Monday, February 3, 2020

Tentang Berpuasa


by Glory Ekasari

Salah satu pertanyaan yang sering ditanyakan orang Kristen adalah tentang puasa. Apa gunanya puasa? Bagaimana aturan berpuasa? Berapa lama berpuasa? Kita seringkali memandang puasa sebagai ritual agama yang memerlukan tata cara, karena puasa terasa asing bagi kita yang percaya kepada Kristus. Kita melihat umat Muslim berpuasa selama sebulan, setahun sekali. Tapi puasa mereka berhubungan dengan penghapusan dosa, sementara orang Kristen tidak berpuasa untuk menghapus dosa. Lalu apa yang firman Tuhan katakan tentang berpuasa?

Salah satu kegiatan keagamaan yang dibahas Tuhan Yesus dalam Matius 6 adalah berpuasa (yang lainnya adalah memberi sedekah dan berdoa). Kegiatan berpuasa ini sudah berlangsung sejak zaman kuno dan menjadi tradisi orang Yahudi turun-temurun. Orang berpuasa dengan tujuan:

1. Menyatakan penyesalan yang mendalam terhadap sebuah kesalahan. Contohnya Daniel yang berdoa puasa atas nama seluruh bangsa Israel yang dibuang ke Babel karena dosa mereka.

2. Memohonkan sesuatu kepada Tuhan, seperti raja Daud yang berdoa dan berpuasa agar anaknya yang dilahirkan Batsyeba jangan mati.

3. Persiapan rohani menjelang peristiwa yang penting. Satu-satunya puasa wajib bagi orang Israel adalah sebelum Hari Raya Pendamaian, satu tahun sekali.

Apakah puasa masih relevan dengan kehidupan Kekristenan sekarang? Tentu saja. Kita berpuasa ketika kita bertekad untuk fokus kepada Tuhan dan mencari kehendak-Nya. Setiap kali kita merasa lapar, kita bukannya makan, tetapi memakai waktu untuk berdoa dan bertekun dalam permohonan kita. Saya pernah berpuasa untuk seorang saudara saya, agar dia mengenal Tuhan. Setiap kali saya merasa lapar selama masa puasa itu, saya teringat untuk berdoa bagi dia. Kita juga berpuasa untuk mempersiapkan diri melayani Tuhan, sehingga kita lebih banyak berdoa dan mempersiapkan hati kita. Ada juga orang Kristen yang berpuasa secara teratur, sebagai bagian dari disiplin rohani mereka. Semua hal ini baik.

Puasa bisa menjadi sesuatu yang diajarkan, bahkan diwajibkan, asal disertai pengertian. Kita tidak berpuasa untuk jadi lebih rohani (seolah-olah seperti orang yang berpuasa dan bersemedi agar menjadi sakti). Kita berpuasa agar kita lebih fokus kepada Tuhan dan lebih banyak berdoa. Puasa, seperti doa dan memberi sedekah, juga adalah urusan pribadi kita dengan Tuhan. Karena itu tidak elok bagi kita untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa kita sedang berpuasa.

Dari penjelasan di atas tentunya Pearlians bisa menarik kesimpulan bahwa di dalam Kekristenan, kita percaya puasa tidak bisa menghapus dosa. Puasa hanya menunjukkan kesungguhan kita dalam mencari Tuhan, bahkan penyesalan atas dosa kita, tetapi tidak menghapus dosa. Satu-satunya yang bisa menghapus dosa adalah Tuhan Yesus, dan itu sudah Dia lakukan ketika Dia mati disalib. Bahkan kita bisa menarik kesimpulan lebih jauh lagi, bahwa puasa hanya berguna ketika seseorang punya hubungan yang nyata dengan Allah.

Pada masa Yesus, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat terbiasa berpuasa, setidaknya dua kali seminggu dan menjelang acara-acara khusus. Perhatikan bahwa Yesus tidak mempermasalahkan rutinitas mereka dalam berpuasa. Yang Ia tegur adalah mengenai cara mereka berpuasa.

“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
(Matius 6:16-18)

Yesus mengajar murid-murid-Nya untuk tidak berpuasa seperti orang munafik. Mereka ini adalah orang-orang yang ingin dilihat orang lain saat menjalankan ritual agamanya. Mereka sengaja murung dan kelihatan pucat supaya orang tahu bahwa mereka sedang berpuasa (dan merasa lapar). Dengan tajam Yesus menyatakan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.” Mereka ingin dilihat orang? Oke, orang-orang sudah melihat mereka dan tahu bahwa mereka sedang berpuasa, dan memuji mereka karena “kesalehan” mereka. Lalu apa? Adakah pujian dari Tuhan atas ketekunan mereka berpuasa? Tidak! ‘Kan yang mereka cari pujian dari manusia, dan mereka telah mendapatkannya. Betapa ironisnya: puasa yang seharusnya menjadi urusan pribadi seseorang dengan Tuhan, menjadi urusan publik, dan sama sekali tidak berkenan kepada Tuhan!

Prinsip yang sama berlaku untuk seluruh kehidupan Kekristenan kita. Kita beribadah, berdoa, memberi sedekah, dan melakukan semua hal lain, bukan untuk manusia, melainkan untuk Tuhan. Begitu kita melakukannya agar dilihat dan dipuji orang, hal itu bukan lagi menjadi persembahan kita bagi Tuhan, dan Tuhan tidak punya urusan lagi. Seolah-olah Tuhan berkata, “Bukankah yang kamu cari adalah pujian orang? Monggo. Tapi jangan harap dapat pujian dari-Ku.”

Ketidakmengertian kaum religius di Israel tentang makna puasa makin kelihatan dari metafora yang Tuhan Yesus sampaikan untuk menegur mereka.

Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: “Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus kepada mereka: “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa. Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
(Markus 2:18-20)

Yesus tidak menyuruh murid-murid-Nya berpuasa selama Ia ada di tengah mereka. Alasannya sangat jelas: Yesus ada di tengah mereka; Yesus yang adalah pusat dari Kerajaan Allah dan Kabar Baik yang mereka sampaikan! Mengapa mereka harus berpuasa bila Ia ada di tengah mereka? Tetapi karena para pemimpin agama Israel tidak percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah, Sang Mesias, mereka tetap berpuasa untuk sekedar menjalankan ritual agama. Mereka tidak menyadari bahwa Tuhan sendiri ada di tengah-tengah mereka. Penolakan mereka terhadap Injil dijabarkan oleh Yesus:

Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya. Demikian juga tidak seorangpun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.”
(Markus 2:21-22)

Kerajaan Allah dan kebenarannya yang dibawa oleh Yesus seperti kain yang baru, yang akan merobek baju yang tua; dan seperti anggur yang baru, yang akan mengoyakkan kantong kulit yang tua. Pemikiran dan konsep yang tua dari para pemimpin agama membuat mereka tidak bisa menerima kebenaran yang Yesus sampaikan.

Karena itulah puasa bagi mereka dan bagi kita sangat berbeda. Kita berpuasa dalam pengharapan, bahwa Allah yang kita sembah mendengar doa kita karena Kristus telah membuka jalan bagi kita. Puasa bukan lagi cara “menyiksa diri”, tetapi sebuah disiplin rohani yang membawa kita untuk lebih peka dan sungguh-sungguh dalam doa dan ibadah kita. Puasa yang sejati menunjukkan iman kita, bahwa kita percaya akan kuasa Allah untuk mengubah hidup kita dan menjawab doa-doa kita.

Saya sudah beberapa kali mendorong teman-teman saya untuk berpuasa. Ada yang mengalami pengalaman pribadi dengan Tuhan dan dia tidak tahu apa artinya; saya menyarankan dia berpuasa dan bertanya kepada Tuhan. Ada yang sedang bergumul masalah yang berat; saya menyarankan dia berpuasa dan minta pertolongan Tuhan. Ada yang bingung saat harus mengambil keputusan penting; saya juga sarankan untuk berpuasa dan minta hikmat dari Tuhan. Puasa selalu relevan, apabila dalam hidup kita ini kita sungguh-sungguh memperhatikan pimpinan Tuhan. Namun ingat, jangan lakukan itu untuk dilihat orang, dan tidak perlu menceritakannya kepada orang lain. Biarlah Bapa kita yang ada di tempat yang tersembunyi yang melihat kesungguhan kita dan membalas ketekunan kita.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^