Friday, April 17, 2015

Dalam Nama Tuhan Yesus... Amin



by Eunike Santosa



“Dalam nama Tuhan Yesus… Amin. “ Kalimat yang sudah tidak asing lagi bukan? Mulai dari anak kecil yang baru diajar berdoa oleh ibunya sampai pendeta terkenal biasanya mengakhiri doanya dengan kalimat ini. Bagi saya pribadi, terkadang kalimat ini sudah menjadi rutinitas dalam doa sehingga terkadang saya sudah tidak memikirkan maknanya lagi. Apalagi ketika mengikuti kebaktian doa dimana doa tersebut sudah sangat panjang, kalimat ini seperti menjadi nafas lega. Hehehe..

Back to topic, pernahkah kita merenungkan seberapa dalam arti kalimat yang sederhana ini?

Ketika saya mulai mengambil waktu sejenak dan berpikir serta merenungkan kalimat ini, saya menemukan lima hal dari arti kalimat “dalam nama Yesus”, yaitu:

Wednesday, April 15, 2015

Menghadap Tuhan

by Glory Ekasari
Bacaan: Ibrani 10:19-22; 12:28-29

Salah satu teori yang populer di kalangan orang Kristen (dan mungkin juga non-Kristen yang tau tentang Alkitab sedikit-sedikit) adalah bahwa Tuhan itu punya sifat yang berbeda dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dalam Perjanjian Lama Dia keras dan cukup galak, sementara dalam Perjanjian Baru Dia lembut dan baik hati. Kalau kita termasuk orang-orang yang punya pola pikir seperti ini, jangan-jangan kita terancam bahaya menganggap enteng Tuhan dengan anggapan bahwa ini “zaman kasih karunia”.

Omong-omong soal zaman kasih karunia, benarkah dengan dimulainya zaman Perjanjian Baru Tuhan ga akan menghukum manusia seperti di zaman Perjanjian Lama lagi? ‘Kan Yesus sudah mati buat menebus dosa kita, Tuhan mau berkorban buat kita, berarti Tuhan sangat menyayangi kita dong? Tuhan ga mungkin bersikap keras terhadap kita dong? Tentang semua kebingungan ini, penulis kitab Ibrani memberikan jawaban yang penting untuk kita perhatikan.
Perhatikan bagaimana kitab Ibrani dibuka.

Setelah pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhir ini Ia telah berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh Dia Allah telah menjadikan alam semesta. (Ibrani 1:1-2)

Dulu, Tuhan bicara pada umat-Nya melalui nabi-nabi, dan umat Tuhan datang kepada-Nya melalui para imam. Tapi itu dulu, dalam Perjanjian Lama. Kedatangan Yesus ke dunia mengubah segala sesuatu. Allah Anak, Pribadi kedua dalam Tritunggal, Tuhan sendiri, datang ke dunia, menebus kita dari dosa-dosa kita, dan mendamaikan manusia dengan Bapa. Apa yang terjadi setelah Yesus mengerjakan itu semua bagi kepentingan kita? Komunikasi kita dengan Tuhan jadi lancar selancar-lancarnya. Kita tidak perlu takut diusir dari hadapan Tuhan karena kita tidak layak menghadap Dia; kita tidak perlu potong kurban untuk memohon pengampunan dosa; kita bisa menyatakan apapun yang jadi isi hati kita di hadapan Tuhan; dan, yang istimewa, Tuhan bebas berbicara langsung pada kita lewat firman-Nya maupun pengalaman rohani antara kita dengan Tuhan.

Penulis kitab Ibrani sangat menghargai keistimewaan yang diberikan Tuhan pada masa Perjanjian Baru ini. Kita bisa merasakan betapa dia mengucap syukur atas kemurahan hati Tuhan:

Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. (Ibrani 10:19-22)

Tidak perlu takut menghadap Allah! Dia mengasihi kita dan sudah menyediakan semua yang kita perlukan untuk menghadap Dia tanpa halangan. Kita tidak lagi ditolak karena dosa-dosa kita, karena semuanya telah diampuni oleh Tuhan di dalam Kristus. Satu kata yang perlu kita garis-bawahi: keberanian. Tuhan mau kita bebas menghadap Dia dengan keyakinan penuh bahwa Dia menerima kita. Senang? Sedih? Terluka? Bahagia? Butuh sesuatu? Ingin mengucap syukur? Dia hanya sejauh doa, kita bisa bicara kepada Bapa kita kapan saja. Inilah yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya: “Sebab itu TUHAN menanti-nantikan saatnya hendak menunjukkan kasih-Nya kepada kamu; sebab itu Ia bangkit hendak menyayangi kamu” (Yesaya 30:18), dan ini terjadi dalam hidup kita sekarang!

Di sisi lain, penulis kitab Ibrani sadar sepenuhnya bahwa Allah yang ia sembah adalah Allah yang tidak berubah. Kalau dulu Allah tegas dan keras terhadap dosa, Allah masih tetap keras dan tegas terhadap dosa hingga sekarang. Dalam Perjanjian Lama, Allah adalah Allah yang adil dan benar; dalam Perjanjian Baru Allah tetap Allah yang adil dan benar. Dalam Perjanjian Lama, Allah adalah Allah yang panjang sabar, memberi bangsa Israel ratusan tahun kesempatan untuk bertobat sebelum akhirnya benar-benar menghukum mereka; dalam Perjanjian Baru Allah tetap panjang sabar dan memberi orang berdosa kesempatan untuk bertobat, sebelum akhirnya menghukum orang itu bila ia tetap tinggal dalam dosanya.
Kita perlu memperhatikan, seperti yang diperhatikan oleh penulis kitab Ibrani:

Jagalah supaya kamu jangan menolak Dia, yang berfirman. Sebab jikalau mereka, yang menolak Dia yang menyampaikan firman Allah di bumi, tidak luput, apa lagi kita, jika kita berpaling dari Dia yang berbicara dari sorga? (Ibrani 12:25)

Apa yang terjadi kepada orang-orang yang meremehkan nasehat dan peringatan dari para nabi utusan Allah dalam Perjanjian Lama? Mereka menanggung hukuman yang mengerikan. Lebih lagi, demikian argumen penulis surat Ibrani, orang-orang yang menolak Anak Allah! Datangnya Yesus ke dunia adalah seperti banjir kasih karunia Allah—Dia sedemikian mengasihi kita hingga Dia memberi Anak-Nya sendiri. Tapi anugerah dan hukuman adalah pilihan; bila kita menolak anugerah itu, maka kita memilih hukuman. Dan bila nabi-nabi—yang adalah orang biasa yang menyampaikan firman Tuhan—harus kita hormati, apalagi Anak Allah yang adalah Firman Hidup itu sendiri! Karena itu penulis surat Ibrani melanjutkan:

Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan. (Ibrani 12:28-29)

Orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan akan menghadap Dia dengan penuh hormat. Dia tidak akan menggambarkan hadirat Tuhan sebagai suasana yang menakutkan, melainkan indah, manis, dan mulia. Dia datang kepada Tuhan seperti seseorang datang menghadap raja yang sangat dikasihinya. Tuhan kita adalah Raja segala raja, Allah yang Mahakuasa, Juruselamat dunia, Pencipta segalanya; dan Dia memberi kita anugerah yang besar untuk meghadap Dia secara pribadi.

Banyak lagu telah digubah sebagai kesaksian bahwa hadirat Tuhan itu indah dan manis, namun juga kudus dan mulia. Berkat kasih Tuhan yang luar biasa di dalam Yesus, kita bisa menikmati hadirat Tuhan di mana saja, dalam keadaan apapun. Dan berkat pertolongan Roh Kudus, kita bisa hidup dalam kekudusan, seperti yang Tuhan inginkan dari kita. Jadi jangan takut, datang ke hadapan Tuhan dan nikmati kehadiran-Nya—hari ini dan saat ini.

Times of refreshing
Here in Your presence
No greater blessing
Than being with You
My soul is restored
My heart is renewed
There’s no greater joy, Lord
Than being with You
(Martin Nystrom & Don Harris)

Friday, April 10, 2015

Praying without Ceasing

by Poppy

Berdoa tanpa henti?? Sepertinya mustahil! Sebuah pertanyaan dan pernyataan yang sederhana, namun sangat menarik untuk dipahami lebih dalam..yuk kita selidiki lebih dalam!

Ketika Sulit Untuk Berdoa

Sebab sebelum lidahku mengeluarkan perkataan, sesungguhnya, semuanya telah Kauketahui, ya Tuhan
 (Mazmur 139:4)

Alkitab menyatakan kepada kita bahwa Allah mengetahui setiap pikiran dan perkataan di lidah kita (Mazmur 139:1-4). Maka, ketika kita tidak tahu apa yang perlu didoakan, Roh Kudus "berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan"
(Roma 8:26). Kebenaran alkitabiah ini meyakinkan kita bahwa kita dapat berkomunikasi dengan Allah, meskipun tanpa mengucapkan sepatah kata pun, karena Dia mengetahui kehendak dan keinginan hati kita. Sungguh hal itu menjadi suatu penghiburan di kala kita dalam kebimbangan atau mengalami tekanan berat! Kita tidak perlu khawatir jika tidak dapat menemukan kata-kata untuk menyatakan pikiran dan perasaan kita. Kita tidak perlu merasa malu jika terkadang kalimat yang kita ucapkan terputus di tengah jalan. Allah
mengetahui apa yang ingin kita sampaikan.

Selain itu, dalam hal berdoa kita juga tidak perlu harus selalu berlutut atau dalam posisi - posisi khusus. Seandainya pun kita berusia lanjut atau menderita arthritis [penyakit radang sendi] sehingga tidak bisa berlutut, tidak menjadi masalah. Sesungguhnya yang Allah perhatikan adalah posisi hati kita. Betapa luar biasanya Allah! Betapa pun kita tersendat-sendat atau gagap dalam berdoa, Dia mendengarkan kita. Kasih yang tiada batas di dalam hati-Nya menanggapi kebutuhan dan perasaan hati Anda yang tak terucapkan. Oleh karena itu, tetaplah berdoa!

~ DOA TIDAK MEMBUTUHKAN KELANCARAN BERKATA-KATA MELAINKAN
KESUNGGUHAN HATI~
(Hutabarat, E)

Pengenalan Jenis Metode Doa

Dalam segala doa dan permohonan.Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah didalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus.
(Efesus 6 : 18)

Mari kita memahami lebih dalam mengenai metode berdoa. Metode yang dimaksud adalah sikap yang dilakukan saat berdoa. Terdapat dua jenis sikap doa (Rap-Rap, 2012) yaitu berdoa secara liturgi dan berdoa secara hakekat. Perbedaan dasar yang membedakan keduanya yaitu sikap dari objek yang melakukan doa.

1. Berdoa secara Liturgi
Doa secara liturgi dilakukan sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan saat akan menghadapi kayu salib, Tuhan mengambil waktu tenang untuk berdoa saat itu. Sikap hati dan penyerahan diri secara penuh, bertekuk lutut sebagai sikap hormat dan tunduk kepada Bapa. Sikap doa seperti ini seringkali dilakukan oleh kita saat beribadah di gereja, saat makan dan saat kita berada di tempat yang tenang dan khusuk.

Masuklah, marilah kita sujud menyembah, berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita. Sebab Dialah Allah kita, dan kitalah umat gembalaan-Nya dan kawanan domba tuntunan tangan-Nya. Pada hari ini, sekiranya kamu mendengar suara-Nya!" (Mazmur 95:6)

2. Berdoa secara Hakekat
Doa secara Hakekat dilakukan sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan saat berada di atas kayu salib saat itu Tuhan berkata –kata kepada Bapa untuk mengampuni orang yang bersalah atas perbuatan yang mereka lakukan kepada Tuhan Yesus. Sikap hati dan penyerahan diri secara penuh, berkata-kata dengan suara terdengar atau dalam hati untuk berkomunikasi kepada Tuhan. Sikap doa seperti ini seringkali dilakukan oleh kita saat sedang melakukan aktivitas seperti mengendarai mobil, akan menghadapi rapat penting atau di tempat umum yang ramai.

Rejoice always,pray continually, give thanks in all circumstances for this is God’s will for you in Christ Jesus. 
(1 Thessalonians 5 : 16 – 18)

Dari pemahaman kedua jenis sikap berdoa ini, maka tidak mustahil bukan untuk berdoa senantiasa, seperti yang Tuhan Yesus inginkan. Kita coba yah simulasikan, dengan ketentuan sebagai berikut (L) liturgi dan (H) Hakekat.

05.00 : Bangun Pagi (L)
05.15 : Saat teduh (L)
05.45 : Mandi pagi (H)
06.00 : Sarapan pagi (L)
06.30 : Menuju tempat aktivitas (H)
08.00 : Beraktivitas (H)
12.00 : Makan siang (L)
12.30 : Renungan Siang (L)
13.00 : Kembali beraktivitas (H)
17.30 : Pulang aktivitas (H)
19.00 : Sampai di rumah (L)
19.30 : Makan malam (L)
20.00 : Beristirahat (H)
21.00 : Tidur (L)

Nah..sahabat ku yang terkasih, dari simulasi diatas cukup jelas bukan? kapan saat kita bisa memilih untuk berdoa secara hakikat dan kapan saat kita bisa berdoa secara liturgi.

~Berdoalah senantiasa karena meskipun sepertinya mustahil tapi kenyataannya tidak mustahil untuk dilakukan~

Kapan saat untuk berdoa ?

Tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur 
(Filipi 4:6).

Saat menghadapi cobaan, banyak orang sering memutuskan untuk menjadikan doa sebagai usaha terakhir. Ada seorang pria yang sedang berjuang mati-matian melawan kanker. Ketika orang-orang
melihat kanker itu berangsur-angsur memperburuk tubuh dan gaya hidupnya, seseorangberkata, "Ya, mereka telah mencoba segalanya. Saya kira inilah saatnya untuk mulai berdoa."
Seorang pria lain sedang menghadapi masa-masa yang sangat sulit dalam pekerjaan. Itu merupakan krisis besar yang sangat berpengaruh terhadap dirinya dan masa depan perusahaannya. Ia tidak mampu menyelesaikannya. Akhirnya ia berkata, "Saya telah
mencoba segala yang saya ketahui untuk keluar dari situasi ini, tetapi tak ada yang berhasil. Ini saatnya untuk mulai berdoa."

Dalam kedua contoh di atas, doa telah dipandang sebagai jalan keluar terakhir untuk mengatasi masalah. Hanya setelah pilihan-pilihan lain tersisihkan, maka orang mengambil keputusan untuk berdoa. Doa akhirnya menjadi usaha terakhir ketika sudah tidak ada jalan lain.

Doa seharusnya merupakan tindakan pertama yang kita lakukan, bukannya tempat pelarian terakhir. Tuhan menjawab doa, dan Dia ingin agar kita senantiasa datang kepada-Nya dengan membawa seluruh kebutuhan kita (1Tesalonika 5:17). Alkitab mengatakan kepada kita 

"janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa" (Filipi 4:6).

Jadi, jangan menunggu lagi. Setiap waktu adalah saat yang tepat untuk berdoa.

~DOA HENDAKNYA MERUPAKAN LANGKAH AWAL BUKANNYA TEMPAT PELARIAN TERAKHIR KITA ~

Tuhan Yesus adalah Bapa yang sangat mengasihi kita, Dia selalu memperhatikan bahkan seluruh jumlah rambut kita pun Dia tahu ada berapa jumlahnya. So berkomunikasi setiap saat denganNYA adalah pilihan yang sangat tepat untuk kita menjalani hidup ini.

Doa adalah kebutuhan dan Life Style.
****
YA TUHAN TIAP JAM ‘KU MEMERLUKAN-MU
ENGKAULAH YANG MEMB’RI SEJAHTERA PENUH
SETIAP JAM YA TUHAN DIKAU KUPERLUKAN
‘KU DATANG JURUS’LAMAT BERKATILAH.

Wednesday, April 8, 2015

Anggur yang Membawa Damai

by Phenny

Ketika diperhadapkan pada penderitaan dan dukacita, biasanya orang akan melakukan
berbagai cara untuk mendapatkan damai. Salah satunya adalah dengan anggur. Tapi sebelum
sahabat pembaca Majalah Pearl berpikir ini adalah artikel tips kesehatan atau jangan-jangan
tim redaksi salah mencetak artikel, mari kita baca ayat Firman Tuhan yang akan menjadi
dasar bagi renungan kita.

Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. ~ Yohanes 15:1

Ayat di atas mungkin sudah sering kita baca atau dengar. Biasanya ayat ini dikutip
untuk membahas mengenai Yesus yang adalah pokok anggur yang benar. Namun berhubung
kali ini temanya membahas bagaimana mendapatkan damai di tengah penderitaan atau
kesulitan, mari kita fokus dulu ke bagian kedua dari ayat di atas. Bapa-Kulah pengusahanya.
Allah Bapa kita yang di Sorga adalah pengusaha kebun anggur.

Sampai di sini mungkin pembaca bertanya, apa hubungannya Allah Bapa sebagai
pengusaha kebun anggur dengan menemukan damai di tengah kesulitan hidup? Yang pasti
ketika kesulitan hidup menerpa, orang mungkin akan berpikir tentang anggur, tapi apakah
kita pernah berpikir mengenai Allah Bapa sebagai pengusaha kebun anggur?

Coba tempatkan diri Anda sebagai seorang pengusaha yang bergerak di bidang
perkebunan anggur, apa yang kira-kira menjadi tujuan atau target Anda? Sudah pasti seorang
pengusaha kebun anggur ingin hasil anggurnya berlimpah. Dan bukan hanya secara kuantitas
buah anggurnya lebat, tetapi juga secara kualitas buah anggur memberi cita rasa yang terbaik.
Tahukah anda bagaimana hal itu dilakukan? Pengusaha itu akan menanam pohon anggur di
tanah dengan kondisi lingkungan yang paling ideal bagi pertumbuhannya.

Tahukah Anda tanah seperti apa yang paling bagus untuk mendapatkan hasil anggur
yang terbaik? Seringkali kita berpikir pasti tanah yang subur dan gembur. Akan tetapi, untuk
pohon anggur, tanah yang paling baik adalah tanah yang penuh pasir, kerikil, dan bebatuan
kecil. Dan bukan hanya itu, lingkungan yang paling ideal bukanlah yang penuh air, tetapi
justru di bawah sinar matahari yang terik. Intinya, kondisi yang paling gersang dan kering.

Mengapa? Rupanya kalau pohon anggur ditanam di lingkungan yang baik (tanah yang
gembur dan penuh air), maka pohon itu akan tumbuh fokus pada daun dan batang. Memang
jadinya pohon itu terlihat bagus, karena rindang dan lebat. Tapi akibatnya buahnya menjadi
tidak baik. Sebaliknya, ketika pohon anggur itu ditempatkan di lingkungan yang kering dan
keras, justru pohon itu akan bekerja keras mempertahankan kelembabannya dan hasilnya
adalah buah anggur yang rasanya sangat kuat. Rasa yang kuat inilah yang menjadi bahan
dasar minuman-minuman anggur terbaik di dunia.

Kembali ke Firman Tuhan di atas, Tuhan adalah pengusaha kebun anggur, sedangkan
kita adalah pohon-pohon anggur miliknya. Sama seperti pengusaha menanam pohon anggur
di lingkungan yang kering dan keras untuk mendapatkan hasil yang terbaik, Allah Bapa kita
juga menempatkan kita di situasi yang serupa. Mungkin bagi sebagian dari kita, lingkungan
yang kering dan keras itu bisa berupa sakit penyakit, kehilangan pekerjaan, patah hati, dll.
Bisa juga berupa status jomblo yang tidak kunjung berakhir, sementara usia sudah semakin
bertambah. Intinya, kesulitan-kesulitan yang kita hadapi dalam hidup ini. Tujuan Allah
menempatkan kita dalam lingkungan yang sangat tidak mengenakkan ini adalah supaya kita
bisa fokus menghasilkan buah yang lebat dan rasa yang kuat. Kita seringkali ingin yang
kelihatan bagus dan terasa nyaman, alias banyak daun dan cabang. Tapi pengusaha kebun
anggur inginnya buah-buah yang lebat dan rasa yang kuat. Ketika kita sedih, kecewa, marah,
ataupun bahkan hampir putus asa, ingatlah kalau Bapa kita yang di surga memiliki tujuan ini.
Satu-satunya cara kita bisa menghasilkan buah yang lebat dan bagus adalah hanya kalau kita
melekat pada Yesus, yang adalah pokok anggur yang benar.

Lantas bagaimana anggur yang satu ini bisa membawa damai di tengah kesulitan yang
kita hadapi? Ingatlah kalau Yesus adalah Raja Damai. Ketika kita melekat pada Dia, kita pun
mendapatkan damaiNya. Damai yang melampaui segala akal. Sekalipun di kondisi
lingkungan yang keras dan kering, damaiNya akan tercurah bagi kita, karena damaiNya
tergantung pada PribadiNya, bukan pada lingkungan sekeliling kita. Ingatlah, ketika Allah
Bapa menanam kita di lingkungan yang demikian, Dia tidak menaruh kita di sana sendirian.
Dia telah memberikan Pokok Anggurnya, di mana kita sebagai cabang-cabang pohon anggur
mendapat segala sumber makanan dan kekuatan serta pertumbuhan. Ingatlah kalau Yesus
yang adalah Pokok Anggur terlebih dulu ditaruh Bapa di lingkungan yang keras (ingat
penderitaanNya?) sehingga kita yang adalah cabang pohon anggur bisa beroleh sumber
penghiburan dan kedamaian dari Dia. Kiranya ketika kita kehilangan damai kita, kita
mengingat tujuan Allah Bapa, dan melekat pada Yesus yang adalah sumber damai. Niscaya
di akhir kekuatan kita yang terbatas, kita beroleh kedamaianNya yang berlimpah ruah,
mengalir memenuhi relung hati dan ruang pikiran kita

Monday, April 6, 2015

Dealing with Guilty Feeling

by: Lia SOC


I just failed my husband :(

Dia tegur saya dan saya langsung minta maaf, cuma tetep ada 'guilty feeling’ yang menyerang. Puji Tuhannya ngga pake lama, Roh Kudus ingetin saya beberapa hal yang "membebaskan" saya.

Btw, ceritanya gini...

Sejak kami pindah, banyak banget visitors yang datang, dari yang cuma dateng dua hari sampe tiga minggu. Kadang mereka nginap di rumah kami tapi kadang juga di hotel. Rumah kami sekarang ngga available buat hosting tamu lagi karena kami sudah tidak punya kamar tamu.


Yang namanya kedatengan tamu emang bakalan put more works, contoh kecilnya aja buat yang namanya masak-masak. Nah, kemarin-kemarin itu saya mesti masak buat 10 adults dan 2 anak buat makan siang. Saya tuh kudu benar-benar ngatur keuangan supaya dengan budget yang ada kami tetap bisa menjamu orang. Teman-teman kami dari berbagai kalangan, termasuk juga yang beda agama, jadi kami sepakat untuk hanya makan dan masak makanan yang HALAL saja sejak kami pindah ke kota ini untuk menghormati teman-teman kami yang hanya makan makanan halal.

Di tempat kami tinggal sekarang, Tuhan berkati kami dengan ketersediaan bahan makanan yang cukup banyak, tidak seperti waktu tinggal di Chiangmai dimana kami susah sekali dapat daging sapi. Di sini kami tinggal dekat laut, fresh seafood dan halal meat seperti daging sapi dan kambing, banyak dijual. So, karena kami punya banyak options dan juga kami mau teman-teman kami yang tidak makan makanan non-halal cukup merasa nyaman makan di rumah kami, kami memutuskan agar dapur kami free dari 'daging tak halal'.

Nah, kemarin itu... saya tergoda! Pas ke pasar, beli ini itu, saya tanya penjual daging B-2 (pork) cincang harganya sekilo berapa. Saya kaget pas tahu harganya 140 bath doang (sekitar 60ribu) karena daging sapi sekilo di sini 270 bath dan ayam 198 bath. Selama kurang lebih 6 bulanan ini, saya selalu belinya udang, ikan, cumi, ayam dan sapi. Cuma daging itu aja muter-muter. Bikin siomay juga udah ngga pernah pake B-2 lagi, yah klo ngga pake ikan tenggiri yah pake ayam dan udang. Saya mikir... lumayan juga irit 58 bath yah... Ya udah sekali ini aja beli, pas lagi banyak visitors gini, lagian kan mereka ngga anti makan B-2 kok.

Akhirnya saya bikin siomay deh, siomay campuran 3 daging: B-2, ayam dan udang. Suami saya ngga tau klo saya bikinnya campur sama daging B-2 karena kalo saya biasa bikin cuma pake daging ayam plus udang/ikan. Nah pas makan, orang-orang pada komentar enak, trus ada satu orang bule tanya saya ini apa namanya dan terbuat dari apa. Di situ ada suami saya juga lagi makan. DEG! Saya tahu dia pasti ngga suka deh kalo saya kasih tahu itu mengandung pork tapi tentu aja saya ngga mau bohong. Saya bilang ke bule itu kalo ini campuran dari 3 macam: pork, shrimp and chicken. Dia sih diam aja, tenang, ngga kliatan 'marah' dan ngga langsung punya respon kaget or 'rebuke' saya di depan orang lain.

Lunch time selesai, saya beberes dan tidur siang sama anak-anak. Tapi jujur, saya berasa ngga enak banget. Feeling guilty! Kenapa? Karena saya tahu saya melanggar kesepakatan sama suami. Saya ngga sehati sama suami. Ini bukan masalah 'kecil' tapi ini DOSA. Dosa itu merusak 'oneness'. Ini juga berarti saya ngga menghargai 'keputusan' dia as a leader at home. Saya berniat ngomong dan minta maaf pas malem sebelum tidur. Memang this is his idea buat jadiin dapur kami free from pork tapi suami selalu tanya pendapat saya sebelum mutusin sesuatu dan saya juga sepakat, memang kami mau temen-temen kami yang ngga makan pork bisa merasa nyaman makan di rumah kami.

Suami saya pernah tinggal di Aceh dan dengan pengalaman yang ada, beberapa teman yang hanya makan makanan HALAL bukan hanya bakalan lihat jenis hidangan makananannya tapi mereka juga ngga mau alat-alat dapur terkontaminasi dengan pengolahan daging babi. Simple-nya gini: "Emang elu ngga nyuguhin gue makanan ngga halal, tapi dapur elu, pisau, talenan, dll kan pernah dipake buat masak makanan ngga halal." Meski udah dicuci, tetep aja mereka susah untuk merasa nyaman.

Sebenernya dulu sebelum menikah, saya sempet berhenti makan pork loh selama 4 tahun, gara-gara dulu baca bukunya Dr. Elisabeth tentang "rahasia umur panjang". Dia menjelaskan bahwa jenis-jenis binatang yang 'dilarang' sama Alkitab itu ternyata setelah diteliti secara medis memang tidak baik untuk kesehatan termasuk di dalamnya daging babi. Saya bahkan bilang sama (dulu masih calon) suami untuk jangan harapin saya bakalan masak daging babi karena saya udah ngga makan lagi. Tapi setelah menikah pindah ke Chiangmai, sengsaralah saya... daerah gunung, susah dapet seafood, daging sapi juga super jarang, kalo ada juga mahal dan alot. Setahun pertama kami makannya ikan tawar, udang dan daging ayam terus buat lauk setelah beberapa kali coba beli daging sapi tapi hasilnya ngga puas. Akhirnya saya kompromi juga beli dan masak daging babi. Cuma setelah pindahan, ada lebih banyak options dan juga demi relationship dan alasan kesehatan, kami memutuskan buat dapur yang bebas dr makanan non halal.

Pas sore jalan-jalan abis anak-anak take a nap, kami dorong double T liat sapi en kambing, suami langsung bahas pelan-pelan,

M : "Hun, tadi siomaynya kamu bikin pake pork yah?" (Padahal dia udah tau, kan dia denger juga jawaban saya pas temen bule kami tanya, tapi itulah suami saya, dia itu ngga 'sradak-sruduk', ngga marah-marah ala dominan or tegur dengan sadis. I always love the way he corrects me.)

L  : "Iya, sorry, aku salah "

M : "Jangan lagi yah... Kan kamu tahu kesepakatan kita."

L  : Iya, aku memang bodoh, cuma demi mikir ngirit, padahal juga ngga seberapa, malah jadi tergoda buat pake pork. Sorry yah, hun. "

M : "Iya, diampuni :) "

Cuma gitu doang, short conversation soal siomay campuran babi itu. Tapi entah kenapa perasaan saya masih ngga enak banget. Perasaan gagal dan bersalah itu kuat banget. Padahal udah diampuni loh. Untung Tuhan ingetin, penuduhan itu bukan berasal dari Dia tapi dari si iblis!
Pernah ngga temen-temen ngrasa gitu? Berbuat salah entah lewat perkataan/sikap/respon trus berasa guiltyyyyyyyyyy banget...

Perasaan bersalah itu sebenarnya wajar, itu seperti "alarm" di hati kita yang ingetin ada something yang ngga benar atau ngga beres, yang artinya kita udah berdosa karena lakuin yang ngga bener or nyakitin orang lain.

Nah kalo ada 'guilty feeling' biasanya respon orang bisa dibagi jadi dua ekstrem :

1. Pura-pura cuek.

Ada yang malahan berusaha 'madamin' alarm kepekaannya dengan ngerasin hati, ngga mau 'beresin', ngga mau bahas konflik or datengin orang yang disakiti dan minta maaf. Yang ada malah jadi jatuh dalam dosa kesombongan dan kemunafikan, pura-pura ngga ada apa-apa padahal hati ngga bisa dibohongin, cuma pake topeng tebel-tebel. Ruginya adalah, pasti hubungan kita jadi ngga bagus deh sama orang itu karena hati jadi ngga murni. Ada orang-orang yang pilih respon kaya gini, ketika buat salah, dia berasa guilty tapi ngga mau bersikap gentle en honest, bukannya ngaku salah dan membereskannya, malah berusaha 'bayar' dengan perbuatan-perbuatan baik/sweet.

Contohnya, suami yang abis ngomong kasar sama istri dan bikin istri terluka cuma terlalu gengsi buat ngaku salah dan minta maaf, malah pulang kerja berusaha 'nyogok' si istri dengan bawain martabak kesukaan istri tanpa membahas soal konflik dan kata-kata kasarnya. Kira-kira si istri bakalan lupa ngga? Yah ngga lah... Hubungan itu bakal tetep membentuk luka yang masih 'menganga', yang kudu dipoles sama 'balsem' kerendah-hatian dan pengampunan.

2. Over-guilty or terintimidasi.

Iblis selalu mau 'nyolong' kesempatan bikin kita down-sedown-down-nya *halah bahasa apakah ini? :p* Dia pake jurus yang namanya "intimidasi ".

"Tuh kan elu... Gagal lagi gagal lagi... Katanya anak Tuhan, tapi omongannya kayak gitu, sikapnya jelek."

"Iiih, mana buah roh pengendalian diri lu? Jatuh lagi dalam masturbasi kan? Orang kayak elu tuh ngga layak jadi pemimpin komsel!"

"Lah tuh kan, suami uda baek-baek, eh elu malah nyakitin dia... Gimana kalo dapet yang jahat lu?"

"Halaaaah... orang kayak elu tuh emang bukan emak yang baik! "

Tuhan ngga mau kita punya dua respon ekstrim kayak gini, Dia mau kita punya respon yang benar. Ketika Roh Kudus tegur kita, 'nyalain alarm' di hati kita, kasih kita kesadaran klo kita udah buat salah, kita mesti respon dengan 'brokeness' :

1. Akui di hadapan Tuhan. "Iya Tuhan, aku salah. I failed You again and again, please forgive me..."

2. Lakuin pemberesan/restitusi (kalo menyangkut orang lain) dengan kerendahan hati. Tentunya dengan mengakui dosa apa yang Tuhan tegur, kesalahan yang kita buat yang merugikan/menyakiti oranglain, ask for forgiveness.

3. FORGIVE yourself! Ini bagian yang penting. Jangan mau diintimidasi iblis lagi. Tuhan udah ampuni, orang yang kita sakiti juga udah ngampunin, jangan sampe kita ngga ngampunin diri sendiri.

Saya itu dulu susaaaaaaaaaaaaah banget buat 'terima' kesalahan orang lain, tapi saya tau akarnya karena saya juga susaaaaaaaaaaaaaaah banget buat 'terima' diri saya ketika saya buat kesalahan/kegagalan, sampe akhirnya pelan-pelan Tuhan ajarin soal His unconditional Love, bahwa Dia mengasihi saya sekalipun saya 'failed' and 'mess up'. Pas saya belajar mengasihi diri saya dengan mengampuni diri saya, saya juga lebih bisa "terima" kelemahan/kegagalan/kesalahan orang lain.

Remember friends, God ( still ) loves YOU, even when you mess up!  
I need to keep remembering that too, because I 'mess up' plenty!

Jangan berjalan dengan 'kuk palsu' (rasa bersalah berkepanjangan) yang iblis terus berusaha taruh di pundakmu. Letakkan di bawah kayu salib itu. Yesus mengampuni dosa-dosamu, kegagalan-kegagalanmu, bahkan dosa masa lalu yang ngga bisa kamu lupakan. Dia menanggung semua itu, rasa malu, rasa bersalah, rasa 'rendah diri', rasa 'sakit' dan penolakan yang kamu alami di kayu salib-Nya. Hidupmu sudah merdeka, sudah dibebaskan, terima pengampunan-Nya, ampuni dirimu sendiri dan melangkahlah dalam jalan pertobatan yang sejati, tanda kamu menghargai 'kasih karunia-Nya'.

Biarkan 'rasa bersalah' itu menjadi 'alat' Tuhan untuk membawamu ke dalam pertobatan di hadapan takhta kasih karunia-Nya tapi janganlah 'bersahabat' dengan dia. Peganglah anugerah dan kasih karunia Tuhan. Kamu dikasihi, kamu diterima, kamu diampuni, sekalipun kamu gagal menjadi anak yang taat, istri yang lemah lembut, mama yang sabar atau teman yang dapat dipercaya. Bangkit lagi, berjalan maju dalam kasih karunia, hidupmu ditentukan untuk menjadi pemenang, karaktermu akan terus menerus diubahkan asal hatimu rindu.

Ya, ngga ada yang mustahil buat Tuhan dan buat mereka yang percaya! Dont give up, Tuhan aja ngga pernah give up sama dirimu!

"Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian."  (2 Korintus 7:10)

Friday, April 3, 2015

Passionate Job Seeker


by Mekar A. Pradipta 

Siapa sih yang ngga pengen lulus kuliah langsung kerja? Kalo bisa sih langsung kerja di perusahaan impian dengan gaji yang cukup buat beli semua kebutuhan plus keinginan kita. Tapi kata orang, zaman sekarang cari kerja susah euy. Persaingan semakin ketat dan tuntutan dunia kerja juga semakin tinggi. Sarjana aja sekarang banyak yang susah cari kerja. Makanya ngga heran kalo job fair biasanya penuh banget.

Ngga enak emang rasanya belum punya kerja. Mungkin kalo sebulan – dua bulan masih bisa kita hadapin. Tapi, kalo sudah menginjak hitungan tahun, aduuuhhh... rasanya dunia sudah tidak nyaman lagi ditinggali. Begini salah, begitu salah, kesini salah, kesana salah. Rasanya semua orang liat kita dan tanya, “Eh, sudah lulus ya? Sekarang kerja dimana?” Belum lagi kalo ada yang bilang, “Sekarang si Weleh sudah kerja di perusahaan multi nasional loh. Si Kucrit juga udah jadi PNS. Kamu gimana?”

Aduh, itu jleb! jleb! jleb! rasanya… Lebih jleb! lagi kalau ternyata teman-teman yang sudah kerja itu, dulu di kampus tidak sepintar atau serajin kita yang cum laude atau bahkan summa cum laude. Hmmm, kok rasa-rasanya Tuhan itu tidak adil ya…

Guys, kadang emang rasanya pengen ngelempar balok sama orang-orang yang ngga sensitive dengan keadaan kita. Kadang kita juga pengen protes-protes sama Tuhan, kok kayanya orang-orang gampang banget dapat kerja, tapi kita ngga. Tapi, dalam segala hal, yang penting adalah respon. Kalau mungkin ada di antara kita yang masih bergumul dengan pekerjaan… yuk, yuk, kita belajar memberikan respon yang benar.

Nah, sebelum lanjut… Ayo kita bikin kesepakatan dulu. Kita percaya kan kalau perkataan itu benar-benar punya kuasa? Mereka yang memperkatakan yang baik akan memakan buah yang baik juga. Jadi, mulai sekarang, daripada menyebut diri kita jobless – ngga punya kerja alias pengangguran, lebih baik kita sebut diri kita job seeker – pencari kerja, seseorang yang sedang dalam proses akan punya kerja. Kenapa pencari? Karena di Firman Tuhan pun dibilang, setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.

Kalau kita masih bergumul dengan pekerjaan, keep in our mind that you’re not jobless, you’re a job seeker. Selalu ada harapan bagi para pencari kerja. Orang-orang boleh bilang mendapat pekerjaan itu sulit, tapi sulit bukan berarti mustahil. Lagipula, bagi Tuhan kan ngga ada yang mustahil…

Kembali ke soal respon yang tadi dibahas, Firman Tuhan menyediakan tuntunan mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap. Di Alkitab memang ngga ada cerita soal sosok pencari kerja, tapi, kalo dipikir-pikir, Daud itu juga kurang lebih keadaannya sama lho. Masyarakat memandang dia ‘luntang-lantung ga ada juntrungannya”, tapi you know what… di mata Tuhan apa yang dia alami itu adalah proses yang penting banget buat mempersiapkan Daud sebelum dia mendapatkan karirnya: menjadi seorang Raja. Begitu juga dengan Yusuf, mimpinya yang terang benderang itu seakan hilang ketika dia justru terjebak di penjara. Tapi, ketika tiba waktunya, Tuhan promosikan dia. Ngga tanggung-tanggung, Yusuf dipromosikan dari narapidana jadi perdana menteri!

Kadang Tuhan memang mengijinkan proses penantian dalam hidup kita. Tentu saja bukan karena Dia jahat, tapi karena Dia punya tujuan bagi kita, biasanya untuk membentuk karakter atau mempertajam ketaatan kita. Menantikan Tuhan dengan tenang, penuh damai sejahtera dan sukacita, tanpa kehilangan iman percaya, adalah tanda kedewasaan rohani. Bagi Allah, memberikan pekerjaan yang tepat bagi kita semudah membuat bumi dan langit, tapi Dia tidak ingin kita hanya memperoleh pekerjaan saja, namun juga apa yang kekal: pengenalan akan Allah dan karakter yang diubahkan seperti Kristus.

Jadi, saat kita masih berstatus pencari kerja, gimana dong biar kita ngga gelisah, ngga over sensitive dengan apa kata orang, ngga kehilangan pengharapan dan tetap bisa menjalani masa penantian dengan berlimpah damai sejahtera? Bagaimana menjalani masa-masa sebagai job seeker dengan passion, seakan masa-masa itu tidak ada bedanya dengan tantangan-tantangan lain yang pernah kita hadapi dalam kehidupan?

Pertama, melekat kepada Allah.

Allah adalah sumber damai sejahtera yang sejati. Roma 15:33 mengatakan “Allah, sumber damai sejahtera, menyertai kamu sekalian!” Kristus bahkan meninggalkan damai sejahtera bagi kita. Damai sejahtera yang Ia berikan adalah damai sejahtera surgawi, yang ngga sama dengan yang diberikan dunia (Yohanes 14:27). Dengan damai sejahtera itu, kita dimungkinkan untuk tidak gelisah dan gentar hati.

Menjauh dari Allah pada masa sulit, berarti memutus aliran damai sejahtera bagi hidup kita. Dalam masa penantian akan pekerjaan, tetaplah menjaga hubungan pribadi dengan Allah. Kalau selama ini kita melayani, jangan mundur dari pelayanan. Tetaplah membuat Allah sebagai yang pertama dalam hidup kita. Waktu luang yang ada menjadi investasi yang baik untuk membangun disiplin rohani, apakah itu kebiasaan berdoa atau membaca Firman.

Jangan biarkan pergumulan membuat kita kecewa kepada Allah dan berhenti mengejar hadiratNya. Kita seharusnya ingat kalau di luar Kristus, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Melekat kepada pokok anggur yang benar adalah apa yang paling kita butuhkan agar kita tetap bertahan pada masa sulit.

Kedua, pertahankan iman dan pengharapan.

Yesaya 26:3
Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.

Dari ayat ini kita bisa belajar bahwa hati yang teguh mendapat perhatian khusus dari Allah yaitu dijagai dengan damai sejahtera. Pertanyaannya, bagaimana memiliki hati yang teguh? Ternyata jawabannya sederhana, percaya kepada Allah.

Firman Allah menyediakan banyak janji yang layak kita percayai. Akitab menyediakan lebih dari 1260 janji yang pasti bisa diaplikasikan dalam situasi kita saat menantikan pekerjaan. Kenyataannya, kadang kita sulit memiliki hati yang teguh karena kita lebih mendengarkan apa kata orang, apa kata pikiran kita, daripada mendengarkan apa kata Firman. Si jahat sering memanfaatkan kondisi kita dengan mengirimkan kekuatiran dan kegelisahan. Tapi, panah-panah si jahat itu bisa dipadamkan dengan perisai iman, lalu kita balas menyerang dengan pedang roh yaitu Firman Tuhan.

Pada masa-masa sulit seperti mencari pekerjaan, penuhilah hati dan pikiran kita dengan Firman Allah. Nikmatilah bagaimana Firman Allah itu sungguh-sungguh berkuasa meneguhkan hati kita.

Lalu, kenapa kita harus tetap berharap? I Korintus 9:10 mengatakan “Atau kitakah yang Ia maksudkan? Ya, untuk kitalah hal ini ditulis, yaitu pembajak harus membajak dalam pengharapan dan pengirik harus mengirik dalam pengharapan untuk memperoleh bagiannya.” Dari ayat ini kita bisa belajar bahwa pengharapan adalah bahan bakar yang penting untuk melakukan proses di hari ini agar kita mendapatkan hasilnya di kemudian hari.

Tanpa pengharapan, kita akan menganggap semua yang kita lakukan sia-sia. Akibatnya, kita menjadi tidak bersemangat atau bahkan berhenti berproses dan pada akhirnya tidak menikmati hasil apa-apa. Padahal, Firman Tuhan bilang, “...masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.” (Amsal 23:18) danpengharapan tidak akan pernah mengecewakan. (Roma 5:5). Pengharapan memungkinkan kita mendapatkan apa yang seharusnya kita dapatkan di masa depan.

Ketiga, bersabar.

Mungkin mendengar kata sabar justru membuat kita makin emosi kali ya. Mungkin ada yang bilang, “Enak aja nyuruh orang sabar… Kurang sabar apa lagi coba? Udah lama banget nih sabarnya…” Hayooo, kalau masih bersungut-sungut seperti itu, sebenarnya kita belum bersabar lho.

Mungkin selama ini banyak yang udah keluar masuk ruang wawancara, atau malah ada yang sampai hafal gimana caranya gambar pohon dan rumah yang bagus waktu tes psikologi. Rasanya sudah melakukan yang terbaik, tapi tetap saja pekerjaan yang didambakan itu tidak didapat.

Mungkin selama ini kita merasa sudah berdoa dan berusaha, tapi belum ada hasil apa-apa. Bersabarlah dan tetap berdoa. Pegang janji Allah bahwa mereka yang mencari akan mendapat dan bahwa Allah akan memenuhi segala keperluan kita. Kalau burung pipit dan bunga bakung saja Tuhan perhatikan, apalagi kita?

I Petrus 5:7, MSG

So be content with who you are, and don’t put on airs. God’s strong hand is on you; he’ll promote you at the right time. Live carefree before God; he is most careful with you.

Dalam masa menantikan pekerjaan yang dari Tuhan, ingat bahwa Tuhan itu membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Pegang janji-Nya. Kalau ayat diatas kita masukkan dalam konteks pergumulan pekerjaan, jadi kaya gini…

So be content with your condition as a job seeker, and don’t put on airs. God’s strong hand is on you; he’ll give you job at the right time. Live carefree before God; he is most careful with you.

Kalau kita udah lakukan bagian kita, saatnya untuk menyerahkan hasilnya kepada Allah. Dia Allah yang lebih dari tahu kebutuhan kita. Dia tahu kapan waktu yang yang tepat untuk kita memperoleh pekerjaan. Kesadaran bahwa Allah berdaulat penuh atas hidup kita mendatangkan damai sejahtera yang mellimpah, karena kita tahu ada Allah yang bekerja di balik layar untuk kita.

***

Nah, kalo udah punya sikap hati yang benar, ada beberapa prinsip penting yang perlu kita hidupi selama kita menjadi pencari kerja.

Pertama, berusaha tidak menjadi beban
2 Tesalonika 3:10
Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan.

Ya ampun, ayat ini menusuk banget ya… Masa sih pencari kerja disuruh puasa makan sama om Paul. Wah, tentu saja ngga begitu ya. Lewat ayat ini, Paulus menasehati jemaat Tesalonika agar tidak menjadi beban bagi orang lain. Yuk, lihat di ayat sebelumnya…
Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu, dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang dan malam supaya jangan menjadi beban siapapun di antara kamu.

Belum bekerja, memposisikan diri kita untuk bergantung pada orang lain. Misalnya, bergantung pada orang tua, saudara atau bahkan teman. Apakah salah dengan itu? Tentu saja tidak, namanya juga kita masih bergumul dengan pekerjaan. Namun, kita mesti berusaha agar kita tidak menjadi beban buat mereka.

Lalu bagaimana supaya tidak menjadi beban?

Seperti kata Paulus, tidak makan roti orang dengan percuma. Simpel saja, lakukan apa yang bisa kita lakukan. Kalau kita masih tinggal dengan orang tua, kenapa kita tidak membiasakan diri bangun pagi dan take over pekerjaan rumah tangga yang selama ini dikerjakan mama? Atau, bagaimana dengan menemani keponakan kita belajar agar di malam hari kakak perempuan kita bisa beristirahat?

Banyak yang bisa kita lakukan. Tergantung apakah kita mau atau tidak.

Kedua, bijaksana dengan gaya hidup

Pergumulan yang paling sering dihadapi ketika kita masih berstatus pencari kerja adalah soal keuangan. Berhubung kita belum punya pemasukan sendiri, seharusnya kita sadar untuk mengelola keuangan dengan baik.

Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”

Prinsip ini tentu saja tidak hanya berlaku ketika kita mencari pekerjaan. Namun, terlebih lagi di masa pencarian ini, supaya kita tidak menjadi beban bagi orang lain, akan lebih baik kalau kita sedikit berhemat. Tidak lucu rasanya kalau uang dari orang tua kita habiskan untuk beli barang-barang yang bukan merupakan prioritas.

Omong-omong soal keuangan, kalau kita punya ketertarikan dengan dunia bisnis, tidak ada salahnya mencoba bisnis dengan modal kecil dan resiko minimal. Beberapa orang yang saya kenal mencoba bisnis berjualan pulsa, menjual aksesoris, atau membuka jasa penerjemahan. Mungkin hasilnya memang tidak banyak, tapi paling tidak kita belajar bertanggung jawab dengan hidup kita.

Ketiga, jadilah produktif.

2 Tes 3:11
Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna.

Status pencari kerja bukan alasan untuk bermalas-malasan. Belum mendapat pekerjaan tidak membenarkan kita untuk bangun siang dan makan tidur aja tiap hari. Belum lagi menghabiskan waktu di depan facebook, stalking kanan kiri atau nonton televisi dari pagi sampai pagi lagi.

Posisi kita sebagai pencari kerja seharusnya dipandang sebagai waktu ekstra dari Allah untuk mengerjakan berbagai hal yang berguna. Waktu luang yang kita gunakan seharusnya dapat dipakai untuk mengembangkan diri sendiri, memberkati orang lain, dan tentu saja mendekatkan diri dengan Allah.

Apakah waktu luang yang kita miliki sebagai pencari kerja kita habiskan untuk hal-hal yang tidak berguna?

Ada banyak yang bisa kita lakukan kok. Kita bisa belajar mengerjakan soal TPA agar kita lebih siap saat mengikuti seleksi PNS. Atau, bisa juga mengambil kursus keterampilan tertentu, agar kapasitas kita meningkat. Kursus English for business akan sangat berguna kalau kita ingin kerja di perusahaan multi nasional. Atau, mereka yang belajar di bidang keuangan bisa mengambil kursus perpajakan yang akhir-akhir ini banyak dibutuhkan.

Lulus SMA atau kuliah bukan berarti kita berhenti belajar. Kalau memang mengambil kursus berbayar agak sulit karena kondisi keuangan yang terbatas, internet dan buku adalah sumber yang melimpah dengan pengetahuan-pengetahuan baru. Daripada tidur-tiduran sambil menyesali keadaan, lebih baik pergi ke perpustakaan, mengikuti seminar atau berdiskusi dengan orang-orang yang jauh lebih berpengalaman.

Yang tidak kalah penting, spend your time with people you love the most during this period. Percayalah kalau ketika kita sudah bekerja, menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang yang kita sayangi bisa jadi sangat sulit. Kebanyakan waktu kita sudah habis di kantor dan di perjalanan. Daripada menyesali keadaan kita, manfaatkan waktu luang yang ada untuk menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita.


***
Finally, masa mencari pekerjaan adalah masa yang sangat krusial karena itu menyangkut visi kita di masa depan. Pada masa-masa ini, kita seringkali dihadapkan pada keputusan-keputusan sulit. Misalnya, diterima di perusahaan yang sebenarnya tidak terlalu kita inginkan, sementara perusahaan yang kita incar justru tidak memberikan respon yang positif. Apa yang harus kita lakukan?

Pada masa-masa ini kita pasti punya harapan dan cita-cita, jenis pekerjaan dan kriteria perusahaan yang ingin kita dapatkan. Semua itu tidak salah, namun dalam setiap fase yang kita lalui, kita seharusnya tetap terbuka dengan kehendak Allah.

Senior di kampus dulu punya keinginan untuk masuk angkatan bersenjata. Selepas SMA dia mendaftar ke Akademi Militer namun gagal. Setelah itu dia memutuskan kuliah Sarjana dengan harapan bisa menjadi perwira karier setelah wisuda. Dia menjalankan rencana tersebut, namun lagi-lagi dia gagal menjadi tentara. Sampai pada akhirnya dia memutuskan untuk meletakkan cita-citanya dan mencoba seleksi pegawai negeri. Saat ini, dia bekerja di salah satu Kementerian dan memiliki jenjang karir yang baik.

Seorang teman juga pernah lama tidak bekerja karena dia hanya mau bekerja di perusahaan multi nasional. Namun, dia selalu menghadapi kegagalan sehingga akhirnya dia menerima tawaran untuk bekerja di perusahaan nasional. Ternyata, perusahaannya ini mengasah dan mempertajam kemampuannya sebagai seorang engineer. Perusahannya ini kemudian menjadi batu loncatan yang baik untuk mendapatkan yang dia inginkan: bekerja di perusahaan multi nasional.

Saya tidak sedang menyarankan agar kita menyerah dan mengambil pekerjaan apa saja yang di depan mata. Memang benar bahwa ketika Allah sudah membuka pintu tidak akan ada yang sanggup menutupnya. Namun, ketika Allah menutup sebuah pintu, bisa jadi memang karena apa yang ada di balik pintu itu bukanlah yang terbaik untuk kita dan Allah memiliki rencana lain. Bukankah Firman Allah mengatakan, sejauh langit dari bumi sejauh itulah rencana Allah dan rencana kita. Bagian kita adalah terbuka dengan rencana Allah, tetap mencari kehendak-Nya, dan yang paling penting taat pada tuntunan-Nya.

Selamat mencari dan menanti pekerjaan. Yang terbaik sudah Allah sediakan!

Wednesday, April 1, 2015

Pleasing God as a Housewife




by Wiryawati Yap

"Do I work..? Yes, I'm a Mom!"
That makes me an alarm clock, chef, maid, doctor, fashion adviser & stylist, waitress, teacher, nanny, nurse, handyman, security, photographer, counselor, chauffeur, lifelong student, event planner, personal assistant, friend, ATM and comforter. I don't get holidays, sick pay or day off. I work thru DAY & NITE. I'm on call every hour for the rest of my life.

- Stella Maria -

Hai Sahabat Pearl, senang sekali berkenalan dengan kalian semua... Aku adalah seorang isteri dari satu suami dan seorang mama dari seorang puteri (Sherafina, 2 tahun). Aku seorang ibu rumah tangga sekaligus seorang working mom. Ya, aku bersama hubby punya usaha toko kecil-kecilan di sebuah pasar tradisional sehingga sambil mengelola toko, kami berdua bisa mengasuh Sherafina. What a privilege from GOD, di saat banyak ibu-ibu yang dengan sedih dan terpaksa harus meninggalkan anaknya untuk bekerja (karena “harus” bekerja), aku bisa “mendapatkan” keduanya sekaligus. Tapi ini ada harga yang harus dibayar lho… Capenya, stressnya jadi double. But it’s worthy of, karena aku menjadi orang pertama yang melihat tumbuh kembang Sherafina, pertama kali melihat dia tengkurap, pertama kali melihat dia berdiri, berjalan, tumbuh gigi, tertawa, berbicara, bisa memanggil “Mama”, itu semua merupakan moment yang tidak bisa diulang dan tidak bisa dihargai dengan uang. Selain itu, aku juga lebih leluasa menyiapkan makanan buat Sherafina sendiri, karena aku berprinsip no instant food for Sherafina, her food must be homemade n healthy food dan hal ini masih berlangsung sampai sekarang. Walaupun sesekali dia ikut kami wisata kuliner, kami tetap sebisa mungkin memilih healthy food buat Sherafina. Thanks God toko aku bersebrangan dengan pasar jadi bisa sering-sering belanja kalo ada yang lupa atau ada ide masak yang mendadak muncul, hehehe...

Kami tidak memiliki ART atau baby sitter jadi semua urusan rumah tangga dan pekerjaan di toko kami tangani berdua. Bisa dibayangkan capenya? Bangun pagi bersiap-siap ke toko, siapkan sarapan buat Sherafina. Buka toko pukul 7 pagi - 5 sore, setiap hari seperti itu. Pulang malam, setelah Sherafina bobo, masih ada tugas rumah tangga yang harus aku kerjakan seperti memasak, bikin cemilan buat Sherafina, beres-beres rumah, termasuk ngerjain kerja sampingan aku sebagai freelancer jasa accounting.

Cape? Pasti... Stress? Bosan? Sering... tapi aku berusaha supaya hal-hal seperti ini tidak menghalangi aku untuk melakukan semua tugas dan tanggung jawab aku. Karena aku melakukannya dengan sukacita, ada kasih di dalamnya. Aku ingin menyenangkan hati Tuhan lewat peran aku sebagai seorang isteri, mama dan sebagai pemilik toko yang harus melayani pembeli setiap waktu dengan sebaik mungkin. Aku selalu berusaha memberikan yang terbaik. Tapi honestly, kadang susahnya minta ampun dan sering gagal, hehehe... Apalagi pas cape, ngantuk habis begadang kalo semalam Sherafina rewel karena sakit/alerginya kambuh, selalu dikejar-kejar pekerjaan yang sepertinya tiada pernah habis, bisa emosi jiwa tingkat dewa. Belum lagi saat Sherafina susah makan, wuihhh semua jadi satu deh (cape dan stressnya, hehehe...). Saat seperti inilah benar-benar diperlukan penguasaan diri yang baik. Tapi aku bersyukur karena aku sungguh merasakan kasih dan penyertaan Tuhan. Di saat paling tak berdaya aku justru bisa merasakan betapa kasih karunia Tuhan itu sudah cukup (2 Korintus 12:9). Kalo dulu aku cuma bisa membaca dan melihat “pekerjaan” Tuhan di kehidupan orang lain, sekarang aku bisa merasakannya sendiri di dalam hidup aku. Wah, wah, wah... untuk ukuran orang Kristen sejak Sekolah Minggu, 36 tahun ngaku jadi anak Tuhan Yesus, aku termasuk parah banget yah... but thanks God aku masih punya kesempatan. Aku sungguh-sungguh berharap semua yang aku lakukan saat ini bisa menyenangkan hati Tuhan.

Menyenangkan hati Tuhan... ini pasti keinginan dan kewajiban kita semua sebagai anak-anak Tuhan yang sudah lunas dibayar dengan darah-Nya (1Korintus 6:20). Kita sering ditanya oleh orang lain dan mungkin bertanya-tanya kepada diri kita sendiri: Bagaimana cara saya menyenangkan hati Tuhan? Sudahkah saya menyenangkan hati Tuhan? Sebenarnya jawabannya sangat simple dan mudah karena semua sudah tertuliskan di Alkitab, yaitu melakukan semua perintah Tuhan dan menjauhi semua larangan-Nya. Tepat sekali, 100, betul betul betul (ala Upin Ipin ;)), anak Sekolah Minggu saja pasti bisa jawab, tapi... melakukannya itu yang sulit, iya kannn...??

Honestly, sebagai orang awam yang baca Alkitabnya kadang bolong, berdoanya kadang sambil ngantuk, masih sering jatuh dalam keinginan daging, dan masih banyak lagi kelemahan aku, aku punya prinsip yang cukup simple tapi “dalam”. Menurut aku menyenangkan hati Tuhan adalah “melakukan setiap pekerjaan, tugas dan aktivitas kita sehari-hari dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3:23). Jadi sebagai apapun diri kita saat ini kita bisa menyenangkan hati Tuhan asal kita melakukan tugas-tugas kita dengan sukacita, penuh ucapan syukur dan tuntas/paripurna.

Kita, pasangan yang menikah, bagaimana cara kita menyenangkan Tuhan melalui pernikahan kita? Hanya dengan satu cara yaitu membangun sebuah rumah tangga yang menyenangkan hati Tuhan. Bagaimana caranya? Dengan mengubah cara pandang kita tentang prinsip dasar dari rumah tangga Kristen yaitu sebuah pernikahan yang tumbuh sehat, bukan berasal dari menyenangkan diri sendiri atau pasangan kita tetapi karena menyenangkan Tuhan. Jadi jangan membayangkan kehidupan pernikahan seperti dongeng Cinderella. Sangat sangat berbeda. Jauh lebih sulit dan kompleks. Kita dituntut mengasihi, menghormati, memaafkan dan melayani pasangan kita dan anak-anak kita dan tentu saja keluarga besar kita (orang tua, mertua, saudara-saudara kita). Dengan cara itulah sebuah rumah tangga bisa disebut sebagai rumah tangga yang menyenangkan Tuhan.

Masak iya sih jadi ibu rumah tangga aja juga bisa menyenangkan hati Tuhan?

Banyak orang (atau kita sendiri maybe??) sering mengangap remeh kedudukan, status dan tugas kita sebagai seorang ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga itu sering dianggap kedudukannya cuma setingkat di atas ART, identik dengan perempuan berdaster, rambut acak-acakan, piring kotor, dapur berantakan, cucian baju segunung, huuff... Tapi setelah membaca quotes yang aku ketik di awal tulisan ini, masihkah kita berpikir demikian? Padahal sesungguhnya… (bukannya sombong nih, mentang-mentang sekarang ibu rumah tangga juga, hehehe...) tugas seorang ibu rumah tangga adalah jauh jauh lebih mulia dan lebih sulit daripada seorang pekerja kantoran setingkat manajer. Aku berani mengatakan hal ini karena aku juga pernah malang melintang di beberapa perusahaan untuk mengejar karier (kayak pendekar wanita yach?), pernah merasakan punya anak buah dengan segala “kebandelan” mereka, pernah merasakan kena tegur atasan (yang harus selalu dianggap paling benar walau salah), lembur sampe malam ngejar deadline laporan (tanpa uang lembur), dsb. Tapi pekerjaan aku itu ternyata masih jauh lebih mudah dan semuanya terbayar saat akhir bulan saat gajian, hehehe… Kalo jadi ibu rumah tangga, kita gak pernah gajian kan… Masih nombok perasaan, tenaga, pikiran, kekhawatiran plus keringat dan air mata. Tapi apa yang kita kerjakan saat ini adalah hal mulia (pujian untuk “Isteri yang cakap”: Amsal 31:10-31, dan kayaknya tidak aku temukan perikop khusus pujian untuk suami atau anak di Alkitab). So we must be proud of ourselves ;) tapi ingat ya… pujian ini dibarengi segudang tanggung jawab kita sebagai ibu rumah tangga.

Being a full-time mother is one of the highest salaried jobs in my field, since the payment is pure love.”
- Mildred B. Vermont -

Jadi aku gak nyesel melepaskan karier aku dan memilih menjadi wirausaha bersama hubby supaya bisa stay di “rumah”, bisa sambil jaga anak, walau income aku saat ini lebih sedikit, tapi aku mendapatkan sesuatu yang jauh lebih berharga yaitu special moment bersama Sherafina dan hubby. Aku percaya Tuhan adalah Allah yang mencukupkan. Maybe Tuhan tidak menjadikan kami kaya raya secara materi tetapi aku yakin Tuhan tidak pernah membiarkan anak-Nya meminta-minta bukan? Jadi asal kita bekerja dan berdoa, kehidupan kita pasti tercukupi. Aku yakin kami manjadi “orang kaya” dari sudut pandang yang lain. Jadi buat apa aku takut dan khawatir (Lukas 12:22-31), just keep the faith in Jesus Christ!

Ingatlah bahwa saat kita memasak, kita bukan hanya memberi makan anak dan suami kita, membuat mereka kenyang secara fisik, tetapi kita memberi mereka nutrisi “cinta” melalui makanan yang kita buat.

Ingatlah pada saat kita menjaga/mengasuh anak kita, itu bukan hanya sekedar membuat anak kita tumbuh besar, tetapi kita sedang “membangun” seorang “manusia”, yang tentunya kita ingin dia menjadi manusia yang qualified.

Ingatlah bahwa saat kita melayani suami kita, itu bukan hanya sekedar melakukan tugas kita sebagai isteri tetapi karena kita sedang menjadikan suami kita seorang “lelaki yang sukses” karena di balik seorang lelaki yang sukses pasti terdapat seorang isteri yang hebat.

Ingatlah bahwa kita adalah perempuan yang kuat. Tuhan sudah memberikan kekuatan itu kepada kita pada detik Dia menjadikan kita sebagai seorang isteri dan seorang mama, jadi sudah selayaknya kita menyenangkan hati Tuhan melalui peran kita saat ini. Jangan sia-siakan kekuatan yang sesungguhnya sudah ada di dalam diri kita.

Hingga detik ini pun aku masih belajar menjadi isteri yang cakap, mama yang baik, yang menyenangkan hati Tuhan, walau ini tidak mudah. Kita harus seperti bejana yang siap dibentuk oleh Tuhan, Penjunan kita (Yesaya 64:8). Jadi apapun posisi kita saat ini baik sebagai isteri yang tinggal di rumah atau bekerja di luar rumah, lakukanlah semuanya itu dengan baik, just give our best! Bagiku seorang isteri yang juga mencari nafkah di luar rumah, dia tetap seorang ibu rumah tangga bagi anak dan suaminya. Jadilah mama yang baik, isteri yang baik, anak dan menantu yang baik, saudara yang baik, dan tentu saja pekerja yang baik, dan semuanya itu dilakukan hanya untuk menyenangkan Tuhan.

Melakukan semua tugas kita yang multi tasking ini mesti ada trik-triknya, gak bisa kalo kita hanya bekerja bekerja dan bekerja, gak bakalan selesai tugas kita. Ini ada beberapa tricks n tips yang semoga bisa membantu (^0^)

  1. Bagiku, TIME MANAGEMENT merupakan point penting supaya kita bisa menyelesaikan tugas kita. Susun jadwal kegiatan kita, kegiatan ART dan baby sitter kalau ada, jadwal menu, jadwal belanja, daftar belanja. Bagi aku, segala sesuatu yang terencana jauh lebih enak dan mudah. Oh ya, penting juga untuk menyelaraskan jadwal kita dengan kegiatan hubby supaya tidak saling berbenturan dan beban kita pun bisa tertolong. Ini pun berlaku jika kita tinggal dengan orang tua kita atau mertua kita. Jadi kekompakan dan kerjasama antara anggota rumah tangga juga perlu kita bina supaya kita bisa menyelesaikan tugas kita sebagai isteri dengan multi-tasking jobs.
  1. JAGA KESEHATAN. Ada yang bilang jadi mama itu gak boleh sakit, ada benernya juga karena walau badan kita sedang sakit, kita masih harus tetap menyelesaikan pekerjaan harian kita. Seperti aku yang gak punya ART, walau lagi meriang kepala nyut-nyutan ya tetap harus masak, nyuapin Sherafina, dll. Jadi lebih baik punya badan yang sehat. Karena itu kita harus bisa jaga kesehatan kita melalui pola hidup sehat, pelihara pola makan kita dan istirahat yang cukup. Pepatah Cina mengatakan “penyakit itu datangnya dari makanan”, so be wise with what you eat!!
  1. MEMINTA DAN MENERIMA BANTUAN ORANG LAIN. Kekurangan dan kelebihan aku adalah menjadi seorang yang perfectionist, tapi dengan begitu banyaknya tugas aku sekarang kayaknya ini tidak bisa 100% aku lakukan. Jadi aku harus belajar menerima hasil karya orang lain yang membantu aku... walau itu menurut aku selalu saja kurang perfect, hehehe... Kadang aku harus menurunkan “standar” aku sendiri untuk kebaikan bersama. Daripada aku exhausted mengejar “standar” aku tapi kerjaan gak selesai selesai, aku jadi stress dan uring-uringan terus, sering gak puas dengan hasil kerja/bantuan orang lain (hubby) yang ujung-ujungnya bisa berantem ama hubby kan parahhh… Tidak ada untungnya buat kami berdua. Bener gak?? Contoh: penataan lemari baju sekarang gak bisa serapi dulu karena hubby yang lebih sering bantu menata (thanks so much hubby...) it’s ok lah daripada baju yang udah dicuci dan dirapikan gak dimasukin lemari nanti malah dijadikan serbet dan kain pel ama Sherafina, wkwkwk... Kondisi rumah tidak bisa serapi dulu (tapi bersih lho…) karena segala sesuatu yang ditata pasti dibikin berantakan ama Sherafina, jadi nyerah deh… Untung aja tembok aku “selamat” tidak dijadikan “kanvas” lukisan ama Sherafina.
  1. BELAJAR MENYUKAI tugas-tugas kita (apapun itu). Dulu aku jarang masak, tapi sekarang “harus” masak karena pencernaan Sherafina super sensitif, tidak bisa makan sembarangan. Jadi aku “harus” belajar masak. Supaya tidak jadi beban dan bikin jenuh, aku belajar menikmati cooking time ini. Aku berusaha tumbuhkan passion aku di bidang masak-memasak ini. Thanks God sekarang aku udah lumayan mahir memasak walau itu sebatas homemade baby food dan simple table food. Kadang aku malah bersyukur diberi anak yang alergian kayak Sherafina karena aku jadi bisa masak, hehehe… Anyway, Tuhan pasti punya rencana di setiap masalah.
  1. KENALI DAN BANGGA PADA DIRI SENDIRI. Sah sah saja pingin jadi “super mom” tapi kita bukan “wonder woman” lho... yang bisa segalanya dan memiliki segalanya… Kadang kita iri karena si A pinter bikin kue, si B pandai ngurus rumah, si C pandai masak plus ahli jaga anak, si D punya peralatan dapur lengkap... Ingat selalu bahwa kita adalah mama yang unik dan kreatif dengan cara kita sendiri. Tidak perlu menjadi mama terhebat di dunia, cukup manjadi mama “terbaik” bagi anak-anak kita. Karena setiap anak kebutuhannya berbeda-beda, jadi mama yang dibutuhkan pun berbeda. Oh ya, aku lumayan sering nyanyikan lagu buat Sherafina “Shi Shang Zhi You Mama Hao” (hal terbaik di dunia adalah memiliki ibu). Bukan melulu ingin Sherafina bisa ingat aku, sayang aku seumur hidupnya tetapi lebih kepada supaya aku bisa selalu ingat dan berusaha untuk menjadi ibu yang baik buat Sherafina karena itulah hal terbaik yang bisa dimiliki seorang anak.
  1. MELATIH DIRI SELALU. Rajin dan semangat itu tidak datang dengan sendirinya momsPerformance kerja yang stabil juga susah dipertahankan. Kita yang harus menanam dan menumbuhkan energi-energi positif itu di dalam diri kita. Bagaimana caranya? Hati yang gembira (Amsal 17:22), menangislah dan tertawalah jika itu memang bisa melegakan hati kita, pressure sebagai seorang isteri dan mama itu sangat berat karena harus kerja “manual” & hasil kerja kita tidak bisa “dikoreksi” secara instan. Itulah perbedaan utama dengan pekerjaan di kantor yang mengenal edit, save as, insert, delete, copy paste dsb.
  1. Aku pun juga manusia dan perempuan biasa, hehehe... jadi perlu juga ME TIME untuk me-recharge baterai energi jiwa (supaya point 6 bisa terjaga dengan baik juga). Curi waktu sesekali untuk melemaskan otot dan otak kita dengan kegiatan yang benar-benar kita sukai. Versi aku adalah nonton korama jadul favorit sambil minum kopi pahit manis, ber-FB ria, baca buku, bikin kue/roti, bahkan tidur sejenak juga manjur lho... Trust me, “me time” is very very important!
  1. Akhirnya, kunci dari segala sesuatu yang aku uraikan secara panjang lebar di atas adalah INTIMACY WITH GOD. Ok? All of you must know what I mean ^0^ (Matius 6:33).

Intermezzo and ending:
Saat share cerita ini, aku lagi ngikuti korama “Pasta in Love”, ada nice quote yang aku dapatkan dari korama ini: "Jadilah garam dan terang di dapur kita" ~ recites Bible verse, merupakan perkataan chef Hyun Wok kepada Yo Kyung (junior chef, kekasihnya... nice words, so sweet...). Mari kita juga menjadi garam dan terang di “dapur” kita masing-masing. “Dapur” di sini marilah kita artikan sebagai tempat kita bekerja dan berkarya, jangan melulu dikonotasikan sebagai dapur di rumah tempat kita memasak. Jadi di manapun kita berada, di posisi apapun kita berkarya, mari kita menjadi garam dan terang dunia. Soli deo Gloria.

Salam dan doa dalam kasih Kristus Yesus.