Monday, May 16, 2016

Say “YES” to Forgiveness

by Ladhriska Ilhamudin

Dalam kehidupan, kita pasti pernah mengalami kejadian yang kurang menyenangkan. Mulai dari diperlakukan tidak adil, difitnah, dilecehkan, dianggap remeh, dibohongi, diselingkuhi, atau hal-hal lain yang akhirnya membuat hati kita sakit. Saat semua yang disebutkan tadi terjadi, beberapa dari kita ada yang melampiaskan dengan emosi yang berapi-api. Namun, ada juga yang memilih diam membisu seolah tidak terjadi apa-apa. Permasalahan utamanya bukan pada bagaimana reaksi yang berapi-api atau membisu, tetapi pada apa yang kita simpan di dalam hati. Di beberapa cerita atau pengalaman mengenai sesuatu yang disimpan dalam hati berkaitan dengan hal-hal kurang menyenangkan, kebanyakan orang membungkus rapat-rapat luka hati dan kekecewaannya dalam bentuk sebuah kotak yang diberi nama “unforgiveness”. Sadarkah kita jika terus-terusan membawa kotak “unforgiveness” seumur hidup, maka kita sama saja sedang membawa sebuah beban yang akan menghalangi kita mempunyai hidup yang maksimal, penuh dengan sukacita, dan penuh damai sejahtera?

Dalam Markus 11: 25 terjemahan Amplified Bible, disebutkan begini “Whenever you stand praying, if you have anything against anyone, forgive him (drop the issue, let it go), so that your Father who is in heaven will also forgive you, your transgressions and wrongdoings (againts Him and others).” Perkataan Yesus ini tentu bukanlah tanpa tujuan. Ia pasti mempunyai maksud saat mengingatkan para murid bahwa jika mereka hendak berdoa, mereka perlu mengampuni orang yang masih mengganjal di hati mereka. Mengapa Yesus sampai mengingatkan mereka betapa pentingnya mengampuni sebelum mereka berdoa dan meminta sesuatu kepada Tuhan? Yesus mengetahui bahwa saat kita berdoa, kita membutuhkan iman untuk percaya bahwa kita akan menerima apa yang kita doakan. Sayangnya, iman tidak akan bekerja dengan maksimal saat kita menyimpan kesalahan orang lain. Dan saat iman tidak bekerja, maka kita pun akan sulit percaya bahwa kita akan menerima apa yang kita doakan. Seperti saya katakan sebelumnya, bahwa iman akan membuat kita mampu percaya yang kita minta di dalam doa.

Coba mari sama-sama kita pikirkan hal ini. Tidak membutuhkan iman bukan untuk membalas yang jahat dengan yang jahat? Tidak membutuhkan iman untuk balas mencaci maki saat ada orang yang mencaci maki kita. Dan tidak membutuhkan iman pula untuk mengutuki orang yang berbuat curang kepada kita. Lantas apa yang membutuhkan iman? Sesungguhnya iman dibutuhkan saat kita memilih melakukan kebaikan bagi orang yang berbuat jahat terhadap kita. Iman dibutuhkan saat kita memilih diam saat dicaci maki. Iman juga dibutuhkan saat kita mau memberkati orang yang justru berbuat curang terhadap kita. Tentu bukan hal yang mudah untuk melakukan hal-hal ini. Tapi sesuatu yang tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Segala sesuatu mungkin di dalam Dia. Kenapa saya yakin untuk bilang begitu? Matthew 19 : 26 dalam terjemahan New King James Version, “With men this is impossible, but with God all things are possible.”

Jadi, jika kita berkata bahwa tidak mungkin saya bisa mengampuni orang tersebut, tidak mungkin saya bisa berdamai dengan orang tersebut, tidak mungkin saya bisa bersikap baik kepada orang yang jelas-jelas sudah berbuat jahat terhadap saya, dan sederet kalimat lain yang diawali dengan kata tidak mungkin, maka sadar atau tidak, kita sedang mempercayai kekuatan diri kita sendiri, lebih daripada kita mempercayai kekuatan Tuhan yang sebenarnya dengan senang hati ingin menolong atau memampukan kita melakukan hal-hal yang bagi kita tidak mungkin. Saat kita berkata, ‘saya tidak mungkin mengampuni’, maka secara tersirat, kita sebenarnya sedang mengatakan ‘saya tidak mau mengampuni’. 

Saya teringat sebuah ayat yang diambil dari Matius 5: 46-47. Di ayat 46 begini bunyinya, “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?, selanjutnya di ayat 47, “Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?”

Dari ayat tersebut, saya melihat bahwa Tuhan menghendaki kita untuk melakukan hal yang berbeda daripada orang pada umumnya. Ia senang menjadikan kita berbeda dari orang pada umumnya. Ia mengharapkan sebuah perilaku yang berbeda dari kita sebagai anakNya. Saya bertanya di dalam hati, apa ya yang berbeda dari umumnya? Saya pun menemukan sebuah contoh sederhana. Kalau orang pada umumnya membalas caci maki dengan caci maki, maka kita sebagai orang yang percaya dan mengenal Allah akan memilih untuk diam dan tersenyum saja. Kalau orang pada umumya menyimpan dendam karena dikhianati, maka respon kita sebagai orang percaya adalah melepaskan pengampunan.

Melepaskan pengampunan bukan artinya melepaskan orang yang menyakiti kita dari tanggung jawabnya. Sebuah logika berpikir yang seringkali menghalangi kita untuk melepaskan pengampunan adalah bahwa saat kita mengampuni seseorang maka mereka akan bebas dari hukuman. Kita seolah ingin menyaksikan betapa mereka diberikan hukuman yang setimpal atas apa yang mereka telah lakukan terhadap kita. Padahal, melepaskan pengampunan tidaklah ada hubungannya dengan melepaskan mereka dari penghukuman. Penghukuman mereka itu adalah urusan Tuhan, bukan urusan kita. Roma 12: 19, Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.”

Saat melepaskan pengampunan atas seseorang, kita sedang menyatakan bahwa perilaku orang tersebut tidak akan mempengaruhi tindakan kita, tidak akan mempengaruhi emosi kita, tidak akan mempengaruhi hidup kita. Dengan kata lain, i will choose to forgive and be at peace when they hurt me, because i know God is my Defender. Di saat kita memilih untuk memberikan pengampunan, kita sedang membuka pintu untuk iman kita bekerja. Waktu kita mengampuni, kita sedang melakukan apa yang benar. Dan apa yang benar selalu memimpin kita kepada kehidupan. Apa yang benar juga akan mendatangkan kemerdekaan. Dalam NKJV, John 8: 32 dikatakan, “And you shall know the truth, and the truth shall make you free.”

Pengampunan akan mendatangkan kemerdekaan dalam hidup setiap kita. Jangan simpan kekecewaan, sakit hati, dendam, amarah, kepahitan, dan hal-hal sampah lainnya karena sesungguhnya kita diciptakan bukan untuk hal-hal tersebut. Sejak awal kita dilahirkan, bahkan sejak dalam kandungan, kita diciptakan untuk sebuah maksud yang mulia. Tertulis di Roma 8: 29-30, “Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula, untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggil, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya.”

Berjalan bersama Tuhan artinya mempunyai sebuah hubungan dengan Tuhan. Tidak mungkin ada orang yang berjalan bersama tanpa ada sebuah hubungan. Dan saat kita mempunyai hubungan dengan seseorang, kita pun akan mengenali sifat dan karakteristik orang tersebut. Bayangkan misalnya kita mempunyai hubungan dengan seorang teman, maka seiring dengan kita membangun hubungan dengan orang tersebut, maka lama kelamaan kita pun akan mengetahui dan mengenali apa yang menjadi sifat dan karakternya. Kita jadi tahu apa yang ia suka dan apa yang tidak ia suka. Begitu juga dengan hubungan kita dengan Bapa. Sebagai anak-anak perempuanNya, kita sepatutnya mengenal Bapa kita. Kita sepatutnya juga mengenal apa yang menjadi kebiasaanNya. Firman Tuhan mengatakan di dalam 1 Yohanes 1: 9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”

Dari ayat tersebut, kita dapat melihat sebuah kebenaran akan kebiasaan yang dimiliki oleh Bapa kita. Apa kebiasaanNya? KebiasaanNya adalah Ia mengampuni! Ya, hatiNya tidaklah penuh dengan amarah. Bahkan, Ia pun tidak menyimpan kesalahan-kesalahan yang kita buat. HatiNya penuh dengan kemurahan. AnugerahNya tersedia untuk menolong kita saat kita terjatuh dan melakukan kesalahan atau kekeliruan. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa saat kita datang dan mengaku dosa kepadaNya maka Ia mengampuni segala dosa kita. Permasalahannya seringkali kita merasa tidak layak untuk menerima pengampunan. Kita terjebak dalam pemikiran, “saya sudah jatuh berkali-kali, saya ngga layak lagi terima pengampunanNya.”

Adalah sebuah hal yang mendukakan hatiNya saat kita menolak anugerah atau kebaikan yang Ia berikan. Pengampunan adalah sebuah bentuk anugerah yang Ia tawarkan. Terimalah apa yang Ia tawarkan karena apa yang Ia tawarkan selalu baik. Pengampunan itu baik untuk kita. Pengampunan itu baik untuk jiwa kita. Pengampunan itu baik bagi tubuh kita. Pengampunan itu baik bagi seluruh hidup kita. Biarkan Tuhan mengampuni dan mengasihi kita. Our Father loves to forgives because He loves us!

Saat kita menerima pengampunan dari Bapa, kita memposisikan diri untuk siap memberikan pengampunan. Kita tidak akan pernah bisa memberikan sesuatu yang tidak kita punya. Jadi sebelum kita berpikir untuk memberikan pengampunan kepada orang lain, pastikan bahwa kita telah mempunyai pengampunan yang kita terima di dalam Yesus.

Terlintas dalam benak saya, sebuah istilah lama like Father like Son. Kalimat ini seperti ingin menggambarkan bahwa seorang anak laki-laki pastilah mempunyai sikap atau sifat yang sama seperti ayahnya. Ingatlah, bahwa kita adalah anak-anak perempuan Bapa di Surga. Sebagaimana Bapa kita yang mudah untuk mengampuni, maka kita yang telah dipilih menjadi anak-anakNya, seharusnya mempunyai sebuah sikap yang sama. Jangan percaya kalau mengampuni itu sulit. Mengampuni itu adalah sifat alami Bapa kita. Ia tidak pernah berusaha keras untuk mengampuni. Itu terjadi secara natural. Jadi, kalau Bapa kita saja bisa mengampuni, kita pun pasti bisa mengampuni. 

     

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^