Monday, August 31, 2020

Karena hanya Satu yang baik


by Poppy Noviana

Seorang muda yang berstatus pengusaha sukses dan kaya tidak juga merasa cukup dengan semua pencapaiannya. Suatu hari dia bertemu dengan Sang Maha Guru dan bertanya, “Guru, perbuatan baik apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Sang Maha Guru: “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Karena hanya Satu yang baik.”

Dari tanya jawab ini, apakah Sang Maha Guru bertanya karena Ia tidak tahu? Atau bertanya dengan pengetahuan-Nya? Ya… segala sesuatu yang Sang Maha Guru, yaitu Yesus, tanyakan kepada manusia adalah pertanyaan yang sudah Ia ketahui jawaban-Nya. Ia bertanya justru untuk memberitahu sang penanya hikmat yang tersembunyi di balik pertanyaan. 

Menarik sekali ketika Yesus menjawab, “Hanya Satu yang baik.” Apa yang dimaksud “Satu yang baik” dalam konteks ini? Apakah itu sejenis pola pikir, suatu hal, atau suatu perbuatan? Mengapa menggunakan huruf kapital ya? Penasaran? Jawabannya ada dari ayat Alkitab itu sendiri.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal.
(Yohanes 3:16)

Di ayat ini kita menemukan sesuatu yang dicari oleh si pemuda di awal pembukaan percakapan: hidup yang kekal.

Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan (yang dijelaskan pada ayat Yoh 3:16 yaitu mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal) Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2 Korintus 8:9)

Dari ayat ini, kita mengerti, karunia Allah adalah Yesus yang memiskinkan diri-Nya supaya manusia menjadi kaya oleh karena Kasih Allah itulah yang memberi hidup yang kekal kepada manusia.

Jadi apakah arti “Hanya Satu yang baik?” pada jawaban Yesus di awal artikel ini? Ya, yang Baik itu adalah Satu pribadi yaitu Yesus sendiri, yang telah datang ke dunia sebagai orang miskin dan mati untuk membuat kita menjadi kaya dan bahkan memberikan hidup yang kekal.

Perhatikan pada diskusi selanjutnya dikatakan, “Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” Memang pemuda ini sudah cukup patuh dan melakukan sebagian besar perintah Allah, namun ada kata “segala” dalam konteks ini, yang maksudnya tidak terkecuali, alias tidak ada perintah yang boleh dikesampingkan. Wah… memang mungkin ada manusia yang mampu memenuhinya? Tentu tidak. Jika begitu, lalu bagaimana semestinya? Yesus mengatakan apa yang tidak mungkin menurut manusia, mungkin bagi Allah. Manusia tidak mungkin dapat memenuhi segala perintah Allah itu dengan sempurna, sehingga Allah sendirilah yang membenarkan manusia dengan pengorbanan Kristus.

Melanjutkan diskusi, anak muda itu pun bertanya kepada Yesus “Perintah yang mana?” Yesus menjawab dengan menjabarkan perintah-Nya yang menekankan pada hubungan manusia, seperti jangan mencuri, kasihilah sesamamu manusia, dan hormatilah ayahmu dan ibumu. Setelah itu, Ia menjawab: “Jikalah engkau hendak sempurna, pergilah, juallah, segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang yang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku”.

Jawaban Yesus ternyata membuat anak muda ini bersedih dan kecewa. Ternyata kesedihan itu muncul karena ia merasa berat hati untuk melakukannya, rasa aman dan status sosialnya dipertaruhkan. Benar apa kata Firman Tuhan, dimana hartamu berada disitu hatimu berada. Artinya jika hartamu lebih penting dan lebih prioritas dari pada keinginan hatimu akan Satu hal yang baik, maka seperti respon pemuda tersebut, hatinya akan terseret-seret dan kalah. Ia memilih memegang erat hartanya, karena keinginan hatinya untuk memperoleh hidup kekal tidak lebih kuat daripada mempertahankan hartanya.

Padahal, jika ia mengikuti instruksi Yesus yang sangat jelas dan praktikal itu, ia telah mendapatkan rahasia besar untuk memperluas kapasitas hatinya dan memperoleh Satu yang baik. Ia bisa mulai dari menjual, membagikan hartanya yang banyak (berganti dari mengumpulkan harta di bumi menjadi mengumpulkan harta di surga), lalu kembali (memutuskan secara sadar percaya kepada Yesus) dan mengikuti Yesus (hidup berelasi dengan Yesus).

Kisah Alkitab di atas merupakan sebuah gambaran tentang sikap hati yang Yesus kehendaki dari setiap pribadi yang mau mengikut Dia: menjadikan Yesus yang pertama dan terutama. Hal mengikut Yesus tidak selalu menyenangkan. Dia bahkan memberi peringatan bahwa siapapun yang mau mengikutinya harus mau menyangkal diri dan memikul salib. Hal ini berarti bahwa kekayaan, hal-hal apapun yang kita anggap berharga, harus mau kita lepaskan, untuk Yesus, karena memiliki Yesus adalah kekayaan yang sejati.

Mendefinisikan kekayaan sebagai jabatan di pekerjaan, status sosial, atau justru pada hal-hal yang bersifat kekal adalah sebuah pilihan hidup. Menjadi orang kaya bukanlah dosa, tapi kekayaan dapat menjadi penghalang bagi hati yang tidak waspada.

“Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan segala sesuatu untuk dinikmati”.
(1 Timotius 6:18)

1 comment:

  1. Ameen. Thank you untuk mengingatkan akan banyak hal yang menghalangi kita untuk memiliki hubungan yang intim dengan Yesus. Kita harus berani untuk memilih cara Yesys dan bukan cara kita supaya kita bisa menikmati janji-Nya untuk memberikan kita hidup yang berkelimpahan (kasihnya).

    ReplyDelete

Share Your Thoughts! ^^