Tuesday, May 31, 2016

Lutut Pengampunan

by Septiyana

           Saya pernah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengampuni pria yang pernah melukai saya.  Saat itu yang saya kerjakan adalah mendoakan dia. Ajaibnya, ketika saya mendoakan dia bukan dia berubah, dia tetap tidak kembali pada saya. Saya tetap kehilangan dia, tapi saya mendapatkan Allah kembali. Allah tidak merubah keadaan, namun Allah mengubah hati saya.

            Saat mendoakan orang yang saya benci sangat tidak mudah, disitulah saya dengan jujur harus mengakui ketidak sanggupan saya di mata Tuhan. Saat itu saya berkata dengan jujur "Tuhan saya tidak mampu mendoakan, saya perlu kekuatanMu untuk mendoakan, Allah Roh Kudus tolong saya" ketika saya tidak dapat berdoa saya memohon Roh kudus untuk menolong saya Roma 8:26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Sampai akhirnya saya dapat kembali pulih, daftar doa saya yang saya coret setiap harinya, jadi lupa untuk mencoretnya, bahkan untuk mendoakan dia pun lupa. Dan itulah tanda perlahan-lahan saya mengampuninya.

            Soal mengampuni, kita bisa belajar dari Daud, Raja yang mulai memerintah 1010 SM. Meskipun saat itu Daud hanya memerintah di wilayah Yehuda saja, namun pada tahun 1002 SM Daud memerintah di seluruh bagian Israel. Bahkan nama Daud sangat masyur hingga saat ini. Sebagai negara yang besar, Israel sampai saat ini masih menggunakan lambang bintang Daud sebagai simbol negaranya. Ditahun 2000 lalu ketika perang Israel dan Palestina tidak kunjung berhenti, nama Daud kembali muncul di Camp David. Nama Daud terus disebut-sebut hingga hari ini.

            Bukan hal yang mudah bagi Daud untuk berada diposisi itu. Jika kita melihat bagaimana perjuangan Daud, kita akan melihat satu sosok yang berjuang dalam pengampunan. Mulai dirinya yang tidak dianggap ditengah-tengah keluarganya. Ketika kakak-kakaknya berlatih perang, Daud di minta menjaga domba-domba. Bahkan ketika akan diurapi menjadi raja, ayahnya pun melupakan Daud. Sungguh kehidupan yang diwarnai dengan kesedihan. Namun saat itu Daud sudah terbiasa mencurahkan hatinya di hadapan Allah. Dia terbiasa bercakap-cakap dengan Allah, Daud berkata God is my shepherd I shall not in want. Psalm 23:1; Tuhan adalah gembalaku aku tidak menginginkan apapun. Sungguh seorang yang sangat mencintai Allah.

            Hingga Daud menjadi dewasa, begitu banyak musuh Daud disekelilingnya, Saul pun menginginkan kematian Daud. Daud berteriak kepada Allah untuk melepaskan Daud dari musuh-musuhnya. Terkadang jika kita membaca kitab Mazmur banyak sekali doa Daud untuk musuh-musuhnya seperti di Mazmur 52-55 agar musuhnya celaka yang terkadang tidak sesuai dengan nasehat Yesus "kasihilah musuhmu". Daud menginginkan kematian musuhnya. Daud terbiasa mengungkapkan isi hatinya kepada Allah. Allah pun menginginkan hal yang demikian, Allah ingin kita jujur di hadapannya, meratap dengan bahasa ratapan kita untuk menjangkau Allah kembali. Sampai disatu titik setiap kali perkabungan Daud ada kalimat pujian yang di naikan bagi Allah, Daud melampai titik perkabungan dan Allah menggantikannya dengan sukacita. Ia memuji Allah karena kesetiaanNya. Disetiap ratapan yang dinaikan Daud, di akhir fasal selalu di akhiri dengan sukacita.

            Hingga Daud ditengah pertempuran dan Allah menyerahkan Saul ketangan Daud, Daud tidak sedikitpun melukai Saul, Daud menyerahkannya pada Allah. Doa Daud hanya sampai pada Allah, sedikitpun Daud tidak pernah melukai Saul. Daud hanya mencurahkan isinya pada Allah. Tidak ada tempat lain selain Allah bagi Daud untuk mencurahkan hatinya. Daud mengakui dengan jujur semua kesakitan hatinya pada Allah dan hanya Allah yang dapat membalut setiap luka di hatinya.

            Kebencian adalah luka yang harus disembuhkan, saat itulah kita memerlukan Allah untuk menyembuhkan kita, bukan orang lain, bukan yang lain. Ada kekosongan dalam hati kita yang itu hanya dapat diisi oleh Allah sendiri. Kita hanya dapat berharap akan kasih setianya yang dapat melepaskan kita dari kebencian kita. Kita perlu dilepaskan dari musuh kita dan dari diri kita sendiri.

            Dalam cerita di Perjanjian Baru, ada cerita Tuhan Yesus yang saat itu berbincang dengan murid-muridNya, dan murid-muridNya meminta untuk Teach us to pray Luke 11:1, Saya sangat senang dengan kata-kata itu.
Teach: Ajarlah, ada satu kerendahan hatian kita  dihadapan Allah, hati seorang murid untuk diajar, Us: Kami, dan bukan saya. Banyak dari kita memerlukan pengajaran Allah untuk berdoa, To: Untuk, mereka meminta diajarkan untuk berdoa, bukan tentang berdoa, atau teori doa, mereka ingin satu praktek nyata,
Pray: Berdoa, mereka meminta untuk berdoa, dan bukan bernyanyi, berbahagia, mengejar hal-hal lain. Mereka ingin berdoa. Ketika kita tidak dapat berdoa pada Allah untuk mendoakan musuh kita, kita bisa meminta hal yang sama Lord, Teach us to pray.

            Mungkin inilah maksud Allah bahwa kita harus berdoa bagi musuh kita. Sebenarnya Allah sedang memperdulikan sangat hati kita, Allah sendiri yang dengan caraNya memulihkan hati kita ketika kita berdoa. Matius 5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

            Ketika kita sudah mendapatkan Allah kembali dan lepas dari kebencian kita, kita dapat bebas hidup dalam pengampunannya, kembali mengasihi sesama kita, melihat setiap permasalahan orang lain dan menghibur mereka, dan terlebih tidak fokus pada diri sendiri. Berdamai dengan Allah itu artinya berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan masa lalu, tak kuatir akan masa depan dan hidup untuk hari ini untuk menyenangkan hati Allah.

2 comments:

Share Your Thoughts! ^^