Himne berjudul The Love of God (Agunglah Kasih Allahku,
NKB 017) adalah lagu gubahan Frederick Martin Lehman yang ditulis pada tahun
1917. Lagu ini baru populer dua puluh tahun setelah dipublikasikan oleh Lehman,
dan yang sering dianggap bagian terindah adalah bait ketiganya.
Could we with ink the ocean fill
And were the skies of parchment made
Were every stalk on earth a quill
And every man a scribe by trade,
To write the love of God above
Would drain the ocean dry
Nor could the scroll contain the whole
Though stretch from sky to sky
And were the skies of parchment made
Were every stalk on earth a quill
And every man a scribe by trade,
To write the love of God above
Would drain the ocean dry
Nor could the scroll contain the whole
Though stretch from sky to sky
Dalam bahasa Indonesia, diterjemahkan
demikian:
Andaikan laut tintanya
Dan langit jadi kertasnya,
Andaikan ranting kalamnya
Dan insan pun pujangganya,
Takkan genap mengungkapkan
Hal kasih mulia
Dan langit pun takkan lengkap
Memuat kisahnya
Dan langit jadi kertasnya,
Andaikan ranting kalamnya
Dan insan pun pujangganya,
Takkan genap mengungkapkan
Hal kasih mulia
Dan langit pun takkan lengkap
Memuat kisahnya
Begitu
populernya bait ketiga ini, sehingga pada tahun 1948 Lehman mempublikasikan
sebuah pamflet berjudul History of The
Song, The Love of God yang menceritakan bagaimana ia bisa menulis bait
tersebut. Bait ketiga ini adalah bagian dari puisi Yahudi yang ditulis dengan
pensil di dinding sebuah kamar di rumah sakit jiwa oleh salah satu pasiennya.
Ketika pasien tersebut telah meninggal dunia dan para perawat membereskan
kamarnya, mereka menemukan puisi tersebut. Lehman pertama kali mendengarnya
dari seorang pengkhotbah yang menutup khotbahnya dengan puisi tersebut, dan ia
begitu terkesan, sehingga sekembalinya ia ke Pasadena, California, ia menggubah
sebuah lagu dengan lirik tersebut.
Namun
sebenarnya puisi ini memiliki sejarah yang lebih panjang dari itu. Seorang
pujangga Yahudi bernama Meir Ben Yitzhak Nehorai menulis puisi ini pada tahun
1050 M, dan puisi ini menjadi bagian dari hymne yang dinyanyikan kala perayaan
Pentakosta di sinagoga. Dari Lehman, puisi ini sampai kepada kita dalam bentuk
lagu. Lagu yang indah ini akan senantiasa mengingatkan kita tentang kasih Tuhan
yang begitu besar dan tidak terbatas.
Salah
satu versi terkenal dari lagu ini adalah versi Bill dan Gloria Gaither, bersama
rekan-rekan mereka. Pembaca bisa melihat videonya di sini.
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^