Friday, July 29, 2016

Marah Berjenjang dan Musa

by Alphaomega Pulcherima Rambang

“Kadisku yang dulu enak banget. Gak ada tuh ceritanya dia marah-marahin staf kalau salah mengerjakan sesuatu. Yang dimarahin atasan stafnya dulu. Baru nanti atasan staf tersebut marah ke stafnya, jadi berjenjang marahnya”, ucap seorang kawanku.

Abangku yang juga mendengar hal tersebut mengiyakan,”Emang seharusnya seperti itu pimpinan yang benar. Jadi ada tanggung jawab juga tuh mereka yang punya jabatan”.

SETUJUUUUU….!!!
Maunya seperti itu….
Cuma ya di kebanyakan kantor-kantor pemerintahan gak seperti itu. Adanya disposisi doang, misal nih ada surat yang meminta laporan dari BAPPEDA ke dinas, nah turunlah disposisi dari kadis ke kabid, dari kabid ke kasi, dari kasi ke staf, ujung-ujungnya staf yang ngerjain. Kagak ada petunjuk, gak ada konsep apa-apa, staf kebagian pusing, yo wes dikerjain. Ntar kalo dah slese, staf ngasi paraf, kasi ngasi paraf, kabid ngasi paraf, sekretaris kasi paraf, kadis tanda tangan. Kalo dah ngasi paraf harusnya paling gak dah baca dong, dicek gitu kerjaan stafnya, ini kagak, paraf doang. Dah gitu kalo salah, ya yang disalahin stafnya. LANGSUNG STAF YANG DISALAHIN. Serius.

Pernah kejadian seorang staf di kantorku diminta mengerjakan bahan untuk dibawakan dalam sebuah pertemuan dengan beberapa dinas dan masyarakat umum, kagak ada petunjuk, kagak ada konsep. Lah, kerjaannya dah diberikan sejak kapan, diperiksa kaga sama atasan eee….giliran ada yang salah pas disampaikan di depan umum, tuh kawan disalah-salahin di depan umum. Salah siapa coba tuh atasan gak pake meriksa segala?

Makanya, salut bener deh sama kadisnya temenku tadi. Semua jadi belajar bertanggung jawab. Staf gak ngasal kerja karena tahu pekerjaannya dicek, dia tahu atasan langsungnya peduli dengan apa yang dikerjakannya. Sometimes, karena pekerjaan gak pernah dicek, aku jadi gak giving my best, lelahhhh…..Kalo kerjaan bener gak ada diperhatiin tuh, kalo salah disalah-salahin, lah kok jadi curcol saya. Ya gitu deh, apalagi kerjaan yang deadlinenya jadi gak masuk akal gara-gara yang dimintain data suka-suka, diminta kapan eh ngasinya kapan, menghambat kerjaan kita kan, jadi waktunya mepet banget.

Punya Kadis yang marahnya berjenjang gitu jelas-jelas bikin atasan (kabid or kasi) gak bisa pulak ngasal ngelempar kerjaan dan ngasi disposisi ke staf doang karena mereka bertanggung jawab pada Kadisnya, dan beneran kalau ada apa-apa, mereka yang kena, bukan stafnya. Mereka gak bisa Cuma ngasi paraf (seakan-akan mereka mengecek dan mengawasi) pekerjaan staf. Mereka harus sungguh-sungguh bertanggung jawab. Kalau pun gak ngasih konsep, paling gak dicek lah kerjaan bawahan tu, jangan Cuma tahu beres. Atasan yang ginian, bikin aku mikir, ini orang kalo gak ngerti ya malas :p Ya to? Gimana coba? Yang dipercaya banyak kan dituntut banyak. Mosok tunjangan mau, tapi gak ngapa-ngapain, mosok mentang-mentang masa kerja lama-gaji gede mau tapi kerjaannya kagak, mosok koar-koar ngeluh kalau ada apa-apa di kerjaan dia yang tanggung jawab padahal manaaa…manaaa…yang disalahin ma staf muluuuu… #eh.

Entah kenapa setelah mendengar cerita kawanku tentang mantan kadisnya, aku teringat seorang pemimpin bernama Musa. Kenal Musa kan? Kesalahan Musa sepertinya ‘sepele’, dia tidak taat pada perintah Tuhan sehingga Tuhan tidak mengizinkannya masuk ke tanah perjanjian. Tidak taat sama Tuhan tu kesalahan yang dilakukan hampir semua orang Israel, tapi Tuhan kok marah besar sama Musa?

WHY?

Karena Musa pemimpin yang ditunjuk oleh Tuhan, Tuhan ingin mengajarkan tanggung jawab seorang pemimpin begitu besar sehingga ketidaktaannya/kesalahannya diperhitungkan Tuhan. Apakah kesalahan Musa?

Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka."
Itulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka. Bilangan 20:12-13

Dikatakan bahwa Musa tidak percaya pada Tuhan dan tidak menghormati kekudusan Tuhan di depan mata orang Israel, tapi apakah sebenarnya yang telah dilakukan Musa?Perhatikan ini!


Kejadian pertama:

Kemudian berangkatlah segenap jemaah Israel dari padang gurun Sin, berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan, sesuai dengan titah TUHAN, lalu berkemahlah mereka di Rafidim, tetapi di sana tidak ada air untuk diminum bangsa itu

Jadi mulailah mereka itu bertengkar dengan Musa, kata mereka: "Berikanlah air kepada kami, supaya kami dapat minum." Tetapi Musa berkata kepada mereka: "Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?"

Hauslah bangsa itu akan air di sana; bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa dan berkata: "Mengapa pula engkau memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membunuh kami, anak-anak kami dan ternak kami dengan kehausan?"

Lalu berseru-serulah Musa kepada TUHAN, katanya: "Apakah yang akan kulakukan kepada bangsa ini? Sebentar lagi mereka akan melempari aku dengan batu!"
Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Berjalanlah di depan bangsa itu dan bawalah beserta engkau beberapa orang dari antara para tua-tua Israel; bawalah juga di tanganmu tongkatmu yang kaupakai memukul sungai Nil dan pergilah.

Maka aku akan berdiri di sana di depanmu di atas gunung batu di Horeb; haruslah kau pukul gunung batu itu dan dari dalamnya akan keluar air, sehingga bangsa itu dapat minum." Demikianlah diperbuat Musa di depan mata tua-tua Israel.

Dinamailah tempat itu Masa dan Meriba, oleh karena orang Israel telah bertengkar dan oleh karena mereka telah mencobai TUHAN dengan mengatakan: "Adakah TUHAN di tengah-tengah kita atau tidak?"

Pada kejadian pertama ini, Musa dan Harun diminta Tuhan untuk memukul batu dengan tongkat dihadapan orang Israel dan para tua-tua. Tuhan sendiri berdiri di atas gunung batu tempat Musa memukulkan tongkatnya.Setelah gunung batu dipukul, keluarlah air.


Kejadian kedua:

Bilangan 20:2-13
Pada suatu kali, ketika tidak ada air bagi umat itu, berkumpullah mereka mengerumuni Musa dan Harun,dan bertengkarlah bangsa itu dengan Musa, katanya: "Sekiranya kami mati binasa pada waktu saudara-saudara kami mati binasa di hadapan TUHAN! Mengapa kamu membawa jemaah TUHAN ke padang gurun ini, supaya kami dan ternak kami mati di situ?
Mengapa kamu memimpin kami keluar dari Mesir, untuk membawa kami ke tempat celaka ini, yang bukan tempat menabur, tanpa pohon ara, anggur dan delima, bahkan air minum pun tidak ada?"
Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan, lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka.TUHAN berfirman kepada Musa: "Ambillah tongkatmu itu dan engkau dan Harun, kakakmu, harus menyuruh umat itu berkumpul; katakanlah di depan mata mereka kepada bukit batu itu supaya diberi airnya; demikianlah engkau mengeluarkan air dari bukit batu itu bagi mereka dan memberi minum umat itu serta ternaknya."


Lalu Musa mengambil tongkat itu dari hadapan TUHAN, seperti yang diperintahkan-Nya kepadanya. Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?"

Sesudah itu Musa mengangkat tangannya,lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum.
Tetapi TUHAN berfirman kepada Musa dan Harun: "Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka."

Itulah mata air Meriba, tempat orang Israel bertengkar dengan TUHAN dan Ia menunjukkan kekudusan-Nya di antara mereka.

Di kejadian kedua, Tuhan hanya meminta Musa untuk BERBICARA pada batu tersebut eh…Musa malah berinisiatif untuk memukul batu itu, dua kali pulak!!Musa melanggar Firman Tuhan. Tuhan meminta Musa berkata kepada batu, tetapi Musa memukul batu. Musa memukul batu bahkan sampai dua kali. Mengapa Musa memukul batu? Apa yang membuat Musa tidak taat? Orang Israel memahitkan hati Musa sehingga Musa teledor dengan kata-katanya. Mazmur 106:33
Jadi KEPAHITAN dapat menghalangi kita untuk taat. Huaaa…ngeri kan? Jadi kalo kepahitan jangan disimpan lama-lama,segera dibereskan supaya kita tidak jatuh ke dalam dosa.

Begitu pahit hati Musa pada orang Israel, begitu marahnya Musa sehingga Musa melakukan ini: Lalu Musa mengambil tongkat itu dari hadapan TUHAN, seperti yang diperintahkan-Nya kepadanya. Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?"
Sesudah itu Musa mengangkat tangannya, lalu memukul bukit batu itu dengan tongkatnya dua kali, maka keluarlah banyak air, sehingga umat itu dan ternak mereka dapat minum.

Musa berkata orang Israel adalah orang yang durhaka, saking marahnya, padahal Tuhan pun tidak berkata demikian. Bisa jadi Musa bosan mendengar keluhan orang Israel. Tapi Tuhan ingin mengajarkan, bahkan di tengah kemarahan kita pun, Ia ingin kita tetap taat dan bertindak berdasarkan firmanNYA. Sekalipun emosi kita meledak-meledak, Dia ingin kita tidak menjadi seperti kuda yang susah dikendalikan. Dia ingin hidup kita dikendalikan firmanNya, semarah apapun kita, fiuhhh… *menampar diri sediri*

Kesalahan Musa yang lain adalah kesombongan. Well, mungkin ia tidak sadar akan kesombongannya, tapi perhatikan apa yang Musa katakan berikut:

Bilangan 20:10
Ketika Musa dan Harun telah mengumpulkan jemaah itu di depan bukit batu itu, berkatalah ia kepada mereka: "Dengarlah kepadaku, hai orang-orang durhaka, apakah kami harus mengeluarkan air bagimu dari bukit batu ini?"

Musa berbicara kepada Israel bahwa mereka (ia dan Harun) yang akan mengeluarkan air bagi orang Israel, padahal nyata-nyata Tuhan yang membuat batu itu mengeluarkan air. Padahal sebelumnya pada kejadian pertama Musa berkata : Mengapakah kamu bertengkar dengan aku? Mengapakah kamu mencobai TUHAN?" (Keluaran 17:2).

Jika Musa yang dikatakan orang yang paling lembut pun bisa jatuh dalam dosa karena kepahitan dan kesombongan, bagaimana dengan daku??? Huhuhuhuu….Bener-bener butuh kasih karunia Tuhan untuk tetap bisa taat sama firman Tuhan. Bener-bener butuh kasih karuniaNya untuk gak hidup dalam kepahitan. Bener-bener butuh kasih karuniaNya untuk menyadari bahwa di luar Tuhan, aku gak bisa berbuat apa-apa.

Friday, July 22, 2016

Ketika Aku Marah

by Tabita Davinia

Siapapun pasti pernah marah. Entah karena keinginan yang nggak dibolehin sama ortu, melihat pasangan sedang jalan sama lawan jenis (apalagi kalau si pengamat itu orang yang posesif), kerjaan semakin menumpuk, teman kita berbohong... dan masih ada segudang alasan kenapa kita marah. Benar, kan?

Yang jadi pertanyaan sekarang adalah: bagaimana kita meluapkan kemarahan itu? Apakah kita akan meluapkannya dengan membanting pintu, menggebrak meja, mengumpat-umpat (atau mungkin memelesetkan kata-kata kasar), diam seharian, mogok makan, atau menghilang dari peredaran sosial (baca: nggak nongol di mana-mana)? Dan apakah Tuhan berkenan dengan semuanya itu? Kita tahu jawabannya.

Bayangkan kalau Tuhan Yesus menjadi marah kepada orang-orang yang mengolok-olok-Nya saat Dia disalibkan. Mungkin Dia akan memerintahkan malaikat-malaikat untuk membebaskan-Nya, lalu membunuh setiap orang yang mengejek-Nya. But He didn’t. Sebaliknya, Tuhan Yesus justru berdoa, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Lukas 23:34). Sikap seperti inilah yang harus kita teladani. Daripada mengumpat-umpat tentang orang yang membuat kita kesal, lebih baik kita cooling down dengan mendoakannya. Sulit? Ya! Tapi dengan melepaskan pengampunan, kita pun akan jadi merasa tenang.

Bahkan Paulus, dalam Galatia 5:22—23, menuliskan tentang salah satu unsur dari buah Roh yang harus kita miliki, yaitu penguasaan diri. Ya, sebagai anak-anak Tuhan, kita seharusnya lebih bisa mengontrol kemarahan kita. Jangan sampai kemarahan itu malah mengundang si jahat untuk menjatuhkan kita.

Di dalam suratnya yang lain, Paulus juga mengatakan agar “... hendaklah amarahmu padam sebelum matahari terbenam”. Menurutku, dia sebenarnya ingin mengatakan agar kita tidak terus-menerus menyimpan kemarahan kita. Bayangkan kita merasa sangat kesal dengan seseorang, lalu kita mendiamkannya seharian. Tentu lama-kelamaan rasanya jadi nggak enak. Dia mungkin merasa nggak ada yang harus diselesaikan, tapi kita malah “dihukum” kemarahan kita sendiri.

Beberapa waktu yang lalu, aku sempat marah kepada sahabatku karena sebuah masalah (aku lupa apa masalahnya haha). Tapi gara-gara masalah itu, aku jadi kesal sendiri, lalu melemparkan boneka pemberiannya. Ternyata, sahabatku juga ikutan marah dan memukul lantai kamarnya. Hm, kesannya jadi seperti sinetron, ya. Tapi begitulah. Walaupun aku telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat kami, tapi saat itu aku seolah-olah mengabaikan-Nya. Aku nggak tahu apa yang Dia pikirkan saat aku menangis setelah melempar bonekaku. Mungkin Dia berpikir, “Duh, bukannya Aku pernah mengajarimu bagaimana harus menguasai perasaanmu? Dan bukannya kamu yang dikendalikan olehnya?”. Setelah menangis, aku mencoba untuk menata perasaanku, lalu melakukan rekonsiliasi dengan sahabatku. And thanks God, the problem had been solved :)

Salahkah kita marah? Selama ada alasan yang jelas, sebenarnya tidak apa-apa kalau kita marah. Tapi akan lebih baik kalau kita segera menyelesaikan pemicu kemarahan kita itu. Berdamai dengan masalah akan membuat hatimu jadi lega :) Ingat, walaupun kita telah diselamatkan dari hukuman kekal (alias maut), tapi kita akan tetap bergumul melawan dosa seumur hidup kita. Termasuk dalam hal kemarahan. Hendaklah kita terus meminta pertolongan Roh Kudus agar kita dimampukan untuk menguasai diri dari kemarahan yang menyala-nyala itu, dan agar Dia senantiasa menjagai kita dari si jahat yang akan terus mencari celah untuk menggoyahkan kita.

Monday, July 18, 2016

Bahagia itu Sederhana

by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bahagia itu sederhana.
Kalimat ini jadi tema statusku dan beberapa kawan saat mengikuti kuis yang diadakan oleh seorang teman. Dan aku bersyukur mengikuti kuis itu, membuatku menyadari kalo bahagia itu gak cuma sederhana, sesederhana saat kita memutuskan buat bahagia.
Bahagia itu keputusan.

Saat kita memutuskan untuk mensyukuri setiap hal kecil eh sederhana yang kita miliki, maka kita akan berbahagia.

Aku juga belajar saat ini kalo MARAH pun juga bisa jadi pilihan kita.


Kemarin aku merasa marah pada seseorang, dia mengatakan sesuatu yang menyakitiku. Ingin rasanya mengatakan sesuatu untuk mengungkapkan kemarahanku, tapi aku pikir daripada aku melakukan sesuatu yang bodoh lebih baik aku diam dulu. Konyolnya, saat aku membayangkan orang lain yang mengatakan hal itu kepadaku, kok aku gak merasa semarah kepada orang tadi ya *sigh*. Aku memutuskan untuk berhenti marah.
AKU GAK MAU MARAH.

Perasaan muncul silih berganti, datang dan pergi dengan cepat, tapi sebenarnya kita yang memutuskan apakah perasaan itu akan tinggal menetap atau hanya sesaat.

Pernah dengar kalimat ini:
Seperti menyiram bensin ke api.
Kalimat ini biasa kita gunakan saat seseorang marah, lalu adaaaaa saja hal ato seseorang yang membuatnya semakin marah. Bayangkan api yang sedang membakar lalu disiram bensin, tentunya api semakin besar dan merusak sekitarnya. Demikianlah amarah yang dipelihara, alih-alih dipadamkan, malahan diberi bahan bakar, gimana gak merusak.
Biarlah kamu marah, tetapi jangan berbuat dosa; berkata-katalah dalam hatimu di tempat tidurmu, tetapi tetaplah diam. Mazmur 4:5
Ayat ini yang menahanku untuk berkata-kata kepada orang yang membuatku kesal. Aku diam.
Good job Meg!
NO.
Aku diam tapi dalam hati aku masih kueseeeelllll luar biasa sama orang itu. Aku memikirkan berbagai alasan NEGATIF mengapa orang tersebut berkata demikian.
Aku sedang menyiram bensin ke apiku.
DAN AKU SEMAKIN MARAH.

Puji Tuhan, di tengah pergumulanku antara memaki-maki atau menyindir secara halus orang ini, kesadaran timbul, kesadaran untuk gak berbuat bodoh.
Aku baru berdoa,yeahhhh.... sesudah lama bergumul baru ingat berdoa, aku berdoa dan protes ke Tuhan:
Apa sih maunya orang ini?
Dan Tuhan diam aja.
Mbok Tuhan jawab yaaa....hehhehehe

Gak tau napa waktu habis berdoa, aku jadi sedikit tenang. Mulai mencoba berpikir positif.
Diam di tempat tidur lagi dan mencari ribuan (oke,gak nyampai ribuan,aku lebay),eh beberapa alasan mengapa si orang ini berkata demikian. TAPI kali ini aku mencoba berpikir positif:
Pasti dia hanya bercanda...
Pasti dia gak tahu dampak perkataannya...
Pasti dia gak ingin menyakiti siapa-siapa...

Mencoba berpikir positif waktu marah tu gak gampang, ini seperti ada setan dan malaikat yang mencoba mempengaruhiku.Waktu aku mencoba berpikir positif ada aja sisi lain yang berkata:
Masa sih dia sebodoh itu,ngomong tanpa tau dampaknya.
Hahahaha,kepalaku penuh...

Dan ini lah ya dampaknya menaruh ayat hapalan tentang kasih dimeja kantor,aku melihat ayat ini:
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.1 Korintus 13:5 
Kasih TIDAK PEMARAH.

Bukan berarti kasih gak bisa marah tapi kasih gak mudah marah.Kasih gak meledak-ledak merusak hubungan.Kasih marah dengan sopan,dia gak menyimpan kesalahan orang lain.Kasih yang marah bukan seperti binatang buas yang ingin menyakiti dengan semangat membalas.
sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Yakobus 1:20
Aku memilih melepaskan amarahku dan menyerahkannya kepada Allah. Aku mau mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. Aku gak mau marah sembarangan. Kalo pun aku perlu berbicara hati ke hati dengan orang tadi, aku memilih untuk menenangkan diriku, berpikir positif dan tidak membiarkan perasaanku bergantung pada orang lain.

Jika aku bisa memilih untuk berbahagia saat keadaan sebenarnya tidak membahagiakan,tentunya aku juga bisa dunk memilih untuk gak marah lagi.

Bukan karena aku gak punya alasan untuk marah,tapi karena alasan itu tidak penting,maka aku gak akan membiarkan sukacita dan damai sejahtera yang aku punya direnggut amarah sesaat. Kalopun aku marah,aku gak akan membiarkannya berlama-lama menetap di hatiku,aku akan mengusirnya jauh-jauh.
PERGI KAU AMARAH!!!
;)

Thursday, July 14, 2016

Manage My Anger

by Poppy Noviana

Ketika ditanya, bagaimana kamu me-manage kemarahan, disaat dalam sebuah situasi tertentu, bisa dikatakan 'wajar' saya untuk marah, hal ini cukup menarik untuk dibagikan. Saat itu di suatu pagi, tepatnya di transportasi umum yang ramai dan padat ada seorang wanita yang tiba-tiba membuat barang bawaan saya terjatuh dan dia menginjaknya ... sekejap pagi itu tiba-tiba mengesalkan karena tidak ada kata maaf terucap dari mulutnya, bahkan ia hanya berdiri dan diam di samping saya. Rasanya geram dan kesel banget. Tapi apa yang dapat saya lakukan untuk menghadapinya?
 
Bisa saja saya menuangkan kekesalan saya di social media dengan update status, mencoba relax open Instagram, stalk online shop, stalk people, see news feed to get relax. Selain itu mencoba untuk lebih open minded dengan berpikir dari perspektif orang lain dan dari sudut pandang yang berbeda, berusaha untuk mengerti,, atau malah yang ekstrimnya adalah berantem, kesel sendiri dan ngga damai sejahtera sepanjang hari, ups.. Ngga begitu juga yah semestinya kalo sudah tau kebenaran Firman Tuhan, saya mencoba untuk meresponnya dengan:
1.   Tarik napas panjang
2.  Mengingat bahwa saat aku mengasihi Tuhan maka aku harus menuruti perintahnya untuk lambat marah. 
"Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku. Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran” (Yohanes 14: 15-16).
Salah satu perintah-Nya adalah Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah. (1 Yak 19:1).
3.   Berdoa dan meminta kasih karunia Tuhan untuk 'mengampuni' dan saya bisa mengendalikan emosi saya dan berespon benar..
4.   Bersyukur masih diampuni sama Tuhan atas kesalahan dan kelalaianku.

Langkah diatas bisa dilakukan dalam waktu satu menit, karena pada prinsipnya damai adalah saat dimana aku mampu menghadapi diriku sendiri sekalipun keadaan tidak sesuai dengan harapanku.
Aku menggunakan hak pilihku untuk memilih berdamai, dan biarkan konsekuensinya yang mengikuti sebab rasa sayangku pada Tuhan lebih besar dari pada rasa sakitku.
Seperti apa yang pernah kalian hadapi setiap harinya, seperti ketemu dengan orang yang sukar, menyebalkan, bahkan sangat pantas untuk dimarahi akan membawamu kepada tingkat pengendalian diri yang lebih dewasa lagi. Tidak perlu untuk sakit hati sebab Firman Tuhan berkata Bodohlah orang yang menyatakan sakit hatinya seketika  itu juga, tetapi bijak, yang mengabaikan cemooh.  (Amsal 12:16)
Dare you go!  Selamat mencoba dan buatlah perbedaan dalam merespon dengan sikapmu.

Monday, July 11, 2016

Kesabaran dan Kemarahan

By Alphaomega Pulcherima Rambang


Mari lihat ini:

Karena ini bagian dari kalender, aku ngeliat gambar ini melulu di kantor *sigh* Diingatkan banget buat bersabar. Eh di rumah juga deng, aku ngeliat ini melulu, secara kalender mejaku di rumah dan kantor sama. Bener-bener nendang dah kalimat ini buatku selama beberapa hari ini di kantor. Aku sedang marah sama beberapa orang di kantor. Mereka yang harusnya jadi panutan, cuma bisa ngomong doang, kalo ngomong hebat bak malaikat, tapi prakteknya NOL SUPER BESAR. Males kan?

Dan payahnya, gak bisa tuh diajak komunikasi, secara ini bos gitu lohhhh, haiss...Kalo sama rekan kerja masi bisa diajak ngomong lah ya, lah kalo sama bos piye? Hanya bisa bersabar dan bersabar, dan melihat pantatku bertambah lebar, kan katanya orang sabar pantatnya lebar :p

Berulang kali memperkatakan firman dan berkata kepada diri sendiri:
Jangan cepat marah meg.
Tenang....
Kendalikan dirimu!
Jangan marah seperti orang bodoh.
Kemarahanmu gak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.

KEMARAHANMU gak mengerjakan kebenaran apa-apa di hadapan Allah Meg....!!!

Kalo kamu cepat marah, itu bukan hal yang benar!

Sapa bilang gak boleh marah, boleh kok. Tapi mikir dulu, tenangkan di, pantas gak aku marah akan hal ini, terus bagaimana aku melampiaskan amarahku akan menentukan apakah ini kebenaran atau ngga. Tuhan Yesus pernah marah. Manusia bisa marah. Tapi tidak semua manusia marah dengan benar.

Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; sebab kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.Yakobus 1:19-20