Monday, May 7, 2018

Ketika Allah Telah Mengawali...




by Mekar Andaryani Pradipta

Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya. Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah.”
(Markus 15:37-38)

Jika kita belajar dari Perjanjian Lama, Bait Suci dibagi menjadi beberapa bagian: Pelataran, Ruang Kudus dan Ruang Maha Kudus. Tabir yang disebutkan oleh Markus adalah batas antara Ruang Kudus dan Ruang Maha Kudus. Pada masa itu, yang boleh masuk ke dalam tempat Kudus hanyalah Imam. Sementara itu, jemaat Israel hanya boleh masuk di pelataran Bait Suci. Imamlah yang menjadi perantara antara mereka dengan Allah. Kita bisa melihat, dalam hubungan antara Allah dan manusia ada sebuah jarak. Jarak itu disebabkan karena dosa.

Dosa merusak hubungan antara manusia dengan Allah. Karena dosa, Allah tidak dapat didekati oleh manusia. Namun, syukur kepada Allah, Dia terlebih rindu untuk memulihkan hubungan itu. Allah menghendaki sebuah hubungan yang akrab dengan manusia, seperti hubungan antara Bapa dan anak. Hingga Dia mengambil inisiatif untuk mendekati manusia dengan memberikan anak-Nya yang tunggal menjadi penebusan bagi dosa dunia. Ketika Yesus mati di kayu salib, tabir bait suci terbelah dua, tanda bahwa hubungan antara Allah dan manusia telah dipulihkan. Manusia punya kesempatan untuk menjadi akrab dengan Allah, menghampiri tahta-Nya dan memiliki keintiman dengan Allah.

Hubungan itu adalah desain Tuhan. Bahkan Ia menggunakan konteks hubungan dalam memperkenalkan diri-Nya. Ketika gereja Ia sebut sebagai anggota-anggota keluarga Allah, maka Ia adalah Bapa, Ia adalah Anak – yang sulung dari anak-anak-Nya, Ia adalah Guru, Ia adalah Sahabat. Kristus mati di kayu salib agar kita bisa didamaikan dengan Allah dan menyebut Allah sebagai Bapa. Kalau Allah hanya memikirkan ritual, Dia tidak akan memberikan Kristus. Kitab Taurat Musa sudah lebih dari cukup dalam memberikan peraturan-peraturan agamawi. Itulah mengapa sering dikatakan bahwa kekristenan bukan soal agama, kekristenan adalah soal hubungan.

Tidak hanya memiliki hubungan dengan Allah, manusia juga diciptakan untuk menjalin hubungan satu sama lain. Dalam Kejadian 2:18, Allah memandang bahwa tidak baik kalau manusia hidup seorang diri. Apabila ayat ini diterapkan dalam konteks luas, ayat ini menunjukkan bahwa Allah menghendaki manusia untuk tidak menutup diri dari sesamanya. Hidup dalam hubungan adalah blueprint Allah untuk manusia. Namun, dosa juga merusak hubungan antar manusia karena dosa membuat kita melakukan apa yang jahat. Dosa membuat kita tidak mampu mengasihi dengan seharusnya sehingga mendorong timbulnya konflik. Sejarah manusia menggambarkan hal ini dengan jelas. Suami istri yang saling menyalahkan seperti Adam dan Hawa, pembunuhan antar saudara seperti Kain terhadap Habel, anak yang tidak menghormati orang tuanya seperti Absalom terhadap Daud, dan masih banyak contoh-contoh lain sepanjang Alkitab.

Kabar baiknya adalah, pemulihan hubungan dengan Allah melalui Kristus Yesus memungkinkan kita memperoleh hubungan yang pulih dengan sesama. Bahkan, memiliki hubungan baik dengan sesama adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan hubungan dengan Allah. Itulah mengapa hukum yang terutama terbagi dalam 2 (dua) bagian: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.

Lalu kadang kita mengajukan pertanyaan yang sama seperti ahli Taurat, siapakah sesama kita? Jawabannya ada dalam perumpaan yang diceritakan Kristus tentang orang Samaria. Dari perumpamaan ini kita juga bisa belajar bahwa sesama kita adalah siapapun yang Tuhan taruh di dalam jalan hidup kita, seperti Allah menempatkan korban perampok itu di jalan orang Samaria. Bermula dari keluarga biologis, keluarga rohani, sampai dengan orang asing yang kita temui di jalan. Kita tidak seharusnya membatasi atau membangun tembok dengan siapa kita sebaiknya menjalin hubungan. Jika kita melihat kehidupan Kristus, Dia menjalin persahabatan dengan orang-orang dari berbagai kalangan, termasuk dengan mereka yang tidak masuk hitungan: wanita Samaria, pemungut cukai dan kumpulan orang berdosa lainnya. Bagi Kristus, menjalin hubungan adalah salah satu prioritas pelayanan-Nya di dunia.

Jika kita mau mengamati, apa yang kelihatan adalah ekspresi dari apa yang tidak kelihatan. Yesus mengajar bahwa kualitas sebuah pohon dilihat dari buahnya. Kualitas buah menunjukkan kinerja akar yang tersembunyi di dalam tanah. Kita juga diajar bahwa kualitas hati manusia bisa dilihat dari perkataan, karena apa yang keluar dari mulut berasal dari dalam hati. Demikian juga dengan hubungan, hubungan kita dengan sesama adalah ekspresi hubungan kita dengan Allah.

Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah’, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya”
(1Yoh 4:20-21)

Kita tidak bisa mengasihi Allah tanpa mengasihi manusia. Kita juga tidak bisa mengatakan kita melayani Allah jika kita tidak melayani mereka yang ada di sekitar kita. Hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama adalah satu paket. Jika kita tidak sedang mengerjakan kedua hal itu, Firman Tuhan mengatakan kita sedang berjalan dalam sebuah kebohongan. Setiap hubungan yang Tuhan taruh dalam hidup kita, dengan keluarga, sahabat, atau orang asing sekalipun, merupakan sarana untuk menjalin hubungan dengan Allah dalam bentuk yang nyata.

Selain itu, hubungan juga menjadi alat Kristus agar kita dapat saling menolong untuk dapat mencapai keserupaan dengan Allah. Seperti dikatakan dalam Firman, besi menajamkan besi dan manusia menajamkan sesamanya (Amsal 27:17). Pertumbuhan rohani tidak dapat dicapai dalam pengasingan diri dan kesendirian, melainkan dalam kehidupan bersama. Hubungan kita dengan orang lain menunjukkan kualitas manusia rohani kita. Jika kita masih hidup dalam perselisihan, itu berarti kita masih hidup sebagai manusia duniawi (I Korintus 3:3).

Sejak semula, hukum Allah mengatur dua relasi, relasi dengan Allah dan relasi dengan manusia. Firman Allah banyak memberi panduan bagaimana kita hendaknya menjalin hubungan. Pada prinsipnya, Allah menghendaki kita melakukan apa yang baik bagi semua orang (Roma 12:17). Masalahnya adalah, selama kita masih hidup di dunia dalam tubuh daging kita, tidak ada hubungan yang sempurna dan berjalan lancar selamanya. Namun, ada satu hal yang mampu membuat sebuah hubungan menjadi erat bagaikan tanpa cela.

Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”
(Kolose 3:14)

Kasih memungkinkan kita memiliki hubungan yang everlasting. Ketika hubungan retak karena kemarahan, kasih menolong kita mengampuni. Ketika hubungan menjadi sulit, kasih menolong kita untuk sabar. Ketika hubungan dipenuhi pengkhianatan, kasih menolong kita untuk tidak menyimpan kesalahan. Kasih menjaga sebuah hubungan. Kasih mengikat hubungan yang berjarak dan menyempurnakan hubungan yang bercela. Kasih menutupi banyak sekali dosa (I Petrus 4:8).

Kita yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, telah memiliki hubungan yang pulih dengan Allah. Sebagai ciptaan yang baru, kita diberi kesanggupan untuk melakukan kehendak Allah dalam kaitannya dengan sesama kita. Sebab, dosa telah kehilangan kuasanya di dalam kita dan Roh Kudus mengerjakan baik kemauan maupun kesanggupan untuk melakukan kehendak Allah. Pendamaian dengan Allah telah memulihkan kesanggupan kita untuk mengasihi, bahkan kasih sendiri merupakan tanda hidup baru di dalam Kristus.

Allah telah memberikan keteladanan mengenai hubungan. Tugas kita adalah membuat follow up dengan melakukan hal yang sama. Kita mengasihi karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita (I Yohanes 4:19). Kita mengampuni, karena Allah juga telah berbuat demikian (Kolose 3:14). Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, sehingga kitapun wajib berbuat demikian (I Yohanes 3:16) Kita dipanggil untuk meneladani Dia dan menjadi serupa dengan-Nya. Kemerdekaan yang kita dapat di dalam Kristus adalah awal yang harus digunakan sebagai kesempatan untuk dapat melayani satu sama lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Galatia 5:14)

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^