Monday, November 16, 2020

Akankah Memilih Pergi?




by Mekar A. Pradipta

Dalam pelayanan-Nya di dunia, Yesus menarik perhatian banyak orang. Beberapa menyebut diri murid Yesus, sedangkan yang lain hanya sekedar pengikut. Namun, berjalan bersama Yesus bukanlah perkara mudah. Tidak semua orang dapat bertahan hingga akhir.

Yohanes 6:60-66 mencatat murid-murid Yesus yang beralih kecewa dan meninggalkan Dia. Kalau kita dalami, kenapa mereka berhenti mengikut Yesus? 

Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?; Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
(Yohanes 6:60, 66)

Ternyata, murid-murid yang pergi ini kecewa dengan pengajaran Yesus yang menurut mereka terlalu keras. Jika membaca perikop sebelumnya, kita akan menemukan alasan mengapa sebagian murid-murid Yesus memilih meninggalkan-Nya: pengajaran tentang siapa Yesus sesungguhnya, tentang kehendak Allah, dan tentang keselamatan.

Bukankah itu pengajaran yang indah? Lalu kenapa murid-murid itu pergi? Jawabannya bisa kita temukan pada ayat-ayat sebelumnya,

Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit.
(Yohanes 6:2)

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.”
(Yohanes 6:26)

Orang banyak—termasuk para murid Yesus—tertarik pada-Nya karena mujizat dan berkat jasmani yang sanggup Dia sediakan. Namun ketika Allah mengalihkan fokus mereka, memerintahkan mereka agar “bekerja, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa”, untuk percaya kepada Yesus, Sang Roti Hidup dan Juru Selamat yang diutus Allah, mereka tidak sanggup mendengarnya.

Peristiwa ini mengajak kita memeriksa diri kita: mengapa kita mengikut Yesus?

Orang-orang yang mengikut Yesus hanya karena mencari berkat akan kecewa karena Yesus justru menyuruh untuk memikul salib dan menyangkal diri. Mereka yang mengikut Yesus karena kenyamanan hidup akan kecewa karena Yesus justru menyatakan bahwa murid-murid-Nya akan dibenci semua orang karena nama-Nya.

Jika semua alasan menyenangkan untuk mengikut Yesus sudah lenyap, akankah kita bertahan? Jika tak ada lagi mujizat, atau roti melimpah-limpah, akankah kita bertahan? Jika khotbah yang kita dengar di gereja tak lagi soal berkat, berkat dan berkat, tapi justru menekankan pikul salib, sangkal diri, dan ikut Yesus, akankah kita tetap bertahan?

Menurut Ibrani 15:12-14, mereka yang tidak bisa menerima makanan keras, pengajaran tentang asas-asas pokok dari penyataan Allah, adalah bayi-bayi rohani. Bayi-bayi rohani ini masih memerlukan susu, makanan yang cita rasanya sesuai kemauan mereka dan mudah dicerna. Tetapi makanan keras adalah untuk orang dewasa, kadang lauknya bisa saja tidak sesuai selera, tapi orang dewasa akan tetap memakannya karena tahu makanan itu baik untuknya.

Yesus tidak memanggil kita untuk memberi hidup yang selalu seperti yang kita mau, tapi Dia memanggil kita untuk mengerjakan apa yang dikehendaki-Nya. Yesus memanggil murid-murid-Nya dengan perkataan, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Ya, Dia memanggil untuk sebuah tujuan yang mulia, meskipun dalam perjalanannya kita sering harus terseok-seok. Namun Yesus juga memerintahkan agar kita mengejar kesempurnaan seperti Bapa, bukan sekedar mengejar berkat-berkat-Nya. Semua itu hanya bisa tercapai ketika kita menyadari bahwa kita tidak akan bisa mengikuti-Nya dengan kekuatan sendiri; kita membutuhkan Yesus sebagai sumber kekuatan dalam menghidupi panggilan sebagai orang percaya. Dari Dialah, kita dimampukan untuk menuju kesempurnaan seperti ayat di bawah ini:


“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”
(Matius 5:48)

Apakah saat ini ada di antara kita yang sedang kecewa kepada Tuhan hingga rasanya ingin meninggalkan Dia? Jika ada, mungkin ini saatnya kita belajar menjadi orang Kristen yang dewasa, yang dengan rela hati memakan makanan keras yaitu pengajaran yang, meskipun tidak nyaman di telinga, namun penting untuk pertumbuhan rohani kita.

Semoga kita semua, yang mengaku sebagai murid-murid Kristus, bisa menjadi seperti Petrus yang ketika Yesus bertanya,"Apakah kamu tidak mau pergi juga?" maka dia menjawab, "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yohanes 6:67-68)

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^