Thursday, December 6, 2018

Ketika Cinta itu Pudar


by Yuniar Dwi Setiawati 

Bicara tentang cinta bisa membuat seseorang jadi bersemangat. Cinta itu sulit ditiadakan, kitab Pengkhotbah pun berkata, “Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya.” (Pengkhotbah 8:7). Duh sampai segitunya ya… Bagi orang yang sedang mabuk cinta, mungkin sampai nasehat orangtua tidak lagi digubrisnya. Bagaimana untuk orang yang kita benci, apakah cinta itu tetap ada? Hmm… bisa jadi melihat wajahnya saja ogah, apalagi menyapanya. Rasanya hanya ingin cepat-cepat kabur jika ada di dekatnya.

Saat merasakan jatuh cinta, dunia rasanya begitu indah. Saya jadi ingat bagaimana rasanya ketika pertama kali jatuh cinta, sepanjang hari selalu mikirin dia dan ingin terus mendengar suaranya. Saat jatuh cinta, meskipun si dia melakukan kesalahan, kita cenderung berusaha untuk memaafkannya karena kita tidak ingin kehilangan dia. Hahaha… Lalu, tahun-tahun berikutnya mulai deh ada banyak gesekan yang akan menguji komitmen dan kesetiaan yang pernah disepakati saat mulai membangun hubungan. Pada akhirnya, kadang kita harus mengambil keputusan apakah hubungan itu harus dipertahankan atau tidak.

Kalau cinta kepada manusia bisa padam, bagaimana cinta kita kepada Tuhan selama ini? Apakah masih berapi-api atau sudah pudar sehingga kita merasa seperti tidak mengenal Tuhan lagi? Tuhan sangat merindukan kita, tetapi kita malah cuek dan tidak semangat lagi mencari wajah-Nya. Ironis sekali, lalu apa artinya kita menyandang status Kristen kalau kita tidak mencintai-Nya lagi? Suatu kali saya membaca artikel berjudul Surat dari Tuhan (1) yang menggambarkan kerinduan Tuhan untuk orang-orang yang dikasihi-Nya. Surat itu tertulis demikian:

To. Umat-Ku yang Aku kasihi, 
Sejak kamu bangun pada pagi hari ini, Aku memperhatikan kamu dan berharap kamu akan segera menyapa-Ku, walaupun cuma beberapa kata saja, atau meminta pendapat-Ku dan bersyukur kepada-Ku atas segala sesuatu yang baik telah terjadi dalam hidupmu kemarin. Tetapi Aku melihat kamu terlalu sibuk mencari-cari pakaianmu yang terbagus untuk bekerja. 
Aku menunggu lagi. Setelah siap, kamu berlari tergesa-gesa, Aku tahu bahwa kamu memiliki waktu beberapa saat untuk berhenti sejenak untuk menyapa-Ku, tetapi kamu masih terlalu sibuk. Berikutnya, kamu tidak melakukan apa-apa, kamu hanya duduk saja dengan santai di atas sofa selama 15 menit. Tiba-tiba kamu beranjak, Aku mengira bahwa kamu hendak berbicara kepada-Ku, tetapi ternyata kamu beranjak hendak menelpon teman-temanmu untuk mengetahui gosip-gosip terbaru. 
Setelah itu, kamu pun berangkat dari rumah untuk segera bekerja dan Aku masih menunggumu sepanjang hari dengan sabar. Dengan segala aktifitasmu yang sangat padat, Aku kira kamu masih menyempatkan diri untuk sekedar menyapa-Ku. Pada tengah hari sebelum kamu menyantap makan siangmu, Aku melihat kamu menoleh ke kiri dan ke kanan, mungkin kamu merasa malu untuk berbicara kepada-Ku, maka dari itu kamu tidak menundukkan kepala padahal kamu sudah melihat beberapa temanmu berbicara kepada-Ku terlebih dahulu sebelum mereka menyantap makanan mereka, tetapi kamu tidak... 
Tidak apa-apa... 
Setelah sore tiba, kamu pulang ke rumah. Masih ada waktu yang tersedia, Aku masih berharap kamu menyapa-Ku. Ternyata masih banyak pekerjaan yang harus kamu selesaikan di rumah. Setelah selesai, kamu menghidupkan TV. Aku tidak tahu kamu suka menonton acara-acara di televisi atau tidak, hanya saja kamu kerap kali menghabiskan banyak waktu di depannya, tanpa memikirkan apa-apa kecuali menonton setiap acara yang ada sambil menikmati cemilan. Kembali Aku menunggu dengan sabar, tetapi kamu masih saja tidak menyapa-Ku. 
Tibalah waktu untuk tidur bagimu, tentunya kamu sudah merasa sangat lelah sepanjang hari ini. Kemudian kamu pun langsung tertidur dengan pulasnya.Tidak apa-apa, mungkin karena kamu tidak menyadari bahwa Aku selalu ada disekitarmu. Aku mempunyai kesabaran dan kelembutan lebih dari yang dapat kamu ketahui. Bahkan Aku ingin sekali mengajarmu bagaimana untuk bersabar dan bersikap lembut kepada orang-orang di sekitarmu dengan baik. 
Aku sangat mengasihi kamu. Setiap hari Aku menunggu tundukan kepalamu untuk berdoa atau ungkapan terima kasih dari dalam hatimu. Seperti yang kamu lakukan sebelumnya, kamu bangun dari tidurmu dan kembali Aku menunggu dengan penuh kasih setia, berharap paling tidak hari ini kamu akan memberikan sedikit waktu untuk-Ku.  
Aku memberkatimu! 
Sahabatmu,
Tuhan Yesus Kristus

Membaca surat di atas, membuat saya menangis dan tertegur keras. Selama ini kita sering meninggalkan Tuhan, baik di saat kita sebenarnya memiliki banyak waktu luang maupun saat kita terlalu sibuk melakukan aktivitas lain. Saat kita mengenal Tuhan pertama kali, cinta kita meluap kepadaNya. Kita menjadi rajin ke gereja, baca Alkitab, jarang absen di ibadah dan persekutuan, malahan sempat menjadi aktivis. Tetapi apa yang terjadi sekarang? Cinta itu pudar... Cinta yang telah pudar akan membuat kita malas untuk menyapa Tuhan, apalagi mengandalkan Dia menuntun hidup kita. Kita mulai berjalan dengan kehendak kita sendiri dan tidak lagi peka dengan suara-Nya yang mengingatkan kita untuk kembali kepada Dia, sang Kebenaran.

Kondisi kehidupan seperti ini, bisa dibilang seperti bangsa Israel yang tegar tengkuk. Israel adalah bangsa yang dikasihi oleh Tuhan, banyak teks Alkitab yang menyatakan bahwa mereka adalah “kepunyaan Allah sendiri”, sungguh istimewa bukan? Saat Israel mengalami kesusahan, Allah tidak segan-segan mengulurkan tangan-Nya untuk menolong mereka. Allah sangat mengasihi mereka dan membuktikan cinta-Nya melalui kesetiaan-Nya memelihara kelangsungan hidup mereka. Allah hanya berpesan agar mereka tetap hidup takut akan Dia, menaati seluruh hukum-Nya dan beribadah kepada Allah saja (Yosua 23-24). Tetapi apa yang terjadi dalam proses kehidupan mereka? Awalnya mereka setia dan mengasihi Tuhan, tetapi akhirnya cinta mereka kepada Tuhan itu pudar karena banyaknya dewa-dewa asing dalam hidup mereka yang mempengaruhi mereka untuk meninggalkan Tuhan.

Di zaman sekarang ada juga banyak hal yang dapat menjadi berhala dalam kehidupan kita, misalnya: gadget, hobby, pekerjaan, kuliah, bahkan pelayanan sekalipun. Apapun yang kita utamakan, melebihi Tuhan, itu berhala. Cinta kita kepada Tuhan bisa pudar dan akan mudah beralih, jika kita tidak setia berpegang pada komitmen untuk menjaga hubungan pribadi kita dengan Tuhan. Hidup kita akan menjadi seperti bangsa Israel, yang dimurkai, dihukum, dan tidak lagi dipimpin-Nya. Jika kita ada dalam posisi tersebut, maka hidup kita ada di ambang kehancuran. Berjaga-jagalah, sebab iblis mudah masuk untuk menggerogoti iman kita dan kita bisa gagal menjadi seorang pengikut Kristus.

Allah mau supaya kita melakukan segala sesuatu dengan rasa cinta kepada Tuhan, karena tanpa cinta kepada Tuhan, sama saja kita terjebak pada legalisme dalam melakukan hukum Taurat dan itu sangat menekan serta tidak mendatangkan damai sejahtera. Allah ingin kita kembali kepada-Nya. Seperti kata Yeremia (Yeremia 2:2) “Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya.” Allah ingin kita terus ingat dan hidup dalam cinta-Nya, hanya Dia saja yang boleh ada di hati kita, bukan yang lain.

Saat ini mari cek hidup kita, apakah ada banyak berhala yang memudarkan cinta kita kepada Tuhan? Jika ada, bertobatlah, meminta ampun dan berdoa meminta tuntunan Roh Kudus supaya kita bisa mengerti, mengalami dan merasakan cinta-Nya sehingga kita dapat kembali pada cinta-Nya. Apa saja yang bisa kita lakukan untuk kembali pada cinta-Nya ? 

1. Menjaga Keintiman Dengan Tuhan 
Keintiman merupakan hal yang mutlak harus dimiliki oleh murid Kristus. Kita tidak dipanggil untuk menjadi sekedar pengikut, tapi menjadi murid. Seperti halnya 12 murid Kristus yang hidup dalam keakraban bersama Yesus, demikian pula Allah menginginkan kita. Disiplin rohani akan menolong kita untuk memiliki keintiman dengan Allah. Apakah selama ini kita sudah melatih diri kita beribadah? Beribadah disini tentu saja tidak hanya bicara melalui ibadah minggu, namun waktu-waktu yang kita luangkan untuk berdua dengan Tuhan dalam ibadah pribadi kita seperti saat teduh, doa safaat, atau puasa.

2. Melibatkan Tuhan dalam Setiap Perencanaan 
Melibatkan Tuhan berarti menyerahkan seluruh hidup kita secara total kepada-Nya, termasuk mengijinkan Ia tahu setiap rencana kita. Jangan main petak dengan Tuhan, lebih baik jujur karena semakin kita berserah, kita makin tahu apa kehendak Tuhan yang harus kita lakukan dalam hidup ini. Saat rencana kita tidak sesuai dengan kehendak-Nya kita pun akhirnya tidak kecewa karena Tuhan menunjukkan rencana lain yang lebih indah. Saat mau melakukan apapun, kita seharusnya tidak lupa untuk berkomunikasi pada Tuhan. Saat kita berjalan, memasak, mengendarai kendaraan, bekerja dan sebagainya, berbicaralah kepada Tuhan dan jadikan Dia sahabat kita.

3. Memuji Tuhan dalam Segala Keadaan 
Memuji Tuhan sama halnya dengan mengucapkan “I love You” atau “I miss You” kepada-Nya. Apapun keadaan yang kita alami, entah senang, sedih, stress atau uring-uringan, hendaklah kita tetap memuji Tuhan. Saat kita memuji Tuhan, Dia akan menggantikan kelelahan kita dengan damai sejahtera. Syair pujian yang kita lantunkan juga dapat menjadi bahan refleksi untuk semakin mengenal Tuhan dan tindakan-Nya. Ingatlah bahwa Tuhan mengasihi kita apa adanya, jadi mari kita puji Dia setiap saat.

4. Selalu Mengucap Syukur 
Mengucap syukur adalah suatu tindakan yang menyenangkan hati Tuhan. Mungkin ada banyak hal yang mengecewakan kita, tapi Tuhan mau kita tetap bersyukur dan menyadari pemeliharaan-Nya. Bersyukur akan membuat hati kita tetap melimpah dengan kasih Tuhan, karena mengucap syukur berarti percaya apapun yang terjadi, Tuhan berdaulat atas hidup kita dan segala yang Ia ijinkan terjadi pasti mendatangkan kebaikan.


(1) Surat dari Tuhan merupakan tulisan Bapak Vicaris Fernando dan dikutip atas seijin yang bersangkutan.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^