by Yunie Sutanto
Kuatkanlah aku dengan penganan kismis, segarkanlah aku dengan buah apel, sebab sakit asmara aku.
(Kidung Agung 2:5 / TB)
Pernahkah terpikir oleh Pearlians, mengapa ada istilah "mabuk cinta" dan "sakit asmara"?
Kondisi orang yang sedang jatuh cinta memang mirip orang mabuk. Tak kurang ada sekitar tujuh hormon yang bergejolak di tubuh saat kita jatuh cinta. Saat sakit asmara melanda, kita bisa mengamati gejala-gejala tubuh seperti jantung berdebar-debar dan keringat dingin. Secara emosional pun ada perasaan bahagia, nyaman dan tenang saat berada dekat si pujaan hati. Seperti orang yang terobsesi, isi pikiran senantiasa dipenuhi tentang si doi.
Lagi ngapain ya dia?
Udah makan belum ya?
Entah sudah berapa kali stalking medsosnya hanya untuk mengintip si doi lagi ngapain. Mau makan ingat dia, mau tidur pun ingat dia. Galau dan gelisah memikirkan si pujaan hati.
Eits... tunggu dulu... mungkin Anda merasa artikel ini bukan untuk Anda.
Lha wong ya sedang biasa-biasa saja, ndak naksir siapa-siapa. Tidak sedang mabuk cinta.
Mungkin Anda belum bertemu pasangan hidup anda, namun artikel ini mengajak Anda untuk mulai mempersiapkan diri jika hari itu tiba. Bagaimana kita akan bertindak saat sakit asmara melanda?
Di atas ranjangku pada malam hari kucari jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia.
(Kidung Agung 3:1)
Sang gadis di Kidung Agung pasal 3 ini sedang sakit asmara. Kasmaran!
Ia begitu terobsesi memikirkan pujaan hatinya. Malam hari ia tak bisa tidur karena gelisah melanda. Hasrat hatinya menggebu ingin berjumpa sang pujaan hatinya.
Wajarkah ini? Sangat wajar.
Normalkah? Normal banget.
Ini tanda bahwa manusia memang diciptakan Allah untuk berpasangan. Tidak baik jika manusia itu sendiri saja. Hasrat ingin dicintai ini sangat normal.
Setiap manusia memiliki a deep yearning to love and be loved.
Kasih eros bukanlah kasih yang negatif, karena Tuhan sendiri yang menciptakannya dan manusia membutuhkannya. There's so much beauty in romantic love.
Aku hendak bangun dan berkeliling di kota; di jalan-jalan dan di lapangan-lapangan kucari dia, jantung hatiku. Kucari, tetapi tak kutemui dia.
Aku ditemui peronda-peronda kota. "Apakah kamu melihat jantung hatiku?"
(Kidung Agung 3:2-3)
Saat seharusnya si gadis beristirahat dan tidur, ia malah terjaga karena hatinya gelisah merindukan kekasihnya. Saat sedang "mabuk cinta", tindakan kita seringkali tidak rasional. Seperti sedang mengenakan ‘kacamata pink’, segala sesuatu seolah terlihat berwarna pink! Demikian pula si gadis ini, ia mencari kekasihnya tanpa memikirkan lagi martabatnya. Padahal: Apa yang dikerjakan seorang gadis sendirian malam hari di tengah jalanan kota? Bahkan saat berjumpa peronda-peronda kota, ia tidak takut bahaya menimpanya. Ia malah bertanya apakah para peronda melihat kekasihnya?
Rupanya "mabuk cinta" ini bisa membuat kita menjadi impulsif.
Pernah seorang teman memutuskan pindah gereja hanya karena sedang naksir seseorang di gereja baru tersebut. Belum lagi kisah seorang teman lain yang memilih jurusan dan kampus yang sama dengan gebetannya. Tidak rasional, bukan? Tapi itulah hal-hal yang bisa dilakukan orang yang sedang mabuk cinta! Itulah perlunya kita punya mentor atau komunitas kecil yang "tahu" kondisi kita apa adanya. Akan lebih aman jika ada yang tahu kalau kita ini sedang di "mabuk cinta" dan berpotensi bertindak kurang rasional.
Rasa ingin selalu dekat dengan si pujaan hati ini jika tak terkendali bisa berujung pada sifat posesif yang tidak sehat tentunya. Yuk... lanjut kita nyimak bagaimana respon si gadis di pasal 3 ini.
Baru saja aku meninggalkan mereka, kutemui jantung hatiku; kupegang dan tak kulepaskan dia, sampai kubawa dia ke rumah ibuku, ke kamar orang yang melahirkan aku. Kusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem, demi kijang-kijang atau demi rusa-rusa betina di padang: jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!
(Kidung Agung 3:4-5 / TB)
Takkan lari gunung dikejar.
Kalau sudah jodoh itu takkan lari kemana. Pepatah ini benar sekali. Bukankah jodoh kita ada di tangan Tuhan? Rasa aman menggantikan rasa posesif yang tak sehat, saat kita menyerahkan perasaan dan hubungan kita kepada Tuhan. Allah saja yang merajut tali kasih kita! Serahkan pada Tuhan dan yakinlah bahwa di tangan Tuhan Yesus jodoh kita sudah diatur.
Yang menarik adalah apa yang gadis di pasal 3 ini lakukan saat ia akhirnya berjumpa dengan pasangannya. Apa gerangan responnya? Ia tidak diam-diam menjalin hubungan atau backstreet. Ia juga tidak mengikuti tren TTM an atau HTS-an. Ia mengajak si pujaan hatinya kemana kira-kira ya? Ke rumah ibunya!
Penting banget melapor ke figur otoritas dalam hidup kita, saat kita memasuki fase menjalin hubungan pranikah. Otoritas kita (orang tua kandung maupun orang tua rohani) bisa memberikan masukan dan ikut menjaga hubungan kita.
Jangan membangkit-bangkit cinta sebelum waktunya. Jangan galau ingin segera punya pasangan karena tuntutan usia. Jangan pula menjalin hubungan karena tren, karena semua teman sudah punya pasangan, aku tidak mau kalah juga. Pacaran itu memiliki satu tujuan, yaitu pernikahan. Sehingga ketika memilih seorang pacar, kita sebenarnya sedang memilih calon suami juga. Oleh karena itu standard dalam memilih pacar, adalah standard yang sama untuk memilih suami kita kelak.
Marilah gunakan masa lajang dengan maksimal untuk Tuhan. Saat dipercaya memasuki pernikahan kelak, sebagai istri dan ibu, tentunya pelayanan kita yang terutama akan berubah prioritasnya.
Nikmati masa single dan nikmati juga masa menjalin hubungan. Penyertaan Tuhan selalu ada di setiap masa hidup kita.
Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
(Pengkhotbah 3:1)
*) Referensi dari buku Jonathan A Trisna
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^