Monday, January 9, 2017

Tuhan Ada dalam Hati Saya

by Glory Ekasari


Pernahkah pembaca bertemu orang-orang yang berkata seperti ini:

       “Saya memang jarang ke gereja, tapi Tuhan ada dalam hati saya.”

       “Ya saya memang tidak terlalu religius, tapi saya tau semua agama intinya sama, semua
       mengajarkan kebaikan.”

       “Banyak kok orang yang rajin sembahyang tapi ternyata munafik. Saya sih tidak mau munafik
       ya, saya memang tidak serajin mereka, tapi hidup saya baik-baik saja.”

Ah, pasti pernah lah ya. Saya sering mendengar orang berkata demikian. Mereka yang merasa sudah cukup tau tentang Tuhan, walaupun tidak pernah kenalan dengan Dia. Mereka yang merasa dekat dengan Tuhan, walaupun tidak pernah berkunjung ke rumah-Nya. Mereka yang merasa diri tidak munafik, walaupun itu self-proclaimed.

Jadi timbul pertanyaan dalam benak saya: Apa hak kita untuk mengaku-ngaku dekat pada Tuhan?

Dan ini bukan pertanyaan retoris, ini pertanyaan mendesak yang perlu jawaban. Adakah standar yang objektif, yang bisa meyakinkan orang lain dan diri kita sendiri bahwa kita benar-benar dekat dengan Tuhan? Apakah Tuhan bilang sesuatu tentang hal ini?

Suatu ketika Tuhan Yesus mengalami konfrontasi dengan para ahli agama di Israel. Orang-orang itu bukan sembarang orang, mereka adalah orang-orang yang menghabiskan hidup mereka untuk mempelajari dan mengajarkan hukum bagi orang Israel, dan mereka sendiri menjalankan disiplin agama dengan ketat. Seandainya ada orang yang paling rohani di Israel, tentulah asalnya dari kalangan orang-orang ini. Tetapi ketika mereka berjumpa dengan Tuhan, Tuhan justru menegur mereka dengan tajam:

Matius 12:33-35 (TB) Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.

Dari mana seseorang bisa dikatakan baik atau tidak baik? Bukan dari gayanya, atau atributnya, atau kosakata rohaninya, tetapi dari perbuatannya. Ini jelas sekali. Anak kecil pun tau. 

Masalahnya, para ahli agama yang harusnya adalah golongan paling rohani sejagad raya, justru ditegur dengan pedas oleh Tuhan, yang katanya mereka layani! Tidak hanya itu; mereka pun merasa bahwa mereka orang paling rohani sejagad raya. Tapi Tuhan ternyata tidak sependapat dengan mereka. "Kalau kalian orang baik," kira-kira begitu kata Yesus, "kata-katamu tidak mungkin seperti itu.”

Mari pikirkan diri kita sekarang. Akankah Tuhan berkata pada kita, "Kalau kamu benar anak-Ku, kalau kamu pengikut-Ku, tidak mungkin perbuatanmu dan perkataanmu seperti itu"? Bayangkan kita sudah berbangga di depan Tuhan, eh ternyata Tuhan tidak kenal kita? Repot kan. Kalau pohonnya baik, buahnya pasti baik. Buah apa yang keluar dari pikiran, mulut, dan perbuatan kita? Kalau yang keluar adalah hal-hal yang busuk, apa mungkin di dalam kita ada pohon yang baik? Kalau pohonnya tidak baik, di mana Tuhan yang harusnya ada dalam kita? Jadi ini waktunya kita cek hidup kita agar Tuhan yang di dalam hati kita juga dilihat orang melalui perbuatan kita.


No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^