Monday, July 15, 2019

Berani Karena Benar


by Tabita Davinia Utomo 
Hei,
pernahkah kamu melakukan kesalahan fatal,
sampai-sampai membuatmu merasa tidak berharga lagi,
dan lebih memilih berkubang di dalamnya?  
Atau…
kamu mempercayai sesuatu,
namun tidak berani mengumandangkannya
karena nyawa yang jadi taruhan?  
Jika tidak ada seorangpun dari segala zaman
yang dengan tegas berkata, “Itu aku!”
maka ingatlah aku
yang matinya tinggal sesaat lagi karena kotaku terkepung  
Ya, dikepung oleh bangsa yang kuat,
karena Allah segala allah yang berperang bagi mereka. 

(Apakah Pearlians sudah tahu siapakah wanita yang dimaksud dalam puisi di atas? Jika sudah, silakan tetap keep jawabannya sampai akhir artikel ini, ya. :p) 

Alkitab adalah bukti nyata bahwa Allah tidak mendiskriminasikan wanita dalam karya keselamatan-Nya bagi manusia. Salah satu contohnya adalah tentang wanita yang dimaksud dalam puisi di atas. Iya, dia yang disebut sebagai perempuan sundal (alias pelacur) itu—walaupun di terjemahan lain disebutkan sebagai pemilik penginapan. Terlepas dari apapun jenis pekerjaannya, satu hal yang penting adalah dia berasal dari luar bangsa Israel, umat pilihan Allah. Bahkan dia termasuk salah satu penduduk bangsa yang ditentukan Allah untuk dibinasakan lewat tangan bangsa Israel. 

Saya yakin bahwa wanita ini mengerti dirinya terancam. Bahkan dia mengetahui garis besar perjuangan bangsa Israel untuk keluar dari tanah perbudakan, menyeberangi laut Teberau, dan menumpas musuh-musuh mereka. Sekarang, mereka siap untuk menguasai kota tempat tinggal wanita itu—yang dikenal memiliki tembok kokoh dan tak terbandingkan. Entah dari mana dia mengetahuinya, tapi satu hal yang pasti dia memiliki iman yang berbeda dari bangsanya. 

Hidup di lingkungan penyembah berhala bukanlah hal yang mudah. Ada banyak ritual yang harus dilakukan, tapi tidak membawa sang penyembah mendekat pada “tuhannya”. Mulai dari memberi hasil bumi, menari sambil melukai diri sendiri, bahkan mengorbankan anak sebagai korban bakaran! Jijik? Nggak heran kalau Tuhan bilang ke bangsa Israel untuk memusnahkan (bahasa Ibrani: cherem) semua penduduk asli tanah yang dijanjikan Tuhan bagi Israel… salah satunya termasuk wanita ini. 

Loh, katanya Tuhan itu adil dan penyayang. Kok Dia tega mau meng-genocide ciptaan-Nya sendiri!? 

Well, sebenarnya kita juga sama dengan mereka, lho. Kita nggak ada hak sama sekali untuk diselamatkan karena dosa (Roma 3:23), tapiiii kita diselamatkan karena kasih karunia Tuhan (Efesus 2:8-9)! Pemusnahan orang Kanaan bukan karena masalah kebangsaan, tapi karena dosa mereka yang sudah menumpuk di hadapan Tuhan. Buktinya, masih ada satu keluarga yang diselamatkan karena iman mereka pada Tuhan yang benar. Kesabaran Tuhan terhadap bangsa Kanaan sudah sangat luar biasa: empat abad lamanya Tuhan memberi mereka kesempatan untuk bertobat (Kejadian 15:13, 16). Sekali lagi, kesabaran dan hukuman Tuhan itu nggak bisa diselami sama pikiran kita—perlu hikmat Tuhan dan ketundukan diri untuk taat pada-Nya. Okay, balik lagi ke benang merah! :p 

Anehnya, saat ada dua pengintai yang datang ke rumahnya, dia justru menyembunyikan mereka—bukannya melaporkan mereka pada para petinggi kota. Tidak ada yang tahu alasannya, tapi kita juga tahu bahwa kejadian tersebut membuatnya (plus keluarganya) luput dari pemusnahan kota itu. Semua karena janji wanita ini dengan dua pengintai Israel (selengkapnya bisa dibaca di Yosua 2), 

“Maka sekarang, bersumpahlah   kiranya demi TUHAN, bahwa karena aku telah berlaku ramah terhadapmu, kamu juga akan berlaku ramah terhadap kaum keluargaku; dan berikanlah kepadaku suatu tanda yang dapat dipercaya, bahwa kamu akan membiarkan hidup ayah dan ibuku, saudara-saudaraku yang laki-laki dan yang perempuan dan semua orang-orang mereka dan bahwa kamu akan menyelamatkan nyawa kami dari maut.”  Lalu jawab kedua orang itu kepadanya: “Nyawa kamilah jaminan bagi kamu, asal jangan kaukabarkan perkara kami ini; apabila TUHAN nanti memberikan negeri ini kepada kami, maka kami akan menunjukkan terima kasih dan setia kami kepadamu.” 
(Yosua 2:12-14)

Sebenarnya, wanita ini masih bisa melaporkan para pengintai Israel setelah mereka pergi, tapi dia memilih tidak melakukannya. Wanita ini percaya bahwa mereka memegang janji yang diucapkannya, jadi dia memilih diam sekaligus mengumpulkan keluarganya agar mereka juga diselamatkan saat hari besar itu tiba. Mungkin saja saat itu dia melihat banyak orang di sekitarnya terus berseru kepada para dewa yang mereka anggap dapat menyelamatkan, atau pikiran bahwa suatu saat rahasianya mengenai para pengintai itu diketahui orang lain. Sebuah risiko yang besar untuk diambil, but finally she knew it was the right decision. 

Akhirnya, hari pemusnahan itu tiba. Tidak ada yang selamat dari pemusnahan bangsa Israel selain wanita ini, keluarganya, dan barang-barang yang nantinya akan dipersembahkan kepada Tuhan (perak, emas, besi, dan sebagainya). Kelak, wanita ini menikah dengan salah satu keturunan Yehuda, dan menjadi nenek moyang dari Yesus Kristus. 


***


Ironisnya, di zaman modern seperti sekarang, masih ada banyak orang yang menjadi penyembah berhala. Padahal, dalam Sepuluh Hukum, yang nomor satu adalah: 

Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.
(Keluaran 20:3)

Nggak ada tambahan, “…kecuali tidak ada tempat ibadah di daerahmu,” atau, “…kecuali kamu diancam oleh orang lain.” Nggak. Perintah-Nya menyiratkan, “Cuma Aku, TUHAN, yang patut kamu jadikan Penguasa Hidupmu.” 

Pertanyaannya, siapa yang sebenarnya jadi Penguasa Hidup kita? 

Apakah itu gadget
Pasangan? 
Gaya hidup semau gue? 
Atau lainnya? 

Selagi masih ada kesempatan untuk berubah, ambillah kesempatan itu. Memang risiko yang ditanggung untuk sebuah perubahan bukanlah hal yang mudah, namun percayalah bahwa ketika kita mengarahkan pandangan kita sepenuhnya pada Tuhan, kehadiran-Nya sanggup memenuhi kekosongan hidup ini. Sembahlah Dia dan taati firman-Nya, karena itulah ibadah yang sejati.

Lalu siapa wanita itu, yang dari tadi kita bicarakan? Dia adalah Rahab.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^