sebagai sumber kasih. Ketika kita fokus pada kasih-Nya yang begitu besar bagi kita, mengucap syukur atasnya, maka ketaatan bukanlah sebuah beban berat atau kewajiban yang dipaksakan melainkan kerinduan untuk menyenangkan hati Tuhan. Kuncinya di sini bukanlah perbuatan (doing) yang bisa kita lakukan, melainkan menjadi (being) subyek yang menerima kasih Tuhan. 


2. PERCAYA (TRUST)

“Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Tuhan. Sebab barangsiapa berpaling kepada Tuhan , ia harus percaya bahwa Tuhan ada, dan bahwa Tuhan memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”
(Ibrani 11:6)

Dalam terjemahan bahasa Inggris, ayat ini berbunyi, “And without faith it is impossible to please God…” Tidak mungkin menyenangkan Tuhan tanpa iman. Seperti seorang ayah akan disenangkan ketika anaknya memiliki kepercayaan penuh kepadanya, begitu juga dengan Bapa kita di Sorga. Ketika kita percaya sepenuhnya kepada Tuhan, kita tidak akan meragukan setiap rencana dan keputusan-Nya untuk kita.

Yesus melakukan banyak mujizat dan mengajarkan orang banyak dengan satu tujuan yaitu agar setiap orang yang melihat dan mendengar-Nya menjadi percaya kepada-Nya dan menerima keselamatan yang kekal. Di masa-masa akhir ini, banyak unbelieving believers. Hm, siapakah mereka? Mereka adalah orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi, beribadah di gereja secara rutin, namun dalam kesehariannya tidak percaya bahwa Tuhan berkuasa dan berdaulat di hidupnya. Mereka lebih percaya kepada uang, kekuatan sendiri, koneksi, dukungan orang tertentu, dsb. Nah, apakah kita termasuk orang-orang yang disebut unbelieving believers ini? Apakah kita termasuk pribadi yang memiliki banyak kekhawatiran akan hidup dan masa depan kita? Mari kita koreksi diri kita dan mulai belajar untuk menyerahkan segala kekhawatiran tersebut dan mempercayakan kekhawatiran kita kepada Tuhan. Jangan ragu! Memang kadang-kadang tidak mudah dan terkesan klise, tapi percayalah dan lihatlah bagaimana Tuhan akan bekerja untuk mendatangkan kebaikan untukmu.

Ada hal menarik yang ditemukan di dalam Injil Yohanes: kata “percaya” tercatat sebanyak 90 kali dimana, semua dalam bentuk kata kerja, bukan kata benda (dalam bentuk kata iman (faith)). Kata percaya (believe) berada dalam tata bahasa (tense) Yunani yang memiliki arti literal “percaya secara berkelanjutan” atau believe and keep on believing. Karena itu, dapat dimengerti bahwa percaya kepada Tuhan bukanlah bersifat eventual atau satu waktu saja, melainkan proses percaya secara terus-menerus kepada-Nya sepanjang hidup kita.

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”
(Amsal 3:5-6)


3. PEDULI TERHADAP GEREJA-NYA (TAKE CARE OF HIS SHEEP)

“Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
(Yohanes 21:15-17)

Yesus bertanya kepada Petrus tiga kali apakah ia mengasihi Yesus, dan Petrus menjawab tiga kali juga bahwa ia mengasihi-Nya. Lalu Yesus menjawab kembali: gembalakanlah domba-domba-Ku sebanyak tiga kali. Dalam terjemahan bahasa Inggris, Yesus menjawabnya, “Feed my lambs, take care of my sheep, feed my sheep.”

Dari perkataan ini, kita bisa mengerti bahwa hati Tuhan disenangkan ketika kita mengasihi gereja-Nya—yang merupakan tubuh Kristus. Sadarkah kita bahwa Tuhan mengasihi gereja-Nya? Gereja yang bukan dalam arti sebuah gedung melainkan sekumpulan orang-orang percaya yang telah ditebus oleh darah-Nya. Tuhan dan gereja-Nya merupakan satu tubuh yang tidak terpisahkan. Kita tidak dapat mengasihi Tuhan, tanpa mengasihi gereja-Nya (1 Kor 12:12-27). Yesus dengan tegas berkata, “Love Me, love My church.” Itulah mengapa ketika kita peduli terhadap kesusahan teman seiman kita, ketika kita melayani di gereja karena rindu untuk saling menguatkan dan membangun satu sama lain, kita telah mengasihi Tuhan dan menyenangkan hati-Nya. 

Terkadang kita salah dalam menyampaikan kasih kita kepada Tuhan. Kadang kita memperlakukan hubungan kita dengan Tuhan seperti daftar “do’s and don’ts.” Atau kita mencoba mengasihi Tuhan dengan kekuatan kita sendiri dengan menjadi orang yang sibuk melayani di gereja tanpa dilandasi sikap hati yang tepat. Mengasihi Tuhan sebenarnya tidak serumit yang kita bayangkan. Dengan senantiasa taat, percaya, dan peduli kepada gereja-Nya, kita sudah meresponi kasih Tuhan dengan bahasa kasih-Nya. Selamat mencoba!

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^