Monday, November 4, 2019

Yokhebed: Wanita Yang Tidak Menyerah


by Grace Suryani Halim

Siapakah Yokhebed itu? Namanya hanya disebutkan dua kali dalam Alkitab, yaitu dalam Keluaran 6:19 dan Bilangan 26:59, keduanya dalam daftar silsilah. Mengapa dia penting? Karena dialah ibu dari nabi terbesar Israel, yaitu Musa.

Dan nama isteri Amram ialah Yokhebed, anak perempuan Lewi, yang dilahirkan bagi Lewi di Mesir; dan bagi Amram perempuan itu melahirkan Harun dan Musa dan Miryam, saudara mereka yang perempuan.
(Bilangan 26:59)

Latar belakang keadaan saat kelahiran Musa diceritakan dalam Keluaran 1. Saat itu keturunan Yakub yang semakin banyak jumlahnya masih tinggal di Mesir. Firaun yang sedang berkuasa merasa terancam dengan keberadaan mereka, sehingga ia memperbudak mereka. Ia bahkan mengeluarkan peraturan baru: setiap bayi laki-laki yang lahir dari wanita Ibrani harus dibunuh dengan cara dilempar ke sungai Nil.

Dalam keadaan itulah Musa lahir. Sebelumnya, Yokhebed sudah punya dua anak, yaitu Harun dan Miryam. Lalu tiba-tiba ia hamil lagi; dan pada saat Firaun sudah memberi perintah untuk membunuh semua bayi laki-laki! Sebagai ibu tentu Yokhebed bimbang. Saat mengandung, ia tidak tahu apakah bayi yang dikandungnya laki-laki atau perempuan. Mungkin ia berharap bayinya perempuan.

Lalu lahirlah bayinya: anak laki-laki. Ini yang Alkitab catat dalam Keluaran 2:1-2

Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi; lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.

Bagaimana ini? Perintah Firaun tidak mungkin dilawan! Tetapi Yokhebed tidak menyerah begitu saja pada keadaan. Ia mengambil langkah berani dengan menyembunyikan bayinya. Tetapi lalu anak itu bertambah besar dan tidak bisa disembunyikan lagi, sehingga Yokhebed harus memikirkan cara lain. Ia tetap tidak mau menyerah, dan membuat rencana untuk menyelamatkan bayinya.

Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil.
(Keluaran 2:3)

Yokhebed mempercayakan nasib anaknya ke dalam tangan Tuhan, setelah ia melakukan segala sesuatu yang bisa dilakukannya. Sungai Nil bukanlah sungai yang ramah; ada binatang buas dan arus yang deras yang berbahaya, apalagi bagi seorang bayi dalam peti anyaman. Namun itu satu-satunya cara agar puteranya tetap hidup. Dia juga menyuruh Miryam, anak perempuannya, untuk mengawasi laju keranjang adiknya.

Singkat cerita, sang bayi ditemukan oleh puteri Firaun, dan diberi nama Musa, yang berarti “diambil dari air”. Ketika puteri Firaun mencari inang untuk menyusui bayi itu, Miryam segera muncul dan menawarkan inang penyusu, yang tidak lain adalah Yokhebed, ibu bayi itu! Sungguh ajaib apa yang dialami bayi Musa: dari hampir dibunuh bangsa Mesir, menjadi anak angkat puteri Firaun, bahkan kembali tinggal bersama ibunya selama masa kecilnya. Sampai dewasa Musa tidak pernah lupa bahwa ia bukan orang Mesir; ia adalah orang Ibrani. Siapa yang menanamkan identitas kebangsaan yang begitu kuat pada Musa? Siapa yang mengajar dia untuk takut akan Tuhan Allah Abraham? Kemungkinan besar Yokhebed, ketika ia memiliki kesempatan untuk menyusui dan mengajar anaknya.

Musa bukan hanya tumbuh besar dengan aman dan sehat, namun di kemudian hari dia menjadi nabi besar bagi bangsanya. Saya rasa Yokhebed tidak pernah bermimpi Musa akan dipakai Tuhan seperti itu. Musa tidak dibunuh saja sudah bagus! Tapi Tuhan menghargai keputusan Yokhebed; Tuhan melihat perjuangan dan kasihnya bagi Musa. Tuhan memberi lebih daripada yang ia pernah pikirkan. 

Mungkin dalam hidup ini kita juga merasa seperti Yokhebed: hamil di saat yang salah, lahir di keluarga yang salah, berada di kelas dengan guru yang salah, dan sebagainya. Sepertinya keadaan tidak mendukung kita; sepertinya masa depan akan suram. Ketika segala sesuatu keliatan tidak ideal, ingatlah akan Yokhebed yang terus berjuang dengan segala cara yang bisa ia pikirkan. Demi puteranya, Yokhebed tidak mau menyerah pada keadaan. Dan ternyata itu sejalan dengan rencana Tuhan bagi Musa, bagi bangsa Israel, bahkan bagi kita yang hidup sekarang. Seandainya Yokhebed “tidak berdaya” dan tidak ngotot berusaha agar anaknya selamat, mungkin ceritanya akan berbeda.

Moms, sis, jangan mudah putus asa dan jangan sibuk menyalahkan keadaan. Ketika keadaan tidak sesuai harapan kita, ketika kita mengalami masalah, tetaplah berjuang dengan segenap kemampuan kita. Bukankah kita punya Tuhan yang memelihara hidup kita? Lakukan apa yang kita bisa, dan sisanya adalah bagian Tuhan, yang sanggup bekerja lebih dari yang kita bayangkan.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^