Monday, February 4, 2019

Delila: Dua Wanita




by Glory Ekasari

Seorang wanita mendapat tawaran untuk memberikan informasi yang diinginkan pemerintah, dengan imbalan 600 juta Rupiah. Dan memberi informasinya pun tidak perlu susah payah, cukup merayu orang yang punya informasi itu saja. Gimana? Gampang sekali kan? 

Tapi yang tidak disadari wanita itu, yang dia jual bukanlah informasi; dia menjual masa depannya. Sejak hari itu dan sampai ribuan tahun kemudian, namanya menjadi identik dengan tindakan asusila dan pengkhianatan. Dia adalah Delila. 


- WANITA BERNAMA HIKMAT -

Ketika kita membaca kitab Amsal, kita bertemu dengan tokoh-tokoh yang membimbing kita sepanjang perjalanan membaca kitab tersebut. Ada tokoh bapak yang memberi nasehat kepada anak yang dikasihinya, ada tokoh raja, ada tokoh ibu suri, dan ada pula seorang tokoh wanita yang berkarakter kuat. Dia adalah Hikmat. 

Kata “hikmat” dalam bahasa Ibrani adalah hokmah, dan dalam bahasa Yunani adalah sophia, keduanya merupakan kata benda feminin. Dengan kata lain, Hikmat dipersonifikasikan dalam sosok wanita. Ini sama sekali bukan seksis; ini adalah kebenaran. Pergaulan dengan Hikmat mendatangkan sejahtera; penolakan terhadapnya mendatangkan malapetaka. Sosoknya dominan dalam Amsal 8 dan 9, dimana dia memperdengarkan suaranya dan mengundang orang-orang untuk datang kepadanya. Amsal 10 dan seterusnya adalah tentang “tingkah laku” Hikmat: bagaimana dia berbicara, berpikir, dan bertindak. Dasar dari kehidupannya adalah takut akan Tuhan, sebagaimana yang disebutkan dalam Amsal 1:7. Konsep tentang Hikmat ini terus mengalir sampai pasal terakhir dari kitab Amsal, dimana Hikmat mendapatkan wujud fisiknya dalam seorang isteri yang cakap. 


- WANITA BERNAMA KEBODOHAN -

Tetapi mari bandingkan Hikmat ini dengan seorang wanita lain, yang juga disebutkan dalam Amsal. Sejak awal, perseteruan antara Hikmat dengan wanita ini sudah sangat jelas, dan mencapai puncaknya dalam pasal 9, dimana keduanya berebut mengundang orang untuk menjadi sahabat mereka. Wanita yang satu lagi ini bernama Kebodohan. Ia adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan Hikmat, namun khususnya, ia tidak takut akan Tuhan. Ia bertindak sekehendak hatinya, tidak berpikir panjang, dan semua yang dilakukannya bersifat merusak. Dalam Amsal 10-29 kita melihat betapa berbedanya cara Hikmat dan Kebodohan menghadapi kehidupan sehari-hari. 

Mengapa membicarakan hal ini? Karena ketika kita memikirkan Delila dan tindakannya, pembaca yang familiar dengan kitab Amsal akan mengenali dia sebagai wanita yang kedua: Kebodohan. 

Cerita tentang Delila dalam Alkitab sangat sederhana. Simson jatuh cinta pada Delila, dan para raja Filistin datang kepada Delila dengan tawaran yang menggiurkan: dua talenta (sekitar 70 Kg) uang perak—jumlah uang yang sangat besar bagi seorang wanita di masa itu, untuk satu tugas yang sederhana, yaitu mencari tahu bagaimana Simson dapat dikalahkan. Delila membujuk Simson tujuh kali demi mendapatkan uang itu (satu-satunya yang lebih bodoh dari Delila di sini jelas adalah Simson), sampai akhirnya Simson tidak tahan dan memberitahu Delila bahwa rahasia kekuatannya adalah rambutnya. Delila dengan gembira memberitahukan hal itu pada raja-raja Filistin (seperti yang sudah enam kali dia lakukan sebelumnya), dan akhirnya dia mendapatkan uangnya. Kita tidak tahu akhir cerita Delila, kita juga tidak tahu apa yang dia rasakan dalam hatinya. Yang kita tahu, nama Delila menjadi sinonim bagi perempuan yang tidak baik, licik, penggoda, dan berbahaya. 

Sebagaimana zaman Delila, demikian pula zaman sekarang. Highlight di zaman kita ini adalah orang-orang yang hidup semau mereka sendiri, yang dianggap seperti pahlawan emansipasi. Mereka tidak peduli pada Tuhan, apalagi apa yang Ia suka atau tidak suka. Tokoh seperti Delila, yang mengumbar sex appeal untuk keuntungannya sendiri, justru dipuja. Sebagaimana yang dikatakan Amsal: 

Inilah jalan perempuan yang berzinah: ia makan, lalu menyeka mulutnya dan berkata, “Aku tidak berbuat salah.”
(Amsal 30:20)

Ketika bertemu orang seperti itu, kita ingat apa yang dikatakan Pengkhotbah: 

Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit daripada maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat, dan tangannya adalah belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, tetapi orang yang berdosa ditangkapnya.
(Pengkhotbah 7:26)

Mungkin Delila tidak berpikir panjang waktu mendapat tawaran dari raja-raja Filistin. Dia pikir, kapan lagi dapat uang gampang seperti ini? Dia tentunya tidak berpikir bahwa namanya akan dicatat dalam buku sejarah orang Israel, yang tetap dibaca di seluruh dunia sampai ribuan tahun kemudian. Delila menjual integritas dan reputasinya untuk uang senilai sekitar Rp 600 juta (kita ingat Esau yang begitu bodoh menukar kesulungannya dengan semangkuk makanan), jumlah yang terlalu sedikit untuk nama yang rusak selama-lamanya. 

Tapi bukan hanya Delila yang sebodoh itu. Banyak wanita, sayangnya, juga bertindak bodoh dalam hidup mereka, karena satu akar yang sama dengan Delila: mereka tidak takut akan Tuhan. 


- TAKUT AKAN TUHAN -

Saya ingat ketika masih kecil ada yang menjelaskan kepada saya bahwa “takut akan Tuhan” berbeda dengan “takut kepada Tuhan”. Takut kepada Tuhan berarti memandang Tuhan sebagai wasit yang galak, yang siap dengan tongkat hukuman kapanpun kita melanggar aturan-Nya. Takut akan Tuhan, di sisi lain, melibatkan penghormatan dan kasih kepada Dia. 

Orang yang takut akan Tuhan lebih memikirkan apa yang disukai Tuhan, daripada apa yang ia sendiri suka. Dia menjadikan Tuhan sebagai prioritas. Ini bukan hanya berlaku dalam hal-hal “besar” seperti memilih pekerjaan, atau tidak berbuat dosa yang skalanya besar. Ini berlaku dalam segala hal sehari-hari. Ketika seorang wanita yang takut akan Tuhan nyaris terlibat dalam pertengkaran dengan suaminya, ia ingat, Tuhan meminta para isteri tunduk kepada suami mereka, dan ia menurutinya dengan cara tidak menjawab lagi (atau menurunkan nada suaranya). Bukan karena takut dihukum Tuhan, tetapi karena mengasihi Tuhan. 

Takut akan Tuhan diwujudkan dengan melakukan firman Tuhan. Ketika kita hidup dalam firman Tuhan, kita hidup above reproach—tanpa cela. Orang lain menilai kita dan diam-diam menghakimi kita. Biarlah mereka menilai kita dan menemukan hidup yang tidak bercela, yang taat kepada Tuhan. Dan bila kita melakukan firman Tuhan, itu berarti kita mengambil keputusan yang bijaksana. Firman Tuhan mengendalikan pikiran kita dan menolong kita. Orang bilang, wanita dikendalikan oleh emosinya, sedangkan pria oleh pikirannya. Saya percaya baik pria maupun wanita harus dikendalikan oleh firman Tuhan. 

Pada akhirnya ada dua wanita: Hikmat dan Kebodohan. Kita, para wanita, harus memilih mau menjadi wanita yang mana. Wanita yang berbahaya bagi semua orang, sampai suaminya pun dia jual demi uang; atau wanita yang begitu saleh, sampai suaminya—yang melihat cara hidupnya sehari-hari—pun memuji karakternya? 

Suaminya memuji dia: 
“Banyak wanita telah berbuat baik, 
tetapi engkau melebihi mereka semua.” 
(Amsal 31:29)

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^