by Irene Salomo
Kita bisa menemukan beberapa tokoh wanita dengan nama Maria di dalam Injil. Nah, kali ini, Maria yang akan kita jumpai adalah Maria dari Betania, saudari Marta dan Lazarus. Satu hal menarik yang saya temukan dari Maria adalah, setiap kali namanya disebut dalam Injil, ia berada di kaki Tuhan Yesus dalam konteks yang berbeda:
- Mendengarkan pengajaran Yesus.
“...Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya…”
(Lukas 10:39)
- Berduka karena kematian Lazarus, saudaranya.
“Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: "Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati."
(Yohanes 11:32)
- Mengurapi Yesus.
“Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus…”
(Yohanes 12:3)
Kali ini kita akan fokus pada peristiwa Maria mengurapi kaki Tuhan Yesus yang terjadi tepat 6 hari sebelum Paskah - saat di mana Yesus akan disalib dan mati. Menurut sejarah dan budaya bangsa Israel, pengurapan dengan minyak biasanya dilakukan pada bagian kepala seseorang sebelum memulai jabatan tertentu, seperti nabi, imam, atau raja. Contohnya, Daud diurapi oleh Nabi Samuel untuk menjadi raja Israel.
Namun, pengurapan yang dilakukan Maria sangat berbeda dengan pengurapan umumnya, yaitu:
1. Maria menggunakan “...setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya”(Yohanes 12:3). Setengah kati itu kira-kira sebanyak 324 gram. Menurut Yohanes, di ayat ke 5, harga minyak ini adalah 300 dinar. Upah harian di saat itu sekitar 1 dinar, artinya 300 dinar = upah kerja 300 hari. Kalo kita pakai standar upah minimum harian Jakarta tahun 2019 senilai Rp 170.000, artinya harga minyak ini sekitar 300 x 170.000 = 51 juta! Bayangkan, mungkin Maria memakai seluruh tabungannya untuk membeli minyak ini. Beberapa komentator Alkitab juga menyebutkan bahwa sangat jarang di masa itu bagi wanita untuk memiliki uang sebanyak 300 dinar, jadi ada juga kemungkinan minyak ini adalah barang pusaka keluarga yang sangat bermakna bagi Maria dan keluarganya.
Maria memberikan kepada Yesus yang terbaik dan dengan berkelimpahan dari apa yang ia miliki. Dia tidak perhitungan dalam mengekspresikan kasihnya pada Tuhan. Bagi Maria, Tuhan Yesus jauh lebih berharga dari apapun yang paling berharga yang ia miliki.
Bandingkan dengan Yudas, murid Yesus yang beberapa hari setelah peristiwa ini, tega menjual Yesus ‘hanya’ dengan 30 uang perak (senilai upah kerja 100 hari atau 100 x 170.000 = 17 juta).
2. Alih-alih mengurapi kepala Yesus, Maria mengurapi kaki Tuhan.
Menurut budaya Israel, kaki adalah bagian yang paling rendah atau hina dari tubuh kita. Salah satu sebabnya, karena mereka biasa berjalan dengan alas kaki yang cukup terbuka di kondisi geografis yang mayoritas adalah padang pasir. Jadi gak heran kalau kaki mereka gampang kotor, sehingga biasanya di rumah-rumah akan disediakan air untuk mencuci kaki. Bahkan di rumah-rumah orang kaya, ada budak yang bertugas membasuh kaki majikan atau tamunya.
Maria dengan penuh kerendahan hati, menempatkan posisi dirinya setara dengan budak di hadapan Tuhan Yesus. Ia mungkin merasa tidak layak untuk mengurapi kepala Yesus, sebagaimana tradisi pengurapan pada umumnya.
3. Setelah mengurapi kaki Yesus, Maria menyeka kaki Yesus dengan rambutnya.
Mungkin kita akan bertanya, kenapa Maria nggak pake handuk atau kain untuk mengeringkan kaki Yesus? Bukankah lebih ‘bersih dan kering’? Menurut budaya Israel, rambut adalah bagian yang terhormat dari seorang wanita yang tidak seharusnya dibiarkan tergerai dan harus ditutupi di depan orang banyak, khususnya bagi wanita yang sudah menikah. Namun Maria menunjukkan ia ingin menggunakan rambutnya yang terhormat untuk membasuh kaki Yesus, tanpa mempedulikan apa kata orang saat itu.
***
Teman-teman, bagaimana dengan kita?
Tuhan Yesus sudah memberikan hidup-Nya untuk menebus dosa kita dan supaya kita memiliki relasi yang kekal dengan-Nya. Apakah kita memandang Tuhan Yesus sebagai pribadi yang paling penting dan bernilai? Sehingga kita dengan sukarela dan rendah hati memberikan yang terbaik dari apa yang kita miliki pada Tuhan? Ataukah kita lebih mempedulikan apa kata orang lain daripada apa yang menyenangkan hati Tuhan?
Tentunya sekarang kita nggak mungkin lagi mengurapi kaki Yesus dengan minyak narwastu seperti Maria, tapi kita mungkin punya waktu, energi, talenta, atau berkat-berkat lainnya yang bisa kita berikan untuk melayani Tuhan dan sesama.
Saya teringat dengan sebuah hymne berjudul “Have I Done My Best” yang ditulis oleh Ensign Edwin Young, sepenggal liriknya berbunyi demikian:
I wonder have I done my best for Jesus,
Who died upon the cruel tree?
To think of His great sacrifice at Calvary!
I know my Lord expects the best from me.
The hours that I have wasted are so many
The hours I’ve spent for Christ so few;
Because of all my lack of love for Jesus,
I wonder if His heart is breaking too.
-
Sudahkah yang terbaik ‘ku berikan
kepada Yesus Tuhanku?
Besar pengorbananNya di Kalvari!
DiharapNya terbaik dariku.
Begitu banyak waktu yang terluang
sedikit ‘ku b’ri bagiNya.
Sebab kurang kasihku pada Yesus;
mungkinkah hancur pula hatinya?
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^