Monday, January 28, 2019

Debora: Perkataan Meneduhkan Di Bawah Pohon Kurma


by Tabita Davinia Utomo 

Bayangkan jika saat ini kita hidup di bawah penjajahan bangsa yang pernah kita taklukkan sebelumnya. Merasa kesal? Hm, bagaimana kalau semua itu karena kehidupan bangsa kita yang tidak menaati Tuhan? Penjajahan bangsa asing tersebut jadi terasa mengerikan, apalagi karena ada 900 kendaraan perang yang bisa datang sewaktu-waktu dan melukai—bahkan membunuh—kita seketika. Yang lebih menyedihkan, penderitaan tersebut berlangsung selama 20 tahun—dan tidak ada seorang pun yang berani melawan imperialisme ini! Lengkap sudah penderitaan kita, bukan? 

Hal itulah yang dirasakan oleh bangsa Israel di bawah penjajahan raja Kanaan, Yabin, dan panglima tentaranya yang bernama Sisera. Setelah Ehud, hakim Israel yang kidal (Hakim-hakim 3:15), mati, bangsa Israel kembali menyembah berhala dan hidup di luar kehendak Tuhan. Sebagai konsekuensinya, Tuhan menyerahkan bangsa bebal itu untuk dijajah bangsa Kanaan. Walaupun begitu, Dia tidak tinggal diam terhadap penindasan umat-Nya—sehingga diutuslah Barak bin Abinoam untuk memimpin bangsa Israel melawan bangsa Kanaan. 

Berbicara tentang Barak, tentunya kita tidak boleh melupakan sosok wanita di balik keberanian pria itu. Nama wanita itu Debora, istri Lapidot, yang menjadi satu-satunya hakim wanita di Israel (Hakim-hakim 4-5). Debora biasa duduk di bawah pohon kurma, di antara Rama dan Betel di pegunungan Efraim, untuk menyampaikan nasihat pada orang-orang yang datang kepadanya. 

Bisa dibilang, Debora mendobrak “kebiasaan” di zaman itu, di mana hanya laki-lakilah yang dapat menjadi pemimpin. Mungkin ada beberapa orang yang iri pada Debora karena dia memiliki kesempatan langka untuk memerintah bangsa Israel. Tapi satu hal yang harus kita pegang: orang-orang menaruh hormat dan segan Debora. Respek tersebut bisa timbul dari bangsa Israel karena Debora menyampaikan kebenaran firman Tuhan. 

Walaupun tidak ada penjelasan gamblang alasan terpilihnya Debora menjadi hakim Israel, kita bisa melihat bahwa Tuhan memilihnya untuk menguatkan Barak yang sempat takut untuk berperang. 


Ia (Debora) menyuruh memanggil Barak bin Abinoam dari Kedesh di daerah Naftali, lalu berkata kepadanya: "Bukankah TUHAN, Allah Israel, memerintahkan demikian: Majulah, bergeraklah menuju gunung Tabor dengan membawa sepuluh ribu orang bani Naftali dan bani Zebulon bersama-sama dengan engkau,  dan Aku akan menggerakkan Sisera, panglima tentara Yabin, dengan kereta-keretanya dan pasukan-pasukannya menuju engkau ke sungai Kison dan Aku akan menyerahkan dia ke dalam tanganmu." 

Jawab Barak kepada Debora: "Jika engkau turut maju akupun maju, tetapi jika engkau tidak turut maju akupun tidak maju." Kata Debora: "Baik, aku turut! Hanya, engkau tidak akan mendapat kehormatan dalam perjalanan yang engkau lakukan ini, sebab TUHAN akan menyerahkan Sisera ke dalam tangan seorang perempuan." Lalu Debora bangun berdiri dan pergi bersama-sama dengan Barak ke Kedesh. 

(Hakim-hakim 4:6-9 / TB) 

Debora bisa saja menjawab kegentaran Barak dengan berkata, “Dasar, kayak gitu aja takut? Jadi cowok kok lemah!” Atau mungkin Debora memilih menertawakan Barak dan tidak mau ikut berperang bersamanya. Sebaliknya, Alkitab menegaskan bahwa Barak tetap memimpin mereka sampai menang. Meski tidak tertulis secara eksplisit, kita bisa melihat betapa Debora sangat memaklumi ketakutan Barak. Yah, secara logika manusia, bangsa Israel yang lemah dan minim persenjataan tidak akan bisa menang dari bangsa Kanaan yang kuat dan memiliki 900 kereta besi itu. “Itu mah cari mati,” mungkin Barak berpikir demikian, “Tuhan pasti bercanda memilihku yang penakut ini!” Bahkan sampai detik-detik perang akan dimulai, bisa jadi dia tetap gelisah saat melihat persiapan bangsa Kanaan untuk melawan bangsa Israel. 

Tapi Debora kembali menguatkan Barak, 

“Up! For this [is] the day in which the LORD has delivered Sisera into your hand. Has not the LORD gone out before you?” 
(Hakim-hakim 4:14 / NKJV) 

… and the rest is history :) Kita tahu bahwa pada akhirnya bangsa Israel berhasil mengalahkan bangsa Kanaan—dan Sisera pun dibunuh oleh Yael, salah satu wanita yang berasal dari keturunan ayah mertua Musa. Apa yang Debora katakan pada Barak adalah benar: mereka mengalahkan bangsa Kanaan karena pertolongan Tuhan, dan puncaknya adalah ketika nubuat Debora mengenai Sisera terjadi. 

--**-- 

Bagiku pribadi, Debora mengajarkanku tentang: 
1. Pentingnya bersikap meneduhkan, bukannya mencela dan tidak mau peduli pada orang lain. 
Melalui perkataannya, dia menguatkan Barak untuk memimpin bangsa Israel dalam berperang. Bukan hanya itu, Debora juga menemani Barak berperang—yang sebenarnya waktu berperangnya itu bisa dia alihkan untuk melakukan hal lain. 

Kalau dalam “Teduhnya Wanita” Raisa berkata, “Tajam rasa racun dunia, ia (wanita) punya penawarnya: kelembutannya (adalah) kekuatannya”, maka Amsal 31:26 berkata, 

“Ia (wanita/istri yang cakap) membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya.” 
(Amsal 31:26)

Betapa besar kekuatan kata-kata, apalagi jika keluar dari diri wanita yang percaya pada Allah! 

2. Tidak jemu untuk membangun hubungan pribadi dengan Tuhan dan memohon hikmat-Nya dalam menjadi hakim bagi umat-Nya. 
Debora tidak akan bisa menjadi hakim Israel jika bukan karena Tuhan yang memilihnya. Debora menyadarinya, karena itu dia setia berdoa dan memohon pada Tuhan untuk memberikan hikmat-Nya dalam memberikan nasihat—termasuk saat Barak ragu-ragu untuk maju berperang.

3. Menaati panggilan Tuhan, sesulit apapun itu.
Kalau melihat Barak yang takut untuk memimpin bangsa Israel berperang, ada kemungkinan muncul secuil kesombongan dalam diri Debora, “Huh, kayak gitu aja nggak bisa! Imanmu lemah sih, Barak! Nggak kayak aku!” ataupun keluhan, “Kok, Tuhan memilih Barak yang penakut, bukan aku yang adalah hakim ini?”, tapi dia tidak melakukannya. Debora sadar bahwa Tuhan ingin bertindak bagi umat-Nya melalui dirinya dan Barak; karenanya, dia tahu posisinya adalah “pelaksana” perintah Tuhan dan tunduk pada-Nya, bukannya melangkahi-Nya. 

4. Tidak tinggal diam saat mengetahui ada yang memerlukan pertolongan.
Debora bisa saja meninggalkan Barak diam-diam saat berperang. Tapi yang terjadi justru sebaliknya: Dia menemani Barak dengan berdoa kepada Tuhan untuk menyertai para tentara Israel—hingga mereka memuji Tuhan sebagai ungkapan syukur atas kemenangan yang Dia berikan.


***


Mungkin Debora tidak pernah menyangka, bahwa berabad-abad kemudian, penulis surat Ibrani menyatakan bahwa jenderal Barak yang sempat takut berperang itu termasuk dalam salah satu pahlawan iman (Ibrani 11:32-34). Ya, kata-kata memiliki kekuatan untuk menghancurkan, tapi juga bisa membangkitkan semangat yang patah. Kalau kita mengaku sebagai anak-anak Allah, maka sudah seharusnya kita berkata-kata seperti yang Dia kehendaki: membangun, bukan meruntuhkan. Tidak ada yang tahu bagaimana kehidupan seseorang di masa depan selain Allah. Bisa saja dia mengalami keputusasaan berkepanjangan karena celaan kita, atau dia justru memiliki hidup yang berpengharapan pada Tuhan karena encouragement yang kita berikan—walaupun cuma sesaat. 

Jadi, siapakah orang yang ingin Anda berikan encouragement hari ini?

Monday, January 21, 2019

Hana: Dari Masalah, Pada Pengenalan Akan Allah


by Eunike Santosa

Pernah nonton sinetron Indonesia? Atau, kalo kamu anak 90-an, ingat gak zaman ketika telenovela Amerika Latin lagi heboh-hebohnya di Indonesia (Esmeralda, Esperanza, dkk)? Atau, buat yang masih ga konek lagi, drama Korea or Cina or Jepang, your choice dehhhhh… Hehe. Nah, di Alkitab ada loh, cerita ala sinetron yang penuh drama, penyiksaan batin dan derai tangis air mata... (ini bahasanya harus diberikan ekstra bumbu-bumbu biar lebih mantap! :P) Penyiksaan jiwa oleh istri lain dari sang suami telah membuat seorang wanita jatuh dalam depresi. Alkitab mencatat bahwa sang istri pertama ini menangis tersedu-sedu setiap tahunnya, sampai tidak mau makan. Akankah… dia terbebas dari belenggu penderitaan batin ini? Kita kupas setajam SILET… (Nih acara masih ada ga sih? Hahaha…) 

Oke, setelah intro yang (mohon maaf) agak lebay, mari kita tengok Alkitab kita di 1 Samuel 1:1—2:26 Disini kita mendapatkan kisah tentang seorang perempuan bernama Hana (dalam bahasa Ibrani: Channah yang artinya: favor, grace). Di pasal 1 kita bisa melihat background Hana: 
  1. Dia adalah isteri dari pria bernama Elkana (ayat 2). 
  2. Dia isteri pertama dari dua orang isteri; artinya, si mbak Hana dipoligami. 
  3. Hana ga punya anak so far (ayat 2), sementara si isteri satunya (Penina) dah punya beberapa anak. 
  4. Suaminya cinta ama dia; isteri favorit kayaknya, dibanding si istri kedua (ayat 5 dan 8). 
  5. Tuhan menutup kandungannya. (Kenapa ditutup yah?) 
  6. Tiap tahun mereka sekeluarga pergi ke Silo buat mempersembahkan korban bagi Tuhan (ayat 3), berarti mereka cukup religious. 
  7. Tiap tahun ketika mereka pergi ke Silo sekeluarga, Hana di-bully ama isteri kedua suaminya karena dia ga punya anak (ayat 6). 
  8. Hana sakit hati, menangis dan ga mau makan (ayat 7). Kedengarannya seperti gejala depresi kan yah? 
Bisa melihat pattern sinetronnya? Hehe… Tapi, jokes aside, apa yang diderita Hana saya rasa bisa dirasakan oleh banyak perempuan di dunia ini yang sedang berdoa untuk mempunyai anak. Atau mungkin untuk kamu-kamu yang sedang bergumul dengan sebuah masalah dimana kamu merasa Tuhan menutup jalanmu seperti Tuhan menutup kandungan Hana. Dan mungkin seperti Hana, kamu sudah menunggu bertahun-tahun untuk keluar dari pergumulanmu ini. Apapun itu, kamu ingin berteriak ke Tuhan, kamu sudah tidak tahan, kamu menangis dan menangis dan menangis dan tidak ada jawaban. Kamu mungkin bertanya, kenapa kok Tuhan menutup jalan? Atau dalam kasus Hana, kenapa Tuhan menutup kandungan Hana? kenapa Tuhan mengizinkan Hana untuk dibully oleh isteri yg lain, menangis bertahun-tahun, hilang nafsu makan, or even depresi? Kok Allah yang baik ini… tega…? 

Membaca cerita Hana lebih lanjut, kita kemudian melihat bahwa Hana berdoa kepada Tuhan. Pastinya ini doa yang kesekian kalinya. Alkitab mencatat bahwa Hana berdoa dengan hati pedih, sambil menangis tersedu-sedu (ayat 10) dan kemudian dibilang lagi di ayat 16 oleh Hana sendiri kalo dia berdoa dengan cemas dan sakit hati. Bisa kita lihat betapa dalam, dan pedihnya hati Hana ini, desperate ama Tuhan, sampai-sampai dia bikin janji nazar ke Tuhan. Di ayat 11, Hana berdoa untuk Tuhan melihat dia, mengingat dia—kadang kita juga berdoa seperti ini kan? Tuhan dimana? Apakah Tuhan lupa terhadapku? Hana berdoa dan berdoa, dan saking lamanya dia berdoa sampai dikira mabuk dan perempuan ga bener oleh imam Eli (ayat 12). Dan mungkin di sini, ketika kamu menghadapi pergumulanmu masing-masing, banyak orang yang bukannya bersimpati dan berempati, eh malah nge-judge kamu yang nggak-nggak… *sigh. Banyak yang tidak akan mengerti pergumulanmu tentunya, tapi justru karena itu, kita melihat bahwa dalam kasus Hana, dia melepaskan semua pergumulan jiwanya kepada Tuhan, lewat doa-doanya. 

Lalu tiba di ayat 18 dimana Hana mau makan dan ga sedih lagi. Hmmmmm, what happened? Apakah karena si imam Eli sudah bercakap-cakap dengan Hana? Apakah karena Eli bilang Tuhan akan kasih apa yang kamu minta? Apakah karena Hana sudah puas nangis-nangis dan berdoa? Kita lihat di ayat 20, Hana akhirnya dikasih Tuhan anak, trus dinamain Samuel yang artinya “Heard from God” —didengar oleh Tuhan. Jadi apakah karena doa Hana didengar oleh Tuhan, maka penderitaan Hana lenyap? I don’t think so. Hana sudah hepi duluan sebelum dia dapat anak oleh Tuhan. Kok bisa? Aye naon hepen? 

Jawabannya mari kita lihat di doa syukur Hana di pasal 2. 

Nah di ayat pertama aja si mbak Hana langsung bilang: “Hatiku bersukaria karena TUHAN!” Noh Jawabannya! Hahahhaha… Kenapa Hana bisa bersukacita lagi? Karena Tuhan sudah membuat dia kuat; Tuhan adalah pertolongannya! Ketika saya meneliti Doa Hana lebih lanjut, saya menggaris bawahi begitu banyak deklarasi karakter-karakter Allah. 
  1. Allah itu Kudus (ayat 2) 
  2. Allah itu gunung batu (ayat 2, 3) 
  3. Allah itu Mahatahu (ayat 3) 
  4. Dia lah Hakim yang menguji (ayat 3) 
  5. Dia meninggikan yang lemah (ayat 4 dan 5) 
  6. Allah itu Berkuasa! 
  • Berkuasa atas hidup dan mati (ayat 6) 
  • Berkuasa atas materi (kaya dan miskin) (ayat 7) 
  • Berkuasa atas bumi/dunia (ayat 8) 
  • Berkuasa atas manusia (ayat 9) 
Selain dari deklarasi itu, lagi dan lagi, si mbak Hana mereferensikan bahwa kekuatan manusia itu dari Allah saja, jadi kita ga berhak untuk sombong. Allah yang meninggikan, dan memberi kekuatan kepada yang lemah. So dari sini, jawabannya jelas: Hana memandang kepada Tuhan, dia mengenal Tuhan, dia fokus kepada Tuhan. Dia berpaling kepada Allah dan mencari kekuatan dari Allah saja. And therefore she praises God, bahwa kekuatannya dari Allah saja. Bukan hanya itu, lewat pergumulannya ini, Hana mengenal Allah, dia mengenal karakter-karakter Allah. Hana mengakui kedaulatan Tuhan atas hidupnya. 

Bagaimana denganmu? Cerita Hana diakhiri dengan happy ending, karena setelah Hana punya Samuel dan serahkan dia ke Tuhan, Tuhan memberi Hana lima orang anak lagi. Samuel in the end menjadi hakim Israel yang terakhir sebelum Israel beralih ke masa raja-raja. Samuel dari kecil dicatat di Alkitab sebagai anak yang saleh, dengar-dengaran sama si imam Eli, dan ketika Tuhan memanggil Samuel… Dia menjawab. :) Ini mengingatkan saya lagi kepada ayat ini: 

Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. 
(Roma 8:28)

Kemandulan Hana adalah tindakan langsung dari Allah. Komentator di Sabda mencatat bahwa Tuhan tidak langsung memberikan anak kepada Hana dengan tujuan mempersiapkan Hana untuk kelahiran Samuel. Tuhan kadang mengizinkan kita mengalami hal-hal yang tidak enak atau tidak mampu supaya kita jadi jadi rendah hati, agar kita tahu bahwa pada akhirnya semua ini bukan karena kekuatan kita sendiri, tetapi karena Tuhan. He knows best. :) Apapun yang baik yang kita dapatkan, seperti arti dari nama Hana, it’s a favor, it’s only by God’s grace.

Monday, January 14, 2019

Atalya: Mata Rantai Dosa


by Tabita Davinia Utomo 

Selamat memasuki tahun 2019, Pearlians! Bagaimana kabarnya? Masih bersemangat menjalani resolusi yang sudah tersusun di tahun sebelumnya? :) Nah, biar lebih afdol lagi, hari ini kita akan belajar dari seorang wanita yang sangat berpengaruh di zamannya. Bukan hanya sebagai seorang istri dan ibu, tapi juga bagi cucu dan… seluruh bangsanya! Well, the clue is… dia adalah satu-satunya ratu yang pernah memerintah di sepanjang sejarah kerajaan Yehuda dan Israel. Who is that woman? 

Dia adalah Atalya, anak perempuan Ahab, raja Israel. Kisahnya bisa kita temukan di 2 Raja-raja 8:26; 2 Raja-raja 11; 2 Tawarikh 22; 2 Tawarikh 23:13-21; 24:7. Seperti yang kita tahu, Ahab dan Izebel, istrinya, telah membuat Israel sampai ke titik kebobrokannya. Pada masa pemerintahan Ahab, ia membuat bangsa Israel menyembah berhala dan mengakibatkan Tuhan murka—sampai-sampai hujan tidak turun selama 3,5 tahun. 

Atalya yang dibesarkan dengan orang tua seperti Ahab dan Izebel, tumbuh pula menjadi wanita yang tidak mengenal Allah. Yuk, kita berefleksi melalui tiga peran buruk yang dicatat Alkitab mengenai Atalya! 

1. ATALYA SEBAGAI ISTRI
Dengan membawa didikan mengenai penyembahan berhala dari orangtuanya, Atalya pun memengaruhi Yoram—suaminya sekaligus raja Yehuda—untuk memimpin kerajaan Yehuda dalam penyembahan berhala. Padahal, Yoram adalah salah satu keturunan Daud, yang seharusnya menjaga integritasnya untuk hidup dalam kehendak Tuhan. Tapi Alkitab mencatat, 

Ia (Yoram) hidup menurut kelakuan raja-raja Israel seperti yang dilakukan keluarga Ahab, sebab yang menjadi istrinya adalah anak Ahab. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN. 
(2 Raja-raja 8:18 / TB)

Selama ini, saya hanya mendengar bahwa seorang istri memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan suaminya. Tapi kali ini, Alkitab memberikan data akurat bahwa pengaruh seorang istri bisa menjadi salah satu sumber kejatuhan suaminya dalam dosa. 

Seorang istri dapat menjadi sarana bagi suaminya untuk mendekat kepada Tuhan, atau justru menjauh dari-Nya. 

Untuk menegaskan hal ini, berabad-abad kemudian, Petrus menuliskan tentang bagaimana seorang istri harus bersikap, bahkan saat suaminya tidak taat pada Firman Tuhan, 

“Begitu juga kalian, istri-istri, harus tunduk kepada suami supaya kalau di antara mereka ada yang tidak percaya kepada berita dari Allah, kelakukanmu dapat membuat mereka menjadi percaya. Dan tidak perlu kalian mengatakan apa-apa kepada mereka, sebab mereka melihat kelakukanmu yang murni dan saleh.” 
(2 Petrus 3:1-2 / BIMK) 

Dari peran pertama ini, kita bisa crosscheck ke diri masing-masing. Apakah sebagai istri atau calon istri kita: 
  1. rindu agar kehidupan suami mengalami pertumbuhan, baik secara iman dan karakter? 
  2. mendorong suami untuk bertumbuh bersama; baik melalui saat teduh, komunitas pertumbuhan iman, dsb.? 
  3. mendorong suami untuk terlibat dalam pelayanan; baik di gereja maupun di luar gereja—disertai pemahaman bahwa melayani Tuhan bertujuan untuk memuliakan-Nya? 
  4. bukan hanya “memerintah” suami untuk melakukan ini atau itu, melainkan juga bersedia untuk mengalami proses pertumbuhan iman dan karakter di dalam Tuhan bersamanya—maupun tidak? 

2. ATALYA SEBAGAI IBU 
Ahazia berumur empat puluh dua tahun pada waktu ia menjadi raja dan setahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Atalya, cucu Omri. Ia pun hidup menurut kelakuan keluarga Ahab, karena ibunya menasihatinya untuk melakukan yang jahat. Ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN sama seperti keluarga Ahab, sebab sesudah ayahnya mati, mereka (keluarga Ahab) menjadi penasihat-penasihatnya yang mencelakakannya. 
(2 Tawarikh 22:2-4 / TB) 

Sejahat-jahatnya seorang ibu, pasti dia ingin anaknya mendapatkan yang terbaik, bukan? Tapi sepertinya, apa yang Atalya lakukan ini benar-benar di luar logika manusia. Terlepas dari obsesinya untuk jadi ratu—lalu membunuh semua calon penerus kerajaan Yehuda—pola asuh (parenting) dengan cara mengajarkan hal-hal jahat bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan orangtua maupun keluarga besar lainnya. 

Yang lebih “aneh” lagi, usia Ahazia saat menjadi raja sudah 42 tahun. Bukan usia yang muda, namun bisa dimaklumi jika dia memerlukan penasihat (yah, memimpin sebuah negara/kerajaan pasti butuh nasihat yang bijak karena menyangkut kepentingan banyak orang). But at least, seharusnya Ahazia paham kalau apa yang ibunya lakukan itu salah. Tidak dijelaskan apakah kejahatan yang Ahazia lakukan ini juga karena ayahnya yang melakukan hal yang sama; tapi ada kemungkinan demikian. Jika tidak, kenapa Ahazia tidak menolak usulan ibunya saat keluarga Ahab (yang notabene adalah musuh kerajaan Israel waktu itu) menjadi penasihatnya? 

Selain kepada suami, seorang wanita juga memiliki pengaruh besar dalam kehidupan anaknya. 

Dear mommies and mommies soon to be, apakah kita: 
  1. rindu agar anak kita mengalami pertumbuhan dalam Tuhan secara pribadi, khususnya dalam iman dan karakter? 
  2. tidak segan menegur anak kita ketika dia melakukan kesalahan, tentunya dengan cara yang bijak dan tidak asal mengomel? 
  3. bersama suami – atau anggota keluarga lain bagi yang single parents, berjuang mendidik dan memberikan teladan pada anak untuk hidup dalam kebenaran Firman Tuhan? 
  4. mendorong anak untuk terlibat dalam pelayanan, disertai pemahaman bahwa melayani Tuhan bertujuan untuk memuliakan-Nya, bukan hanya sekedar kesibukan? 
  5. menjadi teladan dalam disiplin rohani, kepekaan iman, dan aspek-aspek kerohanian maupun karakter lainnya?

3. ATALYA SEBAGAI NENEK
Saya yakin siapapun pasti ingin melihat keturunan-keturunan berikutnya selagi bisa, dan berusaha mendidik mereka untuk hidup dalam Firman Tuhan. Tapi Atalya melakukan sesuatu yang anti mainstream dan bahkan brutal, yaitu membunuh semua calon penerus tahta kerajaan Yehuda demi obsesinya untuk jadi ratu. Meskipun Yoas, anak Ahazia yang luput dari pembunuhan itu, terselamatkan, namun peran Atalya sebagai nenek menunjukkan bahwa dia gagal menjalankan peran sebagaimana seharusnya (2 Tawarikh 22:10-12). 

Inti pertanyaan refleksi di bagian ini sama dengan bagian sebelumnya, tapi yuk, kita juga berdoa bagi anak kita agar dia dan pasangannya dapat mendidik cucu kita kelak untuk bertumbuh dalam Firman Tuhan. Selagi masih ada kesempatan, kita juga bisa menolong cucu kita dengan cara menceritakan pengalaman iman kita. 

4. ATALYA SEBAGAI RATU/PEMIMPIN
Obsesi Atalya untuk menjadi ratu membuat bangsa Yehuda ketakutan. Mereka takut melanggar perintahnya, tapi juga tidak tahu harus lari ke mana. Bukankah sebenarnya ini adalah bentuk kegagalan seorang pemimpin dalam menjadi “penjamin keamanan” bagi rakyatnya? 

Menjadi pemimpin di sini bukan hanya soal memerintah sebagai pemimpin negara, melainkan bagaimana kita memimpin anak-anak rohani kita untuk bertumbuh dan berbuah di dalam Tuhan. Saya pun harus mengakui kalau saya belum menjadi pemimpin yang baik bagi anak-anak rohani saya. Tapi di sisi lain, saya juga tidak mau menjadi pemimpin yang gagal seperti Atalya. 

Bagi Pearlians yang dipercaya untuk menjadi pemimpin dalam sebuah perusahaan, yayasan, atau apapun itu, yuk kita belajar bersama menjadi teladan iman bagi orang-orang di sekitar kita. Berapapun usia dan apapun latar belakang kita, biarlah mereka dapat menemukan Kristus dalam kehidupan kita dan memuliakan-Nya. 

***

Kisah Atalya ini sesungguhnya menggambarkan sebuah pola tentang dosa yang diwariskan hingga ke generasi selanjutnya. Dimulai dari Ahab dan Izebel, kemudian Atalya dan suaminya, bahkan hingga ke anak-anak dan cucu mereka. Dosa di dalam keluarga mereka seakan menjadi rantai yang mengikat, dimana setiap orang di dalamnya adalah mata rantainya. Tapi sebenarnya, alih-alih menjadi mata rantai yang melanjutkan kehancuran bagi keluarga dan bangsanya, Atalya punya pilihan untuk berbalik dan memutus rantai dosa. Sebenarnya dia bisa menjadi seperti Yosia – raja Yehuda yang memutus rantai dosa penyembahan berhala di keluarga dan bangsanya, meskipun hal itu tidak dilanjutkan oleh keturunannya (2 Raja-Raja 22:1-20 dan 23:1-30). Kakek dan ayah Yosia, Manasye dan Amon, melakukan hal-hal yang jahat di mata Tuhan, tapi Yosia justru melakukan apa yang benar dengan menghancurkan bukit-bukit pengorbanan, tiang-tiang berhala, patung-patung pahatan dan patung-patung tuangan di Yehuda. Yosia menjadi mata rantai yang berbeda dari kakek dan ayahnya dan bahkan melakukan reformasi rohani bagi bangsanya. 

Sebagai penutup, biarlah lagu berikut dapat menjadi pengingat sekaligus penyemangat kita untuk menjadi mata rantai yang meneruskan teladan Kristus dalam segala aspek dan peran kita di dunia ini. :) 



(Hidup Ini Adalah Kesempatan) 

Hidup ini adalah kesempatan 
Hidup ini untuk melayani Tuhan 
Jangan sia-siakan waktu yang Tuhan b'ri 
Hidup ini harus jadi berkat 

O Tuhan, pakailah hidupku 
selagi aku masih kuat 
Bila saatnya nanti, ‘ku tak berdaya lagi, 
hidup ini sudah jadi berkat

Monday, January 7, 2019

Abigail: When your marriage is HARD


by Lia Stoltzfus 

Apakah saat ini kita sedang merasa bahwa pernikahan yang dijalani tidak sebahagia yang diharapkan? Atau kita sempat berpikir telah “salah menikah”, atau menikah dengan “orang yang salah”? 

Jika dua pertanyaan tersebut menggambarkan pernikahan kita, mungkin pikiran kita sehari-hari adalah “difficult marriage”, “difficult relationship”, “difficult husband”. Dengan demikian, kita menjadi self-pity, merasa menjadi orang yang paling menderita di dunia karena pernikahan yang carut-marut. 

Ladies, jika memang benar demikian, kita dapat belajar dari seorang wanita tangguh yang ada di Alkitab. Ketangguhannya bukan karena dia adalah wanita perkasa secara fisik, melainkan karena kesetiaannya pada “hard marriage”-nya. Yuk, kita belajar dari tokoh tersebut. 


--**-- 


Namanya adalah Abigail. Dia adalah wanita cantik yang namanya berarti “sukacita bagi ayahku”. Kebayang dong, kira-kira bagaimana kepribadian wanita ini? Alkitab mencatat bahwa Abigail tidak hanya cantik, tapi juga cerdas dan bijak. Wow… wanita yang menarik, kan? 

Eh, eh, tapi kok dia bisa menikah dengan Nabal—yang artinya “bodoh” (fool)? Alkitab mencatat bahwa pria kaya raya itu memiliki 3.000 domba dan 1.000 kambing, tapi dia terkenal sebagai orang jahat, bodoh, keras kepala dan tidak mau mendengar pendapat orang lain. Heee... Wanita bijak menikah dengan pria bodoh? Kedengarannya sangat timpang, bukan? Kok bisa sih? 

Ladies, kita perlu mengetahui bahwa perjodohan (alias pernikahan yang diatur) adalah sebuah hal yang wajar bagi orang zaman dulu. Hanya orangtua yang berhak memilihkan pasangan untuk anak-anak mereka; dan ironisnya, Abigail si cantik dan bijak itu dinikahkan dengan pria kasar, jahat, dan bodoh. Sungguh menyedihkan. 

Berbanding terbalik dengan zaman sekarang, kita punya kebebasan (free will), jadi tidak lagi harus mengikuti kemauan orangtua atau tradisi perjodohan itu. Tapi bukan berarti dengan memilih pasangan sendiri pernikahan jadi mudah dan tanpa ada tantangan. Selama hampir sembilan tahun saya menikah, saya tahu bahwa pernikahan itu adalah ‘kerja keras’. 


Marriage is a HARD WORK an HEART work. 


Membangun oneness (kesatuan dalam pernikahan) tidaklah mudah, Pearlians. Apalagi kalo pasangan tidak takut akan Tuhan atau termasuk kategori 'difficult people, a hard man'. Karena itu, pernikahan kita sangat membutuhkan kasih karunia Tuhan—agar kita sanggup menjalaninya bersama Dia. 

Beberapa teman saya mengalami hal yang serupa dengan Abigail. Ada yang menyerah (alias bercerai), tapi ada yang terus berjuang untuk pernikahan mereka, belajar untuk menghargai janji nikah (covenant) yang sudah dia buat bagi pasangannya di hadapan Tuhan dan keluarga. Dan saya percaya, Tuhan memberkati orang-orang yang mau berusaha menjadi ‘covenant keeper’. 

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana ‘penderitaan’ yang dialami oleh Abigail: punya suami yang sering mengambil keputusan-keputusan bodoh, tidak mau menghargai orang lain, dan pria yang kasar. Pasti menderita harus tinggal bersama orang seperti itu, kan? Tapi Abigail tidak menyerah terhadap pernikahannya. Ada yang berbeda dalam diri wanita ini; sesuatu yang luar biasa dan mengundang perhatian serta campur tangan Allah dalam hidupnya. 

1 Samuel 25:23-31 mencatat peristiwa tentang Daud yang mengutus 10 orang untuk menghadap Nabal, dan memintanya bermurah hati menunjukkan kebaikan dengan memberikan sedikit persediaan makanan untuk Daud dan orang-orangnya. Daud “berani” meminta demikian karena mereka telah menjaga gembala-gembala pekerja Nabal dan kambing domba mereka supaya tidak diterkam binatang buas (1 Samuel 25:15-16). Padahal sebenarnya, Daud dan pasukannya bisa dengan mudah mencuri atau sesekali mengambil kambing domba milik Nabal. Tapi Daud tidak mau melakukan apa yang jahat di mata Tuhan, jadi Daud meminta dengan baik-baik. 

Sayangnya, Nabal yang tidak tahu berterimakasih malah membentak, mendamprat, dan menjawab dengan kasar, “Emang siapa itu Daud? Siapa anak Isai? Kenapa gua harus kasih roti, air, dan daging ke orang yang gua gak kenal? “ (1 Sam 25:10-11). Hmm, rasanya gak mungkin banget orang Israel gak “tau” siapa Daud, yang beberapa tahun lalu menang mengalahkan Goliat dan bangsa Filistin. Dalam kesombongan dan kebodohannya, Nabal menolak mengakui bantuan Daud dan menolak dengan kasar permohonan dari orang yang diurapi Tuhan sebagai raja. Padahal Daud sudah berbuat baik dengan membantu menjaga kawanan kambing domba milik Nabal dari marabahaya. 

Air susu dibalas air tuba. Kebaikan dibalas dengan kejahatan. Bukannya menunjukkan ungkapan terima kasih, Nabal malah kasar dan berbuat jahat. Tanpa disadari, kebodohannya itu justru mengundang malapetaka atas dirinya sendiri. 

Nah, setelah mendengar laporan dari 10 orang utusannya itu, Daud marah dan segera pergi dengan 1/3 pasukannya (400 orang) untuk membantai Nabal dan seisi rumah pria itu. Tapi ketika Abigail mendengar hal ini, dia langsung mengambil tindakan. 

Apa tindakan yang diambil Abigail? 

Apa yang dilakukan a wise wife in difficult situation? 

1. She acted quickly (1 Sam 25:18) 
Abigail tidak menunda kesempatan untuk memohon pengampunan Daud. Dia segera mengambil persedian bahan makanan yang dimilikinya. 200 roti, 2 botol anggur, 5 domba yang sudah dimasak, 5 sukat gandum, 100 kue kismis, dan 200 kue ara. Hal ini menunjukkan bahwa Abigail menyediakan apa yang Daud minta, yaitu bahan makanan. 

2. She didn’t tell her husband (1 Sam 25:19)
Abigail tahu karakter suaminya. 1 Samuel 25:17 mencatat, “Nabal adalah seorang yang dursila, sehingga orang tidak dapat berbicara dengan dia.” Nabal tidak mau mendengarkan pendapat orang dan selalu merasa dirinya benar; padahal kebodohannya bisa dihindari kalau dia belajar mendengarkan orang lain. Abigail tahu suaminya seperti apa, makanya dia tidak memberitahukan rencananya dan diam-diam melakukan apa yang dia pikir benar dan bisa menyelamatkan mereka dari bencana. (tapi ini kasus khusus, ya. Selama suami bisa diajak berbicara, lebih baik kita melakukannya. Karena bagaimanapun, suami adalah kepala keluarga, bukan? (Efesus 5:22-24)) 

3. She quickly got off and bowed down with her face to the ground (1 Sam 25:23) 
Rendah hati adalah kunci untuk berdamai dengan orang lain! Abigail menggunakan senjata yang ada di Amsal 15:1a, 

“Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman“.
(Amsal 15:1a)

Kemarahan besar yang Daud rasakan “dipadamkan” amarahnya dengan sikap (attitude) kerendahan hati dan perkataan yang lemah lembut. Abigail bukan hanya menyampaikan permohonan (intercession) untuk suaminya, tapi juga untuk dirinya dan seluruh isi rumahnya. Namun yang lebih penting lagi, Abigail berhasil mengingatkan Daud tentang siapa dirinya sebagai orang pilihan Tuhan, Raja yang diurapi oleh Tuhan—supaya jangan ada penyesalan atau track record yang buruk (1 Samuel 25:24-31). Akhirnya, kerendahatian dan kebijakan hati Abigail menyelamatkan nyawa suami (pada saat itu) dan seluruh isi rumah mereka. Bukan hanya itu, Abigail juga mencegah Daud melakukan hal yang tidak bijak karena kemarahan yang menggebu-gebu. 

4. She told him nothing at all until day break (1 Samuel 25:36-37) 
Kebijakan Abigail terlihat karena dia mampu membaca situasi. Abigail memilih waktu dan tempat yang tepat untuk berbicara pada Nabal (yaitu setelah Nabal selesai mabuk karena perjamuannya), memberitahunya apa yang terjadi, dan seberapa tindakan pria itu bisa berakibat fatal. Abigail terus berusaha untuk seek what is best. Dia berusaha untuk mengingatkan Nabal tentang pentingnya berlaku bijaksana. Tuhan mau pakai setiap kita, sebagai istri, untuk memberi pengaruh positif bagi pasangan. Let God work in you and through you by His power to redeem a bad relationship. 

Kisah Abigail berakhir dengan Tuhan yang membebaskan dia dari ‘difficult husband’-nya. Nabal mati 10 hari kemudian, setelah jantungnya berhenti bekerja dan dia membatu karena Tuhan memukulnya. Tapi hal yang sama tidak bisa jadi ending story yang sama buat semua orang yang punya difficult marriage. Setiap orang memiliki kisah pernikahan masing-masing, dan Tuhan bisa memakai apapun untuk menyatakan kemuliaan-Nya melalui pernikahan kita. 

Kita mungkin telah menikah dengan difficult man; tapi apakah tanggapan kita terhadapnya menjadikannya semakin sulit? Pilihan ada di tangan kita. Apakah kita akan menanggapinya dengan tujuan untuk membuat keadaannya jadi lebih baik, ATAU menyerah pada kemarahan kita dan membuat situasinya jadi lebih parah? Kalau kita tidak bisa memberikan hadiah kepada anak-anak berupa TWO godly parents, at least give them ONE! 

“Tapi kamu nggak tahu suami gue kayak apa... Kalo di luar rumah, di gereja, dia kelihatan baik, kelihatan penyayang… Tapi dia terikat pornografi. Dia suka ngelakuin kekerasan, pemarah…”  
“Suami gue lemah banget kepemimpinan rohaninya. Jangankan mimpin altar/renungan keluarga, saat teduh pribadi aja bolong-bolong…”  
“Susah menghargai suamiku. Dia terikat main games, lebih suka nonton daripada menghabiskan waktu sama anak-anak. Aku udah berusaha ingetin, tapi dia pasif banget, gak terlibat dalam pertumbuhan anak-anak.” 

Kita bisa saja menyebutkan sekian puluh hal yang tidak kita sukai dari pasangan maupun dalam kehidupan pernikahan. Tapi setidaknya, kita bisa memakai energi kita untuk membangun sesuatu. Work on your attitudes and marriage daripada tenggelam dalam kepahitan dan penyesalan. Sama seperti Abigail, dia tahu bahwa dia tidak bisa mengubah suaminya. Tapi Abigail terus punya sikap hati yang benar, tidak lari dari pernikahan yang sulit tersebut; bahkan dia terus seek for the best of Nabal, masih berusaha ‘menyelamatkan’ Nabal dari keputusannya yang bodoh, masih mau terus ngomong, dan mengingatkan Nabal tentang apapun. 

Buat teman-teman yang sedang bergumul dengan difficult marriage, teruslah mencari Tuhan. Baca Firman-Nya, temukan kepuasanmu dan keberhargaan dirimu lewat apa yang Dia katakan. Biarlah Firman-Nya menjadi sumber kekuatan dalam hidupmu. 

Sebagai penutup, saya mau membagikan satu janji Tuhan yang luar biasa indah: 

"Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kupada suamimu, supaya jika di atara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan   oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.” 

(1 Petrus 3:1-2)

The power of submission will win the heart of your husband! Percayakah kita bahwa Tuhan sanggup melakukan mujizat dalam pernikahan kita? Dia bekerja melalui iman kita kepada-Nya, dan dari situ pula kita akan semakin dibentuk menjadi semakin serupa dengan-Nya; menjadi lebih dimampukan untuk mengasihi suami dan tegar di dalam Tuhan. 

Di tahun baru ini, let’s work on our marriage, apply what we learn from Abigail… Semangat! 

(PS: Saya merekomendasikan bukuSacred Marriage danSacred Influence dari Gary Thomas buat teman-teman yang sudah menikah supaya bisa work on your marriage, build a heaven on earth! Buku tersebut sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan dapat dibeli di toko buku online)

Tuesday, January 1, 2019

A Fresh New Start


by Stephanie Gunawan


HARI BARU PENUH WARNA 

Saya menapaki hari yang baru
Ada yang berbeda
Kali ini berwarna
Padahal sampai kemarin semuanya masih hitam putih
Ya ini sungguhan! 
Hari ini semua tampak berwarna!
Apa yang telah terjadi?
Ah saya ingat...
Kemarin saya membebaskan hati saya 
Untuk merasa 


Yak hari ini adalah hari baru! Saya akan menjalankan komitmen baru saya, yaitu membebaskan hati saya untuk merasa! Saya tidak takut lagi untuk mengalami emosi, baik positif maupun negatif. Walaupun saya tahu bahwa merasakan emosi negatif sangat tidak enak, saya percaya kasih Allah akan memampukan saya untuk berani merasakan emosi yang terpahit sekalipun. :) Saya akan mewarnai lembaran baru saya dengan tiga cara, yaitu Get close to Jesus, berpartisipasi dalam komunitas baru, dan mempraktekkan kebiasaan positif baru. Dengan menjalani tiga cara tadi, saya harap saya akan menjadi seorang wanita yang semakin serupa dengan Kristus. 


// GET CLOSE TO JESUS

Langkah pertama ini adalah langkah yang gak mungkin saya lewati. Ini sangat penting! Supaya bisa berbuah, saya harus nempel kaya perangko ke pohonnya. 

"Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa."
(Yohanes 15:5)

See? Gak ada ranting yang bisa menumbuhkan daun dan buah kalau dia terlepas dari pohon utamanya. Seperti itulah saya. Kalo saya terlepas dari Yesus, saya tidak akan bisa bertumbuh dan berbuah. Jadi, sangat penting untuk makin lengket sama Yesus! 


Gimana caranya supaya makin lengket ma Yesus? 

Ngobrol donk... Apa lagi kalo bukan ngobrol? Persis seperti kita membina persahabatan dengan teman, atau membina hubungan dengan pasangan, kita pasti ngobrol untuk mengenal doi lebih dekat. Gimana mau lengket kalo ngobrol aja gak pernah? Ingat, ngobrol itu artinya kita berbicara dan mendengarkan. Pihak sana pun harus berbicara dan mendengarkan. Kalo salah satu ngomong mulu dan satunya lagi dengerin doank, itu sih acara pidato, bukan ngobrol! 

~ Jadi, kita harus berbicara ke Tuhan (sementara Tuhan mendengarkan) dan mendengarkan Tuhan (sementara Tuhan berbicara). ~

1. BERBICARA KE TUHAN (sementara Tuhan mendengarkan) ada dua cara: 
A) Lisan. 
Lisan sendiri ada dua cara:
Ngomong sambil ngoceh-ngoceh, cuap-cuap bersuara sambil berdoa.
Ngomong dalam hati.

Tenang aja, Tuhan denger dua-duanya kok. Bahkan sebelum kita ngomong, Dia sebenernya udah tau kita mau ngomong apa. Dia udah tau hari-hari kita, bahkan sebelum kita lahir.

"Mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya." - (Mazmur 139:16)

Intinya, curhat deh ke Tuhan apa yang kita alami dan rasakan hari itu. Persis kaya laporan ke pacar, gak pernah absen! :)


B) Tulisan
Kalo yang ini, kita bisa menulis surat atau puisi untuk Tuhan. Kita bisa curahkan isi hati kita dengan menulis diary yang ditujukan ke Tuhan Yesus. Bisa juga dengan membuat puisi yang kita persembahkan pada-Nya. Pokoknya persis seperti kita nulis SMS/BBM/email/surat untuk orang yang kita kasihi. 

2. MENDENGARKAN TUHAN (sementara Tuhan berbicara) 

Zaman sekarang, Tuhan jarang berbicara kepada kita seperti Dia berbicara kepada Adam (Kejadian 3:9-12), Abraham (Kejadian 18:23-32), dan Musa (Keluaran 19: 19-20) yang bisa langsung denger suara Tuhan. Bukan berarti gak pernah lho yah, tapi lebih jarang. Cara yang lebih sering kita jumpai sekarang adalah: 

// Melalui Alkitab. 
Teman-teman bayangkan sebuah film yang ada adegan seorang pria mendapat surat dari kekasih wanitanya, padahal mereka sudah lamaaa sekali tidak bertemu. Pas dia baca, biasanya ada suara perempuannya gitu kan lagi membacakan suratnya? Kebayang? Maksudnya, seolah-olah si pria sedang mendengar suara wanita itu langsung melalui suratnya. Nah seperti itu juga kalo membaca Alkitab. Bayangkan ada suara Allah yang ngomong langsung ke kita. Alkitab itu adalah surat cinta Allah untuk kita. Jadi, baca dan bayangkan deh suara-Nya! 

// Melalui orang lain. 
Saudara-saudara kita dalam Kristus biasanya akan lebih peka untuk menegur kita dengan Firman Allah kalau mereka melihat ada yang tidak benar dari hidup kita. Mereka bisa menjadi teman bertumbuh bersama. Kita saling kirim ayat, membicarakan khotbah, mendoakan, berbagi pengalaman iman, dan sebagainya. 

Tapi jangan terpaku pada mereka yang Kristen saja. Tuhan gak membatasi kuasa-Nya. Dia bisa memakai orang-orang yang belum Kristen sekalipun untuk menyampaikan isi hati-Nya. Jadi, sebaiknya kita pun peka untuk memperhatikan teguran dari orang lain. Jika memang tegurannya sesuai dengan nilai-nilai yang Yesus ajarkan, tentu sebaiknya kita dengarkan. 

// Melalui media cetak dan media audio-visual. 
Tuhan seringkali memakai buku/majalah/koran/papan iklan/sticker di kaca belakang mobil, dan lain-lain yang berisikan/bertuliskan tentang firman Allah untuk berbicara kepada kita. Selain itu, Dia bisa memakai film/iklan/video youtube/nyanyian pujian untuk menyampaikan firmanNya. Jadi, pekalah terhadap apa yang kalian lihat, baca, dan dengar. Mungkin Tuhan mau menyampaikan sesuatu. 


// BERPARTISIPASI DALAM KOMUNITAS BARU

Ini artinya kita menghabiskan waktu dengan orang-orang baru yang membantu kita makin bertumbuh dalam kasih Kristus. Sebaiknya cari komunitas yang positif, misalnya persekutuan di rumah tetangga (kalau ada), kelompok pemahaman Alkitab, paduan suara gereja, komunitas peduli AIDS, komunitas peduli korban bencana alam, dan sebagainya. Selain kita punya hubungan pribadi yang erat dengan Bapa, kita perlu komunitas untuk saling menguatkan. Jangan cari komunitas barunya di tempat-tempat yang tidak tepat, seperti klub malam dan diskotik. Kalau di tempat yang minuman keras beredar dengan mudah dan banyak godaan seksualnya, apakah kita akan makin bertumbuh dalam iman pada Kristus? Teman-teman bisa jawab sendiri. Carilah lingkungan yang berdasarkan kasih Kristus. 

Jangan menutup hati juga jika ada cinta yang bersemi di komunitas baru itu. Mungkin ini saat yang tepat untuk hati kita belajar mencintai dan dicintai sekali lagi. Dengan demikian, hati juga akan belajar untuk bebas merasa dan hari-hari kita akan lebih berwarna. Ikut sertakan Tuhan Yesus juga yah dalam cinta yang baru ini! ;) 


// MEMPRAKTEKKAN KEBIASAAN POSITIF BARU

Kalau ini lebih mengacu pada kebiasaan kita sehari-hari. Wanita yang berkarakter Allah adalah wanita yang rajin. Rajin ngapain? Tentunya bukan rajin guling-gulingan di tempat tidur atau rajin nonton film seri Korea sepanjang hari. :p Kita harus rajin berlatih melakukan hal yang bisa jadi berkat untuk orang lain, bukan hanya menyenangkan diri sendiri. Apa saja yang bisa kita lakukan terutama kalau kita belum menikah? As singles, we can do: 

1. Bangun pagi 
"Hai pemalas, berapa lama lagi engkau berbaring? Bilakah engkau akan bangun dari tidurmu? Tidur sebentar lagi, mengantuk sebentar lagi, melipat tangan sebentar lagi untuk tinggal berbaring maka datanglah kemiskinan kepadamu seperti seorang penyerbu, dan kekurangan seperti orang yang bersenjata."
(Amsal 6: 10-11)

Hehehe ayatnya nancep banget yah?! Kalau kita malas-malasan, siap-siap aja akan jadi miskin dan serba kekurangan! Okay, saya sendiri masih berlatih untuk bisa bangun pagi! Jadi, ayo kita berlatih bersama-sama! :) Dengan bangun pagi, kita bisa saat teduh lebih tenang dan kita bisa mengerjakan lebih banyak kegiatan di hari itu. 

2. Baca buku 
Buku adalah jendela informasi dunia. Banyak sekali yang kita bisa pelajari dari membaca. Mau belajar tentang apa? Singleness? Relationship? Marriage? Pregnancy? Motherhood? Sewing? Cooking? Music? Law? Politics? History? Medical? Novel? Semuanya sudah ditulis! Tinggal masuk ke toko buku, sebaiknya cari buku yang sudah direkomendasi oleh teman atau mendapat predikat bestseller, beli, baca di rumah! Saya percaya kalian akan punya perspektif baru setelah membaca. Jadi, tunggu apa lagi? Ayo gemar membaca buku! Buku akan memperkaya pemahaman dan pengetahuan kita. 

3. Belajar masak 
Saya yakin zaman sekarang sedikit cewe yang bisa masak, kan udah ada mama atau mbak yang masakin di rumah. Hehe... Ngaku deh, saya sendiri juga begitu. Tapi, saya gak mau bilang hal itu benar ataupun baik lho ya. Kita semua sadar bahwa ketika kita berkeluarga nanti, istri harus menyediakan makanan bagi rumah tangganya. Mari kita lihat sebuah ayat dari Amsal 31 yang berbicara mengenai ‘Puji-pujian untuk istri yang cakap’.  

"Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan."
(Amsal 31: 15)

Lihat! Istri yang cakap menurut Amsal 31 adalah istri yang bangun saat subuh, lalu siapin makanan untuk rumah tangganya. Ho!! Memang seringkali kita alasan, “Ah gak usah belajar masak sekarang, nanti kalo udah married juga bisa sendiri. Mau gak mau masak, akhirnya bisa karena biasa.” Yah itu memang benar. Kalau udah kepepet gak ada yang masakin, akhirnya kita belajar masak juga. Kan kalau beli jadi dari luar terus, mahal... Nanti berdampak negatif ke keuangan rumah tangga. Tapi, apa salahnya kalau kita mulai mencoba sejak sekarang? Coba deh mulai dengan mengikuti tantangan memasak yang diadakan di majalah Pearl setiap edisinya. :) Kita bisa belajar mempersiapkan diri untuk menyediakan makanan untuk seisi rumah kita nanti. Saya juga akan berusaha! 

Nah, itu tiga ide tentang kebiasaan positif baru yang bisa kita kerjakan selama masih single. Sekarang kita simak yuk tips dari anggota tim yang sudah menikah tentang kebiasaan positif mereka ketika masih single! 


* Dari Ci Lia *

1. Banyak baca, ngerenungin en NGAPAL AYAT Firman serta menggalinya
karena ada masa- masa di mana kita gak punya cukup waktu buat mengali FT tapi Roh Kudus bisa munculin banyak kebenaran FT yang uda kita baca dan tersimpan dalam memori en hati kita yang dirhemakan kembali. 

2. Giving yourself buat melayani, bukan cuma di gereja tapi DI RUMAH.
Nanti kalo uda merid tinggal pisah dari keluarga, uda gak ada kesempatan BANYAK MELAYANI mereka. Bantuin mama lakuin tugas-tugas IRT-nya termasuk bantuin ngurus adik (ini sangat NGEFEK) karena aku dulu banyak belajar ngurus baby pas ngurus adik-adik aku. 

3. Latihan berfungsi as a supportive woman dengan cara:
kirim kata-kata encouragement ato profetic message (pesan Tuhan/firman Tuhan yang kita dapat setelah mendoakan orang tersebut) buat pemimpin rohani/otoritas/rekan sepelayanan dan juga appreciation words. 


* Dari Ci Sarah *

1. Focus on the Lord and what He is calling you to do.
If God calls you to go to Africa, then GO TO AFRICA and serve Him. =) Jangan membuat rencana yang berfokus kepada 'mendapat pasangan hidup'. Misalnya kalo Tuhan panggil ke Afrika, gak usah pusing "gimana bisa dapat pasangan hidup kalo gw berkutat di tengah hutan?" 

2. Disiplinkan diri dengan time management yang baik.
Dengan time management yang baik, kamu lebih bisa mengatur waktu untuk spend time with God biarpun sedang sibuk. Nanti if you get married, kebiasaan punya schedule yang baik ini akan sangat membantu kamu untuk tetap bisa punya waktu untuk Tuhan di tengah-tengah tugas-tugas yang demikian banyaknya sebagai istri dan ibu. 

3. Surround yourself with God-loving friends.
Mereka-mereka ini yang akan sangat membantu kamu untuk terus bertumbuh dalam kebenaran akan Firman Tuhan. 


* Dari Ci Grace * 

1. Spend time to serve in your church!
Akan ada saatnya nanti setelah berkeluarga dan punya anak (terutama kalau anaknya masih bayi) bakal sulit untuk melayani di gereja. Jadi semasa masa single, ataupun belum married, gunakan waktumu untuk melayani kerajaan Allah di gerejamu. 

2. Belajar bikin laporan keuangan.
Catat pengeluaran dan pemasukan, belajar menabung. Banyak keluarga mengalami masalah dan pertengkaran karena masalah ekonomi. Jadi ada baiknya selama masih sendiri kita belajar untuk menata keuangan pribadi dengan baik sebelum akhirnya nanti Tuhan percayakan untuk mengatur keuangan keluarga. 

3. Bergaullah dengan lawan jenis sebanyak-banyaknya.
Setelah menikah nanti, jumlah teman pria pasti berkurang drastis :p And it's supposed to be like that... :p Masa muda, masa sekolah, masa kuliah itu masa yang memang Tuhan rancang untuk kita bergaul dengan orang dan lawan jenis sebanyak-banyaknya. Karena akan ada waktunya, di mana kita tidak lagi seharusnya bergaul dengan lawan jenis sebanyak-banyaknya tapi sebaliknya berusaha mengenal pasangan kita sebaik-baiknya. :) 


***


Gimana, teman-teman? Siap mengikuti A Fresh New Start as a single ala majalah Pearl? Siap mengisi hari-hari kita dengan penuh warna? Ayo kita makin mengeratkan hati dengan Yesus, bergabung dengan komunitas baru, dan melatih kebiasaan positif yang baru! Teladani juga contoh-contoh yang sudah diberikan oleh para penulis yang telah menyelesaikan masa single- nya dengan baik! Dengan pertolongan Tuhan Yesus, saya yakin kita bisa semakin serupa dengan-Nya!