Monday, April 12, 2021

Solusi Dosa




by Priskila Dewi Setyawan

Sebagai orang percaya, kita diajarkan untuk mengimani (dan memang benar demikian adanya) bahwa Allah sangat mengasihi manusia. Dia menciptakan manusia sesuai gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:27-28). Manusia diciptakan bukan seperti robot yang otomatis menuruti Sang Pencipta, tapi Allah memberikan kehendak bebas pada manusia dan manusia memilih untuk memberontak kepada Allah. Manusia berbuat dosa karena natur manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam Kejadian 3, kita mempelajari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Adam dan Hawa tergoda pada bujukan Iblis karena ingin menjadi seperti Allah yang mengetahui kebaikan dan kejahatan (ayat 5). Mereka melanggar perintah Allah dengan memakan pohon pengetahuan yang baik dan jahat. 

Nah, inilah dosa itu. Banyak orang berpendapat bahwa dosa hanya berarti sebuah perbuatan salah. Padahal sebaliknya: dosa lebih serius dari itu! Dosa adalah bentuk pemberontakan manusia pada Sang Pencipta. Pemberontakan tersebut bukan hanya mengenai masalah makan buah pengetahuan yang baik dan jahat (yang juga merupakan ujian dari Allah terhadap penggunaan kehendak bebas (freewill) mereka), melainkan adanya keinginan manusia untuk memiliki standar norma yang baru dan sesuai dengan kehendak mereka sendiri. Nah, sejak saat itulah, dosa merusak hubungan Allah dengan manusia dan membuat seluruh tatanan alam semesta yang “sangat baik” menjadi rusak—terkhusus dalam diri manusia (Yesaya 59:1-2). Saat Allah memanggil mereka, manusia merasa takut dan bersembunyi di Taman Eden. Selain itu, terjadi drama melempar kesalahan: Adam menyalahkan Hawa dan Hawa menyalahkan ular yang memperdayakannya. Relasi Allah dan manusia yang dulunya sangat dekat, kini rusak dan terpisahkan oleh jurang dosa yang dalam. Pada akhirnya, Tuhan menghukum ular, perempuan, dan laki-laki. Walaupun demikian, di balik permusuhan keturunan ular (baca: orang-orang yang memberontak dari Allah, seperti yang dilakukan Iblis dan para pengikutnya) dengan keturunan Hawa (baca: anak-anak Allah), ada janji keselamatan perdana yang Dia berikan (Kejadian 3:15).

Roma 3:10b berbunyi, “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.” Sebagai penegasan, Paulus menulis Roma 3:23 yang menyatakan, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Lihatlah, dosa bukan hanya telah dilakukan oleh Adam dan Hawa saja, tapi tidak ada seorang pun yang terluput dari dosa. Ya, saya dan Anda juga telah berbuat dosa! Adalah sebuah kebohongan jika kita berkata bahwa kita tidak pernah berdosa, karena itu artinya kita baru saja berbohong dan itu termasuk dosa. Seperti semua orang yang bekerja berhak mendapatkan gaji, orang yang berbuat dosa juga “berhak” mendapatkan upahnya. Apa itu? Maut (Roma 6:23). Walaupun semua orang pasti akan mati secara jasmani (kecuali dalam kasus khusus seperti Henokh (Kejadian 5:24) dan Elia (2 Raja-raja 2:3-11)), tapi ada yang lebih mengerikan yaitu kematian kekal. Semua orang yang mati pasti dihakimi. Orang yang meninggal dalam kondisi berdosa pasti dihukum mati secara rohani (Ibrani 9:27) dan terpisah dari Allah.

Manusia berusaha untuk melepaskan diri dari hukuman ini dengan membuat jembatan sendiri. Sayangnya, menjalankan perintah-perintah agama tidak membuat orang menjadi suci, dan manusia tetap berdosa serta terpisah dari Allah. Kebaikan, ibadah, pelayanan, dan baptisan tidak dapat menyelamatkan. Semua usaha manusia ini sia-sia dan tidak bisa membawa perdamaian dengan Allah. Yesaya 64:6a menjelaskan bahwa segala kesalehan seperti kain kotor. Efesus 2:8-9 berbunyi, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.” Jadi, kita memerlukan Sang Pencipta dan tidak dapat menyelamatkan diri sendiri. Itulah sebabnya iman adalah anugerah Tuhan.

Sebagai analoginya, mari kita simak kisah berikut:

Ada seorang hakim yang memiliki saudara kembar seorang penjahat. Kembarannya ini membunuh dan harus dihukum mati, padahal hakim sangat menyayangi saudaranya. Karena kasihnya, hakim ini menggantikan saudaranya untuk dihukum mati. Hakim berpesan agar saudaranya bertobat. Keesokan harinya, saudara kembarnya bebas dan hakim ditembak mati. Hakim ini adil, tapi penuh kasih.

Demikian pula dengan Bapa kita: walaupun adil, tapi Dia juga mengasihi manusia. Itulah sebabnya Dia mengirimkan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, untuk mati dan menyelamatkan manusia dari dosa serta membawa orang percaya berdamai dengan Allah (1 Petrus 3:18). Kemenangan Yesus atas dosa dibuktikan melalui kebangkitan-Nya dari kematian.

Tawaran Allah untuk kebebasan atas dosa ini tentu memerlukan respons. Tidak merespons artinya menolak tawaran. Iman dimulai dari mendengarkan firman Tuhan dan percaya kepada-Nya. Setelah itu, orang percaya akan beroleh hidup kekal, tidak turut dihukum sebab mereka sudah berpindah dari dalam maut ke dalam hidup (Yohanes 5:24), dan menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12). Roma 10:10 menjelaskan bahwa kepercayaan ini berasal dari hati dan pengakuan mulut (digerakkan oleh Roh Kudus, tentunya). Solusi dosa hanya ada dalam diri Yesus Kristus. Kita perlu mengundang-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat secara pribadi, mengakui dosa-dosa kita, bertobat secara sungguh-sungguh, meninggalkan dosa, dan menyerahkan hidup kita seutuhnya ke dalam tangan Tuhan. Sudahkah Pearlians merespons tawaran ini?

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^