Wednesday, May 30, 2018

Dalam Gambar dan Rupa Allah


by Mekar Andaryani Pradipta & Sarah Eliana

Tuhan memiliki tujuan bagi kita semua. Kita diciptakan oleh Sang Raja segala raja dengan tujuan yang indah! Kejadian 1:26 menceritakan perkataan Allah saat Ia menciptakan manusia, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita...” 

Teks bahasa Inggris mengunakan kata “image” untuk menjelaskan “gambar dan rupa.” Bicara tentang image, dunia saat ini banyak menuntut kita menjadi manusia dengan image yang ideal. Sayangnya, image ideal dalam standar dunia berbeda dengan image yang dimaksud Allah. Dalam konteks gender, dunia juga menciptakan image pria dan wanita yang ideal. Misalnya, perempuan harus anggun, gemulai dan punya penampilan sempurna. Sementara, laki-laki tidak boleh menangis dan harus terlihat kuat setiap saat. 

Laki-laki berjuang menjadi maskulin dan wanita berusaha menjadi feminin. Apakah itu salah? Mari mengujinya dengan pertanyaan ini, “Apakah itu perintah Allah?” 

Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna."
(Matius 5:48)

Seingat saya inilah perintah Tuhan: menjadi sempurna. Seperti apa kesempurnaan Tuhan itu? 

“Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
(Roma 8:29)  

Sempurna dalam kamus Tuhan adalah image seorang Yesus. Semua anak-anak Tuhan, pria dan wanita, seharusnya berjuang memiliki image seperti Yesus. Memang Yesus adalah seorang laki-laki, tapi apakah itu berarti Yesus maskulin? Jika Dia mengagung-agungkan maskulinitas, mengapa Yesus menangis di depan orang lain, punya perasaan yang mudah tersentuh, dan tidak takut terlihat lemah atau takut? 

Dalam kesempurnaan seorang Yesus, ada aspek maskulin dan feminin sekaligus. Hal ini berarti, sebagai seorang wanita, menjadi feminin bukanlah tujuan utama. Sebagai seorang pria, menjadi maskulin juga bukan tujuan utama. Menjadi seperti Yesus, itulah tujuan kita. Kriteria feminin dan maskulin menurut dunia berubah-ubah. Namun apa yang tertulis dalam firman Allah tidak pernah berubah. Image “sempurna” menurut Allah tidak berubah, karena Yesus sendiri tidak berubah. 

Seberapa banyak di antara kita yang berusaha keras menjadi feminin? Apakah menjadi seorang wanita seperti penginjil Joyce Meyer yang berambut cepak dan bersuara tegas adalah sesuatu yang salah? Apakah semua wanita harus menjadi seperti Bobby Houston yang berkhotbah dengan lembut dan manis? Let’s think about it. Kelembutan Joyce Meyer ada dalam kesabarannya mengajar dan ketegasan Bobby Houston ada pada keberaniannya menyatakan kebenaran. Jesus wants us to be like him in our characters. Not merely appearance. 


*** 


Nah, kembali ke Kejadian 1:26, ayat ini juga menyatakan panggilan kita sebagai anak-anak Tuhan? Ya! Kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah! Teman - teman, itu artinya kita telah diberikan panggilan untuk menjadi "image bearer" yang merefleksikan Sang Pencipta Kehidupan! Apa sih artinya panggilan menjadi image bearer itu?  


* Panggilan untuk membangun hubungan yang erat dengan-Nya 

Wahyu 3:20 katakan mengatakan bahwa Tuhan berdiri di muka pintu dan mengetuk. Jika kita membukakan pintu, maka Ia akan masuk. Ladies, ini artinya Kristus hendak membangun hubungan yang erat dengan kita! Ia berdiri di muka pintu dan memanggil nama kita!  


* Panggilan untuk menghargai dan mengasihi sesama manusia 

Jika kita percaya bahwa kita diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, maka tidakkah itu berarti bahwa manusia-manusia lain pun diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa-Nya? Karena itu, marilah kita bersama-sama ingat bahwa kita telah dipanggil untuk menghargai dan mengasihi sesama kita manusia.  


* Panggilan untuk merefleksikan Tuhan dalam hidup kita 

Karena kita telah diciptakan seusuai dengan gambar dan rupa Allah, maka sudah seharusnya kita hidup sesuai dengan panggilan kita untuk memuliakan nama Kristus. Dalam Galatia 2:20 dijelaskan, "Sekarang bukan lagi saya yang hidup, tetapi Kristus yang hidup dalam diri saya. Hidup ini yang saya hayati sekarang adalah hidup oleh iman kepada Anak Allah yang mengasihi saya dan yang telah mengorbankan diri-Nya untuk saya." 


* Panggilan untuk accountable terhadap Tuhan  

"Jadi kita masing-masing harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita kepada Allah." (Roma 14:12) 

Saat kita menerima Kristus, kita menerima panggilan untuk merefleksikan Tuhan kita Yesus Kristus dan pada saat yang sama kita juga dipanggil untuk mempertanggungjawabkan segala hal yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan. Tapi, don't worry, ladies. Tuhan gak membiarkan kita sendirian dalam menjalani panggilan kita. Jika Roh Kudus hidup dalam kita, maka Ia pun memberikan kekuatan kepada kita untuk menjalani panggilan kita. Dalam kelemahan kita, Ia kuat :) 

"Kalian sekarang sudah diberi hidup yang baru. Kalian adalah manusia baru, yang sedang diperbarui terus-menerus oleh Penciptanya, yaitu Allah, menurut rupa-Nya sendiri. Maksudnya ialah supaya kalian mengenal Allah dengan sempurna."
(Kolose 3:10) 

Monday, May 28, 2018

Gaya Hidup yang Berkenan


by Mekar Andaryani Pradipta

Christian womanhood yang menjadi tema kita di bulan Mei ini, mengingatkan saya pada buku Being a Woman after God’s Own Heart karangan Elizabeth George. Salah satu yang dijelaskan dalam buku ini adalah bahwa at first God created man and woman in His image, dengan peran dan tanggung jawab masing-masing. Di Alkitab juga banyak sekali ayat yang mengajar kita tentang basic rules and responsibility kita sebagai wanita. Misalnya, panduan menjadi wanita Tuhan di Amsal 31. 

Di dalam Alkitab sendiri, terdapat beberapa bagian yang khusus ditujukan untuk perempuan, seperti Amsal 31 dan Titus 2:3-5. Kalau Amsal 31 sepertinya sudah cukup sering dibahas ya. Nah, kali ini kita akan sedikit membahas tentang Titus 2:3-5.

Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar Firman Allah jangan dihujat orang.
(Titus 2:3-5)

Membaca ayat ini, ada beberapa hal penting jika kita ingin menjadi wanita yang dekat di hati Allah:

  • GAYA HIDUP

Ada dua gaya hidup yang dilarang di ayat ini: memfitnah dan menjadi hamba anggur. Saya penasaran kenapa hanya dua hal ini yang disebut, padahal kalau dipikir-pikir ada banyak gaya hidup yang perlu dijauhi oleh wanita.

Jangan memfitnah, dalam terjemahan Bahasa Inggris versi the Message mengacu pada perilaku bergosip. Gosip, membicarakan keburukan orang lain, menyebarkan kesalahan orang lain, bukankah memang identik dengan kebiasaan para wanita? Saya pernah membaca kalau wanita bicara lebih banyak dari pria, sehari mencapai 13.000 kata. Padahal Firman Tuhan jelas: di dalam banyak bicara pasti ada pelanggaran... (Amsal 10:19). Melalui surat Titus, Tuhan ingin agar wanita secara khusus menjaga lidahnya, agar 13.000 kata diucapkan setiap hari bukan perkataan-perkataan pelanggaran.

Selain fitnah, Tuhan menyoroti kebiasaan minum anggur. Ada apa dengan minum anggur? Salah satu terjemahan menggunakan kata “addicted to much wine.” Anggur sering diasosiasikan dengan hawa nafsu menyenangkan diri sendiri, sementara ‘addicted’ atau kecanduan menunjukkan seseorang yang dalam keadaan diikat/dikuasai oleh sesuatu. Saat seseorang kecanduan biasanya penguasaan dirinya lemah, sementara hawa nafsunya lebih kuat.

Sebagai wanita, adakah hal yang membuatmu kecanduan? Mungkin bukan alkohol, bisa saja hal lain yang menurutmu membawa kesenangan dan kepuasan pribadi. Kecanduan belanja? Kecanduan nonton drama korea? Kecanduan berinteraksi dengan pasangan? Kecanduan main game? Hal-hal yang menurut kita tidak berbahaya, apabila dilakukan secara berlebihan, ternyata mengikat kita dan menghalangi kita menjadi wanita bijaksana.

  • MENDIDIK & DIDIDIK
Salah satu poin penting di Titus adalah tentang wanita tua mendidik wanita yang lebih muda. Tua dan muda disini tidak selalu tentang umur, tapi tentang kedewasaan rohani. Tuhan ingin wanita yang sudah dewasa rohani menjadi pengajar bagi wanita lain. Apa yang diajarkan? Tentu saja gaya hidup sebagai orang yang beribadah kepada Allah: hubungan dengan orang lain, khususnya yang terdekat (mengasihi suami dan anak-anaknya, baik hati dan taat kepada suaminya), manajemen diri sendiri (hidup bijaksana dan suci) dan manajemen rumah tangga (rajin mengatur rumah tangganya).

Dengan menekankan bahwa wanita perlu hidup benar dalam skala kecil: diri sendiri dan keluarga, bukan berarti Titus mempersempit peran wanita. Pandangan dunia bisa saja mendefinisikan wanita yang sukses ketika dampak yang dia berikan berskala besar. Tapi Titus ingin menunjukkan wanita dipanggil menjadi berkat di keluarga, sebelum dia menjadi dampak di komunitas yang lebih besar.

  • KESAKSIAN NYATA
Tujuan dari semua itu adalah “agar Firman Allah jangan dihujat orang.” Hal ini berarti wanita dipanggil menjadi bukti bahwa Firman Allah adalah benar. Allah ingin anak-anak wanita-Nya menjadi display kebenaran. Allah ingin firman-Nya dikonfirmasi dengan gaya hidup anak-anak wanita-Nya.

Melalui tulisan ini saya ingin mengajak pembaca untuk melihat kembali gaya hidup kita. Saat mengambil keputusan, kita sering berpikir, “Boleh ngga ya?”, termasuk dalam hal-hal sederhana seperti beli tas baru, tambah limit kartu kredit, atau pergi dengan lawan jenis. Sudahkah kita benar-benar mengenal dan mengetahui isi hati Tuhan? Benar-benar menguji apakah keputusan kita menunjukkan gaya hidup yang bijaksana dan suci? Sempurna dan berkenan? 

Yuk jadi wanita-wanita-Nya Allah seperti yang ada di Alkitab: Ester, Ruth, Abigail, Ribka dan banyak lagi. Mereka adalah wanita-wanita bijaksana yang dipakai secara luar biasa oleh Tuhan dalam bagiannya masing-masing dan menjadi bukti kebenaran-kebenaran Tuhan.

Friday, May 25, 2018

Flirting with Racism


by Sarah Eliana

Mengakui atau tidak, ada Nazi cilik yang hidup dalam diri kita masing-masing. Aku besar dalam lingkungan di mana ada kesenjangan antara WNI keturunan Tionghoa dan WNI lainnya. Aku tumbuh dewasa dengan satu pikiran bahwa satu hari nanti aku akan menikahi seseorang dari kelompok etnisku sendiri. Aku, tentu saja, mempunyai banyak teman dari segala penjuru Indonesia, segala latar belakang agama, pendidikan, dan suku. Bahkan beberapa teman baikku berasal dari agama dan suku yang berbeda-beda. Tapi tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiranku bahwa satu hari nanti aku akan berpacaran dan menikah dengan orang di luar etnis dan rasku. Tidak! Aku akan menikah dengan pria keturunan Tionghoa, dan melahirkan bayi-bayi Tionghoa juga. Pikiran ini adalah pikiran yg sudah biasa di negeri berpayungkan “Bhinneka Tunggal Ika” ini. Hampir tidak ada orang yang akan berpikir aku rasis atau gila jika aku mengatakan bahwa aku ingin menikah hanya dengan pria dengan latar belakang suku dan ras yang sama. Di tengah-tengah bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini, pikiran semacam ini sama sekali bukan rasialisme, bahkan di tengah-tengah kalangan anak-anak Tuhan sekalipun.

Beberapa tahun yang lalu, aku akhirnya menyadari betapa sempitnya pikiran seperti itu. Bahkan di tengah-tengah kalangan misionaris, terdapat sedikit rasialisme. Aku ingat saat aku melayani di Papua Nugini, aku sering mendengar teman-teman sepelayananku berkata “Orang-orang Papua memiliki cara pikir yang sangat sederhana”. Kedengarannya biasa-biasa saja, tapi perkataan seperti itu sebenarnya adalah cara yang "sopan" untuk mengatakan bahwa orang Papua adalah orang yang bodoh-bodoh dan terbelakang. Perkataan semacam ini membuatku berpikir. Kita, pengikut-pengikut Kristus, terpanggil untuk mengasihi dan melayani... Tapi bagaimana mungkin kita bisa mengasihi dan melayani jika kita seringkali memandang rendah orang-orang yang seharusnya kita kasihi dan layani itu? Aku pun sering jatuh dalam dosa dan kesalahan yang sama. Dalam arogansiku, aku berpikir bahwa orang-orang yang kulayani itu adalah orang-orang yang terbelakang, dan membutuhkan suntikan kecerdasan dan budaya, selain keselamatan yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus. Tidak pernah sekalipun aku berhenti untuk berpikir apa pengaruh dari pemikiran seperti ini terhadap diriku, diri orang-orang yang kulayani, pelayananku, dan Injil Tuhan Yesus yang kuwartakan itu.

Sekarang, aku (harap aku) sudah berubah. Sekarang aku sudah mengerti pengaruh dari rasialisme itu. You see, aku sekarang tinggal di negara kecil di mana penduduknya sering berpikir bahwa Asia adalah benua yang terbelakang di mana kemiskinan dan kebodohan berkumpul. No, penduduk negara ini tidak memandangku dengan tatapan aneh atau jahat. Sebaliknya, mereka sangatlah sopan dan baik hati, terutama terhadap para pendatang seperti diriku. Tapi, apa yang menggangguku adalah... Ketika aku pertama kali tiba di sini dan mencari pekerjaan, 99% dari orang-orang yang kutemui selalu menyarankan supaya aku mencoba melamar ke pabrik ikan. Mereka sering berkata “Banyak orang Filipina dan Thailand yang bekerja di sana”. Mengapa hal ini menggangguku? Karena orang-orang yang menyarankanku untuk bekerja di pabrik ikan tersebut tidak pernah satu kalipun bertanya qualifications pendidikanku! Mereka hanya berasumsi karena aku datang dari salah satu negara di Asia, maka aku pasti tidak berpendidikan dan tidak mempunyai qualifications untuk bekerja di tempat yang lebih baik.

Satu hal lagi yang menarik adalah ketika aku menikah dengan DH. Banyak sekali dari teman-temanku yang berkata bahwa aku sangat beruntung karena dapat menikahi seseorang yang begitu baik hati dan tampan... dan of course, bule! Beberapa waktu lalu, DH bertanya padaku “Hunny, jika aku bukan bule, apakah teman-temanmu masih tetap akan berpikir bahwa kamu beruntung?”. Menarik sekali untuk dipikirkan bukan? Ya, betul... Bagaimana kalo DH adalah tetap DH yang sama? DH yang baik hati, DH yang cinta Tuhan, DH yang penyayang, tapi... berkulit hitam? Apakah orang-orang tetap akan berpikir aku beruntung? Menariknya, aku berani jamin, banyak dari teman-temanku tidak akan berpikir demikian. Sebaliknya, mungkin ada dari mereka yang mengatakan bahwa menikahi pria hitam yang cinta Tuhan, pengasih dan lembut hati ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Lucu bagaimana sebuah warna dapat mengubah pandangan orang 180 derajat bukan?

Listen, aku bukan berkata bahwa aku lebih baik dari orang-orang. TIDAK SAMA SEKALI! Aku pun pernah rasis, tapi sekarang aku tau bahwa rasialisme adalah dosa! Yup! Firman Tuhan berkata:

Jikalau seorang berkata "Aku mengasihi Allah,"
dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta,
karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya,
tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya.
Dan perintah ini kita terima dari Dia:
Barangsiapa mengasihi Allah,
ia harus juga mengasihi saudaranya
(1 Yohanes 4:20-21)

Dari 1 Yohanes 4:20-21 itu, I finally understood apa maksud Tuhan dengan "mengasihi saudara." Mengasihi saudara means aku harus show respect, which also means aku gak boleh belittle and demean ras dan suku bangsa lain. Aku gak boleh men-generalize bahwa satu suku/ras tertentu adalah suku yang bodoh, atau malas, dll. Aku gak boleh lari ketakutan begitu melihat ada orang dari suku lain berdiri di dekatku. Bahkan pikiran semacam ”Ihhh... ada orang *insert a race here* di bis!! Takut aaahh!!” juga adalah salah dan rasis! Firman Tuhan juga berkata:

Sebab Tuhan memperlakukan semua orang sama.
(Roma 2 : 11)

Sebab Tuhan Allah-mulah Allah segala allah & Tuhan segala tuhan.
Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu
ataupun menerima suap.
(Ulangan 10 : 17)

Tuhan tidak punya favorit! Tuhan memperlakukan semua orang sama. Tuhan yang begitu besar, kuat dan dahsyat saja doesn't show partialism. Dia gak pilih kasih!! WHY SHOULD WE?? We definitely SHOULD NOT!! Kita semua ciptaan Tuhan... terbuat dari debu tanah, kenapa harus saling menghina?? Di mata Tuhan semua bangsa sama berharganya. Darah Tuhan di kayu salib tercurah untuk semua orang, mulai dari Amerika hingga Afrika... mulai dari Eropa hingga Australia... Dari Sabang sampai Merauke!!! Bule... African... Asian... Aborigines... Native Americans... kita semua sama!

And guess what? Kita semua yang sudah percaya Tuhan adalah ciptaan baru di dalam Dia, seharusnya sudah menanggalkan manusia lama kita, termasuk manusia lama yang penuh dengan racism, prejudice, dan diskriminasi. Semua itu seharusnya sudah kita salibkan di salib Tuhan Yesus. Sudah mati bersama manusia lama kita! Yang bangkit adalah manusia baru, yang mengasihi sesama, baik hitam, putih maupun kuning. Yang menghargai & menghormati our God-created differences.

Kita mungkin berpikir “Ah... at least aku gak rasis kayak Hitler atau Pol Pot! Aku gak akan pernah membunuh sedemikian banyak orang hanya karena aku tidak suka dengan ras atau suku bangsa mereka,” tapi ingatlah: rasialisme adalah dosa, and that’s that! Ingatlah apa kata Firman Tuhan: kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.

Alkitab tidak mencatat hanya orang-orang kulit putih yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Alkitab berkata kita SEMUA diciptakan menurut gambar dan rupaNya: baik kita berkulit putih, hitam, kuning atau merah... God doesn't show partiality and favoritism. Who am I to do otherwise?

Firman Tuhan juga berkata bahwa:

“All have sinned & fall short of the glory of God."
(Roma 3:23)

ALL! Tidak hanya yang berkulit putih, tapi juga yang berkulit hitam, kuning dan merah! Semua telah berbuat dosa and kehilangan kemuliaan Allah, termasuk kau dan aku! Tuhan Yesus, melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib telah memberikan kita hadiah yang terbesar: kasih karunia. Sudah seharusnya kita meng-extend kasih karunia tersebut ke orang-orang lain, apapun warna kulit mereka. Mungkin banyak dari pembaca yang membaca tulisan ini berpikir “Ah Sarah terlalu idealist. Pikiran-pikiran yang sedikit rasis kan memang sudah merajalela, dan tidak menyakiti siapa-siapa”. Mungkin juga ada pembaca yang berpikir pikiran-pikiran rasis tersebut sudah tak dapat diubah lagi karena sudah tertanam di mayoritas penduduk bumi. Tapi, apa yang ingin aku sampaikan di sini adalah bahwa kita juga harus ingat, kita bukan hanya penduduk bumi. Kita yang sudah ditebus dengan mahal oleh darah Yesus di atas kayu salib ini adalah juga penduduk Surga! Seharusnya kita memiliki nilai-nilai dan pikiran surgawi =)

Rasicm is wrong in the eyes of the Lord... whether it's just a small negative thought about a certain ethnic group, or a mass genocide like what Hitler or Pol Pot did.

Aku telah memilih bagianku... Aku ingin membiarkan Yesus berkarya dalam hati dan hidupku. Aku ingin membuka mata dan hatiku untuk hal-hal yang menyukakan dan mendukakan hati Tuhan. Aku ingin menuruti Firman Tuhan, termasuk perintahNya yang terbesar: kasihilah sesamamu manusia. Yesus tidak berkata “Kasihilah sesamamu yang bule-bules aja atau yang Asia saja”. Ia berkata kasihilah sesamamu manusia. Titik. Tidak ada embel-embel latar belakang ras dan warna kulit.

I know what racism does to the heart of both the offender and the offended... And I refuse to take part in any of it... Aku menolak, dalam nama Yesus, untuk menjadi budak dari dosa, dan rasisme adalah dosa!

From now on, I shall look at another person and know that he/she is created in the image and likeness of the Creator God, be their skin color yellow, white, red or black... and love them with the love of God that has set me free. Mari, teman-teman, jangan menjadi seperti orang yang tidak kenal Tuhan, yang membuat perbedaan di antara sesama, dan menilai orang berdasarkan pikiran yang jahat.


"bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?"
(Yakobus 2:4)

Wednesday, May 23, 2018

The Gift of His Word and Body



by Alphaomega Pulcherima Rambang 

Dapatkah Kristus berbicara kepada kita jika kita tidak pernah bergereja atau bersekutu dengan orang percaya lain? Tentu saja dapat! Dia adalah Tuhan Allah. Dia dapat menggunakan berbagai cara untuk berbicara kepada kita. Berbeda dengan di zaman Israel yang untuk menghadap Tuhan harus melalui perantaraan imam-imam dari suku Lewi, sejak kita menerimaNya sebagai Juruselamat, kita dapat datang ke hadapan tahta karuniaNya tanpa perantara. Kini, kita berdoa dan berbicara pada Allah secara pribadi, kemudian Ia menanggapi melalui Roh Kudus yang diam di dalam kita maupun melalui firmanNya. Kita dapat langsung berkomunikasi dan mengetahui keinginan hatiNya melalui firmanNya. Mungkin kita bisa salah mengenali suara Roh Kudus dan suara hati kita, tapi anugerah firmanNya memampukan kita menndengar Allah. Allah tidak membiarkan kita meraba-raba dalam gelap dan menebak-nebak bagaimana kita menjalani hidup ini, Ia memberikan manual book yang kita perlukan. Bagi setiap pribadi yang ingin mencari hikmat dariNya, perhatikanlah firmanNya karena firmanNya memperlengkapi kita untuk setiap perbuatan baik yang dikhususkannya bagi kita. FirmanNya sungguh mengajar kita, firmanNya menyatakan kesalahan kita, firmanNya memperbaiki kelakuan kita dan mendidik kita supaya hidup dalam kebenaran.

Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik. 2 Timotius 3:16-17 

Betapa pentingnya firman Allah, sehingga tertulis demikian: 


Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah. 
(Matius 4:4)


Dalam segala keadaan pergunakanlah perisai iman, sebab dengan perisai itu kamu akan dapat memadamkan semua panah api dari si jahat,dan terimalah ketopong keselamatan dan pedang Roh, yaitu firman Allah.
(Efesus 6:16-17)


Waktu diserang iblis di padang gurun, Yesus menangkisnya dengan PERISAI IMAN, Yesus SELALU LEBIH PERCAYA kepada ALLAH BAPANYA dibandingkan si iblis. Saat iblis berkata apa, eh Yesus selalu bilang:


Ada tertulis......
Ada tertulis....
Ada pula tertulis....

(dan Dia mengatakan apa yang dituliskan dan dikatakan BAPANYA-alias FIRMAN ALLAH)

Seolah-olah, Yesus mau bilang: ”Apapun yang kamu bilang ,apapun yang terjadi, aku CUMA PERCAYA apa yang dikatakan BAPAKU di sorga.”

TRUS... iblis akhirnya pergi kan? Dia gak tahan waktu Yesus balas menyerangnya dengan PEDANG ROH alias Firman Tuhan. Sekali, dua kali dia Cuma luka-luka, tapi kalo terus-menerus, bah....gak tahan juga dia :p Ingat iman timbul dari pendenngaran kan? Dan gak sembarang dengar, tapi dengar FirTu. Saat kita mengucapkan FirTu, kita sedang menyerang iblis dengan Firman Tuhan (Pedang Roh) dan sedang membangun perisai iman kita. Kita memiliki senjata hebat dari ALLAH kita.

Sering memperkatakan FirTu waktu mengalami pencobaan/masalah seperti yang dialami Kristus, membawa dampak yang luar biasa: 
  1. Membangun perisai iman kita sendiri (AGAIN! Iman timbul dari pendengaran akan FirTu). Menguatkan kepercayaan kita kepada Allah. 
  2. Mengusir masalah/pencobaan 

Anugerah Firman Allah adalah hadiah bagi setiap pribadi. Ia menyatakan kasihNya, Ia menguatkan kita, Ia meneguhkan, Ia menegur kita, Ia berbicara, Ia menghibur kita melalui firmanNya. Jangan heran jika firman yang sama bagi orang yang berbeda menghasilkan efek yang berbeda antara pribadi yang satu dengan yang lain, karena firmanNya sungguh hidup dan bekerja di dalam kita. Persoalannya, hanyalah apakah kita mau menerima firmanNya yang telah tersedia di dalam ALKITAB kita, atau kita menolak firmanNya dan membiarkan ALKITAB kita berdebu karena tak dibaca? Hadiah firmanNya tersedia, tapi menerimanya adalah tergantung kita, Allah tidak pernah memaksakan pemberianNya ^^

Anugerah lain yang tak kalah indahnya saat kita menerima Kristus sebagai Juruselamat adalah kita memiliki keluarga baru, keluarga Allah. Sebagai sesama anak Allah, kita menjadi anggota keluarga Allah bersama-sama dengan mereka yang juga menerima Kristus sebagai Juruselamat.

Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru. Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapi tersusun, menjadi bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan. Efesus 2:19-21

Di dalam Dia kamu juga turut dibangunkan menjadi tempat kediaman Allah, di dalam Roh.Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Roma 8:29

Sebagaimana keluarga jasmani kita yang tidak sempurna, di dalam keluarga Allah pun kita akan menemui banyak ketidaksempurnaan. Tentu saja, wong kita semua masih belum selesai diproses menjadi sempurna seperti Kristus ^^ Bagaimanapun, kita sesama anak Allah adalah bagian dari tubuh Kristus. Ada banyak hal yang kita bagi bersama dalam hidup bersama keluarga Allah, sukacita, dukacita, pergumulan dan masih banyak lagi. Paulus dalam 1 Korintus 12:12-27 memberikan gambaran yang indah mengenai tubuh Kristus, kita semua anak-anak Allah adalah satu tubuh Kristus yang walaupun berbeda satu sama lainnya namun mempunyai peranan penting dalam hidup bersama. Kita semua saling membutuhkan, mempunyai kelebihan dan kekurangan yang akan saling melengkapi sehingga kita tetap satu dan tidak ada perpecahan. Ada bagian yang tidak dapat saya kerjakan namun orang lain mampu mengerjakannya, begitu pula sebaliknya. Sebagai satu tubuh Allah ingin kita saling memperhatikan.

Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.
(Ibrani 10:24-25)

Allah memberikan petunjuk dengan jelas, bagaimana Ia ingin anak-anakNya sebagai keluarga bersikap, Ia ingin kita:
1. Saling memperhatikan supaya saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik
Menarik bukan, di sini dikatakan supaya kita saling memperhatikan SUPAYA SALING MENDORONG DALAM KASIH DAN DALAM PEKERJAAN BAIK. Saat ini, 2 fenomena yang terjadi kaitannya dengan memperhatikan orang lain:
  • Tidak memperhatikan alias cuek sama sekali
Sering kali seseorang dalam hidup bersama dengan anggota tubuh Kristus yang lain bersikap cuek dan tidak peduli dengan keadaan orang lain. Ia hanya datang ke gereja setiap hari Minggu, namun menolak terlibat dalam kegiatan dan pelayanan di gereja, ia tidak mau bergaul dan memperhatikan orang lain. Padahal, ciri pengikut Kristus adalah KASIH. Jika anggota tubuh Kristus tidak mengasihi, bagaimana orang lain mengerti bahwa ALLAH yang kita sembah adalah kasih? Bersama sebagai tubuh Kristus seharusnya kita saling memperhatikan.
  • Memperhatikan hanya untuk membanding-bandingkan 
Ini pun terjadi dalam kehidupan Kristiani saat ini, padahal Allah ingin kita saling memperhatikan dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Saat kita memperhatikan saudara kita seiman, Allah ingin kita saling menolong, agar kasih Allah dinyatakan. Jika ada yang melakukan hal yang tidak benar, tugas kita menegur dengan kasih. Jika ada yang membutuhkan pertolongan, bagian kita adalah menolong. Jika ada yang bersukacita, kita turut bersukacita bersamanya. Kita adalah keluarga Allah!

2. Tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita
Kita bukan Lone Ranger yang berjuang sendiri untuk membasmi kejahatan di kotanya, setiap anak Allah berjuang bersama untuk hidup benar di tengah dunia yang tidak benar ini. Saat kita hanya berjuang sendiri, kita akan frustasi dan kelelahan karena merasa hanya sendiri menanggung suatu pergumulan, padahal setiap anak Allah menanggung pergumulan yang berbeda dan dapat saling menguatkan. Sebuah ilustrasi yang indah menggambarkan bagaimana bersama maka anak-anak Allah menjadi kuat dan tidak gampang padam rohnya, perhatikan kayu-kayu api yang dibakar bersama, apinya sangat terang dan membakar, kemudian pisahkan salah satu kayu tersebut, lambat laun kayu yang sendiri itu akan padam. Kita butuh orang lain, orang lain membutuhkan kita, kita semua saling membutuhkan, jangan pernah merasa bisa hidup sendiri. Bersama kita bisa saling menguatkan, menghibur, menolong, membagi kesaksian, mendoakan, dan masih banyak lagi.

3. Saling menasihati
Tidak mudah untuk menasihati apalagi memberikan teguran bagi orang lain, karena kita tahu tidak semua orang berespon dengan baik saat ditegur. Tapi, menasihati dan menegur merupakan tanda kasih. Memberikan teguran memang beresiko kita dibenci dan disalah arti. Memberikan teguran membuat orang lain memandang kita dengan cara yang berbeda denagn sebelumnya. Memberikan teguran memerlukan keberanian besar . Memberikan teguran harus dengan motivasi yang benar. Memberikan teguran harus pada waktu yang tepat, pada orang yang tepat dan dengan cara yang tepat. Memberikan teguran memerlukan kasih. Teguran dapat mengubah hidup seseorang. Entah hidup yang menegur, atau yang ditegur. Teguran adalah kasih yang menampakkan dirinya secara nyata, ia tidak bersembunyi (bdk Amsal 27:5). Sebagai anggota tubuh Kristus, sudah selayaknya kita memberikan teguran dan saling menasihati.

4. Terus-menerus melakukannya (saling memperhatikan supaya saling mendolong dalam kasih dan pekerjaan baik, tidak menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita dan saling menasihati)
Konsisten menerapkan kasih dalam hidup kita bersama sebagai anak Allah tidak mudah, tapi kita perlu mengingat bahwa kita adalah satu tubuh Kristus. Kita tidak dapat memisahkan diri karena kita telah satu dalam kasihNya. Kasih Kristus telah mempersatukan anak-anakNya, dan sudah selayaknya kita bertolong-tolongan menanggung beban kita untuk memenuhi hukum Kristus (Galatia 6:2).

Akhir kata, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus” Filipi 2:5. Sebagaimana Kristus yang hidup dalam Roh dan KASIH, marilah kita juga melakukan sesuai dengan teladanNya yang adalah Sulung di antara banyak saudara. 

Monday, May 21, 2018

Sisakan Perawan untuk Kami!



by Sarah Eliana

WARNING: Post yg satu ini berisi bahasa2 vulgar. You've been warned! =P

Beberapa waktu lalu gw baca sebuah artikel tulisan seorang cowok Kristen. Artikel ini isinya tentang purity... Bagaimana kita sebagai anak - anak Tuhan harus menjaga kekudusan tubuh kita, bahwa yg single diperintahkan Tuhan untuk tidak menyerahkan tubuh mereka kepada pacar yang belum menjadi suami/istri mereka, bagaimana tubuh kita adalah bait Allah dan harus kudu MUSTI dijaga sebaik2nya dan diserahkan hanya kepada pasangan yang sudah resmi menjadi suami/istri kita. *Sarah manggut2 tanda setuju* Di artikel ini, si penulis juga ngomongin ttg cewek2 di Indonesia yang udah gak lagi menghargai kekudusan sehingga susah sekali bagi cowok2 utk bisa mendapat istri yg... treng treng treng... perawan. Dan di akhir artikel, si penulis nulis gini: SISAKAN PERAWAN UNTUK KAMI!

Friday, May 18, 2018

Don't Wear Somebody Else's Shoes


by Marcella Flaorenzia

Statement ini tiba-tiba aja muncul pas kemaren aku lagi diwawancara sama Kezia buat salah satu rubrik majalah Pearl. Dia tanya tentang beberapa prinsip dalam hidup aku, dan salah satunya, kalimat inilah yang muncul: "Do not wear somebody else's shoes!" Hmm... Maksudnya apa?

Setiap wanita pasti punya jenis sepatu favorite-nya masing-masing. Kalo buat aku, aku suka pake sepatu sandal yang tinggi (tapi gak tinggi-tinggi amat ya), and aku gak suka yang bawahnya rata. But in some occasions, aku suka juga pake sepatu yang ceper. Aku bukan tipe ceweq yang terlalu ngikutin trend, jadi yang penting enak diliat and nyaman dipake, it's ok for me, haha...

Nah, sama kayak hidup kita... Tuhan juga udah rancang kehidupan kita dengan ukuran and style-nya masing-masing. Mungkin kita bisa aja coba pake "sepatu" orang lain and selalu niru kehidupan mereka. But ujung-ujungnya hidup kita gak akan pernah maksimal. Lama-lama kaki kita bakal sakit, and lebih parahnya lagi kalo kita ampe gak bisa jalan... :(


"Koq gue gak bisa ya jadi wanita kayak dia?"

"Koq gue gak bisa ya jadi istri/ibu sehebat dia?"

"Koq gue gak bisa ya jadi wanita karier?"

"Koq gue gak bisa ya jadi ibu rumah tangga kayak dia?"

"Koq gue gak bisa ya pelayanan kayak dia?"

"Koq gue gak bisa ya sekolah setinggi dia?"


Wah... banyak banget pokoknya pertanyaan kayak begini yang bisa muncul di pikiran kita tiap kali kita liat wanita-wanita yang hidupnya kayaknya lebih "hebat" and lebih wah dari kita. Memang bener, kita harus liat teladan mereka and punya hati yang mau belajar. But di satu sisi, jangan pernah paksa diri kita untuk jadi seperti mereka. Ayo, bersyukur dengan kehidupan kita masing-masing. Bersyukur dengan keadaan kamu sekarang, dan kembangin skill (talenta) yang Tuhan udah beri secara khusus untuk kamu.

Kalian gak harus koq jadi penulis blog untuk bisa memberkati orang lain. Masih banyak jutaan cara lainnya yang bisa kamu pake untuk menjadi berkat, hehe... Buat para istri yang bekerja, kalian gak harus jadi full time housewife koq untuk bisa mengasihi keluarga kalian. Kalo memang harus bekerja, ya bekerjalah, jangan merasa tertuduh :p Sebaliknya, buat yang full time housewife, gak perlu iri juga sama para istri yang bekerja. Semua punya bagiannya masing-masing. Yang penting, find out apa yang Tuhan mau buat hidup kita pribadi. Di situlah hidup kita akan maksimal :)

Dalam hal relationship juga, contohnya dalam hal dapetin pasangan. Aku gak bisa tuh jadiin "love story" aku sebagai patokan buat orang lain. Karena aku percaya Tuhan punya kisah yang unik, kreatif and beda-beda buat setiap kita. Biarin Tuhan bebas berkarya! Gak ada kisah yang lebih hebat, karena Tuhan-nya sama. Hehe... Trus dalam hal pernikahan juga (karena sekarang lagi mengarah ke sana nih), Tuhan juga rancang setiap pasangan and setiap keluarga dengan style masing-masing. Mo model pernikahan seperti apa, cara mendidik anak kayak gimana, dll... Tanya Tuhan. What He really wants for us. Sepatu yang mana yang Dia liat cocok untuk kita? :)

Cape kalo kita terus hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Kalo aku terus hidup ngikutin standard orang lain, aku gak bakal pernah tuh masuk sekolah Theologia, haha... Bayangin aja pas lulus SMA, gak ada tuh 1 orang pun dari seangkatan aku yang ambil jurusan itu. Mungkin orang-orang liat aku kayak "keluar jalur" wkwkwk... but aku bersyukur sih, aku tetep pake "sepatu" aku sendiri, and aku gak pernah menyesal :)

Ada juga beberapa orang yang sempet bilang ke aku, "Wah, gue pengen deh bisa jadi kayak elu..." But aku mo bilang ke kalian, aku juga pengen sebenernya kalo bisa punya skill seperti kalian. Banyak banget hal yang aku gak bisa lakuin. And I know, aku emang gak bisa, haha... aku gak bisa jadi dokter, aku gak bisa jadi pemusik, aku gak bisa jadi designer, aku gak bisa jadi penyanyi (hahaha...) apalagi jadi artis :p Kadang aku mikir, hidup aku ini kayaknya modalnya bener-bener cuman Tuhan doang, and hati yang mau melayani. Wkwkwk... Gak kebayang ya kalo gak ada Tuhan, jadi apa yah hidup aku ini. Hmmm...

So... Yah... Bersyukurlah dengan hidup kalian... Banyak orang yang gak punya apa yang kalian punya lho. So, stop banding-bandingin hidup kalian sama orang lain. Aku mau liat Tuhan bekerja secara maksimal di dalam hidup kalian semua and di dunia kalian masing-masing. Come on, ladies! Love Your Life!

Wednesday, May 16, 2018

Apakah Tuhan itu Seksis?


by Sarah Eliana

Salah satu pendeta yang aku temui pernah bercerita kalau sekarang ini jarang sekali ada pengantin wanita memasukkan “submit and obey” dalam janji nikahnya. Kenapa? Karena menurut para calon pengantin wanita itu, di era emansipasi wanita saat ini, janji untuk tunduk dan patuh itu sudah ketinggalan jaman. Pria dan wanita sama di mata Allah. Jadi apa perlunya para istri harus tunduk pada suami? 

Terus terang, dulu aku juga sempat berpikir kalau ayat-ayat tentang penundukan diri itu seperti merendahkan harkat dan derajat wanita. Laki-laki dan wanita kan sama disayangnya oleh Tuhan, lalu kenapa istri harus tunduk sama suami? Kenapa ayat-ayat ini kelihatannya sangat seksis? Apakah Tuhan Yesus betul-betul seksis?

Sekarang setelah mengerti Firman Tuhan lebih dalam, dengan yakin aku bisa katakan: No, God is not sexist. Sebaliknya, Tuhan Yesus justru mengangkat harkat dan derajat wanita! 

Sekarang ini, kita sudah biasa melihat wanita punya hak suara di pemilihan umum, bekerja di beragam profesi, bahkan memegang posisi pemimpin. Banyak perusahaan-perusahaan besar yang dipimpin wanita. Padahal, girls, kalau betul-betul kita pikirkan, hal-hal yang dinikmati wanita seperti ini masih sangat baru. Di Indonesia misalnya, baru seratus tahun yang lalu wanita ngga boleh sekolah! Kurang dari seratus tahun yang lalu kita belum boleh ikut pemilihan umum. Kurang dari seratus tahun yang lalu, wanita-wanita Indonesia hidup seperti pada masa Yesus. Padahal, Yesus sudah mengangkat harkat dan derajat wanita dari 2000 tahun yang lalu! Mau contoh-contoh dari Alkitab? Here we go...

  • Yohanes 4 : 5 – 42 menceritakan tentang Yesus yang ngobrol dengan wanita Samaria di tepi sumur. Tahu ngga sih, kalo wanita ini dijauhi oleh orang-orang disekitarnya? Dia menikah lima kali dan tinggal dengan laki-laki yang bukan suaminya. Kebayang ngga sih gosip-gosip yang beredar di sekitar dia? Cewek baik-baik mana yang mau jadi temannya? Pria baik-baik mana yang mau dekat-dekat dia? Ngga ada! Cuma satu yang mau: YESUS! Dia ngga hanya ngobrol sama wanita ini, tapi juga memberinya harapan tentang hidup yang baru. 
  • Yesus menampakkan dirinya kepada Maria Magdalena. Penulis buku rohani sekaligus sahabatku, Grace Suryani, berpendapat begini: “Pada zaman Tuhan Yesus dulu, kesaksian wanita di pengadilan itu sama sekali tidak dianggap. Kesaksian satu wanita baru dipandang serius kalau ada kesaksian dua pria yang mendukung dia. See? Suara wanita cuma dianggap 1/2! Tapiii... pada momen kebangkitan, Tuhan Yesus JUSTRU pertama kali menampakkan diri kepada wanita, walaupun Petrus dan seorang murid lain juga mendatangi kubur Yesus. Saksi pertama yang melihat kebangkitan Yesus justru wanita, padahal sebagai orang Yahudi, Yesus tahu benar kalo wanita itu ngga dianggap. Ia tetap memilih untuk menampakkan diri pertama kali pada Maria Magdalena. :)))” Wow... can you just see it? Tuhan Yesus mendobrak budaya patriarki yang sangat kuat di masa itu dengan menampakkan diri pertama kali ke Maria Magdalena. Luar biasa kan? Dare we say He is sexist? Don't think so! 
  • Dalam budaya patriarki yang sangat kental, daftar silsilah biasanya hanya mencantumkan nama para pria. Abraham melahirkan Ishak & Ismael, Ishak melahirkan Esau & Yakub, dan seterusnya. Tapi, perhatikan silsilah Tuhan Yesus di Matius 1. Di situ disebutkan empat wanita: Tamar, Bathsheba, Rut, dan Maria! Kenapa empat wanita itu disebut? Kalau direnungkan, mereka bukan wanita yang luar biasa, tiga orang bahkan masuk kategori bukan wanita “baik-baik”. So, why? Karena Tuhan mau kita tahu bahwa wanita berharga dimata-Nya. Di tengah-tengah dunia yang begitu mengagungkan maskulinitas, Yesus ingin kita tahu bahwa wanita juga dipakai oleh Tuhan dengan cara-cara istimewa untuk kemuliaan nama-Nya 
  • Nah, poin keempat ini menurut aku luar biasa banget. Kita yang hidup saat ini pasti sudah biasa melayani Tuhan di gereja atau ladang misi. Tapi, bayangkan hidup para wanita di zaman Yesus. Mereka jadi warga kelas dua. Jangankan melayani di bait Allah, dengar firman Tuhan saja kadang-kadang susah bener. Tapi... ada hal yang luar biasa, yuk baca di Lukas 8 : 3 
“Wanita-wanita ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.”

Siapa rombongan yang dimaksud? Rombongan Yesus dan murid-murid-Nya! Tuhan Yesus sangat amat ngga seksis sekali! Kalo Tuhan Yesus seksis, ngga mungkin Dia biarkan rombongannya (yang isinya laki-laki semua) dilayani dan didukung secara finansial oleh wanita!!! Wahh, ini hal yang sangat memalukan lho untuk jaman itu. But Jesus is humble! Dia bilang “I am humble and gentle”! (Matius 11 : 29). Dengan mengijinkan wanita mendukung rombongan-Nya secara finansial, secara ngga langsung Yesus menunjukkan, “Look. Women are precious in My sight. So precious that they have the same access to my blessing as men do!”. WOW!!!

  • Di Yohanes 19 : 26-27 diceritakan waktu Yesus di atas kayu salib, Dia melihat ke Maria ibu-Nya dan bilang “Ibu, inilah anakmu”, lalu Dia berpaling ke Yohanes, dan bilang “Inilah ibumu”. Alkitab berkata, sejak saat itu murid itu menerima Maria dalam rumahnya (Yohanes 19:26-27). Pernah kepikiran ngga? Kalo Yesus adalah Tuhan yang seksis, apakah Dia akan mengambil waktu untuk menitipkan Maria ke Yohanes? I don't think so. Bahkan menjelang kematian-Nya, Yesus berpesan supaya Yohanes menjaga Maria, bukan karena Maria adalah hak milik atau benda yang bisa dititip-titipin, tapi karena Tuhan Yesus mau kelangsungan hidup Maria terjamin. Seperti kita tahu, pada jaman itu, kelangsungan hidup seorang wanita tergantung pada siapa yang melindunginya. Seorang wanita yang ngga memiliki suami dan anak akan gampang menjadi korban kejahatan seperti diperkosa, diculik dan dijual menjadi budak. 

Nah, dari tindakan Yesus yang menitipkan Maria kepada Yohanes, kita bisa lihat bahwa pria memang dipanggil menjadi pemimpin. Dalam rumah tangga, pemerintahan dan gereja, kebanyakan yang jadi pemimpin adalah laki-laki. Kenapa? Karena Tuhan memberikan mereka fungsi sebagai pelindung, seperti Yohanes yang diberi tugas untuk melindungi Maria. Sayangnya, kita hidup dalam dunia yang begitu berdosa. Iblis ngga henti-hentinya memutarbalikkan Firman Tuhan, sehingga apa yang seharusnya dirayakan justru menjadi sesuatu yang keliatannya salah, salah satunya mengenai tugas pria sebagai pemimpin. Banyak orang yang ngga kenal Tuhan menganggap peran mereka sebagai pemimpin sangat membanggakan, sehingga banyak pria yang menyalahgunakannya. Lalu hasilnya? Banyak wanita yang tertekan, secara fisik maupun mental. Hal inilah yang akhirnya mendorong gerakan emansipasi, feminisme, girl power dan semacamnya. Padahal, bukan begitu maksud Tuhan saat menempatkan pria sebagai pemimpin. Rancangannya bagi para pria jelas tertulis di Efesus 5:22-23

“...suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh”

See! Itulah kenapa suami ditempatkan menjadi kepala dan istri jadi badan: karena suami berfungsi sebagai PENYELAMAT! To be a protector... a provider... a HERO! Our white knight in shining armor! Seperti inilah pria dirancang oleh Tuhan! Tapi sayangnya, peran mereka dirusak oleh iblis dan dosa, sehingga maknanya dikacaukan -.-'

Satu ayat yang sering kali dijadikan bahan 'bukti' kalo Tuhan seksis adalah 1 Petrus 3 : 7:

"Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah!"

Masa wanita dibilang kaum yang lebih lemah! HUH! Udah dibilang kaum yang lebih lemah, disuruh tunduk pula, misalnya di Efesus 5:22. Bukankah itu berarti Tuhan memang seksis? Well, kalo baca ayat itu, kita juga harus baca ayat selanjutnya, saudari – saudari.

"Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya."

Para suami punya peran untuk mengasihi para istri. Nah... ini jelas-jelas ngga seksis! Heh? Apa susahnya sih mengasihi? Kan memang udah seharusnya. Well... udah pernah liat versi kasih menurut Tuhan yang sangat ‘ekstrim’ itu kan? Nih:

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan”
(1 Korintus 13 : 4 – 8)

Coba, guys, ganti kata kasih di 1 Petrus itu dengan definisi kasih dari 1 korintus 13 ini! Nih, jadinya kayak gini nih:

“Hai suami, bersabarlah terhadap istrimu. Bermurah hatilah terhadap istrimu. Jangan cemburuan. Jangan memegahkan diri di hadapan istri. Jangan sombong dengan istri. Jangan ngga sopan terhadap istrimu. Jangan mencari keuntungan sendiri dari istrimu! Jangan suka marah2; jangan menyimpan kesalahan istrimu. Jangan bersukacita karena ketidakadilan! Tutupi segala sesuatu dengan kasih. Trust her. Harapkan yang terbaik untuk dia. Sabarlah menanggung segala sesuatu, (termasuk saat dia depresi post-partum, PMS atau moody). Kasihi dia dengan tidak berkesudahan. Kasihi dia seperti Kristus yang rela mati untuk gereja-Nya!!”.

WUIHHHH!!!! Masih berani bilang Tuhan seksis? Dunia berkata, “Karena suami adalah pemimpin istri, maka perlakukanlah istri sesuka hatimu. Perlakukan dia seperti hambamu. Kalau berbuat salah: marahi, kalau mau pukul juga boleh”. Tapi, Tuhan bilang, “Bersabarlah pada istrimu. Jangan ingat-ingat kesalahannya. Jangan marah-marah. Jangan main pukul. Jangan ringan tangan. Jangan sombong karena kamu pemimpinnya. Sebaliknya, tempatkan dia lebih daripada dirimu – jangan cari keuntungan dirimu sendiri, tapi pikirkan dia dalam segala keputusanmu. Contohlah Aku dan jadilah pemimpin seperti Aku: lembut dan rendah hati.”

Girls, do you see how much God loves you??? His love is deeper than the deepest ocean. Higher than the highest mountain!! Kita pikir panggilan kita untuk tunduk pada suami susah? Lihat bagaimana panggilan suami untuk mengasihi istri yang juga susah. Panggilan mereka benar-benar suatu panggilan yang menuntut mereka melepaskan semua keangkuhan dan harga diri mereka, menggantinya dengan jubah kerendahhatian. They are called to lead like Jesus, to love like Jesus (bahkan hingga rela mengorbankan nyawa untuk sang istri), and to glorify His name through all of that!

Jadi kalau kamu berpikir Tuhan itu seksis, pikirkan lagi. He is sooo NOT sexist at all. =) Memang wanita diciptakan sebagai mahkluk yang lebih lemah, tapi lihat... Tuhan juga menciptakan pelindung bagi kita. Dan, kalau kita berpikir tunduk pada suami adalah hal yang bodoh, ingatlah bagaimana Tuhan juga memanggil suamimu untuk mengasihimu seperti yang Kristus lakukan: dengan cinta yang jelas-jelas diatas cinta versi dunia. Kalo kita cuma lihat panggilan untuk tunduk, kelihatannya memang ngga adil, tapi lihat juga panggilan untuk para pria! Ini adalah rancangan yang sempurna untuk pernikahan, juga kehidupan pada umumnya. Yang menarik, angka perceraian justru semakin naik waktu gerakan feminisme, emansipasi, girl power dan semacamnya itu digembar gemborkan? WHY?? Karena memang rancangan pernikahan dimana ada dua kapten dalam kapal rumah tangga itu ngga akan membuat sebuah rumah tangga bertumbuh, justru sebaliknya... karam! Dan Tuhan tahu itu maka Dia berikan peran-peran khusus yang berbeda untuk suami dan istri. Bukan karena Dia seksis atau pilih kasih, tapi karena DIA TAHU YANG TERBAIK! =D 

Pertanyaan selanjutnya, apakah memang ada pria-pria yang bisa mengasihi istrinya seperti itu?? OF COURSE!!! I can tell you this because I have been loved with that kind of love by my wonderfully loving husband. Tanyakanlah pada para wanita yang menikahi pria-pria yang takut akan Tuhan, mereka pasti ikut mengiyakan.

Yuk, girls, mulai berdoa supaya anak-anak lelaki Tuhan terus melekat kepada Allah, menghidupi hati dan visi-Nya, supaya di generasi ini ada pria-pria yang dibangkitkan Tuhan menjadi knights in shining armors yang memuliakan nama Tuhan. Selain itu, berdoa juga untuk kita, para wanita, khususnya supaya Tuhan bentuk karakter kita menjadi wanita yang layak diperjuangkan. =D Seorang mempelai Kristus yang bangga dengan perannya sebagai seorang wanita (dan istri jika memang Tuhan memanggil kita masuk dalam pernikahan). Seorang mempelai yang dipercantik dengan karakter sebagai putri, sehingga orang-orang yang melihatnya akan memuliakan Bapa kita, Raja di atas segala Raja. 

Monday, May 14, 2018

Berani Karena Allah Dipihak Kita



by Felisia Devi

Melihat berita-berita di media tentang kejadian pengakuan para anak muda yang masih duduk di bangku sekolah sudah melakukan seks pranikah. Anak bunuh orang tua cuma karena ga dikasih uang jajan, Tawuran sampe membunuh. Pertanyaan dibenak ku "Kok bisa ya mereka berani melakukan hal itu ?"

Keberanian memang hal penting dan harus ada dalam hidup kita, tapi kalau berani untuk hal-hal diatas atau hal lain seperti menyontek, bolos sekolah, berkendaraan tanpa pake helm, tanpa punya SIM plus ngebut2an pula, melawan orang tua, nyautin klo lagi dinasehatin,  menggunakan narkoba, judi. Butuh keberanian juga bukan untuk melakukan hal itu, tapi apakah hal-hal tersebut merupakan keberanian yang tepat ?


Definisi dari berani: mempunyai hati yg mantap dan rasa percaya diri yg besar dl menghadapi bahaya, kesulitan, dsb; tidak takut (gentar, kecut):

singkat-nya, percaya diri menghadapi apa yang ada di depannya.

Dewasa ini banyak orang muda yang berani banget, tapi berani yang bikin para orang tua geleng-geleng, sakit kepala, pusing mikirin para anaknya yang berani melakukan hal-hal yang 'aneh’ cenderung tidak baik.
Hal yang sudah tau ujungnya tidak baik atau buruk tapi tetep aja kekeh melakukan hal-hal itu.

Klo melihat berita-berita di media, tentang kejahatan-kejahatan yang dilakukan, bukti bahwa banyak hal berani yang dilakukan jaman sekarang. Tapi keberanian seperti apa yang mereka lakukan ?

Sebagai anak-anak Tuhan, standard kita dalam melakukan segala sesuatu adalah kebenaran Firman Tuhan. Orang bisa berpendapat berbeda-beda dalam menilai ‘salah’ atau ‘benar’ dalam suatu tindakan, tapi apa kata firman Tuhan tentang keberanian yang tepat.

Yuk kita belajar dari kisah alkitab. Bandingkan kisah Adam dan Hawa yang berani memakan buah yang yang jelas-jelas dilarang oleh Allah,  dengan kisah Daud yang berani menghadap goliat.
Sama-sama berani tapi apakah perbedaan nya ?

Adam dan Hawa jelas sudah dilarang oleh Allah untuk memakan buah itu, tetapi mereka berani melanggar karena punya pemikiran yang salah , bahwa mereka akan menjadi seperti Allah dengan memakan buah itu. Padahal kebenaran mengatakan bahwa manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (Kej 1:26-27).

Daud berani mengalahkan goliat, karena yakin Allah menyertai Daud (1 Sam 17:46-47). Karena Daud telah mengalami pertolongan Tuhan dalam hidupnya (1 Sam 17:37)

Adam dan Hawa berani melakukan hal itu bukan karena menuruti Allah, tapi melakukan yang bertentangan dengan 'kehendak' Allah.
Daud berani melawan goliat karena yakin Allah yang menyertai.

Jadi keberanian yang benar adalah keberanian dipimpin oleh apa kata Tuhan, bukan karena kepentingan kita, bukan karena mau-mau nya kita.

Apa Tuhan suka sama keberanian yang kita lakukan ? Sesuai dengan mau nya Tuhan ?

Seseorang berani bertindak,  karena ada yang 'mendorong' dia untuk bisa melakukan hal itu .

Adam & Hawa di dasari rasa penasaran dan ketidakpercayaannya pada apa kata Allah.
Daud berani bertindak karena yakin Allah dipihaknya.
Yang kita percayai mendasari apa yang kita lakukan. Apa yang kita percayai, nilai-nilai dunia atau nilai-nilai kebenaran Firman Tuhan ? Sebelum berani melakukan sesuatu, coba di cek and ricek apa yang mendasari atau membuat kita berani melakukan hal itu ? karena Tuhan atau karena hal lain?

Terkadang prinsip nilai yang kita pegang atau hal yang kita lakukan itu berbeda dengan dunia sekitar atau ada orang yang mengganggap ‘aneh’ jika kita melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh orang lain. Jadi kita ragu karena merasa beda sendiri atau aneh. Ga usah heran atau merasa aneh sendiri, memang pasti ada perbedaan, karena kita dipanggil untuk menjadi terang di tengah dunia.
(Mat 5:16 ; Ef 5: 8; 1 Tes 5:5)


"... Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. Janganlah turut mengambil dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu."
(Efesus 5: 8- 11)

Belajar dari pergumulan yang saya alami, diantara pilihan untuk memilih mengikuti perasaan sendiri dan standard pada umunya soal pasangan atau memilih melakukan apa yang Allah mau tapi berbeda pendapat dan dianggap aneh oleh 'sekitar'.

Lingkungan yang banyak saya temui sehari-hari mendukung saya untuk memilih pasangan yang pasti ada didepan mata aja. Padahal standard kebenaran, apa yang Tuhan ngomong beda banget sama pendapat mereka. Sempet terpengaruh juga untuk kompromi dengan standard Allah. Yang akhirnya bikin repot sendiri. Dua-duanya butuh keberanian untuk dipilih, tapi saya memilih berani melakukan sesuai mau nya Tuhan yang punya hidup saya sekalipun dianggap ‘bodoh’ .’aneh’


Dia yang tahu apa yang harus saya lakukan, makanya Dia berikan kebenaran sebagai tuntunan dalam setiap langkah ku. Yang berkenan buat Tuhan bukan sekedar saya tau kebenaran, tetapi mengikuti teladan Yesus melakukan kebenaran. Dan dalam Allah ada jaminan yang lebih pasti didepan sana. Apa yang keliatan pasti buat dunia, belum tentu atau bahkan beda banget apa yang Tuhan mau sediakan.

Buat ku berdiri diatas dasar iman kebenaran dan melakukan nya itu memang gak gampang, butuh bayar harga, pengorbanan , rasanya ga enak bener, tapi yang ku percayai ujungnya jelas, ada Tuhan, Damai sejahtera, sukacita , sedangkan memilih ikutin arus apa kata dunia pada umumnya , ya yang asik-asik dulu awal nya, sementara ujungnya ga jelas.

Dikeseharian lingkungan kita, tidak bisa mengelak ada banyak hal yang mungkin yang akan menguji apakah kita berani hidup dalam kebenaran . Hal itu akhirnya menjadikan diri kita sama dengan dunia pada umumnya atau menjadi terang buat mereka tergantung keputusan kita.

Menjadi terang atau saksi-Nya memang dibutuhkan orang yang berani melakukan sesuatu yang beda dengan yang 'dunia' lakukan. Melakukan dengan tegas tidak kompromi dengan standard Allah.

Jangan takut dianggap aneh, ga gaul kalau kita memegang kebenaran. Yang lebih penting adalah perkenan dihadapan Tuhan, bukan perkenanan dunia. Lakukan dengan berani kebenaran yang kita tau dengan kasih karunia dari Dia yang memampukan.

Hiduplah buat Tuhan dengan menuruti perintahNya sebagai bukti bahwa kita mengasihi Dia dan bertanggung jawab atas anugerah keselamatan yang Tuhan berikan.
Pilihan ada ditangan kita, menjadi terang bagi sekitar dengan berani melakukan sesuai kebenaran atau hanya mengikuti arus dunia karena takut dinilai aneh.

Friday, May 11, 2018

Rancangan untuk Kebaikan


by Glory Ekasari

Roma 8:28 mungkin salah satu ayat super ngetop di kalangan orang-orang Kristen. Waktu kita ada masalah atau kena musibah, biasanya yang terpikir pertama adalah Roma 8:28, dan kita percaya bahwa, “This, too, shall pass.” Ya nanti ujung-ujungnya pasti baik lah.. Lalu dikombinasi dengan Yeremia 29:11, rancangan Tuhan kan rancangan masa depan yang penuh harapan, bukan rancangan kecelakaan. Amin!
Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Waktu merenungkan ayat ini, aku mikir, kebaikan apa? Kebaikan apa yang datang dengan “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu”? Apa kebaikan berarti kehidupan yang nyaman? Ga ada sedih-sedih lagi? Diberkati dengan harta? Doa kita dijawab? Sepertinya yang enak-enak itu yang ada di pikiran sebagian orang ketika memikirkan Roma 8:28. Tapi, sebenernya, apa nih yang dimaksud dengan kebaikan?

Jangan melongo dan berandai-andai kira-kira apa maksudnya, karena jawabannya ada di ayat berikutnya:
“Sebab, mereka yang dipilih-Nya dari semula, ditentukan-Nya juga dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya. Supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara."
Apa kebaikan yang dimaksud? Ternyata menjadi serupa dengan Kristus, saudara-saudara. Bukan brewoknya atau tinggi badannya, bukan kharismanya atau keahliannya, tapi sifat-sifatnya. Yesus itu seperti apa? Filipi 2:5-11, sajak kenosis, adalah jawaban yang jelas. Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan. Ia mengosongkan diri-Nya (bukan meditasi ya, tapi merendahkan diri). Ia bersedia “menurunkan derajat-Nya” menjadi sama dengan manusia. Ia bahkan taat pada kehendak Bapa dan mati – dengan cara yang hina. Yesus tidak mementingkan diri-Nya, kenyamanan-Nya atau keuntungan-Nya sendiri, tapi, seperti yang Ia katakan: “Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”
Sampai kita menjadi seperti Yesus, Allah turut bekerja dalam segala sesuatu. Lewat berkat. Lewat kehilangan. Lewat kesehatan. Lewat penyakit. Lewat tawa. Lewat tangis. Lewat segala sesuatu yang terjadi dalam hidup kita, Allah sedang menjadikan kita serupa dengan Yesus.
Gimana kalo nanti tujuan itu sudah terpenuhi? Kisah Yesus akan jadi kisah kita juga. Jangan lupa bahwa kisah-Nya tidak berakhir di salib; kisah-Nya berakhir di sebelah kanan takhta Allah Bapa. Artinya? Tujuan akhir Allah bagi kita adalah kemuliaan!
Dan mereka yang ditentukan-Nya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya.
Ini mirip dengan apa yang dikatakan tentang Yesus: “Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama” (Filipi 2:10). Setelah ketaatan-Nya, Ia diangkat kembali pada kemuliaan (yang memang adalah milik-Nya sejak sebelum dunia dijadikan). Gimana dengan kita? Setelah Allah selesai dengan kita, menjadikan kita serupa dengan Kristus, kitapun akan dibawa pada kemuliaan.
Kemuliaannya di mana, teman-teman? Yang jelas, akhir perjalanan kita memang bukan dunia ini. Bahkan banyak pahlawan iman dalam Ibrani 11 yang ga dapet apa yang dijanjikan Tuhan bagi mereka. Kenapa? Karena memang upah mereka ya di Kerajaan yang kekal itu, bukan di dunia ini. Abraham menerima janji, keturunannya yang menggenapinya, jauh setelah Abraham meninggal. Nabi-nabi menyampaikan firman Tuhan yang (katanya) mahakuasa, tapi mereka malah mati dibunuh. Tapi upah yang sesungguhnya ya di sana nanti, di hadapan Tuhan, ketika Tuhan berkata bahwa Dia senang dengan kehidupan dan pekerjaan kita, dan kita dibawa masuk ke dalam kemuliaan-Nya.
Jadi, kalo kita mengalami kesusahan di dunia ini, ayo tetap berpengharapan. Pada ayat-ayat sebelum Roma 8:28, Paulus dengan tepat berkata, “Tetapi pengharapan yang kelihatan bukanlah pengharapan. Karena bagaimanakah orang mengharapkan sesuatu yang telah dilihatnya?” Kemuliaan kita belum kliatan secara fisik, tapi orang-orang percaya bisa selalu bilang, “Masa depan saya cerah!” karena memang masa depannya adalah surga yang gilang-gemilang!
Selama di dunia gimana? Gol kita adalah menjadi serupa dengan Kristus - itu aja yang dipikirkan. :)
On Jordan’s stormy banks I stand
And cast a wishful eye
To Canaan’s wide and happy land
Where my possesions lie

All over those wide, extended plains

Shines One Eternal Day

There, God, the sun forever reigns
And scatters night away

No chilling wind, nor poisonous pain
Can reach that healthful shore
Where sickness, sorrow, pain and death
Are felt and feared no more
I am bound, I am bound
I am bound for the Promised Land
I am bound, I am bound
I am bound for the Promised Land

Wednesday, May 9, 2018

Gender, Pilihanku atau Pemberian Tuhan?


by Irene

Apa sih transgender itu? 

Gender seseorang umumnya ditentukan berdasarkan jenis alat kelamin saat dia lahir, bahkan saat masih di rahim ibu. Namun, bagi kaum transgender, mereka merasa memiliki identitas yang berbeda dengan gender yang mereka miliki saat lahir. Selain itu, transgender juga bisa digunakan sebagai istilah umum untuk orang-orang yang tidak merasa memiliki identitas sebagai laki-laki ataupun perempuan (genderqueer, non-binary). Transgender tidak sama dengan intersex (seseorang yang lahir dengan kondisi alat kelamin atau kromosom yang tidak sesuai dengan karakter laki-laki atau perempuan pada umumnya). Dia juga tidak terkait dengan orientasi seksual. Intinya, transgender menyangkut bagaimana seseorang berpikir atau merasa tentang identitas gendernya. 

Dalam beberapa tahun ini, cukup banyak orang memberi respon positif terhadap transgender, misalnya dengan berkata, “Sah-sah aja, toh kamu bebas untuk memilih identitasmu,” atau, “Baguslah, be yourself!” Respon seperti ini biasanya dilatarbelakangi oleh cara berpikir berikut: 

  • Kebebasan individual yang mutlak 
Kita bebas menentukan identitas diri, nilai-nilai moral dan kebenaran, apa yang kita mau, pokoknya semau gue, selama menurut kita hal tersebut benar, termasuk untuk memilih apa gender yang kita mau. Jenis alat kelamin tidak semestinya menentukan identitas gendermu. Seperti lirik lagu No Matter What dari Boyzone: 

“No matter what they tell us 

No matter what they do 
No matter what they teach us 
What we believe is true...
I can't deny what I believe” 


  • Be yourself 
Hidup cuma sekali, jadilah diri sendiri. Gak perlu dengar apa kata keluarga atau orang lain. Jujur saja sama diri sendiri. 

  • Jiwa atau spiritual manusia lebih penting daripada tubuh jasmani 
Tubuh hanya dianggap sebagai perangkap jiwa, yang akan musnah saat manusia mati. Jadi jika genderku adalah wanita, tapi aku merasa jiwaku adalah pria, maka aku dan tubuhku semestinya mengikuti perasaan sebagai pria. 

Tetapi apa kata firman Tuhan? Apakah sama dengan apa kata dunia? 

“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”
(Kejadian 1:27)

Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa kita adalah ciptaan Tuhan, yang diciptakan menurut gambar-Nya. Kita adalah ciptaan, bukan sesuatu yang muncul secara kebetulan. Sebagai ciptaan, kita diberikan kebebasan untuk hidup sesuai dengan atribut yang Tuhan berikan, demi kebaikan kita. Contohnya, jika seekor ikan memilih untuk hidup bebas di daratan, bukannya bebas, dia malah akan mati di daratan dalam hitungan menit. Karena ikan memang diciptakan untuk hidup di air, dia bebas berenang, bertumbuh dan berkembang biak selama dia tinggal di air.1 

John Wyatt mengilustrasikan manusia sebagai ciptaan Allah seperti sebuah karya seni dari seorang artis. Saat mengapresiasi sebuah karya seni, misalnya lukisan, kita akan menikmati lukisan tersebut sebagaimana sang artis melukisnya. Kita tidak akan bilang, “Ooh, mestinya lukisan sungai ini warnanya merah, bukan biru. Lebih bagus lagi kalau ikannya lebih banyak,” dan seterusnya.2 

Manusia juga bukan mesin, yang bebas dibongkar pasang, di-upgrade, atau dikurangi sesuka hati teknisinya. Tapi manusia, termasuk tubuh dan identitas gender kita, adalah karya seni agung dari Allah yang patut kita apresiasi. Bahkan Allah pun mengapresiasi ciptaan-Nya sendiri: “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kejadian 1:30). Paulus juga menekankan hal ini dalam 1 Timotius 4:4, “Karena semua yang diciptakan Allah itu baik, dan suatupun tidak ada yang haram.” Sebagai manusia ciptaan-Nya, kita pun sepatutnya bersyukur atas tubuh, termasuk identitas gender yang telah Tuhan berikan. 

Kita juga bisa melihat betapa Allah mengapresiasi identitas gender laki-laki dan perempuan, ketika Paulus menggunakan relasi pernikahan antara laki-laki dan perempuan untuk menggambarkan relasi Kristus dan gereja-Nya. “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat” (Efesus 5:31-32). 


Bagaimana kita meresponi kaum transgender

Ketika membahas mengenai transgender, kita bukan saja membahas tentang suatu topik atau masalah, tapi yang terutama tentang manusia—yang berharga, yang dikasihi Allah dan Ia ciptakan sesuai gambar-Nya. 

Di dalam Alkitab, kita bisa melihat bagaimana Tuhan Yesus menyambut dan mengasihi semua orang, apapun dosanya atau latar belakang identitasnya. Ia tetap menyambut mereka dengan hangat. Bahkan dalam Kisah Para Rasul pasal 8, malaikat Tuhan mengutus Filipus untuk mendekati dan memberitakan Injil kepada sida-sida dari Etiopia. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, sida-sida adalah “pegawai (rendah) istana yang telah dikebiri”; dengan kata lain, alat kelaminnya telah dihilangkan, atau istilah yang nge-trend di zaman sekarang adalah gender queer. Kiranya kita sebagai individu, maupun komunitas anak Tuhan (gereja) bisa belajar dari teladan Tuhan Yesus, yang tidak menghakimi orang berdosa, tapi mengasihi dan menyambut mereka. Ada beberapa contoh praktis yang bisa kita aplikasikan ketika berinteraksi dengan kaum transgender: 
  • Ingatlah bahwa setiap kita, sama seperti kaum transgender, adalah manusia berdosa yang membutuhkan anugerah pengampunan dari Allah. Yang membedakan kita dengan mereka adalah jenis dosa dimana kita jatuh di dalamnya. 
  • Jika salah satu teman kita curhat tentang pergumulan identitas gendernya, hargai dia, dan berterima kasihlah untuk kejujurannya. Dengarkan dan doakanlah dia tanpa menghakimi. Tentunya pada waktu yang tepat, kita bisa mencoba menjelaskan mengapa kita tidak mendukung status transgender, dengan sikap yang sabar dan lemah lembut. 
  • Mengasihi dan menghormati mereka sebagai manusia ciptaan Tuhan. Kaum transgender bergumul dengan kebingungan identitas gendernya. Sebagian bahkan mungkin mengalami kesepian, diskriminasi dan stress karena tekanan-tekanan sosial. Sama seperti kita, sesama manusia yang berdosa, kebutuhan terpenting mereka adalah mengalami, mengerti, dan menerima kasih dan anugerah pengampunan Allah. Mungkin salah satu caranya adalah lewat kita, yang terlebih dahulu menunjukkan kasih pada mereka. 
  • Tidak menggunakan istilah yang menyinggung atau merendahkan, misalnya ‘banci’, ‘bencong’, dll. Website Stonewall3 dan Wikipedia4 memiliki daftar istilah yang cukup lengkap berkaitan dengan transgender. 
  • Jika mereka telah memilih nama baru, panggillah mereka dengan nama tersebut. 
  • Tidak mengolok-olok atau menggosipkan mereka. 

Penutup 

Mari kita bayangkan, jika semua manusia diberikan kebebasan mutlak untuk menentukan identitas dirinya, tanpa batasan apapun. Hanya saya sendirilah yang bisa menentukan siapa atau apa identitas diri saya. Sebagian orang mungkin akan merasa bingung, karena terus mencari atau menciptakan identitas dirinya. Akan lebih parah lagi saat kebebasannya ini bentrok dengan kebebasan orang lain, sehingga masing-masing orang perlu berjuang untuk mempertahankan atau memperoleh identitasnya.  

Bandingkan dengan alternatif skenario Allah, seperti yang dituliskan pemazmur: 

“For you created my inmost being; you knit me together in my mother’s womb. 
I praise you because I am fearfully and wonderfully made; 
your works are wonderful, I know that full well.” 
(Psalm / Mazmur 139:13-14)


Allah menciptakan setiap kita dengan dahsyat dan ajaib, termasuk identitas gender. Sehingga kita nggak perlu mencari-cari atau berjuang untuk memperolehnya—itu semua pemberian dari Tuhan. 

----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Referensi dan sumber bacaan mengenai transgender 

Jika teman-teman tertarik untuk mengerti lebih dalam mengenai transgender, saya menyarankan beberapa sumber-sumber bacaan berikut. Sayangnya, saya belum dapat menemukan referensi kristiani berbahasa Indonesia, yang komprehensif mengenai topik ini. 




Artikel mengenai Gender Dysphoria bisa diunduh dari situs Christian Medical Fellowship http://www.cmf.org.uk/resources/publications/content/?context=article&id=26419

Artikel I Was a Transgender Woman dari http://www.thepublicdiscourse.com/2015/04/14688/

Kisah nyata seorang transgender yang bertobat dan kembali ke gender asalnya: http://waltheyer.com/

Talking Points: Transgender, buku oleh Vaughan Roberts (The Good Book Company, 2016) 

Matters of Life and Death, buku oleh John Wyatt (Nottingham: IVP, 2009, 2nd edition) 

Monday, May 7, 2018

Ketika Allah Telah Mengawali...




by Mekar Andaryani Pradipta

Lalu berserulah Yesus dengan suara nyaring dan menyerahkan nyawa-Nya. Ketika itu tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah.”
(Markus 15:37-38)

Jika kita belajar dari Perjanjian Lama, Bait Suci dibagi menjadi beberapa bagian: Pelataran, Ruang Kudus dan Ruang Maha Kudus. Tabir yang disebutkan oleh Markus adalah batas antara Ruang Kudus dan Ruang Maha Kudus. Pada masa itu, yang boleh masuk ke dalam tempat Kudus hanyalah Imam. Sementara itu, jemaat Israel hanya boleh masuk di pelataran Bait Suci. Imamlah yang menjadi perantara antara mereka dengan Allah. Kita bisa melihat, dalam hubungan antara Allah dan manusia ada sebuah jarak. Jarak itu disebabkan karena dosa.

Dosa merusak hubungan antara manusia dengan Allah. Karena dosa, Allah tidak dapat didekati oleh manusia. Namun, syukur kepada Allah, Dia terlebih rindu untuk memulihkan hubungan itu. Allah menghendaki sebuah hubungan yang akrab dengan manusia, seperti hubungan antara Bapa dan anak. Hingga Dia mengambil inisiatif untuk mendekati manusia dengan memberikan anak-Nya yang tunggal menjadi penebusan bagi dosa dunia. Ketika Yesus mati di kayu salib, tabir bait suci terbelah dua, tanda bahwa hubungan antara Allah dan manusia telah dipulihkan. Manusia punya kesempatan untuk menjadi akrab dengan Allah, menghampiri tahta-Nya dan memiliki keintiman dengan Allah.

Hubungan itu adalah desain Tuhan. Bahkan Ia menggunakan konteks hubungan dalam memperkenalkan diri-Nya. Ketika gereja Ia sebut sebagai anggota-anggota keluarga Allah, maka Ia adalah Bapa, Ia adalah Anak – yang sulung dari anak-anak-Nya, Ia adalah Guru, Ia adalah Sahabat. Kristus mati di kayu salib agar kita bisa didamaikan dengan Allah dan menyebut Allah sebagai Bapa. Kalau Allah hanya memikirkan ritual, Dia tidak akan memberikan Kristus. Kitab Taurat Musa sudah lebih dari cukup dalam memberikan peraturan-peraturan agamawi. Itulah mengapa sering dikatakan bahwa kekristenan bukan soal agama, kekristenan adalah soal hubungan.

Tidak hanya memiliki hubungan dengan Allah, manusia juga diciptakan untuk menjalin hubungan satu sama lain. Dalam Kejadian 2:18, Allah memandang bahwa tidak baik kalau manusia hidup seorang diri. Apabila ayat ini diterapkan dalam konteks luas, ayat ini menunjukkan bahwa Allah menghendaki manusia untuk tidak menutup diri dari sesamanya. Hidup dalam hubungan adalah blueprint Allah untuk manusia. Namun, dosa juga merusak hubungan antar manusia karena dosa membuat kita melakukan apa yang jahat. Dosa membuat kita tidak mampu mengasihi dengan seharusnya sehingga mendorong timbulnya konflik. Sejarah manusia menggambarkan hal ini dengan jelas. Suami istri yang saling menyalahkan seperti Adam dan Hawa, pembunuhan antar saudara seperti Kain terhadap Habel, anak yang tidak menghormati orang tuanya seperti Absalom terhadap Daud, dan masih banyak contoh-contoh lain sepanjang Alkitab.

Kabar baiknya adalah, pemulihan hubungan dengan Allah melalui Kristus Yesus memungkinkan kita memperoleh hubungan yang pulih dengan sesama. Bahkan, memiliki hubungan baik dengan sesama adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan hubungan dengan Allah. Itulah mengapa hukum yang terutama terbagi dalam 2 (dua) bagian: kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama.

Lalu kadang kita mengajukan pertanyaan yang sama seperti ahli Taurat, siapakah sesama kita? Jawabannya ada dalam perumpaan yang diceritakan Kristus tentang orang Samaria. Dari perumpamaan ini kita juga bisa belajar bahwa sesama kita adalah siapapun yang Tuhan taruh di dalam jalan hidup kita, seperti Allah menempatkan korban perampok itu di jalan orang Samaria. Bermula dari keluarga biologis, keluarga rohani, sampai dengan orang asing yang kita temui di jalan. Kita tidak seharusnya membatasi atau membangun tembok dengan siapa kita sebaiknya menjalin hubungan. Jika kita melihat kehidupan Kristus, Dia menjalin persahabatan dengan orang-orang dari berbagai kalangan, termasuk dengan mereka yang tidak masuk hitungan: wanita Samaria, pemungut cukai dan kumpulan orang berdosa lainnya. Bagi Kristus, menjalin hubungan adalah salah satu prioritas pelayanan-Nya di dunia.

Jika kita mau mengamati, apa yang kelihatan adalah ekspresi dari apa yang tidak kelihatan. Yesus mengajar bahwa kualitas sebuah pohon dilihat dari buahnya. Kualitas buah menunjukkan kinerja akar yang tersembunyi di dalam tanah. Kita juga diajar bahwa kualitas hati manusia bisa dilihat dari perkataan, karena apa yang keluar dari mulut berasal dari dalam hati. Demikian juga dengan hubungan, hubungan kita dengan sesama adalah ekspresi hubungan kita dengan Allah.

Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah’, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. Dan perintah ini kita terima dari Dia: Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya”
(1Yoh 4:20-21)

Kita tidak bisa mengasihi Allah tanpa mengasihi manusia. Kita juga tidak bisa mengatakan kita melayani Allah jika kita tidak melayani mereka yang ada di sekitar kita. Hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama adalah satu paket. Jika kita tidak sedang mengerjakan kedua hal itu, Firman Tuhan mengatakan kita sedang berjalan dalam sebuah kebohongan. Setiap hubungan yang Tuhan taruh dalam hidup kita, dengan keluarga, sahabat, atau orang asing sekalipun, merupakan sarana untuk menjalin hubungan dengan Allah dalam bentuk yang nyata.

Selain itu, hubungan juga menjadi alat Kristus agar kita dapat saling menolong untuk dapat mencapai keserupaan dengan Allah. Seperti dikatakan dalam Firman, besi menajamkan besi dan manusia menajamkan sesamanya (Amsal 27:17). Pertumbuhan rohani tidak dapat dicapai dalam pengasingan diri dan kesendirian, melainkan dalam kehidupan bersama. Hubungan kita dengan orang lain menunjukkan kualitas manusia rohani kita. Jika kita masih hidup dalam perselisihan, itu berarti kita masih hidup sebagai manusia duniawi (I Korintus 3:3).

Sejak semula, hukum Allah mengatur dua relasi, relasi dengan Allah dan relasi dengan manusia. Firman Allah banyak memberi panduan bagaimana kita hendaknya menjalin hubungan. Pada prinsipnya, Allah menghendaki kita melakukan apa yang baik bagi semua orang (Roma 12:17). Masalahnya adalah, selama kita masih hidup di dunia dalam tubuh daging kita, tidak ada hubungan yang sempurna dan berjalan lancar selamanya. Namun, ada satu hal yang mampu membuat sebuah hubungan menjadi erat bagaikan tanpa cela.

Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”
(Kolose 3:14)

Kasih memungkinkan kita memiliki hubungan yang everlasting. Ketika hubungan retak karena kemarahan, kasih menolong kita mengampuni. Ketika hubungan menjadi sulit, kasih menolong kita untuk sabar. Ketika hubungan dipenuhi pengkhianatan, kasih menolong kita untuk tidak menyimpan kesalahan. Kasih menjaga sebuah hubungan. Kasih mengikat hubungan yang berjarak dan menyempurnakan hubungan yang bercela. Kasih menutupi banyak sekali dosa (I Petrus 4:8).

Kita yang telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, telah memiliki hubungan yang pulih dengan Allah. Sebagai ciptaan yang baru, kita diberi kesanggupan untuk melakukan kehendak Allah dalam kaitannya dengan sesama kita. Sebab, dosa telah kehilangan kuasanya di dalam kita dan Roh Kudus mengerjakan baik kemauan maupun kesanggupan untuk melakukan kehendak Allah. Pendamaian dengan Allah telah memulihkan kesanggupan kita untuk mengasihi, bahkan kasih sendiri merupakan tanda hidup baru di dalam Kristus.

Allah telah memberikan keteladanan mengenai hubungan. Tugas kita adalah membuat follow up dengan melakukan hal yang sama. Kita mengasihi karena Allah terlebih dahulu mengasihi kita (I Yohanes 4:19). Kita mengampuni, karena Allah juga telah berbuat demikian (Kolose 3:14). Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita, sehingga kitapun wajib berbuat demikian (I Yohanes 3:16) Kita dipanggil untuk meneladani Dia dan menjadi serupa dengan-Nya. Kemerdekaan yang kita dapat di dalam Kristus adalah awal yang harus digunakan sebagai kesempatan untuk dapat melayani satu sama lain oleh kasih. Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” (Galatia 5:14)